Anda di halaman 1dari 54

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

>> 05

penerangan alami
Q&A

Jelaskan apa yang dimaksud dengan penerangan alami!


Jelaskan seperti apa karakteristik cahaya!
Jelaskan satuan yang digunakan pada pengukuran cahaya!
Jelaskan komponen faktor penerangan dan istilah-istilah penting pada PASH!
Jelaskan parameter kenyamanan visual dan standar yang digunakan untuk PASH!
Jelaskan bagaimana cara menghitung Kuat Penerangan minimal menggunakan standar!
Jelaskan tujuan penerangan alami!
Jelaskan bagaimana perencanaan penerangan alami yang memanfaatkan potensi dan
mengantisipasi kendala!
Jelaskan metoda antisipasi silau!
Jelaskan teknik pasif yang diterapkan pada penerangan alami!
Jelaskan teknik aktif yang diterapkan pada penerangan alami!

CONCEPT MAP
pennerangan
alami

teknik penerangan alami

definisi

teknik pasif

teknik aktif

karakteristik

window

light shelf

satuan

clerestory window

prismatic skylight

skylight

fiber-optic

sloped glazing

reflector

tujuan

sawtooth roof

light tube

perencanaan

lightwell

heliostat

unsur
faktor
standar

silau
Gbr. 5-0 : Concept map Penerangan Alami

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-1

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

5.1. DEFINISI PENERANGAN ALAMI

Gbr. 5-1 Matahari [a15]

Kiri: Gbr. 5-2 Lampu energi minyak [a16]


Tengah: Gbr. 5-3 Lampu energi gas di kota Dublin, Irlandia [a17]
Kanan: Gbr. 5-4 Lampu energi listrik [a18]

5.2. KARAKTERISTIK CAHAYA


.

5-2 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-5 Panjang gelombang elektromegnetik [a19], diolah

Wavelength/ panjang gelombang (, baca: Lambda) dari spektrum/ rentang warna


cahaya yang terlihat [a20]:
1. 360 s/d 420 nano meter = ungu/ violet
2. 420 s/d 495 nano meter = biru
3. 495 s/d 566 nano meter = hijau
4. 566 s/d 589 nano meter = kuning
5. 589 s/d 627 nano meter = jingga
6. 627 s/d 770 nano meter = merah

Gbr. 5-6 Panjang gelombang yang dapat dilihat mata manusia [a21]

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-3

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2


Radiasi energi cahaya memperlihatkan karakteristik ganda yaitu [24]:
1. Partikel-partikel energi yaitu Photon
Photon adalah paket energi sangat kecil yang dikeluarkan ketika partikel bermuatan
melepaskan energi
2. Gelombang osilasi (fluktuasi) medan listrik dan medan magnet
Kedua gelombang ini berjalan saling tegak lurus dan tegak lurus terhadap arah rambat
gekombang

Gbr. 5-7 Rambatan gelombang cahaya [a22]

Kecepatan rambat gelombang cahaya tergantung kerapatan massa media yang


dillauinya. Pada media homogen, cahaya

bergerak lurus dengan kecepatan 3 x 108 m/s

(300.000 km/det). Makin rapat massa media yang dilalui cahaya, kecepatan rambat
gelombangnya akan menurun.
Kecepatan rambat gelombang cahaya pada beberapa media [3]:
1. Melalui hampa

= 299.792.000 m/det

2. Melalui udara

= 299.724.000 m/det

3. Melalui air

= 224.915.000 m/det

4. Melalui kaca

= 198.223.000 m/det

5.3. SATUAN PENGUKURAN CAHAYA

5-4 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2


Tabel 5-1 Satuan dari Photometric Quantity/ pengukuran cahaya

Pembahasan satuan pengukuran cahaya meliputi:


1

Luminous Energy/ Jumlah Cahaya

Luminous Flux/ Arus Cahaya

Luminous Intensity/ Intensitas Cahaya

Illuminance/ Kuat Penerangan

Luminance/ Luminansi

5.3.1.

Luminous Energy/ Jumlah Cahaya

5.3.2.

Luminous Flux/ Arus Cahaya

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-5

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Persamaan 5-1

Gbr. 5-8 Bentuk pancaran cahaya [a23]

5.3.3.

Luminous Intensity/ Intensitas Cahaya

Persamaan 5-2

Sudut Ruang sebesar satu Steradian dapat dianalogikan sebagai sudut yang dibentuk
oleh batas-batas ruang TABCD dan permukaan bola ABCD, dimana ABCD sejarak R = 1 m dari
pusat bola dan seluas 1 m2 (lihat Gbr. 5-9). Visualiasi sebenarnya dari Sudut Ruang lihat Gbr. 510 dan Gbr. 5-11.

Gbr. 5-9 Solid Angle/ Sudut Ruang cahaya [25], diolah

5-6 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Kiri: Gbr. 5-10 Pengukuran Solid Angle/ Sudut Ruang sebesar 1 Steradian [a24]
Kanan: Gbr. 5-11 Visualisasi Solid Angle/ Sudut Ruang sebesar 1 Steradian [a25]

5.3.4.

Illuminance/ Kuat Penerangan

Persamaan 5-3

>> Semakin besar Luminous Flux/ Arus Cahaya ()


maka
semakin besar Illuminance/ Kuat Penerangan (E)
>> Terjemahan Illuminance ke bahasa Indonesia adalah Iluminan
>> Kuat Penerangan disebut Tingkat Pencahayaan
>> Penerangan disebut juga Illumination/ Iluminasi

5.3.5.

Luminance/ Luminansi

Persamaan 5-4

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-7

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

5.4. UNSUR CAHAYA MATAHARI

Gbr. 5-12 Garis sinar unsur cahaya matahari [25], diolah

5-8 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-13 Perbandingan penerimaan penerangan langsung dan tak langsung pada suatu ruang [25], diolah

5.5. FAKTOR PENERANGAN ALAMI SIANG HARI

Faktor Penerangan (FP) pada PASH adalah persentase Kuat Penerangan alami pada suatu
titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan (bidang kerja), dari Kuat Penerangan
alami pada bidang datar di lapangan terbuka (standar di Indonesia 10.000 lux).

Gbr. 5.14 Visualisasi suatu titik ukur pada bidang


datar di lapangan terbuka

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-9

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2


Contoh pengukuran Faktor Penerangan (FP) di suatu bidang kerja:
FP = 2 %
Kuat Penerangan terukur

= 2 % x 10.000 lux
= 200 lux

Komponen Faktor Penerangan (FP):


1. Faktor Langit (FL)
Penerangan dengan sumber cahaya langsung dari cahaya langit

2. Faktor Refleksi Luar (FRL)


Penerangan dengan sumber cahaya pantulan permukaan benda di luar ruang/ bangunan

3. Faktor Refleksi Dalam (FRD)


Penerangan dengan sumber cahaya pantulan permukaan benda di dalam ruang/
bangunan
Penentu Kuat Penerangan yang terukur di suatu titik pada Bidang Kerja suatu ruang
(lihat Gbr. 5-15, Gbr. 5-16, dan Gbr. 5-18):
1. Hubungan geometris antara Titik Ukur dan bukaan/ lubang cahaya
2. Ukuran dan posisi bukaan/ lubang cahaya
3. Distribusi Terang Langit
4. Bagian langit yang dapat dikur dari Titik Ukur
5. Tingkat transparasi bukaan/ lubang cahaya

Gbr. 5.15 Potongan Bidang Kerja, lubang cahaya, dan Titik Ukur [26], diolah

5-10 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5.16 Denah lubang cahaya dan Titik Ukur [26], diolah

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-11

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5.17 Perbedaan BLC dan BLCE

Gbr. 5.18 Posisi Titik Ukur pada Bidang Kerja di suatu ruang

5-12 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

5.6. STANDAR PENERANGAN ALAMI SIANG HARI

Standar yang digunakan di Indonesia untuk PASH adalah:


1. SNI 03-2396-2001
tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung

2. SNI 03-2396-1991
tentang Tata Cara Perancangan Penerangan Alami Siang Hari untuk Rumah dan Gedung

3. SK SNI T-14-1993-03
tentang Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung
Selain kedua standar di atas, masih terdapat petunjuk teknis yang dapat diterapkan pada
penerangan alami yaitu Petunjuk Pelaksanaan Konservasi Energi untuk Sistem Pencahayaan pada
Bangunan Gedung - Edisi 1 tahun 1995.

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-13

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

>> Kuat Penerangan yang terukur di Titik Ukur pada Bidang Kerja
harus memenuhi syarat minimal standar sesuai aktifitas/ fungsi
ruang dan sesuai tugas/ kerja visual. Luminan yang terukur tidak
melebihi batas maksimal standar sesuai aktifitas/ fungsi ruang
Kriteria penerapan PASH yaitu:
1. Waktu siang hari antara 08.0016.00
Cahaya matahari di Indonesia optimal hanya pada waktu tersebut
2. Ditentukan oleh Kuat Penerangan dari cahaya langit pada bidang datar di lapangan terbuka,
pada waktu yang sama
Di Indonesia, semua perhitungan Kuat Penerangan dihitung sebagai persentase dari
standar 10.000 lux
3. Distribusi cahaya dalam ruangan cukup merata atau tidak menimbulkan kontras cahaya
berlebih yang mengganggu kenyamanan visual
Dimensi dan posisi bukaan cahaya pada ruangan harus didesain dengan baik agar tidak
menghasilkan kontras cahaya berlebih
4. Terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan sehingga diperoleh Kuat
Penerangan sesuai aktifitas/ fungsi ruang
Jumlah cahaya pada Bidang Kerja harus cukup agar Kuat Penerangan yang diperoleh
memenuhi syarat
5. Terdapat Luminansi dengan besar yang cukup agar tidak terjadi kontras berlebih
Jumlah Cahaya tidak berlebih sehingga baik penerangan langsung maupun tak langsung
tidak menghasilkan kontras cahaya yang tajam

Gbr. 5-19 Penerimaan jumlah cahaya di Bidang Kerja terkait lokasi Titik Ukur dan desain bukaan cahaya
[25], diolah

5-14 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2


Kriteria pengukuran cahaya pada PASH:
1. Waktu pengukuran
Pengukuran di TUU dan TUS dilakukan pada saat yang sama
2. Keadaan/ kondisi langit
Keadaan langit adalah Langit Perencanaan dengan distribusi terang merata di manamana
3. Kondisi ideal bukaan cahaya
Semua bukaan cahaya diperhitungkan seolah-olah tidak ditutup oleh kaca. Berarti
pengukuran Kuat Penerangan menggunakan alat ukur idealnya dilakukan bila bukaan
cahaya menggunakan kaca 100 % transparan tanpa warna
Langit Perencanaan adalah langit yang keadaaannya ditetapkan dan dijadikan dasar
perhitungan Kuat Penerangan alami di Indonesia. Langit Perencanaan ini di Indonesia
memberikan Kuat Penerangan pada titik-titik di lapangan terbuka sebesar 10.000 lux, dan
dianggap keadaannya terangnya merata (uniform luminance distribution).
Kriteria Langit Perencanaan pada PASH [26]:
1. Langit biru tanpa awan, atau
2. Langit yang seluruhnya tertutup awan abu-abu putih

>> Emin = FLmin x 10.000 lux

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-15

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Kualitas Penerangan [27]:


1. Kualitas A
Kerja halus sekali, pekerjaan cermat terus-menerus, seperti

menggambar

detail,

menggravir, menjahit kain warna gelap, dsb

2. Kualitas B
Kerja halus, pekerjaan cermat tidak secara intensif terus menerus, seperti menulis,
membaca, membuat alat atau merakit komponen-komponen kecil, dsb

3. Kualitas C
Kerja sedang, pekerjaan tanpa konsentrasi yang besar dari si pelaku, seperti pekerjaan
kayu, merakit suku cadang yang agak besar, dsb

4. Kualitas D
Kerja kasar, pekerjaan di mana hanya detil-detil yang besar harus dikenal, seperti pada
gudang, lorong lalu lintas orang, dsb

Klasifikasi Derajat Bangunan [27]:


1. Kelas I
Bangunan representatif, mis. Gedung DPR/ MPR, Kantor Gubernuran, dsb

2. Kelas II
Bangunan baik, mis. hotel, gedung pertemuan, kantor, gedung olah raga, dsb

3. Kelas III
Bangunan biasa
Tabel 5-2 Nilai Faktor Langit untuk Bangunan Umum [27]

Catatan:
FLmin TUS = 40 % FLmin TUU
FLmin TUS > 0,1 d

5-16 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2


Tabel 5-3 Nilai Faktor Langit untuk Bangunan Sekolah [26]

Catatan:
FLmin pada 1/3 d di papan tulis pada tinggi 1,20 m = 50 % FLmin TUU
Tabel 5-4 Nilai Faktor Langit untuk Bangunan Tempat Tinggal [26]

CONTOH KASUS 1
DITANYA
Tentukan E minimal untuk TUU dan TUS dari ruang dengan Kualitas A dan Kelas II. Jarak
antara 2 dinding berhadapan 10 m. Bidang Lubang Cahaya Efektif hanya berada pada salah
satu dinding berhadapan tersebut
JAWAB
Berdasarkan tabel, FLmin TUU dengan Kualitas A dan Kelas II adalah 0,45 d, dimana d = 10 m,
maka

E min TUU =
FLmin
Emin

TUS

TUS

0,45 d
0,45 10
10.000 lux =
10.000 lux = 450 lux
100
100

= 40 % FLmin

TUU

= 40 % x 0,45 d

= 40 % Emin TUU = 40 % x 450 lux = 180 lux

CONTOH KASUS 2
DITANYA
Tentukan E minimal untuk TUU dan TUS dari ruang kelas biasa. jarak antara 2 dinding
berhadapan 10 m. Bidang Lubang Cahaya Efektif hanya berada pada salah satu dinding
berhadapan tersebut
teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-17

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2


JAWAB
Berdasarkan tabel, dengan fungsi ruangan kelas biasa,
FLmin

TUU

adalah 0,35 d dan FLmin

E min TUU =

TUS

adalah 0,20 d, dimana d = 10 m, maka

0,35 d
0,35 10
10.000 lux =
10.000 lux = 350 lux
100
100

dan

E min TUS =

0,20 d
0,20 10
10.000 lux =
10.000 lux = 200 lux
100
100

Tabel 5-5 Tabel Kuat Penerangan [28]

Tabel 5-6 Kuat Penerangan Minimum yang Diperlukan [28]

5-18 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2


Tabel 5-7 Kebutuhan Penerangan [29]

Tabel 5-8 Nilai Indeks Kesilauan Maksimum untuk Berbagai Tugas Visual dan Interior [26]

>> Makin berat tugas/ kerja visual, maka makin tinggi kebutuhan
minimal Kuat Penerangan yang harus terukur di Titik Ukur pada
Bidang Kerja
>> Makin berat tugas/ kerja visual, maka makin rendah Indeks
Kesilauan yang berlaku
teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-19

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

5.7. TUJUAN PENERANGAN ALAMI

5.8. PERENCANAAN PENERANGAN ALAMI

Gbr. 5-20 Konsumsi energi listrik untuk pencahayaan buatan

5-20 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Kiri: Gbr. 5-21 Luminansi obyek tidak sama [a26]


Kanan: Gbr. 5-22 Luminansi obyek tidak terdistribusi merata [a27]

Gbr. 5-23 Solar Factor pada bidang vertikal dengan orientasi berbeda di Jakarta [30]

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-21

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2


Tabel 5-9 Alokasi ruang dan bukaan cahaya pada rumah tinggal terkait penerimaan cahaya [30]

Perhitungan luas minimal suatu bukaan cahaya pada fasad bangunan adalah 20 % luas
dinding (Window to Wall Ratio atau WWR = 1:5). Berikut contoh perhitungan luas minimal
bukaan cahaya pada kasus sederhana suatu model ruang dengan luas fasad 40 m2, dan tinggi
fasad 4 m.
Perhitungan luas minimal bukaan cahaya:
Luas

20 % x 40 m2

8 m2 (4 m x 2 m)

Gbr. 5-24 Model ruang

Gbr. 5-25 Luas minimal bukaan cahaya

>> Potensi dari pemanfaatan penerangan alami yaitu visual comfort/


kenyamanan visual dan konservasi energi
>> Kendala yang harus diantisipasi dari pemanfaatan penerangan
alami yaitu glare/ silau dan ketidaknyamanan termal
>> Luas minimal bukaan cahaya adalah 20 % dari luas fasad (Window
to Wall Ratio/ WWR = 1:5)

5-22 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

5.9. METODA ANTISIPASI SILAU

Metoda antisipasi glare/ silau:

5.9.1.

Pengaturan orientasi bukaan cahaya

Membatasi luas sumber silau

Menaikkan perolehan FRD

Pengaturan Orientasi Bukaan Cahaya

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-23

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-26 Orientasi bukaan cahaya

5.9.2.

Membatasi Luas Sumber Silau

Gbr. 5-27 Pembatasan luas sumber silau pada kondisi B

5-24 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-28 Bukaan cahaya luas dan sirip pendek

Gbr. 5-29 Bukaan cahaya sempit dan sirip pendek

Gbr. 5-30 Bukaan cahaya sempit dan sirip panjang

>> Dengan pengaturan dimensi bukaan cahaya dan desain


pembayang/ penyaring sinar matahari yang tepat, maka Jumlah
Cahaya yang masuk ke dalam ruang dan Luminansi pada obyek
dalam ruang dapat dikontrol sesuai kebutuhan, sehingga efek silau
pada mata dapat dihindari

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-25

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-31 Memperkecil luas


bukaan cahaya [31]

Gbr. 5-32 Pemberian shader berupa


SPSM untuk altitude matahari tinggi
(posisi di atas) dan filter berupa
louvre/ kisi-kisi (posisi di bawah)
pada fasad Sotero H. Laurel Building
di Lyceum Institute of Technology,
Filipina [32]

5-26 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-33 Pemberian filter berupa


secondary skin dengan material FRP
grating, pada
fasad bangunan
laboratorium
penelitian
Noyori
Centre, di Nagoya, Jepang [33]

Gbr. 5-34 Memperkecil luas bukaan cahaya dan pemberian filter berupa horizontal blind [34], warna diolah

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-27

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-35 Horizontal blind [a29]

5.9.3.

Gbr. 5-36 Vertical blind [a30]

Menaikkan Faktor Refleksi Dalam

Gbr. 5-37 Penerapan warna muda pada interior untuk menaikkan FRD

>> Dengan penggunaan warna muda dan tekstur halus/ licin pada
interior, maka diperoleh kenaikan Faktor Refleksi Dalam, sehingga
tidak terjadi kontras cahaya berlebih antara sumber silau dari luar
ruang dengan obyek di dalam ruang

5-28 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

5.10. TEKNIK PEMANFAATAN PENERANGAN ALAMI

5.11. TEKNIK PASIF PADA PENERANGAN ALAMI


Wujud bukaan cahaya pada teknik pasif penerangan alami yaitu:
1

Window/ Jendela

Clerestory Window

Skylight

Sloped Glazing

Sawtooth Roof/ Atap Gergaji

Lightwell/ Sumur Cahaya

5.11.1.

Window/ Jendela

5.11.2.

Clerestory Window

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-29

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-38 Clerestory window di atas window/ jendela, pada fasad TK Santa Rita [a31]

5.11.3.

Skylight

Gbr. 5-39 Skylight datar [a32]

Gbr. 5-40 Skylight segitiga [a33]

Gbr. 5-41 Skylight lengkung [a34]

5-30 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-42 Skylight sebagai atap atrium pada Hotel


Hilton Boston Logan Airport [a35]

Gbr. 5-44 Skylight dengan Reflector [a36]

Gbr. 5-43 Cahaya terang dan diffuse hasil pemantulan reflector [a36]

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-31

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

5.11.4.

Sloped Glazing

Kiri: Gbr. 5-45 Fleksibilitas Sloped Glazing [a37]


Atas: Gbr. 5-46 Sloped Glazing fleksibel [a38]

Atas: Gbr. 5-47 Sloped Glazing berupa


bukaan cahaya yang tak terintegrasi dengan
bukaan udara [a39]
Kanan: Gbr. 5-48 Sloped Glazing berupa
bidang tunggal besar [a40]

5.11.5.

Sawtooth Roof/ Atap Gergaji

5-32 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Atas: Gbr. 5-49 Desain Sawtooth Roof/


Atap Gergaji [a41]
Kiri: Gbr. 5-50 Penerapan Atap Gergaji
pada bangunan pabrik [a42]

5.11.6.

Lightwell/ Sumur Cahaya

Gbr. 5-51 Potongan shaft Lightwell/ Sumur Cahaya di tengah bangunan [a43], diolah

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-33

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr.
5-52
Lightwell/
Sumur
Cahaya yang juga berfungsi
sebagai Cool Well/ Sumur Udara
[a44]

Gbr. 5-53 Lightwell/ Sumur Cahaya menerus


dari atap hingga level lantai di bawahnya yang
membutuhkan penerangan alami [a45]

Gbr. 5-54 Level lantai dengan cahaya alami dari Lightwell/ sumur Cahaya [a46]

5-34 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

5.12. TEKNIK AKTIF PADA PENERANGAN ALAMI


Wujud bukaan cahaya pada teknik pasif penerangan alami yaitu:
1

Light Shelf

Prismatic Skylight

Fiber-optic

Reflector

Light Tube/ Tubular Daylighting Device (TDD)

Heliostat

5.12.1.

Light Shelf

Gbr. 5-55 Dengan light shelf diperoleh indirect sunlight/ cahaya matahari tak langsung yang tak
menyilaukan [a47]

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-35

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-56 Tergantung sudut jatuh


matahari, diperoleh sudut pantul tertentu
pada Light Shelf dan plafon ruang [a48],
diolah

Kiri: Gbr. 5-57 Posisi Light Shelf di dalam bangunan [a49]


Kanan: Gbr. 5-58 Cahaya yang terpantul Light Shelf pada plafon [a50]

Gbr. 5-59 Light Shelf dengan posisi di luar bangunan


dapat menjadi pembayang bukaan cahaya [a51]

5-36 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2


Berikut penerapan Light Shelf pada fasad bangunan Pusat Tenaga Malaysias Zero Energy
Office di Selangor, Malaysia (lihat Gbr. 5-60 dan Gbr. 5-61). Light Shelf di sini berada di luar
bangunan, dan cahaya terang tak menyilaukan dapat diperoleh bagi area kerja yang berada di
dekat perimeter ruang.
Untuk membantu memfilter cahaya, digunakan juga horizontal blind pada jendela.
Dengan dibantu warna interior yang muda (putih), maka diperoleh tambahan penerangan dari
Faktor Refleksi Dalam. Suhu dalam ruang mengalami peningkatan 2 C hingga 3 C, tetapi
masih dapat menghasilkan kenyamanan termal.

Atas: Gbr. 5-60 Penerapan Light Shelf pada


ruang kerja Pusat Tenaga Malaysias Zero
Energy Office di Selangor, Malaysia [35]
Kiri: Gbr. 5-61 Ruang kerja siang hari
dengan
seluruhnya
menggunakan
penerangan cahaya alami, pada foto
jendela dengan Light Shelf ada di kiri
ruang [35]

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-37

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

5.12.2.

Prismatic Skylight

Kiri: Gbr. 5-62 Prismatic Skylight [a52]


Bawah: Gbr. 5-63 Detil Prismatic Skylight
[a52]

5-38 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-64 Dibandingkan Skylight (kanan), Prismatic Skylight (kiri) memberi cahaya yang lebih terang pada
ruang/ bangunan [a52]

Kiri: Gbr. 5-65 Cahaya disebarkan oleh Prismatic Skylight [a55]


Kanan: Gbr. 5-66 Berbagai variasi bentuk Prismatic Skylight [a54]

5.12.3.

Fiber-optic

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-39

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-67 Transmisi cahaya di dalam Fiberoptic/ serat optik [a55]

Gbr. 5-68 Penampang Fiber-optic/ serat optik [a56]

Gbr. 5-69 Kumpulan Fiber-optic [a57]

Gbr. 5-70 Kabel berisi Fiber-optic [a58]

Gbr. 5-71 Collector/ Pengumpul cahaya


matahari [a59]

5-40 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-72 Collector dan kabel yang berisi Fiber-optic [a60]

Gbr. 5-73 Jarak tempuh transmisi Fiber-optic, Collector, dan lampu di dalam ruang/ bangunan [a59]

Gbr. 5-74 Lampu dengan sumber cahaya


matahari menggunakan Fiber-optic dan
Kuat Penerangan yang diperoleh [a60]

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-41

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

5.12.4.

Reflector

Berikut contoh penerapan Reflector pada Passenger Terminal Building 3 Changi Airport
di Singapura yang menggunakan atap datar. Reflector terbuat dari alumunium yang terintegrasi
menjadi suatu sistem penerangan cahaya alami yang terpasang pada atap, bersama komponen
Butterflies Louvres dan Skylight. Titik pemasangan sistem penerangan ini tersebar hampir
merata pada seluruh bidang permukaan atap.

Gbr. 5-75 Detil pemasangan Alumunium Reflector pada Passenger Terminal Building 3 Changi Airport [36],
diolah

Gbr. 5-76 View atap terpasang Butterflies Louvres pada Passenger Terminal Building 3 Changi Airport [36]

5-42 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-77 Interior Passenger Terminal


Building
3
Changi
Airport
di
Singapura, dengan cahaya yang cukup
terang tetapi tidak menyilaukan [36]

Contoh lain penerapan Reflector yaitu pada bangunan Stansted Airport di London karya
Norman Foster. Reflector terpasang pada sistem penerangan yang terintegrasi dengan struktur
bangunan (Tress Column/ kolom pohon yang masing-masing menyangga atap bentang lebar
seluas 18 m x 18 m) dan sistem utilitas (Service Pod yang terpasang di setiap titik modul
struktur kolom pohon tersebut) (lihat Gbr. 5-80 dan Gbr. 5-81
Cahaya yang diperoleh di dalam ruang terang tetapi tidak menyilaukan. Warna interior
muda sehingga diperoleh peningkatan Faktor Refleksi Dalam yang membantu mencegah
terjadinya efek silau.

Gbr. 5-78 Reflector pada atap Stansted Airport Building [37]

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-43

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-79 Dengan dibantu warna interior yang muda, diperoleh peningkatan FRD yang membantu
mencegah efek silau [37]

Gbr. 5-80 Integrasi sistem penerangan daengan sistem struktur dan sistem utilitas bangunan. Titik
pemasangan sistem penerangan setiap 18 m [38]

5-44 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-81 Isometri terurai dari integrasi


sistem penerangan, sistem struktur, dan
sistem utilitas bangunan pada Stansted
Airport Building [37]

5.12.5.

Light Tube/ Tubular Daylighting Device (TDD)

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-45

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-82 Transmisi cahaya matahari di dalam Light Tube [a61], diolah

Gbr. 5-83 Pemantulan cahaya matahari yang terjadi pada Alumunium Base dan tabung Light Tube [a62]

5-46 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Kiri: Gbr. 5-84 Light Tube dengan Flashing miring [a63]


Kanan: Gbr. 5-85 Tabung pada Light Tube dapat dibelokkan sesuai kebutuhan [a62]

Kiri: Gbr. 5-86 Pemasangan Light Tube pada atap datar [a63]
Kanan: Gbr. 5-87 Pemasangan Light Tube pada atap miring [a64]

Gbr. 5-88 Penerapan Light Tube untuk penerangan alami pada ruang GOR [a65]

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-47

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Kiri: Gbr. 5-89 Diffuser cahaya dengan penampang lingkaran [a64]


Kanan: Gbr. 5-90 Diffuser cahaya dengan penampang bujur sangkar [a66]

Gbr. 5-91 Dengan Dimmer sebagai pengatur Intensitas Cahaya, Light Tube dapat diintegrasikan
penerapannya dengan bukaan cahaya jendela [a67]

5.12.6.

Heliostat

5-48 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-92 Pemantulan cahaya matahari oleh Heliostat [a68], diolah

Gbr. 5-93 Heliostat sebagai Rotating Reflector [a68]

Gbr. 5-94 Fixed Reflector pada Heliostat [a69]

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-49

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-95 Integrasi Heliostat dan Light Tube [a69]

Berikut contoh penerapan sistem penerangan Heliostat pada bangunan kantor Genzyme
Center di Jerman (lihat Gbr. 5-96). Pada atap bangunan terpasang 7 buah Heliostat yang
memantulkan cahaya matahari ke arah Fixed Reflector. Cahaya tersebut kemudian diteruskan ke
dalam ruang melewati celah-celah antara Adjustable Prisms/ Prisma yang dapat digerakkan,
agar menghasilkan arah pantulan di dalam ruang atrium sesuai kebutuhan, sekaligus
menaikkan perolehan Faktor Refleksi Dalam yang meningkatkan Luminansi sistem penerangan
tersebut.
Agar ruang atrium tidak memperoleh radiasi panas matahari terlalu tinggi, maka
Skylight yang terpasang di atap atrium menggunakan Heat Absorbing Glass yang memiliki
kemampuan transmisi radiasi cahaya sebesar 70 % dari yang diterima.

5-50 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-96 Pemantulan cahaya matahari oleh Heliostat pada bangunan Genzyme Center [a70], diolah

Gbr. 5-97 Heliostat pada bangunan Genzyme Center [a71]

Gbr. 5-98 Adjustable Prisms


bangunan Genzyme Center [a70]

pada

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-51

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-99 Ruang


atrium
bangunan
Genzyme
Center,
yang terang oleh
cahaya alami [a72]

Gbr. 5-100 Pemasangan sistem penerangan Heliostat dan potongan atrium pada bangunan Genzyme
Center [39], diolah

5-52 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2


Contoh lain dari penerapan Heliostat yaitu pada ketiga massa bangunan Tabung Haji
Hotel di Sepang, Malaysia, karya Hijjas bin Kasturi. Setiap atrium hotel memiliki 6 buah sistem
penerangan, yang masing-masing terdiri atas sepasang Heliostat dan sebuah Secondary Mirror
tepat di bawah Skylight, sebuah Light Pipe terbuat dari Fabric Scrim yang tergantung untuk
mentransmisikan

cahaya

ke

dalam

ruangan,

serta

Reflector

Panels

yang

membantu

mengumpulkan cahaya.

Gbr. 5-101 Pemantulan dan transmisi cahaya matahari pada Heliostat di bangunan Tabung Haji Hotel [40],
diolah

teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>

5-53

ar 217 - fisika bangunan 1 >> modul 2

Gbr. 5-102 Perolehan cahaya di atrium Hotel Tabung Haji dari Heliostat [40]

Fabric Scrim berfungsi sebagai jalur transmisi cahaya sekaligus membentuk pola cahaya
pada lantai atrium. Saat langit berawan, Kuat Penerangan yang diperoleh di atrium minimal 250
lux, dan di koridor yang mengelilingi atrium minimal 150 lux.

5-54 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami

Anda mungkin juga menyukai