FUNGSI KAWASAN
Oleh:
Sunyoto (E.353100045)
Andoko Hidayat (E.353100055)
Teguh Rianto (E.353100145)
Pembimbing:
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M S
Ir. Haryanto R. Putro, M S
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang
telah memberikan berkat-Nya sehingga penulis diberikan kesempatan untuk
menyusun tugas makalah sebagai bagian dari Kuliah Matrikulasi Pengelolaan
Kawasan Konservasi.
Makalah dengan judul “Evaluasi Fungsi Kawasan (Studi kasus pada Cagar
Alam Papandayan dan Cagar Alam/Taman Wisata Alam Kamojang)”
dilatarbelakangi bahwa beberapa kawasan konservasi mengalami perubahan
keutuhan kawasan. Gangguan keutuhan kawasan pada dasarnya merupakan
gangguan terhadap fungsi kawasan. Pada makalah ini dijelaskan criteria-kriteria
dalam memenuhi keutuhan fungsi kawasan.
Semoga apa yang menjadi bahasan dalam tulisan ini bermanfaat bagi
banyak pihak terutama berkaitan dengan bagi upaya konservasi pada khususnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Pengertian ........................................................................................ 2
V. PENUTUP .............................................................................................. 22
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kawasan konservasi adalah areal daratan dan/atau laut terutama diperuntukan
bagi perlindungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati dan sumberdaya alam
serta sumberdaya budayanya, dikelola dengan cara-cara legal atau cara-cara efektif
lainnya (IUCN, CNPPA, WCMC, 1994). Menurut UU No 5 Tahun 1990 kawasan
tersebut terdiri dari kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru.
Kawasan suaka alam terdiri dari kawasan cagar alam dan kawasan suaka
margasatwa. Kawasan pelestarian alam terdiri dari kawasan taman nasional, taman
hutan raya dan taman wisata alam.
Pemerintah bertugas mengelola kawasan konservasi yaitu kawasan suaka
alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru, yang dalam pengelolaannya
dilakukan sesuai dengan fungsi kawasan. Disisi lain sejarah membuktikan bahwa
kenyataannya kawasan konservasi selalu mengalami gangguan. Gangguan kawasan
konservasi bermula karena adanya kesalahan dalam pengelolaan kawasan
konservasi.
Masyarakat sekitar kawasan konservasi selalu dianggap musuh oleh
pengelola. Padahal kawasan konservasi sebagian besar wiayahnya selalu berbatasan
langsung dengan pemukiman masyarakat bahkan terdapat juga pemukiman
penduduk di dalam kawasan. Ini membuktikan bawa terdapat hubungan yang erat
antara kawasan dengan masyarakat sekitar.
Gangguan terberat yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan konservasi
adalah terbitnya ijin pemanfaatan sumber daya yang ada dalam kawasan oleh sebuah
lembaga. Pemanfaatan ini bersifat legal. Gangguan seperti ini dapat mengakibatkan
kondisi kawasan konservasi berubah dan akibatnya kawasan tersebut tidak sesuai
lagi dengan fungsinya sebagai kawasan konservasi.
Penyebab utama hilangnya keanekaragamannya hayati bukanlah dari
eksploitasi manusia secara langsung, melainkan kerusakan habitat sebagai akibat
yang tak dapat dihindari dari bertambahnya populasi penduduk dan kegiatan
manusia (Indrawan et al. 2007).
Berbagai ganguan yang terjadi pada kawasan suaka alam, kawasan pelestarian
alam dan taman buru mengakibatkan kondisinya tidak lagi sesuai dengan fungsi
kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru, sehingga perlu
dilakukan evaluasi fungsi kawasan sebagai bahan untuk pengelolaan kembali
kawasan konservasi.
Evaluasi fungsi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman
Buru dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi kondisi riil kawasan
konservasi. Tujuan evaluasi fungsi sebagai bahan menentukan kebijakan lebih lanjut
dalam pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru.
B. Pengertian
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.14/Menhut-II/2007
tentang Tatacara Evaluasi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan
Taman Buru :
1. Evaluasi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru
adalah serangkaian kegiatan untuk melakukan penilaian terhadap suatu kondisi
yang sebelumnya telah ditetapkan kriterianya sebagai bahan penentuan kebijakan.
2. Kawasan Suaka Alam Adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat
maupun perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya serta sebagai wilayah
sistem penyangga kehidupan yang terdiri dari cagar alam dan suaka marga satwa.
3. Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat
maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai wilayah sistem
penyangga kehidupan serta kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya.
4. Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaannya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu
yang perlu dilindungi dan perkembangannya secara alami.
5. Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri
khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk
kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan diluar habitatnya.
7. Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan
koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami, jenis asli dan atau bukan asli yang
dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Kawasan Taman Wisata
Alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan
bagi kepentingan pariwisata alam dan rekreasi alam.
8. Taman Buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat diselenggarakan
perburuan satwaburu secara teratur.
Dasar hukum evaluasi fungsi kawasan hutan adalah Undang-undang No. UU No. 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan dan PP No.10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan
Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Pada UU tersebut khusunya pada pasal 21
disebutkan bahwa perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh
Pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu. Perubahan peruntukan
kawasan hutan yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis,
ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pada PP No. 10 Tahun 2010 tentang pada pasal 2 disebutkan bahwa perubahan
peruntukan dan fungsi kawasan hutan dilakukan untuk memenuhi tuntutan dinamika
pembangunan nasional serta aspirasi masyarakat dengan tetap berlandaskan pada optimalisasi
distribusi fungsi, manfaat kawasan hutan secara lestari dan berkelanjutan, serta keberadaan
kawasan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional. Dijelaskan pula
dalam pasal 5 bahwa perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud
dalam ditetapkan oleh Menteri dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu.
Perubahan peruntukan kawasan hutan dapat dilakukan secara parsial melalui tukar
menukar kawasan hutan atau dengan pelepasan kawasan hutan. Perubahan peruntukan kawasan
hutan secara parsial dilakukan berdasarkan permohonan. Permohonan harus memenuhi
persyaratan administrasi dan teknis, dapat diajukan oleh menteri atau pejabat setingkat menteri,
gubernur atau bupati/walikota; pimpinan badan usaha atau ketua yayasan.
Perubahan fungsi dalam fungsi pokok kawasan hutan konservasi, hanya dapat
dilakukan dalam hal sudah terjadi perubahan kondisi biofisik kawasan hutan akibat
fenomena alam, lingkungan, atau manusia. Perubahan tersebut diperlukan jangka benah
untuk optimalisasi fungsi dan manfaat kawasan hutan atau cakupan luasnya sangat kecil dan
dikelilingi oleh lingkungan sosial dan ekonomi akibat pembangunan di luar kegiatan
kehutanan yang tidak mendukung kelangsungan proses ekologi secara alami.
Perubahan fungsi dalam fungsi pokok kawasan hutan produksi, meliputi perubahan
dari hutan produksi terbatas menjadi hutan produksi tetap dan/atau hutan produksi yang
dapat dikonversi, hutan produksi tetap menjadi hutan produksi terbatas dan/atau hutan
A. Obyek Evaluasi
Obyek evaluasi fungsi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam
dan Taman Buru yang diindikasikan mengalami degradasi fungsi berat
meliputi Cagar Alam, Suaka Maragasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata
Alam, Taman Hutan Raya dan Taman Buru.
Evaluasi kawasan cagar alam meliputi :
1. Keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistemnya;
2. Keterwakilan formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunannya;
3. Kondisi alam, baik biota maupun fisik yang masih asli dan tidak atau
belum diganggu manusia;
4. Luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang
efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami;
5. Ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang
keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan
6. Komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka
atau keberadaannya terancam punah.
Evaluasi kawasan taman wisata alam meliputi daya tarik alam berupa
tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang
menarik, luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik
untuk dimanfaatkan bagi pariwisata alam dan rekreasi alam dan kondisi
lingkungan disekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.
Evaluasi kawasan taman hutan raya meliputi kawasan dengan ciri khas
baik asli maupun buatan, baik pada kawasan yang ekosisemnya sudah
berubah, keindahan alam dan atau gejala alam dan luas wilayah yang
memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan atau satwa, baik
jenis asli dan atau bukan asli.
Evaluasi kawasan taman buru meliputi kawasan dengan ciri khas untuk
wisata buru, terdapat satwa buru dan luas wilayah yang memungkinkan untuk
pengembangan wisata buru, baik jenis asli dan atau bukan asli.
D. Manfaat Evaluasi
Hasil evaluasi reguler digunakan oleh Kepala Unit Pengelola Kawasan
sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan perencanaan pengelolaan
kawasan. Rekomendasi hasil evaluasi tim terpadu digunakan sebagai acuan
dalam penentuan kebijakan pengelolaan kawasan.
A. Dasar Pemikiran
Pengertian perubahan fungsi kawasan konservasi berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku adalah sebagai berikut: “Setiap orang
dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap
keutuhan kawasan yang meliputi menghilangkan, mengurangi fungsi dan
luas kawasan, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak
asli” (pasal 19 dan pasal 33 UU No. 5/1990; pasal 19, pasal 44 dan 46 PP
68/1998).
Pengertian ini menegaskan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara
keutuhan dan/atau keaslian kawasan dengan fungsi kawasan. Gangguan
terhadap keutuhan suatu kawasan konservasi pada dasarnya akan mengikuti
teori pengaruh tepi (edge effect theory). Pengaruh tepi mulai dari tepi batas
ke dalam (interior) kawasan akan berkurang sampai titik nol.
Salah satu indikator keutuhan kawasan konservasi adalah jika untuk
habitat yang sama macamnya, keanekaragaman jenis yang terdapat di daerah
batas tepi kawasan tidak boleh lebih rendah jika dibandingkan dengan daerah
lain yang berada lebih dalam dari kawasan konservasi tersebut. Selanjtnya
evaluasi fungsi kawasan dilaksanakan mengacu pada Peraturan Menteri
Kehutanan No. P.14/Menhut-II/2007 tentang Tatacara Evaluasi Kawasan
Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru