Penerangan alami (daylighting) adalah penggunaan cahaya yang bersumber dari alam
untuk penerangan. Sumber energi cahaya utama adalah adalah matahari. Adapun sumber lain
(dengan intensitas cahaya yang lemah), yaitu hewan seperti kunang-kunang dan pantulan cahaya
matahari dari bulan. Selain penerangan alami ada pula kebalikan dari penerangan alami yaitu
pencahayaan buatan (artifcial lighting) dimana sebagai sumber cahaya adalah sistem cahaya,
Pencahayaan alami berasal dari cahaya matahari yang selalu tersedia di alam dan cahaya langit hasil
pemantulan cahaya matahari. Intensitas cahaya matahari bil, sedangkan intensitas cahaya langit
dipengaruhi waktu (pergantian siang dan malam) dan cuaca (jenis, distribusi awan, serta curah
hujan), karena intensitas cahaya langit fluktuatif, besar kuat penerangan yang terukur di suatu titik
pun tidak stabil.
Pencahayaan buatan berasal dari sistem cahaya berenergi terbatas di alam, misalnya energi listrik
serta energi dari proses minyak bumi dan gas. Intensitas cahaya dan kuat penerangan cahaya buatan
stabil tanpa dipengaruhi perubahan waktu dan cuaca. Besarnya pun dapat diatur sesuai kebutuhan.
Kualitas warna (appearance) cahaya matahari sangat baik, karena memiliki spektrum cahaya lengkap
(Gambar 1.4). Objek yang
Unsur Cahaya Matahari
Cahaya matahari dipantulkan oleh partikel dan awan di atmosfer menjadi cahaya langit. Cahaya
matahari maupun cahaya langit. Kuat penerangan yang terukur di dalam ruang adalah gabungan
unsur cahaya langit serta unsur cahaya refleksi luar dan dalam (termasuk sunlight jika di titik ukur
tersebut langsung terpapar sinar matahari).
Luxmeteradalah alat ukur kuat penerangan dalam suatu ruang. Satuan ukuran luxmeter adalah lux.
Luxmeter juga disebut digital light meter. Alat ini dilengkapi sensor cahaya yang sangat peka
terhadap perubahan jumlah cahaya yang diterima.
Untuk mengukur kuat penerangan pada pencahayaan alami siang hari (PASH), perlu diketahui faktor-
faktor yang menentukan besar kuat penerangan yang terukur di suatu titik ukur, istilah-istilah dalam
pengukuran dan jenis titik ukur.
Terdapat beberapa penentu kuat penerangan yang terukur pada bidang kerja, yaitu sebagai berikut.
Terdapat sistem pencarian lubang cahaya efektif (LCE) dari titik ukur ke arah lubang cahaya. Posisi
titik ukur adalah 1/3 d dari bidang lubang cahaya (BLC). d adalah jarak antara BLC dengan permukaan
dalam dinding yang berhadapan.
Dimensi dan posisi lubang cahaya akan menentukan besar kuat penerangan yang terukur di titik ukur
Kondisi langit terkait distribusi awan dan cuaca akan menentukan besar kuat penerangan yang
terukur di titik ukur.
Biasanya terdapat penghalang, sehingga tidak semua langit terlihat dari titik ukur. Artinya, tidak
semua cahaya langit diterima oleh titik ukur tersebut.
Makin transparan lubang cahaya, makin besar kuat penerangan yang terukur di titik ukur.
Agar hasil pengukuran akurat dan valid, terdapat kriteria jumlah TUU ke arah panjang
Terdapat beberapa istilah pada PASH. Untuk memperjelas, definisi istilah tersebut sebagai berikut.
1) Bidang kerja.
Bidang kerja adalah bidang imajiner setinggi 75 cm pada ruangan yang terdapat titik ukur kuat
penerangan.
2) Titik ukur.
Titik ukur adalah titik tertent pada bidang kerja di dalam ruangan yang kuat penerangannya dipilih
sebagai indikator pemenuhan syarat kuat penerangan ruangan sesuai aktivitas dan fungsi ruang.
BLC adalah Bidang vertikal sebelah dalam lubang cahaya dalam kondisi ideal tanpa kaca.
BLCE adalah bagian dari bidang lubang cahaya dimana dari titik ukur tersebut pengamat dapat
melihat langit.
5) Terang Langit.
Terang langit adalah sumber cahaya yang diambil sebagai dasar penentuan PASH, dengan keadaaan
langit ditetapkan terang merata (uniform luminance distribution).
diperlukan standar kondisi saat pengukuran termasuk ketentuan sesuai standar dan kriteria
penerapan PASH. Kriteria kondisi pengukuran kuat penerangan pada PASH, sebagai berikut.
1) Pengukuran di
TUU dan TUS dilakukan pada waktu yang sama.harus dilakukan pada waktu yang sama.
2) Keadaan langit sebaiknya pada kondisi stabil (terang pergerakan merata). Perubahan awan
menyebabkan pengukuran kuat penerangan berbeda.
3) Kondisi lubang cahaya diperhitungkan tidak ditutup kaca seolah-olah transparan. Idealnya,
pengukuran kuat penerangan dilakukan jika lubang cahaya menggunakan kaca.
Langit perencanaan adalah keadaaan langit yang ditetapkan dan dijadikan dasar perhitungan kuat
penerangan alami. Langit perencanaan di Indonesia, di lapangan terbuka kuat penerangan
standarnya 10.000 lux dengan asumsi keadaan terangnya merata.
Kriteria langit perencanaan pada PASH adalah langit biru tanpa awan atau langit yang seluruhnya
tertutup awan abu-abu putih. Ketentuan pengukuran kuat penerangan pada PASH sesuai standar,
yaitu sebagai berikut.
Lokasi titik ukur yang menjadi indikator untuk seluruh bagian bidang kerja pada ruangan, yaitu TUU
dan TUS.
2) Kuat penerangan.
Kuat penerangan yang terukur di titik ukur pada bidang kerja harus memenuhi syarat minimal
standar sesuai fungsi ruang dan aktivitas visual.
3) Luminansi.
Luminansi yang terukur tidak melebihi batas maksimal standar aktivitas atau fungsi ruang.
4) Alat ukur.
Alat ukur kuat penerangan adalah light meter atau luxmeter dengan satuan lux.
5) Hasil pengukuran.
Hasil pengukuran luxmeter akan fluktuatif tergantung posisi matahari dan kondisi cuaca.
1) Waktu pengukuran pada pukul 08.00 16.00, sebab di Indonesia cahaya matahari optimal pada
rentang waktu tersebut.
2) Ditentukan oleh kuat penerangan cahaya langit di bidang datar pada waktu yang sama. Di
Indonesia, semua perhitungan. Kuat penerangan dihitung sebagai persentase dari standar (10.000
lux).
3) Distribusi cahaya dalam ruangan akan berefek pada kenyamanan visual. Dimensi dan posisi lubang
cahaya pada ruangan harus didesain dengan baik agar tidak menghasilkan kontras cahaya berlebih
pada titik tertentu.
4) Jumlah cahaya pada bidang kerja harus cukup agar kuat penerangan yang diperoleh memenuhi
syarat.
5) Terdapat luminansi yang cukup. Jumlah cahaya cukup, sehingga baik penerangan langsung
maupun tak langsung tidak menghasilkan kontras cahaya yang tajam.
Pengukuran E (Metode Tabel)
Pada PASH terdapat tiga komponen faktor penerangan (FP) yang menentukan hasil pengukuran kuat
penerangan, yaitu sebagai berikut.
B. Faktor refleksi luar (FRL), cahayanya dari pantulan benda di luar ruangan.
C. Faktor refleksi dalam (FRD) yang cahayanya berasal dari permukaan benda di dalam ruang.
Cahaya pantulan (komponen FRL dan FRD) memberi penerangan tak langsung dan diperlukan jika
cahaya langit (FL) tidak optimal memberikan kuat penerangan yang dibutuhkan.
Walaupun begitu, dalam pengukuran kuat penerangan PASH, FRL dan FRD dapat diabaikan karena
dianggap nilainya kecil, sehingga hanya FL yang dimasukkan dalam perhitungan. Pengukuran kuat
penerangan pada PASH dengan metode Tabel adalah penerapan standar dengan menghitung kuat
penerangan di TUU dan TUS yang mengacu pada tabel nilai faktor langit.
D. hitung nilai FLmin dalam persen, berdasarkan Tabel nilai faktor langit yang tepat, dan
Kualitas penerangan memiliki beberapa tingkatan yang disesuaikan dengan jenis aktivitas, yaitu
sebagai berikut.
1) Kualitas A.
Pekerjaan plus sekali, cermat, dan berkelanjutan, seperti menggambar detail, menggravir, menjahit
kain warna gelap, dan lain-lain.
2) Kualitas B.
Pekerjaan halus, pekerjaan cermat tidak secara intensif terus menerus, seperti menulis, membaca,
membuat alat atau merakit komponen-komponen kecil, dan lain-lain.
3) Kualitas C.
Pekerjaan sedang, tidak membutuhkan konsentrasi tinggi, seperti pekerjaan kayu, merakit suku
cadang berukuran besar, dan lain-lain.
4) Kualitas D.
Pekerjaan kasar, diperlukan pengenalan detail ruang, seperti gudang, lorong lalu lintas orang, dan
lain-lain.
1) Kelas I.
2) Kelas II.
Bangunan baik, misalnya hotel, gedung pertemuan, kantor, gedung olahraga, dan lain-lain.
3) Kelas IIL
Bangunan biasa.
Sebenarnya nama metode ini adalah metode DPMB. DPMB merupakan singtatan dari Direktorat
Penyelidikan Masalah Bangunan (sekarang berubah nama menjadi Puslitbang PU). DPMB adalah
instansi pemerintah yang resmi mengeluarkan metode pengukuran kuat penerangan melalui
perbandingan jarak tertentu (H, D, dan L) yang diperoleh dari
gambar sistem proyeksi denah, tampak interior, dan potongan disertai penggunaan tabel nilai faktor
langit dan perhitungan interpolasi.
Langkah yang perlu dilakukan pada metode H/D dan L/D, adalah sebagai berikut.
5) Gunakan tabel nilai faktor langit untuk memperoleh besar faktor langit. Lakukan interpolasi jika
angka faktor Yangit tidak tersedia pada tabel tersebut
D adalah 1/3 d, sedangkan d merupakan kedalaman ruang yang diukur sebagai jarak permukaan
dinding dalam dan salah satu dinding tersebut yang terdapat lubang cahaya. Untuk memperoleh
LCE, H, D, dan L pada TUU, akan diuraikan dalam pembahasan di bawah ini.
2) Gambar garis-garis yang menunjukkan batas penerimaan cahaya oleh TUU, pada denah
ruang. Garis-garis ini tidak menembus kusen maupun kolom.
3) Tarik garis proyeksi dari denah ke arahtampak interior, dimulai dari perpotongan garis
batas penerimaan cahaya oleh TUU dan dinding dalam.
4) Lakukan hal yang sama dari TUU pada potongan ruang. Tarik garis proyeksi dimulai dari
perpotongan garis batas penerimaan cahaya oleh TUU dan dinding dalam menuju tampak
interior. Garis batas ini tidak menembus kusen dan apapun yang menghalangi penerimaan
cahaya seperti SPSM di luar bangunan (jika ada).
5) Arsir dalam batas LCE dan beri garis sumbu (diwakili garis putus-putus) yang diproyeksikan
dari TUU pada denah ke tampak interior
Masing-masing lubang cahaya efektif (LCE) yang diperoleh memasukkan cahaya kedalam
ruangan menuju titik ukur. Dalam hal ini, TUU menerima cahaya dari LCE 1 dan LCE 3 yang
simetris. LCE 2 yang tepat berada di tengah.
Pada metode H/D dan L/D, kuat penerangan hanya berdasarkan komponen faktor
penerangan (FP) dengan cahaya langsung dari faktor langit (FL), sedangkan FP dengan
cahaya hasil pantulan benda, yaitu faktor refleksi luar (FRL) dan faktor refleksi dalam (FRD)
diabaikan.
Kuat penerangan hasil perhitungan dalam satuan lux adalah FL total TUU dalam satuan %
dikalikan 10.000 (standar di Indonesia). Untuk perhitungan E di TUU, jika bentuk dan posisi
dari LCE 1 dan LCE 3 simetris, besar FL 1 sama dengan FL 3.
Langkah memperoleh H, L, dan D dari LCE 1 pada TUU, yaitu sebagai berikut.
1) Berilah abjad pada batas LCE dan garis sumbu dari TUU, berurutan dari kiri bawah
berlawanan arah jarum jam! Batas LCE 1 untuk FL 1 adalah ABEF.
2) Semua pengukuran jarak L harus mengacu pada sumbu dari TUU. ABEF adalah hasil
ACDF dikurangi BCDE. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari ACDF.
3) Semua pengukuran jarak L mengacu pada sumbu dari TUU. ABEF adalah hasil ACDF
dikurangi BCDE. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari BCDE.
Langkah memperoleh H, L, dan D dari LCE 2 untuk TUU, yaitu sebagai berikut.
1) Beri abjad pada batas LCE dan garis sumbu dari TUU, berurutan dari kiri bawah
berlawanan arah jarum jam. Batas LCE 2 untuk FL 2 adalah ACDF.
2) Semua pengukuran jarak L harus mengacu pada sumbu dari TUU. ACDF adalah hasil
ABEF ditambah BCDE. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari ABEF!
3) Semua pengukuran jarak L harus mengacu pada sumbu dari TUU. ACDF adalah hasil
ABEF ditambah BCDE. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari BCDE!
4) 4) Diperoleh LCE 2 dengan batas ACDF sebagai hasil ABEF + BCDE.
Langkah memperoleh H, L, dan D dari LCE 3 pada TUU, yaitu sebagai berikut.
1) Beri abjad pada batas LCE dan garis sumbu dari TUU, berurutan dari kiri bawah berlawanan
arah jarum jam! Batas E 3 untuk FL 3 adalah BCDE.
2) Semua pengukuran jarak L mengacu pada sumbu dari TUU. BCDE adalah hasil ACDF
dikurangi ABEF. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari ACDF!
3) Semua pengukuran jarak L harus mengacu pada sumbu dari TUU. BCDE adalah hasil ACDF
dikurangi ABEF. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari ABEF!
4) Diperoleh LCE 3 dengan batas BCDE sebagai hasil ACDF – ABEF
Karena bentuk dan posisi lubang cahaya efektif simetris, TUS digunakan salah satu saja, yaitu
TUS 2. Berikut langkah-langkah memperoleh lubang cahaya efektif, H, D, dan Luntuk TUS 2.
1) Gambar denah, tampak interior, dan potongan ruang dengan sistem proyeksi!
2) Gambar garis-garis yang menunjukkan batas penerimaan cahaya oleh TUS 2 pada denah
ruang! Garis-garis ini tidak menembus kusen maupun kolom.
3) Tarik garis proyeksi dari denah ke arah tampak interior, dimulai dari perpotongan garis batas
penerimaan cahaya oleh TUS 2 dan dinding dalam.
4) 4) Lakukan hal yang sama dari TUS 2 pada potongan ruang, tarik garis proyeksi dimulai dari
perpotongan garis batas penerimaan cahaya oleh TUS 2 dan dinding dalam menuju tampak
interior! Garis batas ini tidak menembus kusen yn apapun yang menghalangi penerimaan
cahaya, seperti SPSM di luar bangunan (jika ada).
5) 5) Arsir dalam batas LCE dan beri garis sumbu (diwakili garis patus-putus) yang diproyeksikan
dari TUS 2 pada denah ke tampak interior!
Masing-masing lubang cahaya efektif (LCE) yang diperoleh ini memasukkan cahaya ke dalam
ruangan menuju titik ukur. Dalam hal ini, TUS 2 menerima cahaya dari LCE 1, LCE 2, dan LCE
3.
Pada metode H/D dan L/D, perhitungan penerangan hanya berdasarkan kuat komponen
faktor penerangan dengan cahaya langsung dari faktor langit (FL), sedangkan FP dengan
cahaya hasil pantulan benda, yaitu faktor refleksi luar (FRL) dan faktor refleksi dalam (FRD)
diabaikan.
Kuat penerangan hasil perhitungan dalam satuan lux adalah FL total TUS 2 dalam satuan 96
yang dikalikan 10.000 (standar Indonesia).
Metode ini menggunakan software Ecotect sebagai alat bantu pengukuran kuat penerangan
dalam ruang. Untuk kemudahan, model ruang 3D dibuat menggunakan software grafis.
Software grafis yang dapat menghasilkan model dalam format 3ds untuk diimpor Ecotect
adalah AutoCAD versi 2004 dan ArchiCAD versi terbaru. Versi Ecotect yang dapat digunakan
adalah versi 5.20 dan yang terbaru
Ecotect Analysis 2011. Dalam perhitungan menggunakan Ecotect, sangat diperlukan memori
komputer yang cukup agar kalkulasi menghasilkan render grafik. Makin kompleks model,
makin besar memori yang dibutuhkan. Dengan bentuk dan dimensi yang sama, model
ArchiCAD lebih kompleks daripada model AutoCAD.
Langkah pengerjaan metode Ecotect akan disampaikan dalam bentuk demo oleh dosen dan
mahasiswa memperoleh tutorial agar dapat bekerja mandiri.
Jumlah cahaya (Q) adalah energi cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Sumber
cahaya dapat berupa cahaya alami maupun cahaya buatan.
Arus cahaya (p: theta) adalah jumlah cahaya per satuan waktu. Arus cahaya memancar ke
segala arah dari sumber cahaya, seperti dari suatu titik tengah bola ke seluruh bidang
permukaan bola.
Sudut ruang sebesar satu steradian dapat dianalogikan sebagai sudut yang dibentuk oleh
batas-batas ruang TABCD dan permukaan bola ABCD, di mana ABCD sejarak R = 1 m dari
pusat bola dan seluas 1 m2. Visualiasi sudut ruang sebenarnya terdeskripsi pada Gambar 2.4.
Kuat penerangan sangat memengaruhi kenyamanan visual. Ada kaitan erat antara intensitas
cahaya dan jarak sumber cahaya terhadap kuat penerangan yang terukur (R). Berikut
langkah pembuktian fenomena cahaya tersebut.
Jika
PABCD =1 Im
EABCD = 1 lx
Rbola = 1 m
SABCD = R2 = 1 m²
WABCD = 1 st
Maka
Luminansi (B) adalah intensitas cahaya yang dipancarkan, dipantulkan, atau diteruskan oleh
bidang permukaan seluas S. Kecemerlangan cahaya adalah sensasi yang dirasakan pengamat
akibat adanya luminansi, dan bersifat subjektif, sehingga tidak dapat diukur.
Jika bidang seluas 1 m² memancarkan cahaya berintensitas 1 cd ke arah garis normal bidang,
bidang tersebut memiliki luminansi sebesar 1 sb.
sebagai berikut.
1) Kuat penerangan.
Besar kuat penerangan yang terukur harus memenuhi syarat minimal sesuai standar
Makin
Jika pencahayaan alami belum memenuhi syarat, harus dibantu pencahayaan buatan.
2) Luminansi.
[23.17, 25/10/2022] +62 877-5536-2593: cahaya dan/atau kontras kecerahan warna objek
yang berlebih, agar indeks kesilauan yang terjadi sesuai dengan kebutuhan suatu kerja visual
dan tidak memberi efek silau pada mata.
- Makin berat kerja visual, batas indeks kesilauan maksimal makin tinggi.
- Gunakan antisipasi silau pencahayaan buatan melalui desain rumah lampu (armatur).
- Agar objek terlihat jelas, setiap penurunan 1% kontras penerangan ditambah 15%
3) Kualitas wama
- Warna yang dihasilkan sumber cahaya (colour temperature) dan warna yang terlihat dari
objek (colour rendering) harus sesuai dengan suasana terkait psikologi dan aktivitas atau
fungs ruang
Kontras pada pencahayaan buatan terlihat pada perbedaan terang dan gelap yang signifikan
dan intensitas cahaya sumber cahaya dibandingkan cahaya umum pada ruang dan/atau
perbedaan kecerahan warna yang signifikan pada objek yang dikenai cahaya.
Kontras cahaya berlebih dapat mengurangi kenyamanan visual. Oleh karena itu,
penerapannya tidak untuk kerja visual berat, seperti membaca dan menulis, tetapi untuk
estetika dan aksen di toko, kafe, restoran, dan hotel. Efek kontras dapat diterapkan karena
kerja visual tidak berat dan untuk kepentingan komersial, efek psikomgis tertentu perlu
dibangun dengan kontras ini.
Tidak seperti cahaya matahari, sinar buatan memiliki spektrum cahaya putih terbatas,
sehingga menghasilkan efek berbeda. Itu berpengaruh pada warna objek yang dikenai
cahaya. Perbedaan ini menghasilkan suasana ruang dan efek psikologis yang beragam.
Dibandingkan warna objek yang dikenai cahaya, warna yang dihasilkan oleh sumber