Anda di halaman 1dari 34

1.

1 DEFINISI PENCAHAYAAN ALAMI


Pencahayaan alami (day lighting) adalah penggunaan cahaya yang bersumber dari alam sebagai
penerangan yang berasal dari matahari. Sumber lain dengan intesitas lemah berasal dari kunang-
kunang dan pantulan cahaya matahari berupa bulan.
Kebalikan dari pencahayaan alami, yaitu pencahayaan buatan (artificial lighting) dimana sumber
cahaya dibuat oleh manusia yang merupakan sistem cahaya

1.2 PENCAHAYAAN ALAMI DAN PENCAHAYAAN BUATAN


Pencahayaan alami berasal dari cahaya matahari yang selalu tersedia di alam dan cahaya langit hasil
pantulan cahaya matahari. Intesitas cahaya matahari stabil sedangkan intesitas cahaya langit
dipengaruhi waktu(pergantian siang dan malam) dan cuaca (jenis,distribusi awan,serta curah hujan),
karena instesitas cahaya langit fluktuaktif,besar kuat yang terukur di suatu titik pun tidak stabil.
Pencahayaan buatan berasal dari sistem cahaya berenergi terbatas di alam, misalnya energi listrik
serta energi dari proses minyak bumi dan gas. Intesitas cahaya dan kuat penenerangan cahaya
buatan stabil tanpa dipengaruhi perubahan waktu dan cuaca. Besarnyapun dapat disesuaikan
dengan kebutuhan.

PERBANDINGAN PENCAHAYAAN ALAMI DAN PENCAHAYAAN BUATAN

PENCAHAYAAN ALAMI PENCAHAYAAN BUATAN


SUMBER CAHAYA Sinar matahari dan cahaya Sistem cahaya
langit
JENIS ENERGI Terbarukan Tidak terbarukan
INTENSITAS CAHAYA Tergantung waktu dan cuaca Dapat direncanakan dan stabil
KUAT PENERANGAN Tergantung waktu dan cuaca Dapat direncanakan dan stabil
KUALITAS WARNA CAHAYA Putih tunggal dengan Tiga jenis putih dengan
spektrum cahaya lengkap spektrum cahaya terbatas
KUALITAS WARNA OBYEK Tampak alami dengan Ra.100% Sulit terlihat alami pada Ra.
YANG DIKENAI CAHAYA 100% (empat colour rendering
index)

EFEK PENYILAUAN Fluaktatif dan hanya dapat Dapat dikontrol


diantisipasi

SPEKTRUM CAHAYA MATAHARI

Rentang cahaya matahari (spectrum) untuk cahaya tampak memiliki panjang elektromegnetik ± 360 –
770 nm (1 nanometer = 109 m ). Jika warna putih di urai akan terdiri dari beberapa warna dan panjang
gelombang.

1. 360 – 420 nanometer = ungu,

2. 420 – 495 nanometer = biru,

3. 495 – 566 nanometer = hijau,

4. 455 – 589 nanometer = kuning,


5. 589 – 627 nanometer =jingga, dan 627 – 770 nanometer = merah.

1.3 UNSUR CAHAYA MATAHARI


Cahaya matahari dipantulkan oleh partikel dan awan di atmosfer menjadi cahaya langit. Cahaya
matahari maupun cahaya langit kemudian di biaskan oleh benda-benda di luar dan dalam ruang.
Berdasarkan arah dan pantulannya, sinar matahari dapat diuraikan menjadi unsur-unsur, antara
lainnya
1. Sinar matahari langsung
2. Cahaya langit
3. Sinar matahari refleksi luar, yaitu hasil pemantulan cahaya dari benda-benda di luar ruang
4. Sinar matahari refleksi dalam, yaitu hasil pemantulan cahaya dari benda-benda di dalam ruang

Kuat penerangan yang terukur di dalam ruang adalah gabungan unsur cahaya langit serta unsur
cahaya langit serta unsur cahaya refleksi luar dan dalam (termasuk sunlight jika di titik ukur tersebut
langsung terpapar sinar matahari). Pencahayaan alami dalam sebuah bangunan akan mengurangi
penggunaan cahaya buatan, sehingga dapat menghemat konsumsi energi dan mengurangi tingkat
polusi. Tujuan digunakannya pencahayaan alami yaitu untuk menghasilkan cahaya berkualitas yang
efisien serta meminimalkan silau dan berlebihnya rasio tingkat terang. Selain itu cahaya alami dalam
sebuah bangunan juga dapat memberikan suasana yang lebih menyenangkan dan membawa efek
positif lainnya dalam psikologi manusia. Agar dapat menggunakan cahaya alami secara efektif, perlu
dikenali ke beberapa sumber cahaya utama yang dapat dimanfaatkan :

- Sunlight, cahaya matahari langsung dan tingkat cahayanya tinggi.


- Daylight, cahaya matahari yang sudah tersebar dilangit dan tingkat cahayanya rendah

- Reflected light, cahaya matahari yang sudah dipantulkan.


1.4 Pengukuran E dengan Luxmeter

Luxmeter adalah alat ukur kuat penerapan dalam suatu ruang . Saturan ukuran luxmeter adalah lux.
Luxmeter juga disebut dengan digital light meter. Alat ini dilengkapi dengan sensor cahaya yang
sangat peka terhadap perubahan jumlah cahaya yang diterima. Untuk mengukur kuat penerangan
pada pencahayaan alami. Untuk mengukur kuat penerangan pada pencahayaan alami siang hari
(PASH), Perlu diketahui factor factor yang menentukan besar kuat penerangan yang terukur disuatu
titik ukur, istilah istilah dalam pengeukuran dan jenis titik ukur. Terdapat beberapa penentu kuat
penerangan yang terukur pada bidang kerja yaitu sebagai berikut :

1. Hubungan geometris Antara titik ukur dan lubang cahaya.


Terdapat sistem pencaharian lubang cahaya efektif (LCE) Dari titik ukur ke arah lubang cahaya.
Posisi titik ukur adalah 1/3 d Dari bidang cahaya (BLC) d adalah jarak Antara BIC dengan
permukaan dalam dinding yang berhadapan
2. Ukuran posisi lubang cahaya
Dimensi dan posisi lubang cahaya akan menentukan besar kuat penerapan yang terukur di titik
ukur.
3. Distibusi terang langit
Kondisi langit terkait distibusi awan dan cuaca akan menentukan besar kuat penerapan yang
terukur di titik ukur.
4. Bagian langit yang dapat diukur dari titik ukur
Biasanya terdapat penghalang sehingga tidak semua langit terlihat di titik ukur. Artinya tidak
semua cahaya langit diterima oleh titik ukur tersebut.
5. Tingkat tranpararasi lubang cahaya
Makin besar transparan lubang cahaya, makin besar kuat penerangan yang terukur di titik ukur.

Terdapat beberapa istilah pada PASH. Bidang lubang cahaya (BLO). Untuk memperjelas, definisi
istilah tersebut:

1. Bidang kerja kaca Bidang kerja adalah bidang imajiner setinggi 75 cm pada ruangan yang
terdapat titik ukur kuat penerangan.
2. Titik ukur cahaya dimana dari titik ukur tersebut Titik ukur adalah titik tertentu pada pengamat
dapat melihat langit bidang kerja di dalam ruangan yang kuat penerangan ruangan sesuai
aktivitas dan fungsi ruang.
3. Bidang lubang cahaya (BLC) adalah Bidang vertikal sebelah dalam sebagal berkut. lubang cahaya
dalam kondisi ideal tanpa
4. Bidang lubang cahaya efektif (BLCE) BLCE adalah bagian dari lubang dimana dari titik ukur
tersebut pengamat dapat melihat langit.
5. Terang Langit penerangannya dipilihn sebagai indicator pemenuhan syarat kuat penerangan
Terang langit adalah sumber cahaya yang ruangan sesual aktivitas dan fungsi ruang diambil
sebagai dasar penentuan PASH dengan keadaaan langit ditetapkan terang merata (uniorn
/uminance distribution).

Terdapat dua titik ukur pada suatu bidang kerja (Gambar yaitu sebagai berikut.

1. Titk ukur utama (TUU).


Titik ukur tepat di tengah antara dua dinding yang mengapit BLCE dengan jarak 1/3 d dari BLCE
tersebut. Tinggi titik ukur 75 cm tepat di bidang kerja .
2. Titik ukur samping (TUS).
Titik ukur dengan posisi masing-masing berjarak 50 cm dari permukaan dalam dinding ruang
(TUS 1 di kiri dan TUs 2 di kanan), dengan jarak 1/3 d dani BLCE. Tinggi titik ukur 75 cm tepat di
bidang kerja.

Ketiga titik ukur pada Gambar mewakili seluruh titik pengukuran kuat penerangan pada bidang kerja.
Jika kuat penerangan yang terukur di salah satu titik ukur dalam ruang belum memenuhi syarat minimal
kenyamanan visual, penerangan alami di ruang tersebut harus dibantu pencahayaan buatan.
Penentuan jarak d atau jarak antara BLC dengan permukaan dalam dinding yang berhadapan. BLCE juga
bersyarat jika ruangan mendapat penerangan melalui lubang cahaya di beberapa dinding. Artinya,
masing-masing dinding ini mempunyai BLCE sendiri.

Pengukuran kuat penerangan pada pencahaan alami siang hari (PASH) diperlukan standar kondisi saat
pengukuran termasuk ketentuan sesuai standard an kriteria penerapan pash. Kriteria kondisi penerapan
pada PASH :

1. Pengukuran TUU dan TUS Harus diperlukan pada waktu yang sama.
2. Keadaan langit sebaiknya pada kondisi stabil (terang merata) perubahan pergerakan awam
menyebabkan pengukuran kuat penerangan berbeda.
3. Kondisi lubang cahaya diperhitungkan seolah olah tidak ditutup kaca transparan. Idealnya
pengukuran kuat penerangan yang dilakukan jika lubang cahaya menggunakan kaca.

Langit perencanaan adalah keadaan langit yang ditetapkan dan dijadikan dasar perhitungan kuat
penerangan alami. Langit perencanaan di idnonesia, dilapangan terbuka saat penerangan standarnya
10.000 lux dengan asumsi keadaan terangnya merata.

Kriteria langit perencanaan pada PASH adalah langit biru awan tanpa awan

Ketentuan pengukuran kuat penerangan PASH sesuai standar, yaknik sebagai berikut :

1. Lokasi titik ukur


lokasi titik ukur yang menjadi indicator untuk seluruh ruangan
2. Kuat penerangan
kuat penerangan yang terukur di titik ukur pada bidang kerja harus memenuhi syarat
3. Luminansi
luminasi yang terukur tidak melebihi batas maksimal standar aktivitas fungsi ruang itu
4. Alat ukur
luxmeter atau lux
5. Hasil pengukuran
hasil pengukuran luxmeter akan fluktuatif tergantung posisi sinar matahari

Beberapa kriterian penerapan PASH

1. Waktu pengukuran 08.00-16.00


2. Ditentukan kuat penerangan cahaya langit di bidang datar pada waktu yang sama
3. Posisi lubang pada bangunan harus didesain dengan baik untuk mengoptimalkan cahay yan
masuk
4. Jumlah cahaya pada bidang cahaya harus cukup
5. Terdapat luminasi yang cukup
1.5 PENGUKURAN E METODE TABEL
Pada pencahayaan alami terdapat tiga komponen faktor penerangan yang menentukan hasil
pengukuran kuat penerangan yaitu : faktor langit, faktor refleksi luar dan faktor refleksi dalam.
Pengukuran kuat penerangan .pada peencahayaan alami dengan metode tabel adalah penerapan
standar dengan menghitung kuat penerangan di TUU dan TUS yang mengacu pada tabel nilai faktor
langit.

Klasifikasi Bangunan Berdasarkan Derajatnya


NO Kelas Jenis Bangunan Contoh Bangunan
1 Kelas I Bangunan Representative. Gedung DPR/MPR, Kantor Gubernur,dan lain-
lain
2 Kelas II Bangunan Baik. Hotel, Gedung Pertemuan, Kantor, Gedung
Olahraga, dan lain-lain
3 Kelas III Bangunan Biasa. Rumah, Ruang Kelas, Warung, Ruko, dan lain-
lain

Langkah Penerapan Standar Kuat Penerangan


No Langkah Penerapan Standar Kuat Penerangan Pada Bangunan
1 Tentukan Kualitas Penerangan dan Klasifikasi Derajat Bangunan
2 Tentukan Jenis Ruangan
3 Ukur Jarak D Pada Ruangan
4 Hitung Nilai FL Min Dalam Persen, Berdasarkan Tabel Nilai Faktor Langit yang tepat
5 Hitung besar kuat penerangan

Nilai Faktor Langit Untuk Bangunan Umum


Klasifikasi Bangunan I II III
Kualitas Penerangan A 0,50 d 0,45 d 0,35 d
Kualitas Penerangan B 0,40 d 0,35 d 0,30 d
Kualitas Penerangan C 0,30 d 0,25 d 0,20 d
Kualitas Penerangan D 0,20 d 0,15 d 0,10 d
Catatan :
FL
min TUS=40 % FLmin TUU
FL
min TUS> 0,1 d
Nilai Faktor Langit Untuk Bangunan Sekolah

Jenis Ruangan FLminTUU FLminTUS


Ruangan Kelas Biasa 0,35 d 0,20 d
Ruangan Kelas Khusus 0,45 d 0,20 d
Laboratorium 0,35 d 0,20 d
Bengkel Kayu atau Besi 0,25 d 0,20 d
Ruang Olahraga 0,25 d 0,20 d
Kantor 0,35 d 0,15 d
Dapur 0,20 d 0,20 d
Catatan :

FLminPada 1/3 d di papan tulis pada tinggi 1,20 M = 50% FLminTUU

Nilai Faktor Langit Untuk Bangunan Rumah

Jenis Ruangan FLminTUS FLminTUU


Ruang Tinggal 0,35 d 0,16 d
Kamar Kerja 0,35 d 0,16 d
Kamar Tidur 0,18 d 0,05 d
Dapur 0,20 d 0,20 d

Kuat Penerangan Berdasarkan Pekerjaan

No Macam Pekerjaan Lux Contoh


1 Pencahayaan untuk daerah 20 Iluminasi minimum
yang tidak digunakan terus 50 Parkir dan sirkulasi didalam ruang kamar tidur
menerus 100 hotel
2 Pencahayaan untuk bekerja 200 Membaca dan menulis tidak intensif
didalam ruangan 350 Pencahayaan umum untuk kantor, toko,
400 membaca, menulis ruang gambar
3 Pencahayaan setempat 750 Pembacaan untuk mengoreksi tulisan
untuk pekerjaan yang teliti 1000 Gambar yang sangat teliti
2000 Pekerjaan rinci dan presisi
• Makin berat aktivitas visual, makin tinggi kebutuhan minimal kuat penerangan yang harus
terukur di titik ukur pada bidang kerja. Mata melakukan kerja visual dengan konsentrasi tinggi,
sehingga membutuhkan kuat penerangan lebih besar daripada kerja, Visual ringan dalam rentan
waktu sama. Jika kuat penerangan kurang dari jumlah minimal yang dibutuhkan, otot dan saraf
mata harus bekerja lebih keras, sehingga pengguna ruang merasa kurang nyaman secara visual
dan cepat Lelah.
Kuat Penerangan yang DIperlukan

No. Aktivitas Kebutuhan Kuat Penerangan


1 Berjalan dikantor, agar bisa membedakan barang-barang 20 Lux
2 Memeriksa serta menghitung stok barang secara kasar, 100 Lux
merakit barang-barang besar
3 Membaca, menulis, dan pengaturan arsip dikantor 350 Lux
4 Memeriksa daftar angka dan merakit barang-barang kecil 700 Lux

Kebutuhan Penerangan

No Aktivitas Kuat Penerangan Indeks Kesilauan


(Lux)
1 Penglihatan biasa 100 28
2 Kerja keras dengan detail keras 200 25-28
3 Kerja umum dengan detail wajar 400 25
4 Kerja yang lumayan keras dengan detail 600 19-22
kecil (Studio gambar dan menjahit)
5 Kerja keras, lama, detail kecil (Perakitan 900 16-22
barang halus dan menjahit manual)
6 Kerja sangat keras, lama, detail sangat 1300-2000 13-16
kecil (Pemotongan batu mulia, tisik
halus, mengukur benda-benda sangat
kecil)
7 Kerja luar biasa keras dengan detail 2000-3000 10
sangat kecil (Arloji dan pembuatan
instrument)

Indeks kesilauan adalah besaran yang menunjukkan batas maksimal silau yang masih dapat diterima
mata. Semakin berat aktivitas visual, makin rendah indeks kesilauannya.

Nilai Indeks Kesilauan Maksimum Untuk Berbagai Jenis Tugas Visual dan Interior

No Tugas Visual atau Interior dan Indeks Contoh


Kebutuhan Pengendalian SIlau Kesilauan
Maksimum
1 Tugas visual kasar atau tidak kontinu 28 Perbekalan bahan mentah, pabrik
produksi beton, pabrikasi rangka
baja, dan pekerjaan pengelasan
2 Pengendalian silau diperlukan terbatas 25 Gudang, cold stores, bangunan
turbin, dan boiler, took mesin dan
peralatan, serta plant rooms
3 Tugas visual dan interior normal 22 Koridor, ruang tangga, penyiapan
dan pemasakan makanan, kantin,
kafetaria, ruang makan,
pemeriksaan dan pengujian
(Pekerjaan kasar) ruang
perakitan, dan pekerjaan logam
lembaran
4 Pengendalian silau sangat penting 19 Ruang kelas, perpustakaan, ruang
keberangkatan dan ruang tunggu
di bandara, pemeriksaan dan
pengujian (Pekerjaan sedang),
lobby, dan kantor
5 Tugas visual sangat teliti dan 16 Industri percetakan, ruang
pengendalian silau tinggi gambar, perkantoran, serta
pemeriksaan dan pengujian
(Pekerjaan teliti)

1.6. Pengukuran E (Metode H/D dan L/D)

Sebenarnya nama metode ini adalah metode DPMB. DPMB merupakan singkatan dari Direktorat
Penyelidikan Masalah Bangunan (sekarang berubah nama menjadi Puslitbang PU). DPMB adalah instansi
pemerintah yang resmi mengeluarkan metode pengukuran kuat penerangan melalui perbandingan jarak

tertentu (H, D, dan L) yang diperoleh dari gambar sistem proyeksi denah, tampak interior, dan
potongan disertai penggunaan tabel nilai faktor langit dan perhitungan interpolasi. Langkah yang perlu
dilakukan pada metode H/D dan L/D, adalah sebagai berikut.

1) Gambar denah, tampak interior, dan potongan dengan sistem proyeksi!

2) Tentukan lubang cahaya efektif!

3) Tentukan jarak H, D, dan L!

4) Hitung perbandingan H terhadap D dan L terhadap D!

5) Gunakan tabel nilai faktor langit untuk memperoleh besar faktor langit. Lakukan interpolasi jika
angka faktor langit tidak tersedia pada tabel tersebut!

6) Hitung besar kuat penerangan!

Berdasarkan gambar sistem proyeksi denah, tampak Interior, dan potongan ruang, perlu
dilakukan sejumlah langkah-langkah yang berurutan agar diperoleh lubang cahaya efektif. Terdapat tiga
jenis titik ukur, yaitu titik ukur utama dan dua titik ukur samping (TUS 1 dan TUS 2). TUU menghasilkan
posisi dan dimensi LCE berbeda dengan TUS. Itu menghasilkan perbedaan perolehan jarak L, sedangkan
jarak H dapat sama selama tinggi LCE sama. D adalah 1/3 d, sedangkan d merupakan kedalaman ruang
yang diukur sebagai jarak permukaan dinding dalam dan salah satu dinding tersebut yang terdapat
lubang cahaya. Untuk memperoleh LCE, H, D, dan L pada TUU, akan diuraikan dalam pembahasan di
bawah ini.

Langkah mendapatkan lubang cahaya efektif (LCE), yaitu sebagai berikut.

1) Gambar denah, tampak interior, dan potongan ruang dengan sistem proyeksi!
2) Gambar garis-garis yang menunjukkan batas penerimaan cahaya oleh TUU, pada denah ruang.
Garis-garis ini tidak menembus kusen maupun kolom.

3) Tarik garis proyeksi dari denah ke arah tampak interior, dimulai dari perpotongan garis batas
penerimaan cahaya oleh TUU dan dinding dalam!
4) Lakukan hal yang sama dari TUU pada potongan ruang. Tarik garis proyeksi dimulai dari
perpotongan garis batas penerimaan cahaya oleh TUU dan dinding dalam menuju tampak
interior. Garis batas ini tidak menembus kusen dan apapun yang menghalangi penerimaan
cahaya seperti SPSM di Iuar bangunan (jika ada).

5) Arsir dalam batas LCE dan beri garis sumbu (diwakili garis putus-putus) yang diproyeksikan dari
TUU pada denah ke tampak interior
Masing-masing lubang cahaya efektif(LCE) yang diperoleh memasukkan cahaya kedalam
ruangan menuju titik ukur. Dalam hal ini, TUU menerima cahaya dari LCE 1 dan LCE 3 yang
simetris. LCE 2 yang tepat berada di tengah. Pada metode H/D dan LD, kuat penerangan hanya
berdasarkan komponen faktor penerangan (FP) dengan cahaya langsung dari faktor langit (FL),
sedangkan FP dengan cahaya hasil pantulan benda, yaitu faktor refleksi luar (FRL) dan faktor
refleksi dalam (FRD) diabaikan.

Kuat penerangan hasil perhitungan dalam satuan lux adalah FL total TUU dalam satuan %
dikalikan 10.000 (standar di Indonesia). Untuk perhitungan E di TUU, jika bentuk dan posisi dari
LCE 1 dan LCE 3 simetris, besar FL 1 sama dengan FL 3.

FL total TUU = FL 1 + FL 2 + FL 3 ETUU


= FLTUU X 10.000 lux

Langkah memperoleh H, L, dan D dari LCE 1 pada TUU, yaitu sebagai berikut.
1) Berilah abjad pada batas LCE dan garis sumbu dari TUU, berurutan dari kiri bawah
berlawanan arah jarum jam! Batas LCE 1 untuk FL 1 adalah ABEF.
2) Semua pengukuran jarak Lharusmengacu pada sumbu dari TUU. ABEF adalah hasil ACDF
dikurangi BCDE. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari ACDF.

3) Semua pengukuran jarak L mengacu pada sumbu dari TUU. ABEF adalah hasil ACDF
dikurangi BCDE. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari BCDE.

4) Diperoleh LCE 1 dengan batas ABEF sebagai hasil ACDF - BCDE.


Langkah memperoleh H, L, dan D dari LCE 2 untuk TUU, yaitu sebagai berikut.

1) Beri abjad pada batas LCE dan garis sumbu dari TUU, berurutan dari kiri bawah
berlawanan arah jarum jam. Batas LCE 2 FL 2 adalah ACDF.

2) Semua pengukuran jarak Lharusmengacu pada sumbu dari TUU. ACDF adalah hasil ABEF
ditambah BCDE. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari ABEF!

3) Semua pengukuran jarak Lharusmengacu pada sumbu dari TUU. ACDF adalah hasil ABEF
ditambah BCDE. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari BCDE!

4) Diperoleh LCE 2 dengan batas ACDF sebagai hasil ABEF + BCDE.


Langkah memperoleh H, L, dan D dari LCE 3 pada TUU, yaitu sebagai berikut.

1) Beri abjad pada batas LCE dan garis sumbu dari TUU, berurutan dari kiri bawah berlawanan arah
jarum jam! Batas LCE 3 untuk FL 3 adalah BCDE.

2) Semua pengukuran jarak L mengacu pada sumbu dari TUU. BCDE adalah hasil ACDF dikurangi
ABEF. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari ACDF!

3) Semua pengukuranjarak Lharus mengacu pada sumbu dari TUU. BCDE adalah hasil ACDF
dikurangi ABEF. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari ABEF!

4) Diperoleh LCE 3 dengan batas BCDE sebagai hasil ACDF – ABEF

Karena bentuk dan posisi lubang cahaya efektif simetris, TUS digunakan salah satu
saja, yaitu TUS 2. Berikut langkah-langkah memperoleh lubang cahaya efektif, H, D, dan L untuk
TUS 2.

Langkah untuk memperoleh LCE untuk TUS 2, yaitu sebagai berikut.

1) Gambar denah, tampak interior, dan potongan ruang dengan sistem proyeksi!

2) Gambar garis-garis yang menunjukkan batas penerimaan cahaya oleh TUS 2 pada denah ruang!
Garis-garis ini tidak menembus kusen maupun kolom.

3) Tarik garis proyeksi dari denah ke arah tampak interior, dimulai dari perpotongan garis batas
penerimaan cahaya oleh TUS 2 dan dinding dalam.
4) Lakukan hal yang sama dari TUS 2 pada potongan ruang, tarik garis proyeksi
dimulai dari perpotongan garis batas penerimaan cahaya oleh TUS 2 dan dinding dalam menuju
tampak interior! Garis batas ini tidak menembus kusen dan apapun yang menghalangi
penerimaan cahaya, seperti SPSM di luar bangunan (jika ada).

5) Arsir dalam batas LCE dan beri garis sumbu (diwakili garis putus-putus) yang
diproyeksikan dari TUS 2 pada denah ke tampak interior!
Masing-masing lubang cahaya efektif (LCE) yang diperoleh ini memasukkan cahaya ke dalam ruangan
menuju titik ukur. Dalam hal ini, TUS 2 menerima cahaya dari LCE 1, LCE 2,

dan LCE 3. Pada metode H/D dan L/D, perhitungan kuat penerangan hanya berdasarkan

komponen faktor penerangan dengan cahaya langsung dari faktor langit (FL), sedangkan FP dengan
cahaya hasil pantulan benda, yaitu faktor refleksi luar (FRL) dan faktor refleksi dalam (FRD) diabaikan.

Kuat penerangan hasil perhitungan dalam satuan lux adalah FL total TUS 2 dalam satuan

% yang dikalikan 10.000 (standar Indonesia).

FL total TUS 2 = FL 1 + FL 2 + FL 3

ETUS 2 = FLTUS 2x 10.000 lux

Langkah memperoleh H, L, dan D dariLCE 1 untuk TUS 2, yaitu sebagai berikut.

1) Beri abjad pada batas LCE dan garis sumbu dari TUS 2, berurutan dari kiri bawah berlawanan
arah jarum jam! Batas LCE 1 untuk FL 1 adalah ABEF.

2) Semua pengukuran jarak Lharus mengacu pada sumbu dari TUS 2. ABEF adalah hasil ACDF
dikurangi BCDE. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari ACDF!
3) Semuapengukuran jarak Lharusmengacu pada sumbu dari TUS 2. ABEF adalah hasil ACDF
dikurangi BCDE. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari BCDE!

4) Diperoleh LCE 1 dengan batas ABEF sebagai hasil ACDF - BCDE.

Langkah memperoleh H, L, dan D dari LCE 2 untuk TUS 2, yaitu sebagai berikut.

1) Beri abjad pada batas LCE dan garis sumbu dari TUS 2, berurutan dari kiri bawah berlawanan
arah jarum jam! Batas LCE 2 untuk FL 2 adalah ABEF.
2) Semua pengukuran jarak Lharusmengacu pada sumbu dari TUS 2. ABEF adalah hasil ACDF
dikurangi BCDE. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari ACDF!

3) Semua pengukuran jarak Lharusmengacu pada sumbu dari TUS 2. ABEF adalah hasil ACDF
dikurangi BCDE. Beri notasi dimensiuntuk jarak L dan H dari BCDE!

4) Diperoleh LCE 2 dengan batas ABEF sebagai hasil ACDF - BCDE.


Langkah memperoleh H, L, dan D dari LCE 3 untuk TUS 2, yaitu sebagai berikut.

1) Beri abjad pada batas LCE dan garis sumbu dari TUS 2, berurutan dari kiri bawah berlawanan
arah jarum jam! Batas LCE 3 untuk FL 3 adalah ACDF.

2) Semua pengukuran jarak L harus mengacu pada sumbu dari TUS 2. ACDF adalah hasil ABEF
ditambah BCDE. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari ABEF!

3) SemuapengukuranjarakLharusmengacu pada sumbu dari TUS 2. ACDF adalah hasil ABEF ditambah
BCDE. Beri notasi dimensi untuk jarak L dan H dari BCDE!
4) Diperoleh LCE 3 dengan batas ACDF sebagai hasil ABEF + BCDE.

Setelah memperoleh lubang cahaya efektif dan dimensi dari jarak H, L, dan D, Langkah selanjutnya dari
metode H/D dan L/D adalah menghitung perbandingan jarak tersebut, menghitung besar faktor langit
menggunakan tabel nilai faktor langit dinyatakan dalam % kemudian menghitung besar kuat
penerangan. Interpolasi harus dilakukan jika angka FL tidak tersedia pada tabel tersebut. Berikut tabel
nilai faktor langit dinyatakan dalam % dan empat contoh kasus menghitung H/D dan L/D disertai
penggunan tabel nilai

faktor langit tersebut. Lubang yang terbentuk pada dinding diasumsikan lubang cahaya

efektif yang telah didapatkan melalui system proyeksi, tampilan gambar tidak disertai denah dan
potongan ruang. Kasus 1-3 memiliki total luas LCE yang sama besar, yaitu 4,00 m?. Perbedaannya
terletak pada bentuk, luas, dan posisi dari LCE tersebut pada bidang dinding. Kasus empat memiliki luas
LCE dua kali lipat dari LCE kasus

1, yaitu 8,00 m2. Pada keempat contoh kasus ini, dengan kedalaman ruang 4 m, diperoleh D = 2 m. Titik
ukur utama sejarak D dari permukaan dinding dalam diwakili tanda bintik. Perbandingan H/D dan L/D
masih tercantum di tabel faktor langit,

otomatis angka FL dapat diperoleh tanpa interpolasi.


1.7. Pengukuran E (Metode Ecotect)

Metode ecotect merupakan metode yang menggunakan software ecotect yang dimana software
tersebut membantu untuk pengukuran kuat penerangan pada suatu ruangan. Ecotect berhasil
memadukan cara kerja arsitek yang lebih intuitif melalui fasilitas 3D nya dengan sejumlah konten
perhitungan fisika bangunan yang secara otomatis akan dikalkulasi oleh software tersebut. Ecotect yang
saat ini sudah dibeli oleh Autodesk. Output dari hasil kalkulasi ditampilkan secara grafis sehingga akan
mudah dipahami. Dukungan software Ecotect ini diharapkan dapat mempermudah para arsitek dalam
merancang bangunan bioklimatik secara efektif sehingga ke depannya pendekatan bioklimatik menjadi
sebuah pendekatan wajib bagi para arsitek.

Ecotect memunyai beberapa metode untuk mengakomodasi kondisi yang berbeda

1. Pencahayaan alami : untuk analisa ini ecotect menggunakan metode yang dipakai mulai dari
yang sederhana yakni Average Daylight Factor dan Sky Points Overlay hingga yang cukup
kompleks, yaitu BRE Split-Flux Method

2. Pencahayaan buatan : metode point by point, tujuannya untuk panduan awal proses desain.

Langkah-langkah metode Ecotect :

1. memasukkan input letak geografis dan data iklim dimana suatu proyek akan didesain.

(kalkulasi radiasi menggunakan ESP)

2. Membuat 3d model: Terdapat 2 jenis model yaitu model yang diimport dari software 3d lain
semisal 3dmax atau Revit Architecture,model yang kedua adalah model yang dibuat khusus
dalam Ecotect.

3. Properti material

Pengaruh elemen iklim ke dalam bangunan salah satunya tergantung pada material bangunan yang
digunakan. Bila properti suatu material cukup bagus maka akan mampu mereduksi beban panas
ataupun mampu mengoptimalkan cahaya alami.

(Tampilan fitur properti material)


4. Karakteristik ruang

Karakteristik ruang yang dimaksud dalam Ecotect adalah kondisi ruangan yang berkaitan dengan
kenyamanan termal dan pencahayaan. Hal ini dipengaruhi oleh awan, kelembaban, kecepatan udara,
tingkat pencahayaan, hunian, aktivitas, penguatan internal, laju infiltrasi, active system dan jam
opersaional

1.8. SATUAN PENGUKURAN CAHAYA

Pengukuran cahaya (photometric quantitiy) merupakan pengukuran terhadap parameter cahaya yang
nantinya akan berdampak pada perolehan kenyamanan visual.

SATUAN PENGUKURAN CAHAYA

NAMA SIMBOL
Lumen Second Lm sc
Lumen lm
Candela Cd
Lux Lx
Stilb Sb
Detik Sc
Steradian St
Meter Persegi M2

 Jumlah cahaya ( Luminous energy )

Jumlah cahaya (Q) adalah energi cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya, dapat berupa cahaya
alami maupun cahaya buatan.

 Arus cahaya ( Luminous flux )

Arus cahaya (theta) adalah jumlah cahaya per-satuan waktu. Seperti arus cahaya yang memancar dari
sumber cahaya ke segala arah, menuju ke setiap bagian ruang sehingga seluruh ruangan mendapatkan
cahaya.

 Intensitas cahaya ( Luminous intensitas)

Intensitas cahaya (I) adalah arus cahaya yang dipancarkan per-satuan sudut ruang atau satu sudut
tertentu.

 Kuat penerangan ( illuminance )


- Kuat penerangan (E) merupakan arus cahaya yang diterima bidang permukaan seluas area (S),
sehingga menjadi terang.
- Menyangkut kecemerlangan cahaya yakni sensasi yang dirasakan pengamat akibat adanya
luminansi,dan bersifat subjektif, sehingga tidak dapat diukur.
 Luminansi ( Luminance )
- Luminansi (B) adalah intensitas cahaya yang dipancarkan, dipantulkan atau diteruskan oleh
bidang permukaan seluas area (S). kecemerlangan cahaya adalah sensasi yang dirasakan
pengamat akibat adanya luminasi dan sofat subjektif. Sehingga tidak dapat diukur.
Jika bidang seluat 1m2 memancarrkan cahaya berintesitas 1 cd kea rah garis normal bidang,
maka bidang tersebut memiliki luminasi sebesar 1 sb.

1.9. PENENTUAN KENYAMANAN VISUAL

Kenyamanan visual merupakan keaadaan dimana manusia memiliki kepuasan terhadap pengelihatan
disekitarnya. Pencahayaan yang dapat mengahasilkan kenyamanan visual diperlukan standar khusus,
yaitu:

 Kuat Penerangan

- Besar penerangan harus memenuhi syarat minimal sesuai standar

- Makin berat kerja visual, kuat penerangan minimal makin tinggi

- Jika pencahayaan alami belum memenuhi syarat, maka diperlukan

pencahayaan buatan

 Luminasi

- Tidak terjadi kontars cahaya terhadap objek yang berlebih agar indeks

kesilauan yang terjadi sesuai dengan kebutuhan kerja visual

- Gunakan antisipasi silau pencahayan buatan dengan rumah

lampu (armatur).

• Kualitas Warna

- Warna yang dihasilkan sumber cahaya (colour temperature) dengan warna yang terlihat objek (colour
rendering) harus sesuai terkait dengan suasana psikologi dan aktivitas atau fungsi ruang.

Kontras pada pencahayaan buatan terlihat pada perbedaan terang dan gelap yang signifikan dari
intensitas cahaya umum pada ruang dan perbedaan kecerahan warna objek.

penerapan efek kontras biasanya untuk kerja visual tidak berat dan untuk kepentingan komersial seperti
estetika dan aksen pada toko, cafe, restoran dan hotel.

Tidak seperti cahaya matahari,, sinaar buatan memiliki spektrum cahaya putih yang terbatas, sehingga
menghasilkan efek yang berbeda.

Warna cahaya putih dibedakan berdasarkan colour temperature dalam satuan kelvin, masing masing
warna menghasilkan suasana tertentu.

• Warm white
Putih hangat,putih kekuningan, putih kemerahan

CT < 3.300 kelvin

Efek suasana hangat dan nonformal, cocok diterapkan pada funsi hunian dan komersil.

• Cool white

Putih netral

CT 3.300 – 5.300 kelvin

Efek suasana netral, cocok diterapkan pada fungsi bangunan yang tidak memiliki kebutuhan
khusus,seperti industri

• Cool daylight

Putih sejuk, putih kebiruan

CT > 5.300 kelvin

Efek suasana dingin dan formal,cocok digunakan pada fungsi bangunan pendidikan dan kantor

Makin rendah atau makin tinggi colourt temperature maka warna objek akan semakin tidak netral.
Contoh perbedaan cahaya putih yang ekstrem yaitu pada matahari mulai terbenam (2000 kelvin) dan
saat siang hari (6000 kelvin), ini dipengaruhi oleh atmosfer bumi.

• Cahaya putih kekuningan menghasilkan suasana hangat dan menimbulkan kesan estetika
sedangkan cahaya putih kebiruan menghasilkan suasana dingin yang biasa digunakan di
perkantoran ataupun rumah sakit yang memerlukan aktivitas visual yang tinggi.

• Cahaya buatan berwarna dapat divariasikan dengan menggunakan warna primer

• Sumber cahaya buatan memberikan efek colour rendering (Ra), makin tinggi Ra maka warna
objek semakin mendekati aslinya

Colour rendering index ( CRI) dengan Ra dalam satuan % yaitu:

1. Index 1/ CRI = 1 Ra =85 -100%

2. index2 /CRI = 2 Ra =70 - 85%

3. index3 /CRI = 3 Ra =40 - 70%

4. Index4 /CRI =4 Ra = < 40%

• Standar Ra yang dikeluarkan dari philips :

1. Ra = 90 – 100% ,excellent

2. Ra = 80 – 90% , good

3. Ra = 60 – 80% , moderate
4. Ra = < 60 , poor

1.10 Standar pencahayaan buatan

Ada beberapa istilah dalam standar pencahayaan buatan

Armatur, rumah lampu yang digunakan untuk mengendalikan dan mendistribusikan cahaya yang
dipancarkan oleh lampu yang dipasang didalamnya.

Balast, alat yang dipasang pada lampu untuk membatasi arus listrik dalam pengoperasian lampu
tersebut.

Koefisien Penggunaan, perbandingan antara fluks luminus yang sampai di bidang kerja terhadap fluks
luminus yang dipancarkan oleh semua lampu.

Koefisien Depresiasi, perbandingan antara tingkat pencahayaan setelah jangka waktu tertentu dari
instalasi pencahayaan digunakan terhadap tingkat pencahayaan pada waktu instalasi baru.

Renderisasi Warna, efek psikofisik lampu terhadap warna obyekyang diterangi, dinyatakan dalam suatu
angka indeks yang diperoleh berdasarkan perbandingan dengan efek warna sumber cahaya.

1.11 Studi Kasus

Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dan sangat dibutuhkan oleh pengguna ruang dalam
bangunan gedung. Kehadiran cahaya dapat membantu pengguna dalam melakukan aktivitasnya dengan
baik dan terasa nyaman. Selain itu, cahaya juga menyinari berbagai objek yang ada pada ruang sehingga
menjadi teramati dengan jelas suasana visualnya (visual sense). Dalam pemenuhan kenyamanan
pengguna ruang dibutuhkan sumber cahaya yang sesuai dengan fungsi ruang. Sumber cahaya ada dua
yaitu cahaya alami yang bersumber dari alam dan cahaya buatan yang bersumber dari alat yang
diciptakan oleh manusia. Pencahayaan alami berasal dari matahari masuk ke dalam bangunan melalui
bukaan pada fasade bangunan dan dapat dimanfaatkan untuk penerangan pada ruangan dalam
bangunan gedung. Ruang kelas dalam Lembaga Pendidikan memiliki standar intensitas pencahayaan
minimum. Berdasarkan SNI No.03-6575- 2001 kriteria tingkat terang cahaya alami untuk ruang kelas
adalah sebesar 250 lux. Fenomena yang terjadi pada ruang kelas SMA Negeri 9 Makassar yaitu bahwa
perlunya distribusi cahaya alami untuk memenuhi kebutuhan pengguna ruang akan kenyamanan
suasana belajar dalam ruang kelas. Berdasarkan latar belakang diatas, ide pembahasan pencahayaan
alami dituangkan ke dalam judul penelitian yaitu: Analisis Tingkat Pencahayaan Alami pada Ruang Kelas
SMA Negeri 9 Makassar.

METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian, Waktu dan Tempat Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah jenis penelitian deskriptif. Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah tingkat
pencahayaan alami ruang kelas SMA Negeri 9 Makassar yang terletak di Jl. Karunrung Raya No.37
Makassar.

b. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ruang kelas yang
digunakan dalam proses belajar mengajar di SMA Negeri 9 Makassar. Adapun sampel dalam penelitian
ini dilakukan secara acak dengan mempertimbangkan orientasi bangunannya. Sampel yang diperoleh
tersebut berjumlah tiga buah ruang kelas yang memiliki orientasi bangunan yang berbeda.

c. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah bukaan pencahayaan, dimensi ruang, dimensi
bukaan, orientasi bangunan serta tingkat pencahayaan alami pada pagi hari, siang dan sore hari.

d. Definisi Operasional Variabel


1. Bukaan pencahayaan adalah tempat masuknya cahaya dapat berupa jendela, pintu dan ventilasi.
2. Dimensi ruang adalah ukuran lebar dan panjang ruang kelas
3. Dimensi bukaan adalah ukuran lebar dan panjang jendela, pintu dan ventilasi
4. Orientasi bangunan adalah orientasi dalam kaitannya dengan posisi bukaan bangunan dimana posisi
dan luar bukaan akan mempengaruhi jumlah radiasi sinar matahari yang masuk ke dalam bangunan.
5. Tingkat pencahayaan adalah besarnya cahaya atau kekuatan cahaya yang jatuh pada bidang kerja

e. Desain Penelitian Desain penelitian dibuat sebagai pedoman dalam penelitian. Desain penelitian
terdiri dari:
1. Penentuan titik ukur
2. Waktu pengukuran Waktu pengukuran dilakukan pada pukul 09.00 pagi, pukul 12.00 siang, dan pukul
15.00 sore. Pengukuran dilakukan diatas bidang kerja seperti meja atau kursi dengan ketinggian +65 cm
diatas lantai.
3. Orientasi bangunan
4. Warna dan tekstur
5. Faktor penghalang
6. Ada tidaknya pengguna ruang

f. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu
dengan observasi langsung untuk mengambil data orientasi bangunan dan melakukan pengukuran
langsung terhadap dimensi bukaan. Sedangkan untuk mengukur tingkat pencahayaan dilakukan dengan
menggunakan alat ukur lux meter pada beberapa titik yang telah ditentukan dalam ruang kelas.
Sehingga data primer dan data sekunder yang diperoleh dari tempat penelitian merupakan masukan
untuk perhitungan analisis tingkat pencahayaan.

g. Teknik Analisis Data Teknik analisis data pada penelitian ini adalah analisis deskriptif di mana data
yang diperoleh dianalisis dengan cara menghitung tingkat kekuatan pencahayaan alami pada pagi, siang
dan sore hari dalam ruang kelas SMA Negeri 9 Makassar kemudian hubungannya dengan orientasi
bangunan dan dimensi bukaan, setelah itu disesuaikan dengan standar pencahayaan yang disyaratkan
dalam SNI No. 03-6575-2001 sebesar 250 lux.

Hasil dan Pembahasan


1. Observasi Langsung SMA Negeri 9 Makassar terdiri dari beberapa bangunan dan fasilitas antara lain
ruang kelas sebanyak 21 buah untuk kelas X, XI, XII, laboratorium sebanyak 5 buah yaitu lab. bahasa, lab
fisika, lab biologi, lab komputer, lab kimia. Serta ruang kantor dan beberapa ruang penunjang atau
fasilitas lainnya.

Kedua ruang kelas yang akan digunakan adalah kelas X1 yang mewakili kelas yang arah bangunan
menghadap utara-selatan, dan kelas XI IPS 2 yang mewakili kelas yang arah bangunan menghadap timur-
barat.

a. Ruang Kelas X.1 Ruang kelas X.1 memiliki spesifikasi ruang (p x l x t): 9 x 8 x 3 m, dinding berupa
dinding plaster cat putih. Mewakili kelas yang menghadap ke taman tengah sekolah dengan arah
bangunan menghadap utaraselatan.

b. Ruang Kelas XI IPS 2 Ruang kelas XI IPS 2 memiliki spesifikasi ruang (p x l x t): 9 x 8 x 3,5 m,
dinding berupa dinding plaster cat biru. Mewakili kelas yang menghadap ke lapangan upacara
dengan arah bangunan menghadap timur-barat.
2. Hasil Pengukuran Berikut adalah hasil pengukuran yang dilaksanakan saat kondisi langit cerah (clear
sky) pada pagi, siang dan sore hari : a) Pada Pagi Hari Hasil pengukuran tingkat pencahayaan alami ruang
kelas X.1 dan XI IPS 2 pada pagi hari pukul 09.00 Wita dapat dilihat pada tabel berikut:

a) Pada Pagi Hari Hasil pengukuran tingkat pencahayaan alami ruang kelas X.1 dan XI IPS 2 pada pagi hari
pukul 09.00 Wita dapat dilihat pada tabel berikut:
b. Ruang Kelas XI IPS 2 Ruang kelas XI IPS 2 memiliki spesifikasi ruang (p x l x t): 9 x 8 x 3,5 m, dinding
berupa dinding plaster cat biru. Mewakili kelas yang menghadap ke lapangan upacara dengan arah
bangunan menghadap timur-barat.

c) Pada Sore Hari Hasil pengukuran tingkat pencahayaan alami ruang kelas X.1 dan XI IPS 2 pada sore
hari pukul 15.00 Wita dapat dilihat pada gambar berikut:
KESIMPULAN

Dari hasil penelitian tentang analisis tingkat pencahayaan alami pada ruang kelas SMA Negeri 9
Makassar dapat disimpulkan bahwa tingkat pencahayaan alami ruang kelas X.1 pada jam 09.00 pagi
sebesar 135 lux, pada jam 12.00 siang sebesar 66,31 lux, dan pada jam 15.00 sore sebesar 88,81 lux.
Sedangkan tingkat pencahayaan alami ruang kelas XI IPS 2 pada jam 09.00 pagi sebesar 61,88 lux, pada
jam 12.00 siang sebesar 34,56 lux, dan pada jam 15.00 sore sebesar 30,13 lux. Dimana arah bangunan
utaraselatan memiliki pencahayaan yang lebih baik dari arah bangunan timur-barat, dan tingkat
pencahayaan alami yang masuk ke dalam ruang kelas SMA Negeri 9 Makassar berada dibawah standar
yang direkomendasikan yaitu 250 lux.

Anda mungkin juga menyukai