Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tana Toraja, sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan,
merupakan tempat tinggal bagi suku aslinya yaitu Suku Toraja. Kabupaten yang
seluruh daerahnya merupakan daerah pegunungan ini diperkirakan mulai
kedatangan manusia pada abad ke-6. Mereka datang menaiki perahu melalui
sungai-sungai besar, terus menuju ke daerah pegunungan Sulawesi Selatan hingga
sampai ke Tana Toraja. Mereka inilah yang kelak menjadi masyarakat Suku Toraja
yang terkenal dengan kebudayaannya yang unik.

Salah satu bentuk kebudayaan Tana Toraja yang masih bertahan hingga saat ini
adalah arsitektur rumah tradisional Tana Toraja yang unik dan berbeda
dibandingkan dengan arsitektur daerah lain. Ciri utama dari arsitektur rumah
tradisional Tana Toraja ialah bentuk atap yang menjulang pada bagian depan dan
belakangnya sehingga menyerupai bentuk kapal. Di bawah ini adalah gambar
tampak samping dan tampak depan Rumah Tongkonan, terlihat bentuk atapnya
yang menyerupai bentuk kapal.

Gambar 1.1 Tampak samping Rumah Tongkonan


(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993)

1
2

Gambar 1.2 Tampak depan Rumah Tongkonan


(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993)
Hal yang cukup menarik adalah bahwa setiap detail arsitektur rumah tradisional
Tana Toraja memiliki falsafah dasar yang bermakna. Rumah Toraja, selain sebagai
tempat tinggal, juga memiliki ciri filosofis religius. Masyarakat Toraja
mempercayai falsafah Aluk A’pa Oto’na (empat falsafah dasar) yaitu : hidup,
kehidupan manusia, kemuliaan tuhan dan adat/kebudayaan. Keempat falsafah dasar
itu saling berkaitan, menjadi satu kesatuan. Dari 4 bilangan dasar inilah, terbentuk
bangunan dasar rumah Toraja yang terdiri dari 4 sisi (persegi panjang) yang dibatasi
dengan dinding. Tiang-tiang yang menopang struktur utama bangunan
menggambarkan rakyat yang mendukung keberlangsungan pemerintahan/negara.
Bentuk bangunan yang terlihat kecil, sempit dan kurang terbuka menggambarkan
kehidupan masyarakat Tana Toraja yang cenderung tertutup dalam bermasyarakat
dan lebih percaya akan kekuatan sendiri.
3

Masyarakat Tana Toraja mempercayai bahwa bumi yang kita huni ini terbagi
menjadi 4 penjuru, dengan filosofinya masing-masing :

1. Bagian Utara, disebut Ulunna Langi, yaitu bagian yang paling mulia.
2. Bagian Timur, disebut Matallo, yaitu tempat matahari terbit, tempat
kebahagiaan dan kehidupan berasal.
3. Bagian Selatan, disebut Pollo’na Langi’, sebagai bagian yang berlawanan
dengan bagian yang mulia, tempat segala sesuatu yang tidak baik.
4. Bagian Barat, disebut Matampu’, tempat matahari terbenam, diartikan
sebagai tempat kesusahan dan kematian.

Selain itu, masyarakat Tana Toraja juga memiliki kepercayaan terhadap 3 personal
yang pantas menjadi pujaan dan sesembahan pada upacara dan pengucapan rasa
syukur, yaitu:

1. Puang Matua (Tuhan Allah)


2. Daeta-daeta (Dewa-dewa/Malaikat)
3. To Mambali Puang (Arwah Leluhur)

Berdasarkan kepercayaan-kepercayaan ini, maka, bangunan arsitektur Tana Toraja,


dalam hal ini Rumah Tongkonan dibangun dengan orientasi bagian depan
menghadap ke arah utara dan bagian belakang menghadap ke arah selatan. Dengan
anggapan bahwa Puang Matua berada di arah utara sehingga diharapkan rezeki dan
dijauhkan dari keburukan yang berasal dari arah selatan.

Untuk mencapai bentuknya yang sempurna seperti yang ada saat ini, rumah
tradisional Tana Toraja Melalui 4 tahapan perkembangan yaitu:

1. Tahap 1 : Banua Pandoko Dena


Berarti rumah dengan kubah berbentuk seperti sarang burung pipit, terbuat
dari ranting kayu yang ditempatkan di atas dahan, dengan dinding terbuat dari
rerumputan sehingga terbentuk dinding yang bundar seperti sarang burung
pipit.
2. Tahap 2 : Banua Lentong A’pa
4

Memiliki makna rumah yang memiliki 4 tiang pada masing-masing sudutnya.


Dinding dan atapnya masih terbuat dari dedaunan dan rerumputan, sehingga
bentuknya masih mirip dengan Banua Pandoko Dena.
3. Tahap 3 : Banua Tamben
Dibangun dengan menyusun kayu pada semua sisinya, yaitu pada bagian
depan, belakan, kiri dan kanan sehingga membentuk sebuah tempat tinggal.
Banua Tamben dibangun sudah berbentuk rumah panggung, pada bangunan
ini terdapat kolong yang digunakan sebagai tempat penyimpanan hewan
ternak. Begitu juga struktur atap bagian depan dan belakang sudah menjulang
seperti perahu. Bagian dinding Banua Tamben sudah tidak lagi dibuat dari
dedaunan dan rerumputan, hanya bagian atap yang masih dibuat dari dari
dedaunan dan rerumputan.
4. Tahap 4 : BanuaTolo’
Merupakan perkembangan terakhir dari Rumah Tongkonan. Bentuk dasar
persegi panjang, dengan susunan tiang yang bertambah banyak dan teratur.
Tiang-tiang dihubungkan dengan sulur, sehingga tiang-tiang tidak mudah
bergeser dari tempatnya. Selain itu, pada Banua Tolo’ ini sudah mulai diukir
pada bagian-bagian rumahnya.

Berdasarkan data Peta Indeks Ancaman Gempa Bumi Indonesia, daerah Tana
Toraja dikategorikan memiliki tingkat ancaman level berbahaya. Berikut disajikan
gambar lokasi Kabupaten Tana Toraja pada Gambar 1.3. Daerah dengan garis
merah adalah Tana Toraja, terletak pada Provinsi Sulawesi Selatan.

Tercatat pada 22 Desember 2012 terjadi sebuah gempa bumi berkekuatan 5 skala
Richter yang berpusat di 38 kilometer Barat Laut Tana Toraja. Masyarakat Toraja
merasakan getaran yang cukup keras akibat gempa tersebut. Tidak diketahui secara
pasti dampak akibat gempa bumi tersebut, terutama terhadap struktur bangunan
Rumah Tongkonan milik penduduk Tana Toraja.
5

Gambar 1.3 Lokasi Kabupaten Tana Toraja


(Sumber: Google Earth)
Fakta ini menarik perhatian peneliti untuk melakukan kajian kekuatan struktur pada
rumah adat tradisional Tana Toraja, atau yang sering disebut dengan Rumah
Tongkonan terhadap beban gempa bumi. Penentuan dimensi-dimensi elemen dan
struktur bangunan mengacu pada hasil penelitian Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan pada tahun 1993, yang ditulis ke dalam buku berjudul “Arsitektur
Tradisional Tana Toraja”. Beberapa elemen yang tidak diketahui dimensinya
diasumsikan dengan dimensi normal yang biasa dipakai untuk elemen-elemen
tersebut pada saat ini, serta struktur yang tidak diketahui bentuk aslinya,
dimodelkan sedemikian rupa, sehingga mendekati bentuk struktur aslinya.
Bangunan akan dianalisis dengan menggunakan peraturan perancangan struktur
bangunan yang berlaku saat ini, termasuk analisis gempa menggunakan SNI 1726-
2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Non-gedung. Penyederhanaan dilakukan pada beberapa bagian,
menyesuaikan dengan jenjang pendidikan yang ditempuh peneliti. Beberapa asumsi
6

juga dilakukan untuk menyederhanakan bentuk struktur yang cukup rumit untuk
dimodelkan dalam software yang digunakan peneliti.

1.2 Rumusan Masalah


Rumah Tongkonan telah bertahan begitu lama sejak ratusan tahun yang lalu,
melewati berbagai fase perkembangan kehidupan masyarakat Tana Toraja, menjadi
saksi modernisasi masyarakatnya dan melewati berbagai peristiwa, termasuk
gempa bumi yang terjadi di Tana Toraja. Tidak ada laporan yang jelas mengenai
dampak gempa bumi pada Desember 2012 di Tana Toraja bagian Utara, khususnya
mengenai dampaknya terhadap bangunan Rumah Tradisional Tana Toraja.
Bagaimana perilaku struktur bangunan rumah tradisional Tana Toraja terhadap
beban gempa yang diterimanya?.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis perilaku struktur Rumah Tongkonan terhadap beban-beban


yang bekerja pada struktur berdasarkan SNI-5 2002 tentang peraturan
perancangan struktur bangunan kayu.
2. Menganalisis stabilitas Rumah Tongkonan akibat pengaruh beban gempa
bumi berdasarkan SNI 1726:2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa untuk Rumah dan Gedung.

1.4 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Struktur Rumah Tongkonan dimodelkan 3 dimensi, input beban dan analisis


struktur dilakukan menggunakan program SAP2000, disesuaikan dengan
ketersediaan perangkat lunak di Institusi peneliti.
7

2. Pembebanan yang diberikan pada struktur berupa beban mati, beban hidup,
beban angin dan beban gempa sesuai dengan SNI 03-1727-1989 tentang
Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan gedung.
3. Beban gempa mengacu pada SNI 1726:2012 tentang Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Struktur Gedung dan Non-Gedung.
4. Analisis beban gempa yang digunakan adalah analisis gempa metode ragam
spektrum (response spectrum analysis).
5. Analisis prilaku elemen kayu struktur Rumah Tongkonan mengacu pada SNI-
5 2002 tentang Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu.
6. Beban gempa arah vertikal tidak diperhitungkan sesuai dengan jenjang
pendidikan yang ditempuh peneliti.
7. Material yang digunakan ialah kayu cempaka hutan, dikategorikan ke dalam
kayu kelas kuat III, sesuai dengan data pada hasil penelitian Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1993, yang ditulis ke dalam buku
berjudul “Arsitektur Tradisional Tana Toraja”.
8. Bentuk struktur Rumah Tongkonan dimodelkan mengacu kepada pada hasil
penelitian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1993, yang
ditulis ke dalam buku berjudul “Arsitektur Tradisional Tana Toraja” dan juga
mengacu kepada replika Rumah Tongkonan yang berada di anjungan
Sulawesi Selatan di Taman Mini Indonesia Indah.
9. Bentuk struktur yang tidak diketahui dimodelkan sedemikian rupa sehingga
mendekati bentuk asli dari Rumah Tongkonan, dengan penyederhanaan yang
dilakukan untuk mempermudah analisis.
10. Dimensi penampang bagian-bagian Rumah Tongkonan mengacu pada hasil
penelitian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1993, yang
ditulis ke dalam buku berjudul “Arsitektur Tradisional Tana Toraja”.
11. Beberapa bagian Rumah Tongkonan yang dimensi penampangnya tidak
disebutkan pada hasil penelitian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
pada tahun 1993, yang ditulis ke dalam buku berjudul “Arsitektur Tradisional
Tana Toraja” diasumsikan dengan ukuran standar yang biasa digunakan saat
ini.
8

12. Struktur Balok penopang lantai disederhanakan, sehingga balok tangdan bitti
dan balok tangdan lambe dianggap sebagai beban titik yang membebani
susunan balok di bawahnya.
13. Bentuk atap dirancang dengan berbagai penyederhanaan, sehingga
dimungkinkan di modelkan pada software Autocad dan SAP200.
14. Pengaruh waktu pada kayu, termasuk pelapukan dan degradasi diabaikan
mengingat keterbatasan data yang dimiliki peneliti.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan gambaran mengenai perilaku struktur rumah adat Toraja yaitu


Rumah Tongkonan terhadap beban mati, beban hidup, beban angin dan
beban gempa, sehingga dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan
perkuatan struktur Rumah Tongkonan.
2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian-penelitian lebih lanjut mengenai
struktur bangunan tradisional Tana Toraja dalam upaya untuk melestarikan
budaya dalam hal ini kekayaan arsitektur Toraja.

1.6 Keaslian Penelitian


Penelitian mengenai rumah adat Toraja sudah banyak dilakukan oleh peneliti-
peneliti dan berbagai instansi pada waktu terdahulu. Namun lebih banyak
membahas sisi lain selain struktur, mulai dari membahas sisi arsitekturnya hingga
sisi kebudayaannya. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti kali ini akan berfokus
pada analisis perilaku struktur rumah adat Toraja yaitu Rumah Tongkonan terhadap
beban-beban yang bekerja pada strukturnya termasuk beban gempa. Dengan
demikian penelitian ini dapat dipastikan keasliannya.

Anda mungkin juga menyukai