Oleh
TEGUH RIANTO
E353100145
Pembimbing :
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang
telah memberikan berkat-Nya sehingga penulis diberikan kesempatan untuk
menyusun tugas makalah sebagai bagian dari Kuliah Matrikulasi Pengelolaan
Tumbuhan.
Makalah dengan judul “Konservasi Keanekaragaman Jamur Edibel di
Taman Nasional Gunung Rinjani” dilatar belakangi bahwa penelitian-penelitian
tentang jamur di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) belum
banyak dilaporkan. Potensi keanekaragamannya yang besar akan sangat sia-sia
ketika tidak dimanfaatkan sementara kegiatan pengelolaan selalu terbatas dalam
pendanaan. Pertanyaan yang kemudian timbul mengapa pendanaan tidak bias dari
dalam kawasan sendiri dengan mengeksplorasi sumberdaya? Tentu saja prinsip
konservasi yang berkelanjutan tetap dikedepankan. Tulisan ini dapat dijadikan
dasar untuk pengelolaan sumberdaya jamur di kawasan TNGR lebih lanjut. .
Semoga apa yang menjadi bahasan dalam tulisan ini bermanfaat bagi
banyak pihak terutama berkaitan dengan bagi upaya konservasi pada khususnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
LAMPIRAN ................................................................................................. 16
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
v
I. PENDAHULUAN
Kawasan hutan Gunung Rinjani meliputi 26,5% dari luas daratan P. Lombok.
Kawasan hutan Gunung Rinjani juga merupakan kawasan hutan terluas atau sekitar
86,11% dari luas keseluruhan hutan P. Lombok (BTNGR, 1997). Kawasan hutan
Gunung Rinjani seluas 125.740 ha terdiri atas beberapa fungsi kawasan, termasuk di
dalamnya sekitar 41.330 ha kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan hutan Taman
1
Nasional Gunung Rinjani (TNGR). Ekosistem kawasan hutan TNGR tergolong masih
utuh dan sekitar 40% atasnya merupakan hutan primer tua. Dengan kondisi tersebut
ratusan spesies jamur tumbuh subur sepanjang tahunnya. Penelitian mengenai jamur
khususnya kawasan TNGR belum pernah dilakukan, sedangkan ancaman terhadap
keanekaragaman hayati di kawasan ini cukup tinggi terutama melalui pengambilan
langsung, kegiatan intensif wisata pendakian maupun kebakaran hutan relatif terjadi
tiap tahun di lokasi-lokasi tertentu. Oleh karena itu penelitian-penelitian spesifik
bioekologi jamur sangat penting untuk dilakukan.
II. METODOLOGI
A. Habitat Jamur
2
yang berbeda untuk masing-masing spesies jamur. Suhu dan cahaya matahari yang
mempengaruhi kelembaban udara menentukan pertumbuhan jamur. Faktor fisik
spesifik ini diciptakan oleh vegetasi dengan iklim mikronya.
Tipe vegetasi kawasan Senaru, Aik Berik dan Pesugulan sebagai lokasi
penelitian secara umum seragam. Vegetasi kawasan Senaru, Aik Berik dan Pesugulan
merupakan bagian dari ekosistem hutan hujan tropis kawasan Gunung Rinjani. Musim
basah terjadi antara November-April, meskipun di bulan Mei-Juni masih sering terjadi
hujan. Spesies-spesies jamur akan banyak ditemukan pada awal-awal musim basah,
sedikit di pertengahan musim (terutama spesies-spesies Agarics yaitu kelompok jamur
yang mempunyai gill), dan melimpah lagi di akhir musim basah sampai pergantian ke
musim kering. Spesies-spesies tertentu bisa ditemukan sepanjang tahun (kebanyakan
spesies Polypores yaitu kelompok jamur yang berpori). Beberapa spesies lagi hanya
bisa ditemukan spesifik di lokasi tertentu.
Kondisi vegetasi dan faktor fisik lingkungan yang spesifik ini memungkinkan
jamur dari beragam spesies tumbuh subur di kawasan Gunung Rinjani terutama di tiga
lokasi penelitian yang dimaksud. Substrat berupa bahan organik sebagai media
tumbuh jamur cukup tersedia dan melimpah sehingga pada kondisi kelembaban yang
mencukupi regenerasi jamur juga melimpah.
3
haseltii), Salam (Syzigium polyantha), Klokos (Syzigium sp), Rajumas (Duabanga
moluccana).
Vegetasi pohon penyusun berdasarkan ketinggian antara 1000-2000 mdpl
seperti Kayu Jakut (Syzigium sp), Melastoma spp, Menang/Garu (Dysoxylum sp),
Sentul (Aglaia sp), Deduren (Aglaia argentea), Pandan (Pandanus tectorius), Glagah
(Saccharum spontaneum), Rotan Besar (Daemonorops sp), Bak-bakan (Engelhardia
spicata). Di kawasan Senaru ada zonasi khusus vegetasi yang diberi nama sesuai
dominan pohon penyusunnya yaitu zonasi Bak-bakan diketinggian sekitar 1500 mdpl.
4
ekosistem hutan sehingga penyusun ekosistem termasuk jamur didalamnya
kemungkinan berkurang. Menurun dan hilangnya beberapa bagian habitat tempat
tumbuh jamur dapat mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman sumberdaya
termasuk jamur, yang lebih disayangkan adalah hilangnya potensi pemanfaatan untuk
kebutuhan manusia.
Kebakaran hutan juga dapat merubah penutupan vegetasi. kebakaran
merupakan fenomena yang relatif intensif terjadi setiap tahunnya di kawasan Senaru
di zona konifer sampai savana (ketinggian 2000-2500 mdpl). Kawasan tersebut
merupakan kawasan dengan kondisi iklim yang dingin dan kering, yang berbeda
dengan kawasan dibawahnya yang cenderung basah dan lembab.
B. Keanekaragaman Spesies
Hasil studi di kedua lokasi secara keseluruhan diperoleh 147 spesies, 109
spesies diantaranya teridentifikasi dan 38 spesies sisanya belum teridentifikasi
(Rianto, 2009a, Rianto, 2009b, Rianto, 2009c). Dari 109 spesies yang teridentifikasi,
95 spesies diantaranya teridentifikasi sebanyak 32 famili. Dari 32 famili yang ada
kebanyakan teridentifikasi sampai ke genus, beberapa diantaranya sampai ke penunjuk
spesies. Dari 14 spesies sisanya hanya diidentifikasi sampai ke ordo. Secara
keseluruhan spesies yang teridentifikasi berasal dari 14 ordo.
Sebanyak 14% dari 32 famili yang teridentifikasi (13 spesies) termasuk famili
Tricholomataceae, 12% (11 spesies) famili Agaricaceae, dan 11% (10 spesies) famili
Polyporaceae. Sisanya merupakan jumlah spesies yang merata dari beberapa famili.
Sehingga dapat dikatakan bahwa keragaman jumlah spesies cukup tinggi. Hal ini
dibuktikan dengan nilai indeks diversitas Shannon bernilai 3,00 yang bisa diartikan
bahwa jenis jamur di kawasan TNGR termasuk tinggi (Rianto, 2009d). Anggota famili
yang teridentifikasi secara lengkap ditabulasikan dalam Tabel 2 (terlampir).
Dari 95 jenis yang teridentifikasi, kebanyakan berasal dari ordo Agaricales (61
spesies) dan ordo Polyporales (11 spesies) dari kelas Basidiomycetes. Sedikit jumlah
spesies dari kelas yang sama dari ordo Auriculariales (1 spesies), Boletales (4 spesies),
Chantarellales (4 spesies), Dacrymycetales (1 spesies), Geastrales (1 spesies),
5
Hymenochaetales (5 spesies), Russulales (5 spesies) dan Theleporales (1 spesies).
Sedikit jumlah spesies dari kelas Ascomycetes dari ordo Pezizales (5 spesies) dan
Sphaeriales (4 spesies) serta dari kelas Myxomycetes dari ordo Physarales (2 spesies)
dan Stemonitales (2 spesies).
Spesies yang dominan di ketiga kawasan adalah spesies dari mayor grup jamur
berpori (Polypores). Meskipun kebanyakan spesies yang teridentikasi berasal dari
Agarics (mayor grup jamur yang mempunyai gill), menurut hasil perhitungan INP
(Rianto, 2009) (Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5 pada Lampiran 3) spesies-spesies Polypores
mempunyai kerapatan jenis dan keterjumpaan yang lebih tinggi dibandingkan spesies
6
jamur Agarics. Spesies-spesies seperti Coltricia perennis, Trametes spp, Xylaria spp,
Stereum spp dan Phellinus sp, mendominasi kawasan Senaru, Pesugulan dan Aik
Berik. Spesies-spesies Polypores memang memiliki sifat mendominasi suatu
ekosistem dan disebut sebagai spesies cosmopolitan dan dependant genera (Ryvarden,
1991). Spesies-spesies Polypores dalam ekosistem bertindak sebagai dekomposer
yang hidup pada bagian mati tumbuhan Gymnosparmae dan Angiosparmae, sedikit
yang hidup di humus. Kebanyakan Polypores merupakan jenis parennial, yang bisa
ditemukan sepanjang tahun seperti Coltricia perennis (Gambar 1). Karakter Coltricia
perennis spesifik dibandingkan spesies Polypores lain. Pada musim-musim sangat
basah sedikit individu yang bisa dijumpai, individu-individu baru akan muncul di
akhir musim basah.
Foto:Teguh Rianto
7
Komposisi antara jamur kayu dan jamur tanah yang teridentifikasi sebanding,
yang bisa menjadi indikasi bahwa komuitas hutan di kawasan Senaru ataupun
Pesugulan relatif dinamis. Menurut pengamanatan visual, kawasan lain seperti
kawasan Sembalun (kawasan hutan di luar savana Sembalun) dan Torean sekitar 60%
spesies yang telah diketahui di kawasan Aik Berik, Senaru atau Pesugulan bisa
ditemukan di kawasan ini.
Jamur merupakan produk hutan bukan kayu yang bernilai ekonomi tinggi
sebagai bahan pangan maupun bahan obat. Manfaat langsung jamur adalah sifat
edibilitasnya sebagai jamur yang bisa dikonsumsi. Masyarakat sekitar kawasan hutan
di berbagai penjuru dunia pada musim-musim tertentu berburu jamur untuk
dikonsumsi. Interaksi seperti ini terjadi pada kebanyakan masyarakat di sekitar hutan
di berbagai belahan dunia. Pada jumlah tertentu sebagian perburuan dijual dan
menghasilkan uang. Dengan sistem budidaya yang lebih baik, dapat mendatangkan
keuntungan yang sifatnya kontinyu dan meningkatkan kesejahteraan.
Beberapa spesies edibel dan berpotensi komersil yang ada di kawasan TNGR
dapat dilihat pada tabel . Spesies Auricularia auricula (jamur kuping) dan Pleurotus
ostreatus (jamur tiram putih) merupakan spesies yang populer di pasaran. Jamur tiram
merah atau Pleurotus flabellatus (Gambar 2) juga merupakan jamur yang beredar di
pasaran tetapi jumlah produksinya mungkin tidak sebanyak jamur kuping atau jamur
tiram putih sehingga kurang populer. Spesies Morchella deliciosa (Gambar 3)
merupakan satu-satunya jenis morel yang ada di kawasan TNGR. Morel mungkin
jenis jamur yang kurang populer di pasaran Indonesia, tetapi di pasaran internasional
merupakan jenis high value market (jenis yang laris dipasaran karena tingkat
edibilitasnya yang tinggi) dalam bentuk keringnya. Di India dan Pakistan ekspor
morel menyumbang 70% penghasilan hasil hutan non kayu (Iqbal, 2002).
8
ada spesies Termitomyces dengan ukuran diameter cap sekitar 20-30 cm, hanya saja
selama periode penelitian belum pernah dijumpai spesies yang dimaksud baik di alam
maupun di pasaran. Spesies Tremella fusiformis juga merupakan jamur yang komersil
di pasaran dalam bentuk keringnya. Beberapa spesies jamur edibel lain seperti
Hygrocybe psittacina, Mycena sp, Polyporus sp dan Termitomyces sp harus dikumpulkan
dalam jumlah banyak ketika akan dikonsumsi mengingat bentuknya yang berukuran kecil.
Detail spesies-spesies jamur edibel dijelaskan dalam Lampiran 1 .
9
menurut perbandingan literatur adalah Coltricia perennis, Coprinellus disseminatus,
Clavaria vermicularis. Spesies-spesies tersebut dipakai dalam dunia farmasi sebagai
antikarsinogenik. Bahan Polysakarida hasil ekstrak dari spesies-spesies tersebut
dipercaya dapat menjadi obat antikanker (Ohtsuka et al, 1973) dan telah dipatenkan di
Inggris. Genus Phellinus dipakai sebagai obat tradisional di Korea, penderita kanker
di korea menggunakan mushroom ini sebagai co-medication (Anonim, 2010).
Berdasarkan studi yang dilakukan (Rianto, 2009d), teridentifikasi dua spesies dari
genus Phellinus. Untuk mengetahui kandungan antikarsinogenik dari spesies-spesies
yang ada di TNGR tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Foto:Teguh Rianto
Foto:Teguh Rianto
11
spesies-spesies Termytomyces spp yang cenderung tidak melimpah pada satuan waktu
tertentu.
Dari 16 spesies jamur edibel yang diidentifikasi, jenis yang tidak populer di
masyarakat lokal seperti jamur tiram merah (Pleuretus flabellatus), morel (Morchella
deliciosa) dan jamur kuping putih (Tremella fusiformis) merupakan jenis komoditas
internasional. Jenis morel terutama bisa dikategorikan sebagai jamur yang paling
dicari oleh para mushroomer (sebutan bagi penggemar mushroom) ketika berburu
jamur di hutan, terutama di banyak negara sub tropis. Harga morel di pasar
internasional biasanya dijual dalam bentuk keringnya dan dihargai cukup mahal. Di
situs penjualan online terkenal seperti Amazon.com, morel dalam bentuk keringnya
dihargai sekitar 91,1 dolar per kilogramnya atau sekitar Rp 820.000,00.
E. Upaya Pengelolaan
2. Pengaturan Pemanenan
Pada kenyataannya pengambilan langsung sumberdaya seperti pakis, jamur,
tanaman hias atau sumberdaya lain dari kawasan masih sering terjadi dan terus
12
menerus karena masih tingginya ketergantungan masyarakat lokal terhadap
sumberdaya hutan. Secara teori, pihak pengelola seharusnya tidak mengijinkan segala
sumberdaya keluar dari kawasan dalam bentuk dan tujuan apapun sesuai amanat
Undang-undang No.5 Tahun 1990. Pemanfaatan seharusnya bersifat tidak langsung.
Akan tetapi karena praktek-praktek ini telah ada bahkan sebelum dibentuk taman
nasional, pelarangan tidak akan menyelesaikan masalah. Pengelolaan sebaiknya
dilakukan dengan meregulasi cara-cara pemanenan dan mengusahakan teknik
pembudidayakan yang dapat diaplikasikan ke masayarakat lokal. Identifikasi
masyarakat lokal yang secara langsung memanfaatkan sumberdaya kawasan termasuk
jamur perlu dilakukan sebagai bagian dari pengaturan pemanenan. Upaya ini
dilakukan dengan tujuan untuk lebih mengatur eksistensi sumberdaya dan
keberlajutan pemanfaatan di masa mendatang serta meminimalisir pihak-pihak lain
yang akan mengambil kesempatan di luar masyarakat lokal.
3. Pembinaan Habitat
Pembinaan habitat dikerjakan secara terpadu tidak hanya bertujuan melindungi
suatu spesies tertentu tapi lebih bersifat menyeluruh sehingga meminimalkan biaya
pengelolaan. Pembinaan habitat diperlukan agar vegetasi penutup sesuai dengan
kondisi asli dan mendukung regenerasi sumberdaya termasuk jamur. Perubahan
ataupun gangguan vegetasi akan berdampak pada regenerasi mushroom. Gangguan
vegetasi yang intensif terjadi akan menyebabkan kehilangan sumberdaya. Selain hal
tersebut, pengetahuan habitat spesifik untuk sumberdaya tertentu perlu dilakukan
dengan penelitian khusus, untuk mendukung upaya pengelolaan sumberdaya di luar
kawasan aslinya.
13
4. Pembudidayaan
Menurut Rianto (2009d) terdapat sekitar 16 spesies jamur yang bersifat edibel,
6 jenis diantaranya termasuk high value market. Dua jenis diantaranya yaitu
Auricularia auricular dan Pleurotus ostreatus adalah jenis yang telah banyak
dibudidayakan, sehingga konsentrasi penelitian dikhususkan pada Morchella
deliciosa, Pleurotus flabellatus atau Sparasis crispa yang masih jarang atau belum ada
sama sekali di pasaran, termasuk kemungkinan pembudidayan Termitomyces sp yang
selama ini permintaan pasar dipenuhi dari pengambilan langsung dari hutan.
Penelitian domestikasi ini ditujukan untuk kepentingan restocking dan aplikasi ke
masyarakat. Dalam tujuan terakhir tersebut ada tujuan lebih besar yang akan dicapai
yakni mengurangi ketergantungan langsung masyarakat terhadap sumberdaya hutan.
IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
14
[Anonim] 2007. Mushroom Rehabilitasi Penyakit Kronis. Tablod Agrina 21 Februari
2007.
[BTNGR] Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. 2010. Laporan Identifikasi Jamur
Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani. Mataram.
Iqbal, M. 2002. NTFPs and Land Tenure and Resource Ownership: Problems and
Opportunities. Research and Development. Forest Department. NWFP.
Rianto, T. 2009a. Laporan Identifikasi Jamur Kawasan Aik Berik Taman Nasional
Gunung Rinjani. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. Mataram (Tidak
dipublikasikan).
Rianto, T. 2009b. Laporan Identifikasi Jamur Kawasan Senaru Taman Nasional
Gunung Rinjani. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. Mataram (Tidak
dipublikasikan).
Rianto, T. 2009c. Laporan Identifikasi Jamur Kawasan Pesugulan Taman Nasional
Gunung Rinjani. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. Mataram (Tidak
dipublikasikan).
Rianto, T. 2009d. Studi Keanekaragaman Jenis Jamur Kawasan Taman Nasional
Gunung Rinjani . Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. Mataram (Tidak
dipublikasikan).
Risna, RA. 2004. Keanekaragaman Jamur Berpori (Polyporineae) di Pulau Moyo dan
Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Widyariset Vol.6 : 316-330.
Ryvarden, L. 1991. Genera of Polypores, Nomenclature and Taxonomy. Fungiflora.
Norway.
15
Lampiran 1. Spesies-spesies Jamur Edibel di Kawasan TNGR (BTNGR, 2010).
Morchella deliciosa
16
Lanjutan Lampiran 1.
Auricularia auricula
Tubuh buah berbentuk seperti telinga tak
beraturan, diameter 5-8 cm, permukaan atas
berwarna coklat tua, permukaan bawah
berwarna coklat muda, daging seperti jelly,
kenyal, tipis, tampak seperti berurat/kerutan di
bagian pinggirnya. Foto:Teguh Rianto
Edibilitas :
Dapat dimakan dan merupakan jenis yang telah
dibudidayakan secara komersil.
Dimana ditemukan:
Tumbuh menempel di kayu yang melapuk,
soliter atau cluster yang padat. Bisa dijumpai di
semua kawasan sepanjang musim basah, jarang Foto:Teguh Rianto
17
Lanjutan Lampiran 1.
Tremella fusiformis
Tubuh buah bentuknya seperti shower-puff
dan krispi ditepinya, warna putih susu dan
akan menguning jika tua. Ukuran diameter
20-30 cm, bertekstur kenyal.
Edibilitas :
Merupakan jenis yang populer dikonsumsi
maupun diperdagangkan, dipasaran Foto:Teguh Rianto
dikenal dengan nama jamur kuping
putting.
Dimana ditemukan :
Tremella fusiformis bisa ditemukan diatas
ketinggian 2000 mdpl, pada zonasi
konifer cemara gunung (Casuarina
junghuniana) kawasan Senaru, TNGR.
Foto:Teguh Rianto
Dijumpai tumbuh di kayu lapuk cemara
gunung (Casuarina junghuniana), tumbuh
diakhir musim basah (April-Mei).
18
Lanjutan Lampiran 1.
Termitomyces sp1.
Tudung berbentuk seperti payung
(umbonate) warna putih agak keruh
dengan tonjolan warna coklat dibagian
pusat tudung, tudung terbelah 3 atau 4 dari
pinggir; diameter 2-4 cm.
Batang slender berwarna putih panjang 6-
10 cm. Gill berwarna putih dengan Foto:Teguh Rianto
19
Lanjutan Lampiran 1.
Termitomyces sp2.
Tudung berbentuk cembung yang melebar
sampai mendatar, warna putih agak
kecoklatan dengan tonjolan hitam dibagian
tengah, bagian tepi rata kadang terbelah,
bagian tepi lurik (heavily striated).
Diameter tudung 6-8 cm, batang panjang 8-
Foto:Teguh Rianto
10 cm; gill berwarna putih dengan susunan
rapat, sinuate.
Edibilitas :
Bisa dimakan, high value, local market.
Dimana ditemukan:
Tumbuh ditanah humus, di atas sersah-
sersah yang membusuk, soliter kadang
dalam grup tapi tidak terlalu padat; tumbuh Foto:Teguh Rianto
disepanjang musim basah di daerah bawah
(ketinggian kurang dari 1000 mdpl); tumbuh
disemua kawasan TNGR.
20
Lanjutan Lampiran 1.
Termitomyces sp3.
Tudung berbentuk umbonate pada saat
mudanya, kemudian melebar sampai
mendatar pada saat tuanya, warna putih
agak kecoklatan, bagian tepi sobek/terbelah
pada tuanya, bagian tepi lurik. Diameter
tudung 12-16 cm, batang panjang 14-18 cm;
gill berwarna putih dengan susunan rapat,
sinuate. Keteguhan daging kokoh (lebih
kenyal dari pada Termitomyces sp2. Batang Foto:Teguh Rianto
Foto:Teguh Rianto
21
Basidiomycetes > Polyporales > Polyporaceae > Polyporus sp
Polyporus sp2
Tubuh buah berbentuk kipas dengan tepi
tak beraturan, warna putih sampai putih
kecoklatan pada saat tuanya, permukaan
atas halus licin kadang berbulu sangat
halus dibagian tepi. Diameter 3-8 cm;
Foto:Teguh Rianto
batang pendek kurang dari 0,5 cm.
Tekstur daging kenyal pada saat mudanya,
menjadi teguh pada saat tuanya. Pori-pori
akan kelihatan jelas pada saat tuanya.
Edibilitas :
Bisa dimakan fase mudanya.
Dimana ditemukan:
Tumbuh dalam grup padat di kayu yang Foto:Teguh Rianto
melapuk atau di pohon yang belum lama
mati, tumbuh sepanjang musim basah
kadang masih bisa ditemui dimusim-
musim kering (Januari-Juni). Bisa ditemui
di semua kawasan TNGR.
Foto:Teguh Rianto
22
Basidiomycetes > Polyporales > Polyporaceae > Polyporus sp2
Polyporus sp2.
Tubuh buah seperti Polyporus sp dengan
kenampakan lebih besar, diameter lebih
dari 10 cm, bagian tepi agak kecoklatan
dengan tekstur halus dan bergelombang
seperti telinga, tangkai sangat pendek (2-3
mm). Pori-pori berwarna putih. Tekstur
Foto:Teguh Rianto
daging kenyal.
Edibilitas :
Bisa dimakan saat muda.
Dimana ditemukan:
Sifat tumbuh seperti Polyporus sp tapi
dalam grup kecil, kadang soliter. Tumbuh
ditanah humus atau dilumut. Tumbuh
sepanjang musim basah kadang masih bisa
Foto:Teguh Rianto
ditemui dimusim-musim kering (Januari-
Juni). Bisa ditemukan di semua kawasan
TNGR.
23
Lanjutan Lampiran 1.
Pleurotus flabellatus
Di pasaran dikenal dengan nama jamur
tiram merah. Tubuh buah berbentuk
setengah lingkaran atau mirip kerang.
Tudung berwarna merah muda hingga
merah, diameter 4-10 cm. Tepi tudung
pada tuanya kadang terlipat kedalam.
Edibilitas : Foto:Teguh Rianto
24
Basidiomycetes > Agaricales > Pleurotaceae > Pleurotus ostreatus
Pleurotus ostreatus
Terkenal dengan nama pasar jamur tiram
putih. Tubuh buah bentuknya tergantung
tempat tumbuh, akan berbentuk setengah
lingkaran atau mirip kerang ketika tumbuh
lateral/tumbuh menyamping, kadang tidak
nampak batang. Tudung akan berbentuk
Foto:Teguh Rianto
lingkaran sempurna dengan batang terlihat
jelas jika sebaliknya (tumbuh vertikal).
Bagian tudung berubah warna dari hitam,
abu-abu, coklat, hingga putih, dengan
permukaan yang hampir licin, diameter 5-
12cm.
Edibilitas :
Bisa dimakan. Merupakan jenis komersil.
Foto:Teguh Rianto
Dimana ditemukan:
Tumbuh dalam cluster padat di kayu
lapuk. Range waktu tumbuh sama dengan
saudaranya P. flatellatus, jenis ini pun bisa
ditemukan disepanjang musim basah
kadang masih bisa ditemui dimusim-
musim kering (Maret-Juni). Bisa ditemui
di semua kawasan TNGR.
Foto:Teguh Rianto
Seperti P. flatellatus, jenis ini masih satu
kerabat dengan Pleurotus eryngii atau
King Oyster Mushroom yang populer di
pasaran.
25
Lanjutan Lampiran 1.
Pleurotus sp
Tubuh buah berbentuk corong setengah
lingkaran, berwarna putih kemerahan,
diameter 5-8 cm. Permukaan dan tekstur
tudung halus.
Batang tidak tampak. Gill juga berwarna
Foto:Teguh Rianto
putih kemerahan dengan susunan rapat.
Edibilitas :
Belum diketahui.
Dimana ditemukan:
Tumbuh dalam cluster padat di pohon
Bak-bakan (Engelhardia spicata).
Ditemukan tumbuh sekitar akhir musim
basah (April-Mei), sementara baru
Foto:Teguh Rianto
ditemukan di wilayah Senaru.
26
Lanjutan Lampiran 1.
Mycena sp
Termasuk jamur mini, tubuh buahnya
tidak lebih panjang dari 5 cm. Tudung
berbentuk kerucut saat mudanya kemudian
cembung sampai mendatar saat tuanya,
berwarna coklat muda. Diameter tudung 1-
2 cm. Gill berwarna putih. Batang panjang
3-5 cm, berwarna lebih cerah dari warna Foto:Teguh Rianto
tudung.
Jamur ini memendar ketika terkena
cahaya.
Edibilitas :
Bisa dimakan, tetapi terlalu mini dan
kenampakan gillnya yang akan menghitam
seperti tinta ketika sudah lama dicabut dari
Foto:Teguh Rianto
substrat sedikit akan mengurangi
kenyamanan untuk dikonsumsi.
Dimana ditemukan:
Tumbuh dalam cluster padat, di tanah
humus atau sersah-sersah, tumbuh di akhir
musim basah (April-Mei). Bisa dijumpai
di Senaru dan Pesugulan.
Foto:Teguh Rianto
27
Lanjutan Lampiran 1.
Clitocybe sp.
Tudung berbentuk seperti corong warna
putih, bersisik, diameter 4-6 cm, tangkai
panjang 3-6 cm.
Gill warna putih dengan susunan rapat,
deccurent. Batang berwarna putih.
Edibilitas :
Belum diketahui.
Dimana ditemukan:
Tumbuh di kayu yang melapuk, dalam
cluster yang tidak terlalu padat,
Diketemukan di akhir musim basah dalam
daerah terbuka, sementara hanya dijumpai
di Aik Berik.
28
Lanjutan Lampiran 1.
Cantharellales
Tudung berbentuk corong melebar
hampir mendatar tak beraturan, atau
lebih mirip seperti bentuk bunga sepatu
berukuran besar; diameter tudung 20-24
cm, berwarna coklat, permukaan halus,
gill atau semacamnya adnexed, Foto:Teguh Rianto
Foto:Teguh Rianto
29
Lanjutan Lampiran 1.
Artomyces pyxidatus
Termasuk dalam grup mushroom koral.
Bentuknya yang seperti koral tak berarturan,
“dahan” yang banyak “cabang”nya,
diujungnya ada cabang lagi dengan 3-6
“anak cabang” yang membentuk seperti
mahkota. Berwarna putih panjang 10-12 cm, Foto:Teguh Rianto
30
Lanjutan Lampiran 1.
Clavaria vermicularis
Tubuh buah panjang 4-10 cm, tebal kurang dari
0,5 cm, bentuknya seperti cacing, tak bercabang,
ujung tumpul, kadang lurus memanjang kadang
ada yang bengkok tak beraturan, berwarna putih
sampai putih abu-abu, keteguhan rapuh/sangat
rapuh.
Edibilitas :
Bisa dimakan, hanya saja testurnya rapuh dan
lembek. Foto:Teguh Rianto
Dimana ditemukan:
Tumbuh diakhir musim basah sampai
pertengahan musim kering (Maret-Juni), tumbuh
secara soliter atau dalam cluster tidak padat.
Tumbuh di tanah-tanah humus atau sersah-
sersah yang sudah melapuk. Sementara hanya
dijumpai di Senaru pada ketinggian sekitar
1000-1500 mdpl. Foto:Teguh Rianto
31
Lanjutan lampiran 2.
Tabel 3. Hasil Perhitungan 10 Spesies Jamur dengan INP Tertinggi Kawasan Senaru.
Tabel 4. Hasil Perhitungan 10 Spesies Jamur dengan INP Tertinggi Kawasan Pesugulan.
Tabel 5. Hasil Perhitungan 10 Spesies Jamur dengan INP Tertinggi Kawasan Aik Berik.