Anda di halaman 1dari 25

ARSITEKTUR BALI 3

Semester / Tahun : Genap / 2014

Ornamen Karang Asti

Disusun Oleh :
1. Cokorda Widhiyani

1204205016

2. Ida Bagus Anom Artha Linga

1204205031

3. Kadek Jery Yasa

1204205035

4. Putu Siskha Pradnyaningrum

1204205036

5. Komang Ari Wijaya K.

1204205043

6. I Gst Ayu Mirah Tiarasani

1204205048

JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi
Wasa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada para pihak yang telah membantu kami.
Kepada para dosen pembimbing yang telah memberi masukan demi terselesaikannya
makalah ini. Makalah ini berisikan materi tentang Ornamen Karang Asti.
Diharapkan makalah ini dapat memberi informasi dengan baik kepada pembaca.
Informasi yang berkaitan dengan Ornamen Karang Asti.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Denpasar, Maret 2014

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara dengan berbagai macam suku yang tersebar hampir
diseluruh wilayahnya. Setiap suku selalu memiliki ciri khas (terlebih pada suku yang masih
tradisional) dan menjadi identitas dari hasil kebudayaan. Hasil dari kebudayaan tersebut dapat
berupa sesuatu yang bersifat visual seperti halnya seni rupa maupun arsitektur tradisional
maupun yang bersifat nonvisual.
Hasil kebudayaan yang visual dalam sebuah suku di Indonesia dan menjadi bagian
terpenting dari masyarakatnya merupakan arsitektur tradisionalnya. Walaupun era sekarang
lebih modern sehingga hampir sebagian kebudayaan Indonesia sudah terpengaruh oleh
kebudayaan luar sehingga arsitektur tadisionalnya mulai menghilang, namun masih sebagian
dari arsitektur tradisional tersebut masih dapat ditemui sekarang ini di daerah provinsi Bali.
Kebudayaan bali pada awalnya merupakan kebudayaan sederhana yang kemudian
berkembang menjadi sebuah tatanan harmonis dalam fungsinya menjaga keseimbangan
masyarakat dan alam lingkungan. Hal ini lah yang menjadikan arsitektur tradisional bali
menjadi bagian pokok dari masyarakatnya. Didalamnya terdapat beberapa bagian yang
mempunyai struktur penempatan tersendiri yang terkadang bersifat tetap.
Bagian-bagian tersebut memperlihatkan bahwa rumah adat tradisional Bali
merupakan sebuah identitas dalam diri penghuninya yang ingin diperlihatkan pada
masyarakat yang lainnya. Faktor lain yang mempengaruhi hal tersebut juga menjelaskan
bahwa rumah tidak hanya sebatas pada tempat tinggal saja, namun dapat dijadikan pusat
ibadah dalam agama Hindu. seperti pintu gerbang (kori) yang merupakan pintu masuk
pekarangan rumah adat bali, memiliki beberapa macam jenis yang tergantung pada rumah
rumah kasta yang menempatinya.
Pemberian Ornamen pada bagian bangunan terlihat semakin menambah unsur nilai
filosofis keagamaan yang kuat dalam bangunannya, hal ini Nampak berbeda dengan rumah
yang memperlihatkan unsur modern yang hanya sebatas sebagai tempat tinggal saja tanpa
mengandung nilai seni filosofis tertentu.

Motif binatang atau fauna juga merupakan motif yang sering menjadi semacam
representasi dalam setiap kebudayaan, terutama pada kebudayaan Bali. Binatang dalam
sebuah motif di transformasikan menjadi binatang khayalan dalam mitologi agama Hindu. hal
ini lah yang secara khusus mampu menjadi identitas utama dalam Arsitektur Tradisional
agama Hindu.
Seperti motif karang misalnya, motif tersebut selalu mampu dijumpai dalam
Arsitektur Tradisional Bali yang secara khusus menjadi identitas kebudayaan Bali yang telah
mengalami akulturasi yang identik dengan agama hindu. motif karang yang bervariasi juga
menandakan kreatifitas dengan memiliki makna simbolis tersendiri yang mampu menjadikan
unsur sakral dalam Arsitektur Tradisional Bali.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1

Bagaimana pengertian ornament secara umum dan Tradisional Bali?

1.2.2

Apa karakteristik dari ornament Karang Asti atau Karang Gajah?

1.2.3

Bagaimana penerapan ornament Karang Asti pada bangunan?

1.3 Tujuan dan Kontribusi Penelitian


1.3.1

Tujuan Penelitian

1.3.1.1 Mengetahui pengertian ornament secara umum dan Tradisional Bali.


1.3.1.2 Mengetahui karakteristik ornament Karang Asti atau Gajah.
1.3.1.3 Mengetahui penerapan ornament Karang Asti pada bangunan.
1.3.2

Kontribusi Penelitian

1.3.2.1 Memberikan penjelasan kepada umum dalam kaitannya dengan motif kekarangan
dalam Arsitektur Tradisional Bali.
1.3.2.2 Memberikan penjelasan tentang maksud penempatan pemberian ragam hias
kekarangan dalam Arsitektur Tradisional Bali.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Metode Teori dalam Penelitian
Teori yang digunakan dalam penelitian ini yauitu Teori Analogi. Teori Analogi
merupakan sesuatu yg mempunyai kesamaan, persesuaian, kemiripan, ke-serupaan,
kesejajaran, kesejalanan antara dua benda atau dalam bentuk, susunan, fungsi, tetapi
berlainan asal-usulnya. Analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang
menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.
Analogi menurut Arthoer Koestler (The Act of Creation) adalah sebuah proses
penalaran tentang penyebab-penyebab atau dari penyebab-penyebab atau dari dan tentang
alasan-alasan yang sejajar atau berkemiripan. Berkemiripan bukan berarti sama, sebab proses
penalaran ini selalu berbicara tentang adanya dua situasi atau peristiwa yang memiliki
sejumlah kesamaan tapi tidak semua.
2.2 Teori Irama
Irama adalah pengulangan gerak yang teratur dan terus menerus. Dalam bentuk
bentuk alam bisa kita ambil contoh pengulangan gerak pada ombak laut, barisan semut, gerak
dedaunan, dan lain-lain. Prinsip irama sesungguhnya adalah hubungan pengulangan dari
bentuk bentuk unsur rupa. Irama dalam seni visual terjadi dengan cara pengulangan secara
sistematis elemen-elemen yang mempunyai hubungan.
Irama dapat dibagi dalam 2 jenis yakni :
a) Irama monotone
Seperti pada tangga lagu maka irama monotone adalah hanya satu
elemen yang berulang-ulang hingga akan menimbulkan irama yang
tetap atau monotone.
b) Irama dinamis
Sedangkan pada irama dinamis terjadi kebalikannya dimana irama
lebih bervariasi karena ada beberapa elemen yang berulang-ulang
dari suatu irama. Irama dalam tampak biasa terjadi pada arah
horizontal dan juga arah vertical.
Irama berdasarkan sifatnya dibagi menjadi 4 :
1. IRAMA PROGRESIF

Tidak ada bentuk yg sama atau jarak yg sama yg diulang. Semua berubah, tetap perubahan yg
teratur, sedemikian hingga bentuk yg mirip dengan bentuk yang lain. Jarak yg satu dengan yg
laian hampir sama.
2. IRAMA TERBUKA
Adalah pengulangan bentuk yg sama dengan jarak yg sama tanpa menentukan suatu
permulaan atau pengakhiran.
3. IRAMA TERTUTUP
Adalah pengulangan bentuk & jarak yg sama dengan pemberian awalan & akhiran yg lain
bentuknya atau ukurannya lain atau jaraknya lain.
4. KLIMAKS
Suatu akhir dari perjalanan dari awal hingga akhir.
2.3 Ornamen
A. Pengertian ornamen secara umum
Istilah ornamen berasal dari kata ornare (bahasa Latin) yang berarti menghiasi.Sedang
dalam bahasa Inggris ornament berarti perhiasan.Secara umum ornamen adalah suatu hiasan
(elemen dekorasi) yang diperoleh dengan meniru atau mengembangkan bentuk-bentuk yang
ada di alam.
Ornamen merupakan salah satu bentuk karya seni rupa yang banyak dijumpai dalam
masyarakat kita, baik dalam bangunan, pakaian, peralatan rumah tangga, perhiasan benda dan
produk lainnya. Keberadaan ornament telah ada sejak zaman prasejarah dan sampai sekarang
masih dibutuhkan kehadirannya sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan manusia akan rasa
keindahan.
Di samping tugasnya sebagai penghias secara implicit menyangkut segi-segi
keindahaan, misalnya untuk menambah keindahan suatu benda sehingga lebih bagus dan
menarik, di samping itu dalam ornamen sering ditemukan pula nilai-nilai simbolik atau
maksud-maksud tertentu yang ada hubungannya dengan pandangan hidup (falsafah
hidup)dari manusia atau masyarakat pembuatnya, sehingga benda-benda yang diterapinya
memiliki arti dan makna yang mendalam, dengan disertai harapan-harapan yang tertentu
pula.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ornamen adalah ungkapan perasaan
yang diwujudkan dalam karya seni rupa yang diterapkan sebagai pendukung konstruksi,
pembatas, simbol, dengan tujuan utama menambah keindahan benda yang ditempati.
Sedangkan corak dari ornament kebanyakan lebih bersifat dekoratif (menghias).
Macam-macam Ornamen
1.

Ornamen primitif

Seni hias primitif berkembang pada zaman prasejarah, yang mana tingkat kehidupan
manusia pada masanya sangat sederhana sekali dan sekaligusmerupakan ciri utama, sehingga
manusianya disebut orang primitif. Hal ini berpengaruh dalam kebudayaan yang mereka
hasilkan. Mereka menghuni goa-goa, hidup berpindah-pindah (nomaden) dan berburu
binatang. Di bidang kesenian, seni hias yang dihasilkan juga sangat sederhana, namun
memiliki nilai yang tinggi sebagai ungkapan ekspresi mereka.
Peninggalan karya seni yang dihasilkan berupa lukisan binatang buruan, lukisan capcap tangan yang terdapat pada dinding goa, seperti pada dinding gua Leangleang di Sulawesi
Selatan. Selain karya lukisan, terdapat juga hiasan-hiasan pada alat-alat berburu mereka yang
berupa goresan-goresan sederhana. Karya seni yang dihasilkan hanya merupakan ekspresi
perasaan mereka terhadap dunia misterius atau alam gaib yang merupakan simbolis dari
perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan takut, senang, sedih, dan perasaan damai. Ciriciri lain dari seni primitif yaitu goresannya spontan, tanpa perspektif, dan warna-warnanya
terbatas pada warna merah, coklat,hitam, dan putih.
Secara garis besar motif yang digunakan untuk menyusun sebuah ornament dibedakan
menjadi dua, yakni motif geometris dan motif organis. Motif geometris adalah bentuk-bentuk
yang bersifat teratur, terstruktur, dan terukur. Contoh bentuk geometris adalah segitiga,
lingkaran, segiempat, polygon, swastika, garis, meander, dan lain-lain. Contoh motif
geometrik:
2. Ornamen tradisional dan klasik
Sejarah kehidupan manusia menunjukkan bahwa perkembnagan seni sejalan dengan
perkembangan penalaran pandangan hidup manusia. Hal ini dibuktikan dengan adanya
warisan budaya yang turun temurun, diantaranya adalah seni ornamen atau seni hias yang

mampu hidup dan berkembang di tengah masyarakat dan memberikan manfaat bagi
kehidupan manusia. Seni ornamen merupakan suatu ungkapan perasaan yang diwujudkan
dalam bentuk visual sebagai pelengkap rasa estetika dan pengungkapan simbolsimbol
tertentu.
Ornamen

tradisional

merupakan

seni

hias

yang

dalam

teknik

maupun

pengungkapannya dilaksanakan menurut aturan-aturan, norma-norma serta pola-pola yang


telah digariskan terlebih dahulu dan telah menjadi suau kesepakatan bersama yang akirnya
diwariskan secara turun temurun.Sesuai dengan pengertian tersebut, maka setiap karya seni
yang telah mengalami masa perkembangan dan diakui serta diikuti nilainya oleh masyarakat
merupakan suatu tradisi, adat kebiasaaan dan pola aturan yang harus ditaati, baik teknik
maupun pengungkapannya.Perjalanan sejarah ornamen tradisional sudah cukup lama
berkembang.
Berbagai macam pengaruh lngkungan dan budaya lain justru semakin menambah
perbendaharaan senirupa, khususnya seni ornament atau seni hias, sehingga munculah
berbagai ornamen yang bersifat etnis dan memiliki ciri khas tersendiri.Ornamen tradisional
yang masih hidup di masyarakat, memiliki cirri khas tertentu, antara lain:

Homogen (ada keseragaman)

Kolektif (sekumpulan motif dari beberapa daerah yang membentuk menjadi satu
kesatuan utuh sebagai motif daerah tertentu)

Komunal (motif yang dimiliki oleh daerah tertentu)

Kooperatif (kemiripan motif yang diapakai oleh masyarakat dalam daearah tertentu)

Konsevatif

Intuitif

Ekologis

Sederhana

Ciri khas tersebut dapat dilihat dari penggunaan istilah motif geometris dan organis yang
diterapkan pada suatu bidang benda, baik dua dimensi maupun tiga dimensi. Motif-motif
tersebut memiliki fungsi sebagai elemen dekorasi dan sebagai simbol-simbol tertentu. Bentuk

seni ornamen dari masa ke masa mengalami perubahan, seiring dengan tingkat perkembangan
pola pikir manusia tentang seni dan budaya. Dalam hal demikian terjadilah suatu proses
seleksi budaya yang dipengaruhi oleh peraturan dan normanorma yang berlaku di
masyarakat. Ornamen yang diminati akhirnya tetap dilestarikan secara turun-temurun dan
mejadi ornamen tradisional, yaitu seni hias yang dalam teknik maupun pengungkapannya
dilaksanakan menurut peraturan, norma, dan pola yang telah digariskan lebih dahulu dan
menjadi kesepakatan bersama serta telah diwariskan secara turun-temurun.
Bentuk seni ornamen dari masa ke masa mengalami perubahan, seiring dengan tingkat
perkembangan pola pikir manusia mengenai seni dan budaya. Dalam hal demikian terjadilah
suatu proses seleksi budaya,yang dipengaruhi oleh peraturan dan norma-norma yang berlaku
dimasyarakat.Konsekuensinya ialah adanya bentuk ornamen yang tetap diakui dan diminati
oleh masyarakat serta adanya bentuk ornamen yang tidak diminati oleh masyarakat.
Ornamen yang diminati akhirnya tetap dilestarikan secara turun-temurun dan menjadi
ornamen tradisional, yaitu seni hias yang dalam teknik maupun pengungkapannya
dilaksanakan menurut peraturan, norma, dan pola yang telah digariskan lebih dahulu dan
menjadi kesepakatan bersama serta telah diwariskan secara turun-temurun.
Contoh ornamen tradisional dengan motif geometris, ialah ornamen yang diterapkan pada
motif kain seperti: motif kawung, parang rusak, dan Truntum. Motif merupakan jenis bentuk
yang dipakai sebagai titik tolak/gagasan awal dalam pembuatan ornamen, yang berfungsi
untuk menunjukkan perhatian, mengenali, dan memberikan kesan perasaan. Beberapa bentuk
ornamen tradisional yang ada di daerah di Indonesia:
3. Ornamen modern
Ornamen modern merupakan seni hias yang berkembang dari pembaharuanpembaharuan
atau suatu bentuk seni yang dalam penggarapannya didasarkan atas cita rasa baru, proses
kreatif dan penemuan. Ornamen modern merupakan seni yang bersifat kreatif, tidak terbatas
pada objekobjek tertentu, waktu dan tempat, melainkan ditentukan oleh sikap batin
penciptanya. Terlepas ikatanikatan tradisi merupakan nafas baru dalam dunia imajinasi yang
mendorong daya kreatifitas dan mengajak seseorang ke suatu pemikiran baru. Ciriciri
ornamen modern adalah multiplied (tidak terikat pada satu aturan tertentu), yaitu:

Heterogen (tidak seragam)

Individual (menurut penciptanya).

Kompetitif (bersaing dalam mencipta untuk mencapai proses kreatif)

Progresif (tidak terikat pada aturan aturan tertentu)

Conscious (sadar akan penciptanya, tidak terpengaruh)

Gradual (mencipta secara terus menerus)

Ekologis berantai (berputar secara berantai dan terjadi perubahanperubahan dalam


prosesnya)

Complicated (rumit)

Rasional (masuk akal)


Ciri khas tersebut dapat dilihat dan diamati dan penerapan teknik pengembangan

motif geometris dan organis pada suatu bidang karya dua dimensi atau tiga dimensi.
Penerapan motif tersebut kebanyakan berfungsi sebagai elemen dekorasi dan simbolsimbol
tertentu menurut penciptanya yang kemudian disahkan oleh masyarakat tertentu.
Motif Dan Pola Pada Ornamen
Motif dalam konteks ini dapat diartikan sebagai elemen pokok dalam seni ornamen. Ia
merupakan bentuk dasar dalam penciptaan/perwujudan suatu karya ornamen. Motif dalam
ornamen meliputi:
a.Motif Geometris.
Motif tertua dari ornamen adalah bentuk geometris, motif ini lebih banyak
memanfaatkan unsur-unsur dalam ilmu ukur seperti garis-garis lengkung dan lurus, lingkaran,
segitiga, segiempat, bentuk meander, swastika, dan bentuk pilin, patra mesir L/T dan lainlain. Ragam hias ini pada mulanya dibuat dengan guratan-guratan mengikuti bentuk benda
yang dihias, dalam perkembangannya motif ini bisa diterapkan pada berbagai tempat dan
berbagai teknik, (digambar, dipahat, dicetak)
b.Motif tumbuh-tumbuhan.

Penggambaran motif tumbuh-tumbuhan dalam seni ornamen dilakukan dengan


berbagai cara baik natural maupun stilirisasi sesuai dengan keinginan senimannya, demikian
juga dengan jenis tumbuhan yang dijadikan obyek/inspirasi juga berbeda tergantung dari
lingkungan (alam, sosial, dan kepercayaan pada waktu tertentu) tempat motif tersebut
diciptakan. Motif tumbuhan yang merupakan hasil gubahan sedemikian rupa jarang dapat
dikenali dari jenis dan bentuk tumbuhan apa sebenarnya yang digubah/distilisasi, karena telah
diubah dan jauh dari bentuk aslinya.
c.Motif binatang.
Penggambaran

binatang

dalam

ornamen

sebagian

besar

merupakan

hasil

gubahan/stilirisasi, jarang berupa binatang secara natural, tapi hasil gubahan tersebut masih
mudah dikenali bentuk dan jenis binatang yang digubah, dalam visualisasinya bentuk
binatang terkadang hanya diambil pada bagian tertentu ( tidak sepenuhnya) dan
dikombinasikan dengan motif lain. Jenis binatang yang dijadikan obyek gubahan antara lain,
burung, singa, ular, kera, gajah dll.
d.Motif manusia.
Manusia sebagai salah satu obyek dalam penciptaan motif ornamen mempunyai
beberapa unsur, baik secara terpisah seperti kedok atau topeng, dan secara utuh seperti
bentuk-bentuk dalam pewayangan.
e.Motif gunung, air, awan, batu-batuan dan lain-lain.
Motif benda-benda alami seperti batu, air, awan dll, dalm penciptaannya biasanya
digubah sedemikian rupa sehingga menjadi suatu motif dengan karakter tertentu sesuai
dengan sifat benda yang diekspresikan dengan pertimbangan unsur dan asas estetika.
misalnya motif bebatuan biasanya ditempatkan pada bagian bawah suatu benda atau bidang
yang akan dihias dengan motif tersebut.
f.Motif Kreasi/ khayalan
Bentuk-bentuk ciptaan yang tidak terdapat pada alam nyata seperti motif makhluk
ajaib, raksasa, dewa dan lain-lain. Bentuk ragam hias khayali adalah merupakan hasil daya
dan imajinasi manusia atas persepsinya, motif mengambil sumber ide diluar dunia nyata.

Contoh motif ini adalah : motif kala, motif ikan duyung, raksasa, dan motif makhlukmakhluk gaib lainnya.
Sedangkan yang dimaksud pola adalah suatu hasil susunan atau pengorganisasian dari
motif tertentu dalam bentuk dan komposisi tertentu pula. Contohnya pola hias batik, pola hias
majapahit, jepara, bali, mataram dan lain-lain.singkatnya pola adalah penyebaran atau
penyusunan dari motif-motif.
Pola biasanya terdiri dari :
a.Motif pokok.
b.Motif pendukung/piguran.
c.Isian /pelengkap.
Penyusunan pola dilakukan dengan jalan menebarkan motif secara berulang-ulang,
jalin-menjalin, selang-seling, berderet, atau variasi satu motif dengan motif lainnya. Hal-hal
yang terkait dengan pembuatan pola adalah :
a.Simetris yaitu pola yang dibuat, antara bagian kanan dan kiri atau atas dan bawah
adalah sama. (lihat contoh dibawah ini)
b.Asimetris yaitu pola yang dibuat antara bagian-bagiannya (kanan-kiri, atas-bawah)
tidak sama. (lihat contoh)
c.Pengulangan yaitu pola yang dibuat dengan pengulangan motif-motif.
d.Bebas atau kreasi yaitu pola yang dibuat secara bebas dan bervariasi.
Pola memiliki fungsi sebagai arahan dalam membuat suatu perwujudan bentuk artinya
sebagai pegangan dalam pembuatan agar tidak menyimpang dari bentuk/motif yang
dikehendaki, sehingga hasil karya sesuai dengan ide yang diungkapkan.
B. Ornament Berdasarkan Teori Tradisional Bali
Arsitektur Tradisional Bali merupakan perwujudan keindahan manusia dan alamnya
yang mengeras kedalam bentuk-bentuk dan bangunan dengan identitas Ragam hiasnya.

Bentuk-bentuk yang memiliki variasi yang menjadikan ciri kebudayaan bali, karena ragam
hias juga merupakan sebuah hasil dari sebuah kebudayaan yang menjadi ciri khas dari
masyarakatnya. Oleh karena itu, masyarakat bali yang mayoritas menganut agama Hindu
memiliki ciri khas yang berbeda dengan kebudayaan lain yang memiliki kepercayaan
mayoritas yang juga berbeda.
Bentuk-bentuk dari tananan motif yang diterapkan dalam Arsitektur Tradisional Bali
merupakan sebuah transformasi bentuk dari alam dan juga mitologi dalam agama hindu,
secara estetika bentuk-bentuk tersebut sudah mengalami semacam gubahan yang menonjokan
estetika dan serta maksud-maksud tertentu yang disesuaikan dengan penempatannya nanti.
Ciri khas utama dari Ornamen Arsitektur Tradisional Bali secara visual mengalami
batasan yang signifikan dalam bagiannya. Bagian tersebut Nampak pada ornamen yang
dikhususkan pada keindahan saja namun terdapat pula yang merepresentasikan sebuah
kepercayaannya tersendiri.
JENIS RAGAM HIAS KEKARANGAN
Binatang merupakan makhluk yang hidup sejajar dan bersamaan dengan aktifitas
manusia, binatang terkadang merupakan makhluk yang mampu membantu aktifitas manusia
namun ada juga yang justru mampu membahayakan manusia itu sendiri. Paradigma tersebut
yang menjadikan berbagai motif dalam ornamen dengan mentransformasikan bentuk
binatang tersebut dengan sifat atau makna simbolis yang sama dengan keadaan binatang itu
sendiri.
Agama Hindu merupakan kepercayaan yang merepresentasikan makhluk tersebut
dalam dinding-dinding relief candi, sehingga motif tersebut mampu menjadi identitas agama
Hindu dengan tema cerita maupun legenda.
Fauna dalam kaitannya dengan Arsitektur Tradisional Bali selain sebagai hiasan juga
mampu sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam bentuk patung yang disebut
Pratima. Hal ini yang menjadikan bahwa motif fauna sebagai pelengkap atau identitas dalam
kepercayaan agama Hindu.

Kekarangan memiliki bentuk yang ekspresionis, selalu meninggalkan bentuk


sebenarnya dari fauna yang di ekspresikan dalam bentuk abstrak. Kekarangan yang
mengambil bentuk gajah atau asti, burung Goak dan binatang-binatang khayalan.
-

Karang boma
Benrbentuk kepala raksasa yang dilukiskan dari leher keatas lengkap dengan hiasan

dan mahkota (Gelebet;359). Karang boma diturunkan dari cerita Baomantaka yang memiliki
tangan lengkap maupun tanpa tangan. Karang boma ditempatkan sebagai hiasan diatas lubang
pintu dari Kori Agung, tempat Bale wadah maupun lainnya.
-

Karang Sae
Berbentuk kepala kelelawar raksasa seakan bertanduk dengan gigi-gigi runcing.

Karang Sae umumnya dilengkapi dengan tangan-tangan seperti pada karang Boma. Hiasan
ini biasanya ditempatkan pada atas pintu Kori atau pintu rumah tinggal.
-

Karang Asti
Sering disebut pula sebagai Karang Gajah karena Asti adalah gajah. Bentuknya

mengambil bentuk gajah yang diekspresikan dengan bentuk kekarangan. Karang asti
berbentuk kepala gajah dengan belalai dan taring gading dengan mata bulat. Hiasan ini
biasanya ditempatkan sebagai hiasan sudut-sudut bebaturan dibagian bawah.
-

Karang Goak
Bentuknya menyerupai kepala burung gagak atau goak atau sering disebut sebagai

karang manuk karena serupa dengan kepala ayam dengan penekanan pada paruhnya. Hiasan
ini ditempatkan pada sudut-sudut bebaturan dibagian atas. Karang goak dilengkapi dengan
hiasan patra punggel yang umumnya disatukan dengan karang simbar.
-

Karang Tapel
Serupa dengan Karang Boma dalam bentuk yang lebih kecil hanya dengan bibir atas

gigi datar memiliki taring runcing dengan mata bulat dan hidung kedepan lidah menjulur.
Hiasan ini ditempatkan pada peralihan bidang dibagian tengah,

Karang Bentulu
Bentuknya serupa dengan Karang Tapel namun lebih kecil dan lebih sederhana.

Umumnya ditempatkan pada bagian peralihan bidang tengah. Bentuk karang bentulu terkesan
abstrak dengan bibir berada di atas gigi datar dengan taring runcing dan lidah menjulur.
Hanya memiliki satu mata ditengah dengan tanpa hidung. Bentuk-bentuk lainnya yang tidak
semua dapat dijelaskan disini adalah karang Simbar, Karang batu, Karang Bunga.
MAKNA SIMBOLIS MOTIF KEKARANGAN
Ornamen merupakan seni terapan yang memiliki nilai estetika sendiri walaupun hanya
sebatas sebagai hiasan. Dalam pembuatannya ornamen tidak akan terlepas dalam maksud dan
tujuannya. Walaupun sebenarnya fungsi murni estetis merupakan fungsi Ornamen untuk
memperindah penampilan bentuk produk maupun objek yang dihiasi sehingga menjadi
sebuah karya seni.
Fungsi simbolis ornamen pada umumnya dijumpai pada produk produk atau benda
upacara atau benda-benda pusaka yang bersifat keagamaan atau kepercayaan yang menyertai
nilai estetisnya. Ini membuktikan bahwa motif yang terdapat dalam Arsitektur Tradisional
Bali memiliki maksud dan arti baik secara estetis maupun keindahan. Hal ini terlihat dalam
sifat masyarakat Bali yang masih sangat melekat dengan tradisi dan kepercayaan hindunya
sehingga pada bangunan tradisionalnya pun mengandung banyak makna.
1. Kekarangan sebagai hiasan estetis
Berbicara tentang keindahan, ornamen memang ditujukan untuk menjadikan sebuah objek
seni menjadi lebih memiliki nilai estetis lebih.
Sesuai dengan hal diatas menjelaskan bahwa penempatan hiasan Ornamen dalam
Arsitektur Tradisional Bali mempunyai nilai estetis sendiri kemudian menjadi identitas dari
kebudayaan bali. Nilai estetis tersebut kemudian memiliki pakem tersendiri dan menjadikan
penempatannya selalu sama.
Seperti yang terlihat dalam motif kekarangan pada Arsitektur Tradisional Bali,
penempatannya selalu menjadikan bangunan tersebut terlihat memiliki keindahan tersendiri

walaupun dalam penempatannya selalu sama. Hal ini didari pada bentuk pada ornamen yang
telah disesuaikan dengan tempat yang telah disediakan.
Pepatraan (motif flora) menjadikan moting kekarangan pada umumnya semakin
memiliki nilai estetis, keduanya seakan menonjolkan keselarasan dalam Arsitektur
Tradisional Bali. Secara interpretatif, pepatraan memiliki kesan atau ekspresi lembut,halus,
dan kalem, dipadukan dengan motif kekarangan yang terkesan galak, seram dan angker
menjadikan keduanya saling mengisi satu sama lain.
1. Kekarangan sebagai simbol kepercayaan.
Agama Hindu selalu identik dengan penampilan mitologi-mitologi makhluk khayalan
dalam merepresentasikan ketuhanan mereka. Makhlu khayalan tersebut biasanya selalu
dikaitkan dengan alam maupun binatang dengan sifat yang dianggap cocok untuk menjadi
simbol dari yang diinginkan.
Arsitektur Tradisional Bali memiliki fungsi sebagai tempat ibadah keagamaan dari
pemiliknya, hal ini terlihat dari adanya pura didalamnya, inilah yang menjadikan bangunan di
Bali tersebut tidak hanya sebagai tempat tinggal saja. Dalam kepercayaan masyarakat bali
Maksud dipilihnya karang gajah sebagai hiasan pada bagian bebatuan dibagian dasar
bangunan adalah karena gajah mempunyai kekuatan fisik yang tinggi, ia mampu
mengokohkan keutuhan bangunan dengan kekuatan otot badannya. Dalam cerita pewayangan
dijelaskan juga bahwa gajah dilambangkan juga sebagai Dewa yang mempunyai sifat pandai,
bijaksana, dan bersikap hati-hati dalam segala usahanya. Ia dikenal dengan berbagai nama,
seperti Gajanana, Gajawadana, Gajawadana Karimuka (berwajah gajah) dan Lambakara
(berkuping Gajah) dan kesemuanya itu bisa terlihat dalam sosok Genesha.
Penampilannya dalam hubungan dengan fungsi-fungsi ritual merupakan simbolsimbol filosofi yang dijadikan landasan jalan pikiran. Jadi dalam penempatan motif dari
bagian Arsitektur Tradisional Bali disesuaikan dengan sifat filosofis dari ornamen tersebut
kemudian diletakkan pada tempat yang dirasa memiliki hubungan. Seperti pada karang gajah
yang telah dijelaskan diatas tersebut memperlihatkan bahwa penghuni rumah tersebut percaya
bahwa motif karang gajah tersebut mampu mengkokohkan keutuhan bangunannya karena
sifat gajah yang mempunyai kekuatan fisik.

Karang boma merupakan simbul dari kepala bhuta kala. Bhutakala artinya ruang dan
waktu. Setiap dari kita yang menatap karang Boma diharapkan menyadari bahwa dirinya
terbatas oleh ruang dan waktu. Bahwa sangat terbatas waktu kita untuk meningkatkan
kehidupan rohani, sehingga diharapkan jangan lagi menunda-nunda untuk berbuat baik.

BAB III
Pembahasan
3.1 Karakteristik Karang Asti
Di dalam kamus BaliIndonesia telah

dijelaskan

bahwa

dimaksud

yang

dengan Karang Gajah adalah


ragam hias yang berbentuk
(berpolakan)

kepala

gajah

yang belalainya melengkung


ke bawah. Karang gajah
disebut juga atau diistilahkan
juga sebagai Karang Asti,
tambahan

lagi

menurut

pengertian ini Karang Asti adalah ragam hias yang berbentuk kepala gajah yang belalainya
mencuat ke atas. (Kamus Bali-Indonesia,1978;269). Walaupun mengandung pengertian yang
agak berbeda, tetapi bentuk atau jenis kekarangan ini adalah gajah pada umumnya.
Motif hiasan
ini

biasanya
terdapat atau
diterapkan

pada

pojok
bangunan
sebagai
hiasan pada
bagian dasar
bangunan

yang

sering

kita

temui dalam bangunan-bangunan berstail Bali.


Sedangkan menurut Nyoman Glebet dalam Arsitektur Tradisional Bali, Karang Asti
disebut pula Karang Gajah karena asti adalah gajah. Bentuknya mengambil bentuk gajah
yang diabstrakan sesuai dengan seni hias yang diekspresikan dalam bentuk kekarangan.

Karang Asti yang melukiskan kepala gajah dengan belalai dan taring gadingnya bermata
bulat. Hiasan flora pada patra punggel melengkapi kearah sisi pipi Asti. Karang Asti
ditempatkan sebagai hiasan pada sudut-sudut beraturan dibagian bawah pada sebuah
bangunan. (Arsitektur Tradisional Bali, 2002;360).
Secara umum dalam penempatan ornamen Karang Gajah, biasanya ditempatkan pada
begian bawah sebuah bangunan. Salah satu contoh bangunan yang biasa diberi dengan motif
ornamen ini adalah tempat pemujaan atau bangunan pura hindu di Bali.
3.2 Analogi Gajah dan Karang Asti
Karang Gajah atau Asti yang ditempatkan pada bagian bawah dari sebuah bangunan,
karena jenis binatang ini biasanya hidup di atas tanah. Dalam ilmu Zoologi, binatang ini
merupakan keturunan dari binatang purba yang sudah hampir mengalami kepunahan. Jenis
binatang ini sering dipakai manusia dalam membantu usahanya, biasanya kekuatan fisik yang
sering dipakai adalah untuk diandalkannya sebagai sarana transportasi, bahkan dibeberapa
daerah tertentu masih mengandalkan jenis binatang ini sebagai tenaga untuk membuka hutan
dalam membuat perladangan baru.
Dalam ilmu Arsitektur dijelaskan bahwa kekuatan atau kekokohan sebuah bangunan
ditentukan pula sampai sejauh manakah kekuatan dasar atau fundamental yang dibangunnya,
tentu kekuatan ini harus dibarengi pula dengan struktur fondasi yang kuat. Nenek moyang
bangsa kita dalam melahirkan sebuah monumen pemujaan tentu memperhatikan betul
keadaan ini dan hal ini pulalah yang melahirkan sistem Arsitektur tanah air kita yang terkenal
kuat. Pengejawantahan dari hal ini secara otomatis melahirkan angan-angan atau pencitraan
dari kekuatan alam lain yang bisa menolong kedaan rohaniahnya, sehingga munculah suatu
kepercayaan bahwa semua alam, benda, termasuk binatang tertentu juga mempunyai
kesaktian yang tinggi yang mampu melindungi keberadaan manusia, tempat tinggalnya
termasuk bangunan-bangunannya. Jadi tidaklah mengherankan jika gajah atau jenis binatang
ini diolah menjadi jenis kekarangan dan dipilih sebagai penghias dasar pada sebuah
bangunan.
Maksud dipilihnya karang gajah sebagai hiasan pada bagian bebatuan dibagian dasar
bangunan adalah karena gajah mempunyai kekuatan fisik yang tinggi, ia mampu
mengokohkan keutuhan bangunan dengan kekuatan otot badannya. Dalam cerita pewayangan
dijelaskan juga bahwa gajah dilambangkan juga sebagai Dewa yang mempunyai sifat pandai,

bijaksana, dan bersikap hati-hati dalam segala usahanya. Ia dikenal dengan berbagai nama,
seperti Gajanana, Gajawadana, Gajawadana Karimuka (berwajah gajah) dan Lambakara
(berkuping Gajah) dan kesemuanya itu bisa terlihat dalam sosok Genesha.
Dalam variasi penampilannya biasanya hanya mementingkan nilai keindahan dari
komposisi ekspresi dan keserasian, biasanya jenis kekarangan ini menampilkan sikap agung
mempesona, sebagai pencerminan masyarakat yang berjiwa besar dan berwibawa.
Dalam hubungannya sebagai wahana edukatif, gajah juga mewakili diri sebagai
simbol-simbol yang mengandung muatan filosofis yang dapat dijadikan landasan atau jalan
pemikiran manusia, seperti simbol Genesha sebagai Dewa pendidikan, sastra, dan penyebar
ilmu pengetahuan, sehingga jangan salah jika ia dipuja oleh ahli pendidikan dan para penulis
Hindu bila hendak membuat naskah karangan atau sebuah buku. Konsepsi gajah dalam
dataran ritual juga dipercaya sebagai pelindung seperti yang ditemui pada masyarakat
tertentu.
Petikan lain yang dapat diangkat dari motif kekarangan ini adalah adanya
kepercayaan pada masyarakat Bali yang mengetengahkan bentuk penyatuan antar hidup dan
kehidupan dari makhluk hidup dengan tanah atau bumi, jadi lebih cocok kalau jenis
kekarangan ini ditempatkan pada alas pura/bangunan suci sebagai bentuk penyatuan dengan
tanah atau pertiwi sebagai pemberi kehidupan.
3.3 Hubungan Irama dengan Ornamen Karang Asti
Irama merupakan salah satu bagian dari prinsip-prinsi dalam sebuah desain. Irama
sendiri merupakan pengulangan-pengulangan pada bentuk yang sama. Dalam bangunan
Tradisional Bali, terlihat jelas bahwa irama diterapkan didalamnya. Begitu pula dengan
ornament-ornamen Bali, seperti karang gajah atau karang asti ini.
Pengulangan pada karang asti terlihat pada sudut-sudut bawah bangunan. Setiap
sudut-sudut bawah pada bangunan tradisional Bali, pastilah terdapat ornament Karang Gajah
tersebut. Adapun jenis irama yang digunakan ialah Irama Terbuka. Irama terbuka memiliki
arti pengulangan bentuk yang sama dengan jarak yang sama tanpa menentukan suatu
permulaan atau pengakhiran.
Peletakan Karang gajah memiliki jarak yang sama satu sama lain yaitu pada sudut
bangunan dan juga menggunakan bentuk yang sama pula. Dalam peletakan karang gajah pun

tidak terlihat dimana bagian awal dan bagian akhirnya. Sehingga semua bentuk akan selalu
terlihat sama dari berbagai sisinya.
3.4 Peletakan Ornamen pada Bangunan

Peletakan ornament karang asti pada bangunan tradisional Bali dapat dilihat seperti pada
foto-foto ini. Di mana terdapat foto bale pada sebuah pura, bale sakautus, bale kulkul dan
beberapa bangunan di dalam salah satu areal pura. Semua bangunan tersebut
menempatkan ornament karang asti pada bagian bawah bangunan.

Sumber. www.google.com

2.5 Kriteria Arsitektur Masa Kini (Arsitektur Kontemporer)


Dari Karang asti yang dianalogikan dengan kepala seekor gajah, dapat ditarik
beberapa kriteria sebagai berikut :
-

Penganologian kepada bentuk makhluk hidup, yaitu hewan.

Gajah merupakan hewan yang dilindungi karena sudah hampir punah.

Kemampuan fisik yang tinggi, dengan pandangan memiliki suatu


kekuatan yang tidak dimiliki oleh hewan lainnya.

Digambarkan sebagai bentuk keagungan dan mencerminkan dari


penghuni rumah yang memiliki suatu kewibawaan.

Bentuk penyatuan antar hidup dan kehidupan dari makhluk hidup dengan
tanah atau bumi.

Penempatan pada bangunan yang selalu dibawah sebagai foundamental


dari bangunan itu sendiri.

Dari segi pengaruhnya dengan teori murni yaitu irama, penempatan nya
yang selalu berulang. Contohnya : apabila diletakkan pada bagian sudut,
akan terus berulang pada sudut selanjutnya.

Merupakan hewan yang hidup diatas tanah (berjalan).

Memiliki makna pelindung dari sebuah bangunan.

Dengan beberapa kriteria yang telah disebutkan diatas, karang asti / gajah
dapat dianologikan kembali ke Arsitektur Masa Kini (Arsitektur Kontemporer)
dengan pengambilan bentuk hewan yang berbeda. Menurut kelompok kami, salah
satu bentuk hewan yang menggantikan gajah sebagai karang asti adalah hewan
Badak bercula satu. Seperti yang telah disebutkan diatas, badan bercula satu
merupakan salah satu hewan yang dilindungi karena keberadannya yang sudah
hampir punah. Sehingga secara tidak langsung, Hal ini juga sebagai bukti bahwa
hewan pernah ada dan berkembang di bumi ini.
Badak bercula satu juga merupakan hewan yang memiliki kekuatan fisik yang
tinggi, Hal ini dapat ditunjukkan dengan struktur badannya yang tebal dan sering
diibaratkan dengan baju baja. Dan seperti kita telah ketahui bersama badak
bercula satu memiliki perawakan wajah yang hampir mirip dengan gajah, salah
satu contohnya adalah cula dari badak dan belalai dari gajah yang dianalogikan
itu sendiri.

Sumber . http://fotohewan.info/wp-content/uploads/2013/12/badak-bercula-satu-hanyaterdapat-di-suaka-alam.jpg

BAB IV
PENUTUP
2.5 Kesimpulan
Secara umum dalam penempatan ornamen Karang Gajah, biasanya ditempatkan pada
begian bawah sebuah bangunan. Salah satu contoh bangunan yang biasa diberi dengan motif
ornamen ini adalah tempat pemujaan atau bangunan pura hindu di Bali. Dalam bangunan
masa kini pun yang masih menggunakan ornament karang gajah, posisi atau peletakannya
masih berada di bagian bawah dari bangunan tersebut.
Sesuai dengan analogi seekor gajah yang memiliki badan dan tenaga besar yang mampu
menahan atau menopang apapun yang berpijak diatasnya, oeh sebab itu kekarangan gajah
akan selalu berada di bawah. Selain itu, peletakan karang gajah pun menggunakan prinsipprinsip desain yaitu irama atau pengulangan.
Sesuai dengan metode peneltian, yakni metode analogi. Dimana metode ini mencari
sesuatu yg mempunyai kesamaan, persesuaian, kemiripan, ke-serupaan, kesejajaran,
kesejalanan antara dua benda atau dalam bentuk, susunan, fungsi, tetapi berlainan asalusulnya.Dengan hal tersebut, kami menganalogikan hewan gajah yang dijadikan karang asti
pada arsitektur tradisional dengan hewan badak bercula satu yang kami ajukan sebagai
kriteria untuk arsitektur masa kini (arsitektur kontemporer). Hal ini juga disesuaikan dengan
beberapa kriteria baik secara rincian maupun sketsa.

DAFTAR PUSTAKA
Gebelet, Ir, Nyoman Dkk. 1982. ARSITEKTUR TRADISIONAL DAERAH BALI.
Denpasar. Departemen pendidikan dan kebudayaan.
http://josepheriberts.blogspot.com/2009/08/membaca-nilai-nilai-filosofis-dari.html
http://nimadesriandani.wordpress.com/2012/02/18/mengamati-ukiran-kekarangan-padabangunan-bali/
http://zusronregost.wordpress.com/2013/01/30/motif-kekarangan-dalam-arsitekturtradisional-bali/
http://www.scribd.com/doc/54683317/Irama-Dalam-Arsitektur
http://id.wikipedia.org/wiki/Badak_jawa

Anda mungkin juga menyukai