Anda di halaman 1dari 11

CORE DAN OUTRIGGER SEBAGAI SISTEM LATERAL PADA APARTMENT THE PEAK

Oleh : Ir. Davy Sukamta IPU (*)


ABSTRAK Apartment The Peak merupakan suatu pengembangan yang terdiri dari 4 menara terletak di Jalan Setiabudi, Jakarta Selatan. Dua menara mempunyai ketinggian 30 lantai, sedangkan dua lainnya 50 lantai. Sehubungan dengan sangat langsingnya menara 50 lantai ini, dengan proporsi 1:8, maka perancangannya sangat ditentukan oleh faktor stiffness gedung. Sistem lateral yang digunakan pada menara 50 lantai ini adalah core dan outrigger dengan lengan outrigger diletakkan pada 3 lokasi sepanjang ketinggian gedungnya. Dengan menyambung kolom outrigger ke corewall, seluruh lebar gedung dapat dimanfaatkan dalam menahan gaya lateral. Balok-balok outrigger ini mengkonversikan sebagian momen lentur dalam corewall menjadi kopel tarik-tekan pada kolom outrigger dan dengan demikian membuat struktur menjadi kaku. Sistem ini menghasilkan gedung dengan fundamental period sekitar 4.6 detik. Studi terowongan angin menunjukkan akselerasi di lantai puncak mencapai 10,8 mg dibawah ambang batas 15 mg. Sistem lateral ini juga dirancang untuk menahan gempa dengan kriteria kemungkinan terlampauinya gempa rencana hanya 10% selama usia gedung 50 tahun. The Peak@Sudirman berdiri di atas pondasi bored pile dan menggunakan beton dengan kuat tekan silinder karakteristik 550 kg/cm2. Pekerjaan pondasi memakan waktu 4 bulan dan sisa pekerjaan struktur diselesaikan dalam 17 bulan. Tulisan ini menguraikan tentang aplikasi core dan outrigger pada gedung The Peak@Sudirman Jakarta. Kata kunci : kriteria perencanaan, outrigger, terowongan angin, stiffness, sistem lateral

*)

Ir. Davy Sukamta adalah pimpinan DavySukamta & Partners, konsultan struktur di Jakarta dengan track record 210 proyek selama periode 14 tahun terakhir. Ia menjabat sebagai Ketua HAKI periode 1999 2002, 2002 2005 dan 2005 - 2008. Ia telah merancang beberapa supertall buildings antara lain Amartapura 1 (52 lantai), Chrysant Tower (47 lantai) dan The Peak at Sudirman (55 lantai).

The Peak@Sudirman adalah sebuah gedung apartment dengan luas 100,000 m2, yang terdiri dari 2 menara 50-lantai dan 2 menara 30-lantai, dimana seluruh menara ini duduk di atas besmen sedalam 3 lapis. Gedung ini mempunyai ketinggian 218 m diukur dari lantai dasar luar gedung (atap besmen) ke puncak tertinggi menara. Tulisan ini membahas tentang sistem struktur gedung The Peak, aspek perencanaan maupun pelaksanaannya. Sorotan khusus diberikan pada sistem corewall dan outriger yang merupakan sistem lateral gedung. PENDAHULUAN The Peak@Sudirman merupakan pengembangan apartment kelas atas, dan terletak di daerah segitiga emas Jakarta. Rancangan arsitektur gedung ini sangat menekankan garis-garis vertikal, yang mana tercermin dalam pengolahan massa dan detail claddingnya. Menara 50 lantainya mempunyai kelangsingan 1:8 pada salah satu sumbu utamanya. Luas lantai tipikal adalah 1378 m2, relatif kecil untuk gedung setinggi ini. Hal ini memfasilitasi pengaturan ruangan sedemikian, sehingga seluruh ruang mempunyai jendela yang mana merupakan salah satu keunggulan rancangan The Peak. Di lain pihak, effisiensi luas jual netto menjadi berkurang. Sebagai pondasi digunakan 2 jenis bored pile, yaitu diameter 1 m dengan panjang efektif 24 m daya dukung ijin 470 ton, dan diameter 1.2 m dengan panjang efektif 24 m 28 m dan daya dukung ijin 570 ton 660 ton. Konstruksi besmen 3 lapis, dengan kedalaman galian 10 m dari muka tanah. Pekerjaan pondasi termasuk soldier pile diselesaikan dalam waktu 4 bulan. Dalam perancangan struktur gedung dengan skala ketinggian dan kelangsingan seperti ini, maka masalah kekakuan (stiffness) dari struktur perlu mendapat perhatian, agar gedung dapat berperilaku baik pada saat diterpa angin keras. Kriteria pembebanan angin yang digunakan pada The Peak@Sudirman adalah kriteria yang digunakan untuk perancangan gedung Amartapura (52 [1] lantai). Studi dari Lythe, G.R dan Isyumov N menunjukkan bahwa kecepatan angin per jam ratarata untuk angin 100 tahunan mencapai 40 m/detik pada ketinggian gradien. Untuk perancangan gempa, digunakan gempa 500 tahun dengan usia gedung 50 tahun dan presentasi kemungkinan terlampaui adalah 10%.

SISTEM LATERAL The Peak@Sudirman menggunakan corewall beton dan balok outrigger yang diletakkan pada 3 lokasi sepanjang tinggi gedungnya yaitu pada lantai 10 s/d lantai 12, lantai 21 s/d lantai 23 dan lantai 32 s/d lantai 34. Balok-balok outrigger ini menghubungkan corewall beton dengan kolomkolom outrigger, dan dengan demikian memanfaatkan seluruh lebar gedung dalam menahan beban lateral. Gambar 1 menunjukkan gedung the Peak@Sudirman pada awal bulan Juni 2006. Gambar 2 memperlihatkan potongan gedung yang menunjukkan lokasi outrigger. Mutu beton yang dipakai berkisar antara 25 MPa sampai 55 MPa. Struktur dianalisa dengan menggunakan program ETABS. Karakteristik dinamis struktur diberikan dalam Tabel 1 di bawah ini: Tabel 1 Modal Participating Mass Ratio X-Trans Y-Trans R 0 63 0 62 0 0 0 0 66

Ragam 1 2 3

T (detik) 4.536 4.162 2.368

Hal : 2

Gambar 1

Gambar 2

TINJAUAN TERHADAP ANGIN Studi respons struktur terhadap angin dilakukan melalui uji coba yang dilakukan oleh Rowan Williams Davies & Irwin, Inc dari Kanada. Dalam strudi ini digunakan teknik high-frequency force balance yang dilakukan pada model dengan skala 1:300. Untuk mensimulasi kondisi permukaan yang sesungguhnya, seluruh bentuk gedung penting dengan radius 365 m turut dimodelkan. Untuk menentukan reaksi struktur akibat angin, digunakan angin 100 tahunan dengan kecepatan 40 m/detik pada ketinggian gradien. Umumnya untuk perhitungan kekuatan struktur dipakai angin 50 tahunan, tetapi untuk the Peak@Sudirman dipakai angin 100 tahunan karena kelangsingannya yang mencolok. Sedangkan untuk mendapatkan percepatan di lantai puncak digunakan beberapa kriteria yaitu angin 1 tahunan, 5 tahunan dan 10 tahunan. Gambar 3 menunjukkan model force balance dalam laboratorium terowongan angin, sedangkan Gambar 4 adalah model rigid body yang dibuat dari plexiglass dan dilengkapi dengan 419 titik tangkap tekanan. Selain kedua uji yang disebut di atas, dilakukan juga uji angin terhadap pejalan kaki. Dalam melakukan uji model, damping ratio struktur diambil antara 1.5% sampai 2.0%. Hasil uji model force balance menunjukkan beban angin total yang diterima oleh struktur untuk arah x dan y adalah sekitar 479 ton dan 980 ton. Akselerasi puncak yang terjadi masih dalam ambang batas ISO untuk angin 1, 5 dan 10 tahunan. Lihat Tabel 2 dibawah ini. Sedangkan akselerasi angin 10 tahunan mencapai 9.0 10.4 milli-g di bawah ambang 16.0 milli-g.

Hal : 3

Tabel 2 Return Period (Years) 1 5 10 Peak Total Acceleration (milli-g) D=2.0% D=1.5% 4.0 4.6 7.2 8.4 9.0 10.4 ISO Criteria (milli-g) 9.6 13.4 16.0

Gambar 3

Gambar 4

TINJAUAN TERHADAP GEMPA Perhitungan gempa untuk struktur gedung the Peak@Sudirman dalam segala hal mengikuti dan memenuhi peraturan gempa di Indonesia yang tertuang dalam SNI 03-1726-2002 Tatacara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung Dengan nilai faktor modifikasi respons seismik R = 5.5 dan nilai faktor keutamaan I = 1.0, maka gaya geser dasar gempa nominal untuk arah x dan arah y adalah sekitar 1210 ton dan 1125 ton. Dalam menghitung besaran gempa di atas, percepatan batuan dasar diambil sebesar 150 milli-g dan tanah dilokasi proyek masuk dalam kategori tanah sedang. Sesuai dengan peraturan Indonesia, usia gedung diambil 50 tahun dan periode ulang gempa adalah 500 tahun, dimana kemungkinan terlampauinya beban gempa tersebut adalah 10%. Elemen-elemen struktur yang membentuk outrigger yaitu corewall, balok outrigger dan kolom outrigger, dirancang untuk tetap berperilaku elastik pada saat terjadi gempa, atau sampai terjadinya sendi plastis pada steel link beam. Dalam hal ini mekanisme sendi plastis di kolom outrigger dihindari, kecuali pada lantai dasar, yang memang harus menjadi sendi plastis. Perbandingan antara gaya lateral tingkat gempa dan angin sepanjang tinggi gedung dalam arah dua sumbu utamanya diberikan pada Gambar 5 dan Gambar 6. Sedangkan Gambar 7 dan Gambar 8 menunjukkan grafik momen guling yang terjadi sepanjang tinggi gedung. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa untuk arah x gedung nilai momen guling ultimit gempa jauh lebih besar dari momen guling ultimit angin, sedangkan untuk arah Y justru angin lebih besar daripada gempa. Hal ini dapat dijelaskan dengan melihat proporsi massa gedung, dimana gedung the Peak@Sudirman sangat langsing pada satu arah sehingga luasan yang terkena angin relatif kecil.

Hal : 4

Distribusi Gaya Geser Arah X Distribusi Gaya Geser Ultimit Arah X


V, ton 0 ROOF LEVEL47 LEVEL45 LEVEL43 LEVEL41 LEVEL39 LEVEL37 LEVEL35 LEVEL33 LEVEL31 LEVEL29 Lantai LEVEL27 LEVEL25 LEVEL23 LEVEL21 LEVEL19 LEVEL17 LEVEL15 LEVEL13 LEVEL11 LEVEL9 LEVEL7 LEVEL5 LEVEL3
1.0 Gempa X 1.3 Angin X

10

20

30

40

50

60

Gambar 5

Hal : 5

Distribusi Gaya Geser Arah Y Distribusi Gaya Geser Ultimit Arah Y

V, ton 0 ROOF LEVEL47 LEVEL45 LEVEL43 LEVEL41 LEVEL39 LEVEL37 LEVEL35 LEVEL33 LEVEL31 LEVEL29 Lantai LEVEL27 LEVEL25 LEVEL23 LEVEL21 LEVEL19 LEVEL17 LEVEL15 LEVEL13 LEVEL11 LEVEL9 LEVEL7 LEVEL5 LEVEL3
1.0 Gempa X 1.3 Angin X

10

20

30

40

50

60

Gambar 6

Hal : 6

Momen GulingUltimit X X Momen Guling Arah Arah


M, ton-m 0 ROOF LEVEL47 LEVEL45 LEVEL43 LEVEL41 LEVEL39 LEVEL37 LEVEL35 LEVEL33 LEVEL31 LEVEL29 Lantai LEVEL27 LEVEL25 LEVEL23 LEVEL21 LEVEL19 LEVEL17 LEVEL15 LEVEL13 LEVEL11 LEVEL9 LEVEL7 LEVEL5 LEVEL3
1.0 Gempa X 1.3 Angin X

10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000

Gambar 7

Hal : 7

Momen Guling ArahArah Y Momen Guling Ultimit Y


M, ton-m 0 ROOF LEVEL47 LEVEL45 LEVEL43 LEVEL41 LEVEL39 LEVEL37 LEVEL35 LEVEL33 LEVEL31 LEVEL29 Lantai LEVEL27 LEVEL25 LEVEL23 LEVEL21 LEVEL19 LEVEL17 LEVEL15 LEVEL13 LEVEL11 LEVEL9 LEVEL7 LEVEL5 LEVEL3
1.0 Gempa X 1.3 Angin X

10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000

Gambar 8

Hal : 8

MENGAPA OUTRIGGER Melihat nilai momen guling ultimit dan gaya lateral total di lantai dasar, umumnya kita dapat menyimpulkan bahwa dari segi rancangan kekuatan bahan, pengaruh gempa lebih menentukan daripada pengaruh angin. Namun ada satu segi lagi yang harus diperhatikan, yaitu masalah respons gedung terhadap angin dan persepsi manusia akibat angin. Untuk memperoleh respons yang dapat diterima, umumnya gedung tinggi dirancang sedemikian agar periode getar bangunannya bernilai sekitar 0,1 x N (jumlah lantai). Dalam perancangan the Peak@Sudirman, periode getar ditargetkan mendekati 5.0 detik. Berdasarkan patokan ini, beberapa alternatif sistem struktur dipelajari. Yang ditargetkan adalah stiffness (kekakuan) struktur gedung, hal mana menjadi kriteria yang menentukan. Dan ternyata masalah stiffness ini lebih menentukan daripada masalah kekuatan dalam menentukan dimensi-dimensi elemen struktur yang membentuk sistem lateral. Outrigger mengkonversi sebagian momen guling core menjadi kopel gaya tarik tekan yang bekerja pada kolom outrigger. Selain itu, balok outrigger juga menyatukan corewall dengan kolom outrigger, sehingga seluruh lebar gedung dapat dimanfaatkan dalam menahan gaya lateral, hal mana akan mengurangi reaksi tarik pada pondasi pada saat gempa. Bila kita membandingkan dua elemen struktur dengan panjang bentuk dan sifat material yang persis sama, dimana satu elemen menahan gaya secara aksial dan yang lainnya menahan gaya secara lentur, maka deformasi yang terjadi pada elemen yang menahan gaya aksial akan jauh lebih kecil karena ia mempunyai strain energy density yang jauh lebih besar. Lihat Gambar 9 dibawah ini.

P
EAI

EAI

R2

R1
L

Gambar 9

Dengan memasang outrigger, maka struktur gedung the Peak@Sudirman bisa mencapai kekakuan yang sangat baik, hal mana dicerminkan dari periode getar strukturnya. Karena outrigger harus juga menahan gaya akibat gempa, kemampuannya mendisipasi energi perlu diperhatikan. Kita dapat meng-idealisasikan sistem corewall dan outrigger seperti sistem corewall yang disambung ke kolom luar lewat balok tinggi. Karena corewall dirancang sebagai elemen shearwall kantilever yang daktail, lengkap dengan elemen batasnya sesuai dengan SNI 03-2847-2002 atau UBC 1997 dan ACI 308-2002, maka kemampuan mendisipasi energinya sama dengan dinding geser kantilever daktail. Dengan begitu faktor R-nya bisa diambil sebesar 5.5. Dinding geser kantilever akan terus menahan gaya gempa sampai terjadi sendi plastis didasarnya, hal mana akan membatasi elemen ini untuk menerima gaya lateral lebih lanjut. Balok tinggi harus dirancang sedemikian, apakah sampai nilai gempa elastis atau sampai terjadi sendi plastis, dimana yang terjadi lebih awal adalah yang menentukan. Sebelum hal ini terjadi, balok akan mengkonversi sebagian momen lentur menjadi gaya aksial ke kolom outrigger. Elemen terakhir ini akan menerima gaya aksial yang besar akibat seismik, dan harus diberi confinement penuh. Pada gedung the Peak@Sudirman, balok outrigger berupa balok tinggi (2 lantai) dengan bukaan pintu. Link beam di atas pintu menerima gaya geser yang sangat besar tetapi momen lentur yang terjadi relatif kecil dan hal ini diatasi dengan menempatkan balok baja yang dibuat khusus, dimana bagian sayapnya menggunakan pelat tipis dan bagian badannya pelat tebal diperkaku dengan stiffeners sebagaimana disyaratkan dalam rancangan link-beam pada struktur EBF.

Hal : 9

Link-beam ini akan mampu menahan gaya gempa nominal tanpa mengalami pelelehan. Bila terjadi gaya gempa di atas gempa nominal, maka link-beam akan meleleh secara geser dan mendisipasi energi gempa. Dengan terjadinya pelelehan ini, kopel gaya tarik tekan yang masuk ke kolom outrigger dapat dibatasi. Gaya aksial yang bisa terindikasi akan terbatas sampai jumlah gaya geser tepat sebelum pelelehan pada seluruh link-beam. Dengan demikian dapat dikatakan bahaw linkbeam juga berfungsi sebagai fuse yang melindungi kolom-kolom outrigger dari induksi gaya aksial akibat gempa. Gambar 10 menunjukkan profil baja link-beam sebelum terpasang, sedangkan gambar 11 menunjukkan link-beam setelah terpasang tetapi belum dicor.

Gambar 10

Gambar 11 STRUKTUR BAWAH The Peak@Sudirman berdiri di atas pondasi bored-pile dan mempunyai 3 lapis besmen. Metode penggalian disesuaikan dengan keadaan lingkungan proyek, dimana pada sebagian lahan dapat dilakukan galian terbuka dengan lereng alami sedangkan pada beberapa bagian harus dipasang konstruksi turap berupa soldier pile diameter 1 m, berjarak 2 m satu sama lain dengan panjang pembenaman 6 m dari dasar galian, dan diperkuat dengan 1 sampai 2 lapis ground-anchor. Analisa soldier pile dilakukan dengan memperhatikan sekwen pekerjaan, dengan bantuan program FREW. Sebagai pondasi digunakan 2 jenis bored pile, yaitu diameter 1 m dengan panjang efektif 24 m daya dukung ijin 470 ton, dan diameter 1.2 m dengan panjang efektif 24 m 28 m dan daya dukung ijin 570 ton 660 ton. Konstruksi besmen 3 lapis, dengan kedalaman galian 10 m dari muka tanah. Pekerjaan pondasi termasuk soldier pile diselesaikan dalam waktu 4 bulan. Pekerjaan galian dan pemotongan kepala tiang bor memakan waktu sekitar 2 bulan dan pekerjaan pondasi mat dilakukan dalam waktu 1,5 bulan. Settlement yang diprediksi adalah sekitar 15 cm pada bagian tengah bangunan. Nilai ini dihitung berdasarkan teori penyebaran tegangan Boussinesq dengan mengambil alas pada 2/3 tinggi tiang pondasi, dan data-data soil test yang ada. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa settlement yang terjadi jauh lebih kecil daripada prediksi. Pada saat topping-off (November 2005), settlement terukur sebesar 2,5 cm. Pada bulan Juni 2006 (seluruh tambahan beban sudah masuk), settlement terukur adalah 3,5 cm.

Hal : 10

Struktur lantai besmen pada umumnya berupa flat slab dengan perkuatan drop panel, dan dinding beton 400 mm pada kelilingnya. Pada bagian-bagian tertentu terutama pada daerah sektiar lubang bukaan, dipasang balok beton untuk mengatasi masalah punching shear. STRUKTUR ATAS Pekerjaan lantai besmen berlangsung sekitar 2 bulan dan kemudian dilanjutkan dengan pekerjaan lantai struktur atas yang berlangsung selama 12 bulan. Sebagai formwork digunakan sistem flyingform yang dapat mempercepat skejul pelaksanaan per lantai hingga mencapai 7 hari per lantai. Bentuk denah lantai yang unik dengan banyaknya tekukan dan tonjolan membuat pelaksanaan pemasangan bekisting kolom menjadi sulit dan memerlukan ketelitian khusus, terutama untuk kolom-kolom sudut yang ter-ekspos. Persyaratan desain menuntut lengan outrigger tidak dicor sampai seluruh lantai selesai dicor, dan dengan demikian hampir seluruh bobot gedung sudah bekerja. Dalam prakteknya pemborong mengusulkan mencor lengan tersebut dan meninggalkan celah yang dapat mengakomodasi pergerakan. Celah ini baru digrouting setelah seluruh lantai selesai dicor. Pemasangan tulangan tidak menemukan kesulitan yang berarti. Khusus untuk boundary element pada shearwall di zone lantai rendah dimana taraf pengekangannya sangat berat sesuai peraturan, diperlukan sedikit modifikasi dalam detail tulangan untuk memudahkan pemasangan di lapangan. Lihat gambar 12. Pemasangan link beam juga tidak menemukan kendala berarti, namun siklus pengecoran pada lantai tersebut menjadi sedikit lebih panjang. Gambar 13 memperlihatkan tahapan pekerjaan lantai dengan sistem 1 shored (dengan formwork jenis flying form) dan 2 reshored (dengan props).

Gambar 12

Gambar 13

Mutu beton yang dipakai bervariasi, mulai dari mutu fc = 550 kg/cm2 untuk elemen vertikal pada beberapa lantai rendah sampai fc = 250 kg/cm2 untuk elemen-elemen di lantai tinggi. Baja tulangan seluruhnya memakai jenis BJTS-40 dengan tegangan leleh minimum 4000 kg/cm2 dan mengikuti ketentuan SNI 03-2847-2002 Pasal 23 dan ACI 318-02 Pasal 21 dan ASTM A-706. Topping-off dilakukan pada akhir bulan November 2005 dan seluruh gedung direncanakan diserahterimakan pada akhir 2006. Rancangan struktur the Peak@Sudirman sepenuhnya dilakukan oleh putra-putri Indonesia, mulai dari konsep awal, rancangan detail, gambar kerja sampai supervisinya. ***selesai*** [1] Lythe, G.R; and Isyumov N,A Study of Wind Effects for Amartapura the Residential Palace, Jakarta, Indonesia, BLWT-5523-1995
Hal : 11

Anda mungkin juga menyukai