Anda di halaman 1dari 26

TUGAS KELOMPOK DOSEN PENGAMPU

MANAJEMEN SYARI’AH NANA SARI, SE., M.Sc.

SEJARAH MANAJEMEN DALAM ISLAM

ADE SAPUTRA
NIM. 1207013446

AHMAD SAUQI
NIM. 12070113878

DESMITA RAHMADANI
NIM. 12070120800

ZAHRATUL PUTRI LINGGA


NIM. 12070126345

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT berkat rahmat dan karunia-Nya penulis
telah dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Manajemen Syariah. Penyusunan makalah ini untuk
memenuhi salah satu tugas pembelajaran dengan judul “Sejarah Manajemen Dalam Islam”.

Dalam penyusunan dan penulisan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Sehingga dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik dalam penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
menyempurnakan pembuatan makalah ini.

Dalam pembuatan makalah ini penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu dalam memberikan informasi tentang materi
yang terkait. Semoga materi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan dan menjadi motifasi,
khususnya bagi penulis.

Pekanbaru, Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan Makalah...........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................................3

2.1 Awal Mula Sejarah Manajemen Dari Islam.................................................................3

2.2 Sejarah Manajemen dalam Islam pada Masa Rasulullah Saw....................................4

2.3 Konsep Manajemen dalam Islam pada Masa Khulafa al-Rasyidin..............................5

2.5 Konsep Manajemen dalam Islam pada Masa Bani Umayyah....................................15

2.6 Konsep Manajemen dalam Islam pada Masa Bani Abbasiyah..................................16

BAB III PENUTUP .................................................................................................................15

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................21

3.2 Saran...........................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manajemen Islam sudah ada sejak masa Rasulullah sholallohu’alaihi wa sallam ,
meskipun secara teori atau istilah tidaklah se-modern sekarang , akan tetapi fungsi dan peran
manajemen telah tercermin dan diterapkan dalam kehidupan muslim. Rasul dan para Sahabat
telah menggunakan manajemen untuk mengatur kehidupan dan bersandar pada pemikiran
manajemen Islam yang bersumber dari nash al-qur’an dan hadits.
Di awal perkembangan Islam, manajemen dianggap sebagaiilmu sekaligus teknik (seni)
kepemimpinan. Kata manajemen dalam bahasa Arab adalah dara yang berarti “berkeliling” atau
“lingkaran”. Dalam konteks bisnis bisa dimaknai bahwa “bisnis berjalan pada siklusnya”,
sehingga manajemen bisa diartikan kemampuan manajer yang membuat bisnis berjalan sesuai
rencana.
Dalam Islam, manajemen dipandang sebagai perwujudan amal shaleh yang harus bertitik
tolak dari niat baik. Niat baik tersebut akan memunculkan motivasi untuk mencapai hasil yang
baik demi kesejahteraan bersama. Paling tidak, ada empat landasan untuk mengembangkan
manajemen menurut pandangan Islam, yaitu kebenaran, kejujuran, keterbukaan, dan keahlian.
Seorang manajer memiliki empat sifat utama itu agar manajemen yang dijalankannya
mendapatkan hasil yang maksimal . Manajemen Islami memandang manajemen sebagai objek
yang sangat berbeda dibanding konvensional. Dalam manajemen konvensional manusia
dipandang sebagai makhluk ekonomi, sedangkan dalam Islam manusia merupakan makhluk
spiritual, yang mengakui kebutuhan baik material (ekonomi) maupun immaterial.
Pada makalah ini, kami akan membahas mengenai Sejarah Manajemen Dalam Islam
secara mendalam, dimulai pada masa Rasulullah saw. Hingga masa Bani Abbasiyah.

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini sebagai berikut.
1. Bagaimanakah awal mula sejarah manajemen dalam Islam
2. Bagaimanakah Manajemen dalam Islam pada masa Rasulullah saw.
3. Bagaimanakah konsep manajemen dalam Islam pada masa Khulafa al-Rasyidin
4. Bagaimanakah sejarah manajemen dalam Islam pada masa bani Umayyah
5. Bagaimanakah sejarah manajemen dalam Islam pada masa bani Abbasiyah

1.3 Tujuan Penulisan.


Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui mengenai
1. Awal mula sejarah manajemen dalam Islam
2. Manajemen dalam Islam pada masa Rasulullah saw.
3. Konsep manajemen dalam Islam pada masa Khulafa al-Rasyidin
4. Sejarah manajemen dalam Islam pada masa bani Umayyah
5. Sejarah manajemen dalam Islam pada masa bani Abbasiyah

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Awal Mula Manajemen Dalam Islam


Istilah modern pada masa awal islam memang belum muncul seperti sekarang ini, namun
pemikiran-pemikiran manajeman islam sudah muncul sejak Allah Ta’ala menurunkan
risalahnya kepada Nabi Muhammad sholallohu’alaihi wa sallam. Pemikiran manajemen dalam
Islam bersumber dari nash-nash Al Qur’an dan petunjuk-petunjuk sunnah. Selain itu, ia juga
berasaskan pada nilai-nilai kemanusiaan yang berkembang dalam masyarakat pada waktu
tersebut. Berbeda dengan manajemen konvensional, ia merupakan suatu sistem yang aplikasinya
bersifat bebas nilai serta hanya berorientasi pada pencapaian manfaat duniawi semata.
Pada zaman Rasulullah Saw. pemikiran dan mekanisme kehidupan politik di negara
Islam bersumber dan berpijak pada nilai-nilai akidah. Serangkain nilai-nilai layaknya sebuah
sistem kehidupan yang menyentuh perilaku individu dan rangkaian hubungan sosial di antara
mereka yang beragam. Alquran merupakan sumber petunjuk utama bagi kehidupan Muslim,
Allah berfirman: "Dan sesungguhnya Alquran ini benar-benar diturunhan oleh Than semesta
alum, dia dibawa turn oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), he dalam hatimu (Muhammad) agar kamu
menjadi salah seorang diantra orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang
jelas" (Al-Syu'ara [26]: 192-195).
Alquran bisa diposisikan sebagai Syariah, sistem kehidupan atau sebuah metodologi bagi
manusia untuk mengarungi kehidupan. Alquran memiliki nilai-nilai yang bersifat komprehensif,
menyentuh segala aspek hukum kehidupan manusia. Selain itu, juga bersifat universal yang
memungkinkan untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat Muslim sepanjang waktu.
Konsep dasar dan aturan global dalam Islam berupa kewajiban menegakkan keadilan,
konsep syura (musyawarah), meringankan beban, menolak kemadharatan, menjaga pemilik hak-
hak, menunaikan amanah kepada ahlinya, dan mengembalikan segala persoalan hidup kepada
orang yang ahlihi dan berkompetensi, serta konsep dasar lain yang bertujuan untuk mewujudkan
maslahah dan menolak kerusakan dan dosa. Karena Alquran datang dengan konsep dan aturan
global, maka Al-Sunnah diposisikan sebagai penyempurna dan penjelas Alquran.

3
Pintu ijtihad masih terbuka lebar bagi kaum Muslim untuk menye- lesaikan persoalan
hidupnya, seperti dalam aspek pertanian, industri, perniagaan, peperangan dan lainnya. Segala
sesuatu yang datang dari Rasul yang berupa ucapan, tindakan (perbuatan) atau eksperimen
(pengalaman) dalam aspek in tidaklah bersifat mengikat bagi umatnya, mereka memiliki
kebebasan untuk menggunakannya atau tidal. Persolan ini bisa kita pahami dari cerita budi daya
kurna yang menguarkan ketentuan tersebut.
Diriwayatkan, ketika Rasulullah hijrah ke Madinal, beliau melihat masyarakat sedang
melakukan budi daya kurma dengan mekanisme tertentu, Kemudian Rasulullah memberikan
isyarat untuk meninggalian nya. Lalu, masyarakat menggunakan metode yang dizawarkan
Rasulullah, namun, pohon kurma tidak bisa berkembang secara sempurna. Kaum muslimin
kemudian mengadukan persoalan tersebut kepada Rasulullah, lalu Rasulullah bersabda :"Kalian
lebih mengetahui persoalan hidup dunia kalian".
Penjelasan ini berusaha memberikan gambatan bahwa sesunnya Rasulullah dalam
kapasitasnya sebagai pemimpin dan atau berusaha memberikan metode, tata cara atau solusi bagi
kemasilahatan hidup umatnya, dan yang dipandangnya relevan dengan kondisi zaman yang ada.
Bahkan, terkadang Rasulullah bermusyawarah dan meminta pendapat dari para sahabat atas
persoalan yang tidak ada keten wahyunya. Rasulullah mengambil pendapat mereka walaupun
munge bertentangan dengan pendapat pribadinya.
Proses dan system manajemen yang diterakpan Rasulullah bersifat tidak mengikat bagi
para pemimpin dan umat setelahnya. Untuk itu, manajemen dalam Islam bersandar pada hasil
ijtihad pemimpin dan umatnya. Dengan catatan, la tidak boleh bertentangan dengan konsep dasar
dan primsip hukum utama yang bersumber dari Alquran dan Al-Sunnah, sera tidak beriolak
belakang dengan rincian hukumsyara" yang telah dimaklumi. Umat Muslim masih memiliki
ruang untuk melakukan inovasi atas persoalan detail yang belum terdapat ketentuan syar'inya.

2.2 Manajemen dalam Islam pada masa pemerintahan Rasulullah saw.


Ketika perkembangan Islam mulai tampak, dan Islam telah didakwahkan secara terang-
terangan (persuasif), Rasulullah Saw. mulai mengutus para sahabat untuk dijadikan sebagai duta
guna mendakwahkan agama dan mengambil zakat masyarakat Arab. Hal utama yang harus
dilakukan utusan adalah memberikan pembelajaran agama terlebih dahulu kepada pemimpin
kabilah, dan diharapkan bisa merambah pada kaumnya.

4
Berikut macam-macam bentuk manajemen pada pemerintahan Rasulullah :
1) Syura dan kerjasama
Rasulullah sering meminta pendapat dan bermusyawarah dengan para sahabat, terutama
dengan mereka yang memiliki kecermatan dan kedalaman ilmu agama, sahabat yang
memiliki kelebihan intelektual, kekuatan iman dan semangat mendakwahkan Islam.
Majelis syura di masa Rasulullah terdiri atas tujuh orang sahabat muhajirin dan tujuh
orang sahabat anshor.

2) Pembagian Tugas Dan Wewenang


Rasulullah mengutus Ali bin Abi thalib untuk menangani tugas kesekretariatan dan
perjanjian-perjanjian yang dilakukan Rasulullah. Dan masih banyak lagi sahabat yang
lain.

3) Pemilihan pegawai
Kebanyakan pegawai Nabi berasal dari bani Umayyah, karena Rasulullah memilih
pegawai dari para sahabat yang relatif kaya dan tidak membutuhkan gaji. Rasulullah
mengangkat Abu Sofyan bin Harb sebagai pegawai di Najran, Itab bin Usaid sebagai
pemimpin di Makkah. Mereka mendapatkan gaji sebesar satu dirham setiap harinya.

4) Harmonisasi Kemakmuran dan Keadilan


Pada zaman Rasul belum ditemukan baitul mal guna menyimpan harta zakat, ghanimah,
sedekah dan lainnya. Untuk itu rasulullah membagikan harta fai’ setiap hari, terutama
yang berupa binatang ternak, seperti unta, domba, kuda, dan keledai. Rasulullah
memberikan dua bagian untuk yang sudah berkeluarga, dan satu bagian untuk yang masih
bujang.

2.3 Konsep manajemen dalam Islam pada masa Khulafa al-Rasyidin


Khulafaur Rasyidin adalah khalifah setelah Rasulullah SAW yang dibai'at untuk
memimpin ummat sepeninggal Rasullullah SAW. Adalah diantaranya 4 khalifah masyhur dari
kalangan sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu, Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin
Khattab, Ustman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Kedudukan khalifah bukan hanya untuk

5
memimpin umat islam namun juga keberadaannya sebagai pemimpin Negara. Rasulullah telah
menerapkan manajemen politik sejak masa hijrahnya beliau bersama kaum muhajirin ke
Madinah disana beliau meminta perlindungan kepada bangsa habsyi untuk menjamin
keselamatan penduduk muslim. Terlepas dari itu, seiring berkembangnya islam di semenanjung
arab, kepemimpinan islam-pun terupgrade dengan menjadikan rasul menjadi pemimpin Negara.
Rasulullah SAW merupakan pemimpin yang arif dan sederhana, beliau sangat mementingkan
rakyat daripada dirinya dan keluarganya. Meski beliau seorang pemimpin negara, beliau tidak
pernah terlihat bagai bangsawan kaya raya beliau tetap sederhana dan bersih.

1. Manajemen Pemerintahan Abu Bakar


Wilayah Provinsi dan Gubernur
Di masa pemerintahan khalifah pertama, masih terdapat pertentangan dan perselisihan
antara negara Islam dan sisa-sisa kabilah Arab yang masih berpegang teguh pada warisan
jahiliyah. Namun demikian, kegiatan (proses) pengaturan manajemen pemerintahan Khalifah
Abu Bakar telah dimulai. Wilayah Jazirah Arab dibagi menjadi beberapa provinsi, wilayah
Hijaz terdiri dari 3 provinsi, yakni Makkah, Madinah dan Thaif. Wilayah Yaman terbagi
menjadi 8 provinsi yang terdiri dari Shan'a, Hadramaut, Haulan, Zabid, Rama', al-Jund,
Najran, Jarsy, kemudian Bahrain dan wilayah sekitar menjadi satu provinsi.
Adapun para gubernur yang menjadi pemimpin di provinsi tersebut adalah Itab bin Usaid,
Amr bin 'Ash, Utsman bin Abi al-'Ash, Muhajir bin Abi Umayah, Ziyad bin Ubaidillah al-
Anshari, Abu Musa al Asy'ari, Muadz bin Jabal, Ala' bin al-Hadrami, Syarhabil bin Hasanah,
Yazid bin Abi Sufyan, Khalid bin Walid dan lainnya. Di antara tugas para gubernur adalah
mendirikan shalat, menegakkan peradilan, menarik, mengelola dan membagikan zakat,
melaksanakan had, dan mereka memiliki kekuasaan pelaksanaan dan peradilan secara
simultan.
Sentral Organisasi
Dalam manajemen pemerintahan yang tersentral, kekuasaan Khalifah dibatasi pada
penegakan keadilan di antara manusia, penciptaan stabilitas keamanan, sistem pertahanan,
pemilihan pegawai, dan pendelegasian tugas di antara sahabat dan kegiatan musyawarah
dengan mereka. Di awal kemunculan Islam, biasanya manusia memberikan hak dan
mengambil hak dari orang lain, dan berhenti di hadapan had-had Allah, tidak kembali kepada

6
kemunkaran dan berlebih-lebihan dalam mendapatkan hak Sistem peradilan di bawah
pengawasan sahabat Umar r.a. Baitul Mal menjadi tanggung jawab Abi Ubaidah bin al-Jarah.
Sedangkan sahabat Ali r.a. mendapat otoritas untuk mengawasi tawanan perang.
Pengawasan
Khalifah Abu Bakar senantiasa melakukan investigasi dan pengawasan terhadap kinerja
pegawainya. Setidaknya hal ini tercermin dari ungkapan Abu Bakar r.a. kepada Yazid bin
Abu Sufyan, "Saya mengangkat kamu untuk menguji, mencoba dan mengeluarkan engkau.
Jika engkau mampu bekerja dengan baik, engkau akan aku kembalikan pada pekerjaan
bahkan akan aku tambah. Namun, jika kinerja engkau jelek, aku akan memecatmu."

2. Manajemen Pemerintahan Umar bin Khattab


Pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab r.a. sudah dipraktikkan konsep dasar
hubungan antara negara dan rakyat, pentingnya tugas pegawai pelayanan publik dan menjaga
kepentingan rakyat dari otoritas pemimpin. Umar ra melakukan pemisahan antara kekuasaan
peradilan dengan kekuasaan eksekutif, beliau memilih hakim dalam sistem peradilan yang
independen guna memutuskan persoalan masyarakat Sistem peradilan ini terpisah dari
kekuasaan eksekutif, dan ia bertanggung jawab terhadap khalifah secara langsung.
Dasar-dasar Sistem Peradilan
Khalifah Umar r.a. menjelaskan dasar-dasar sistem peradilan. Surat yang dikirimkan
beliau kepada Abdullah bin Qais (Abu Musa al-Asy'ari) hakim kota Bashrah, menjelaskan
dasar-dasar, prinsip dan karakter yang harus melekat dalam sistem peradilan. Para hakim
merupakan golongan yang memiliki peran penting dan bertanggung jawab untuk
merealisasikan keadilan dalam masyarakat Muslim, dan mereka merupakan bagian dari
pegawai negara.
Dasar-dasar sistem peradilan yang dijelaskan Umar ra. dalam surat tersebut
mencerminkan kesadaran, intelektual dan kemampuan yang tinggi dari diri sahabat Umar ra.
Surat ini dijadikan sebagai dasar sistem peradilan Sahabat Umar ra. menjelaskan dasar
peradilan dalam suratnya:
Dengan Menyebut Asma Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Dari Umar
ra. Amirul Mukminin kepada Abdullah bin Qais Semoga keselamatan selalu bersamamu

7
Hadirnya mahkamah peradilan adalah satu keniscayaan dan meru pakan sunnah yang
harus dilestarikan (diikuti). Pahamilah, ketika datang seorang rakyat kepadamu dan
mengajukan perkara untuk meminta keadilan, maka tidak ada manfaatnya bagimu berbicara
tentang kebenaran tanpa diikuti dengan pelaksanaannya. Setiap manusia harus mendapatkan
keadilan dan perlakuan yang sama dalam supremasi hukum. Tunjukkanlah hal itu di
wajahmu, majelismu dan keadilanmu. Sehingga, orang kaya dan mulia tidak berharap pada
kezaliman dan kedurhakaanmu, orang yang lemah dan miskin tidak putus asa untuk mendapat
keadilanmu.
Sistem Pengawasan
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab r.a. ditelorkan pemikiran adanya
pengawasan manajemen terhadap kinerja pegawai publik. Peng awasan ini dimaksudkan
untuk menjaga penduduk (masyarakat) dari tindak kezaliman dan kesewenangan pegawai
pelayanan publik atau seorang pemimpin. Pemikiran ini kemudian dikembangkan dengan
membentuk lembaga pengawasan pada masa Abbasiyah dengan men dirikan diwan (lembaga)
khusus dengan orang yang bertanggung jawab untuk melaksanakannya yang kemudian
dikenal dengan
'Shahib al Madzalim.
Khalifah Umar ra. mewakilkan Muhammad bin Musallamah untuk menangani
pengaduan yang disampaikan oleh rakyat, beliau diutus untuk merealisasikan keluhan dan
persoalan yang dihadapi rakyat. Untuk menuntaskan persoalan, beliau berkeliling dan
menanyakan kondisi yang sedang dihadapi masyarakat. Dengan demikian, harapan mereka
bisa direalisasikan
Sentral Administrasi
Proses administrasi yang terkait dengan keuangan negara telah terpikirkan di masa
Khalifah Umar ra. Pada masa tersebut, terdapat pemikiran untuk memisahkan administrasi
penarikan harta kaum Mus-limin dari sistem peradilan dan kekuasaan eksekutif. Lembaga
keuangan negara ini terpisah dan independen dari kekuasaan pemimpin (eksekutif), sistem
peradilan ataupun pemimpin tentara perang.
Lembaga keuangan ini memiliki pegawai yang akan mengatur keuangan negara sesuai
dengan pos-pos yang telah disepakati, jika masih terdapat kelebihan, dana itu dikumpulkan
dan diserahkan ke rumah khalifah untuk disimpan dalam Baitul Mal kaum Muslimin. Dengan

8
tidak adanya keterkaitan antara lembaga keuangan, sistem peradilan dan pasukan perang akan
bisa mewujudkan keadilan dan pengawasan internal. sehingga pegawai yang bertugas menarik
dana tidak berada di bawah otoritas dan intimidasi pemimpin.
Pada masa kekhalifahan Umar ra telah terbentuk 3 lembaga utama untuk mengatur
sistem pemerintahan, yakni diwan al-jund (pasukan perang), diwan al-kharaj (keuangan
negara) dan diwan al-rasail (lembaga administrasi, kesekretariatan),"
Pemerintah Daerah
Dengan menggunakan sistem pemerintahan daerah (provinsi), wilayah negara Islam
terbagi menjadi beberapa provinsi. Pada masa Khalifah Abu Bakar r.a. terbagi menjadi
Mekkah, Madinah, Thaif, Shan'a, Hadramaut, Haulan, Zabid, Rama' (Yaman), al-Jund,
Najran, Jarsy dan Bahrain.
Di masa kekhalifahan Umar ra. wilayah kekuasaan Islam semakin luas, sehingga
wilayah tersebut dibagi menjadi beberapa provinsi untuk mempermudah pengaturannya dan
pemberdayaan sumber daya ada Wilayah Islam dibagi menjadi; provinsi Al-Ahwaz dan
Bahrain, provinsi Sajistan, Makran dan Karman, provinsi Thabaristan, provinsi Khurasan,
negara Paris menjadi 3 provinsi, negara Irak menjadi 2 pro vinsi; Kufah dan Bashrah, negara
Syam menjadi Himsha dan Damaskus, provinsi Palestina, negara Afrika menjali Mesir al-
Ulya, Mesir al-Sufla, Mesir Gharb dan Shara' Libya.
Menurut Imam Al-Mawardi, gubernur provinsi tersebut memiliki beberapa tanggung
jawab sebagaimana berikut ini:
1) Membentuk dan membina pasukan perang dan memerhatikan kesejahteraannya.
2) Menciptakan sistem peradilan.
3) Menarik harta kharaj, zakat dan menentukan pegawainya serta hak-hak yang harus
diterimanya
4) Menjaga agama dan perkara haram, serta menjaga nilai-nilai agama dari perubahan dan
penggantian.
5) Menegakkan had atas hak Allah dan anak adam.
6) Membentuk kepemimpinan dalam setiap jamaah dan menentukan pemimpinnya
7) Memberangkatkan kaum Muslimin yang ingin berhaji.
8) Jika dalam kondisi perang, mewajibkan perang (jihad) mengalahkan para musuh, dan
membagikan harta ghanimah.

9
3. Manajemen Pemerintahan Utsman bin Affan
Khalifah Utsman ra. berusaha menjaga dan melestarikan sistem peme rintahan yang telah
ditetapkan oleh Khalifah Umar ra. Surat yang dituliskan Khalifah Utsman ra. mencerminkan
pelestarian tersebut: "Khalifah Umar ta. telah menentukan beberapa sistem yang tidak hilang
dari kita, bahkan melingkupi kehidupan kita. Dan tidak ditemukan seorang pun di antara
kalian yang melakukan perubahan dan peng gantian. Allah yang berhak mengubah dan
menggantinya."
Surat pertama yang dituliskan beliau kepada pegawainya menya takan, "Sesungguhnya
Allah mengutus para pemimpin untuk menjadi penjaga kehidupan, mereka diutus bukan untuk
datang kepada rakyat sebagai penarik dana. Para pemimpin ini dilahirkan untuk menjaga
kehidupan umat, bukan sebagai penarik dana Jika mereka lebih bertindak sebagai penarik
dana daripada penjaga, maka laporkanlah hal itu. Jika mereka tetap kembali demikian, maka
hilanglah nilai-nilai malu, amanah dan memenuhi janji. Suatu ketika aku berangkat keliling
untuk menge tahui kondisi umat Muslim, apa yang sedang mereka rasakan. Berikanlah apa
yang menjadi hak mereka, dan ambillah apa yang menjadi kewajiban mereka Muliakanlah
ahli dzimmah, berikanlah hak-hak mereka dan ambillah kewajihan dari mereka."
Dalam menjalankan pemerintahan pada wilayah kekuasaannya. Khalifah Utsman ra
selalu bermusyawarah dengan para ahli ilmu yang ditetapkan di masa Khalifah Umar ra. Di
samping itu, Khalifah Utsman 1.a. juga tetap memakai pegawai telah ditetapkan Khalifah
Umar ra untuk beberapa wilayah. Beliau juga mengangkat sebagian keluarganya untuk jadi
pegawai, dan juga mengangkat Marwan bin Hakim.
Di awal kekhilafahannya, umur Khalifah Utsman ra. relatif tua. Akan tetapi, di saat umur
khalifah melebihi 70 tahun, beliau masih sanggup memberangkatkan pasukan di bawah
pimpinan Walid bin Uqbah ke Adzribijan dan Arminiyah. Pasukan perang itu dapat
menguasai wilayah. kemudian penduduknya dipaksa untuk membuat perjanjian dengan kaum
Muslimin. Selain itu, beliau mengutus Amr bin Ash Mesir untuk mengirimkan pasukan
perang ke Alexandria dan menguasai Romawi. Beliau juga mengiriman pasukan ke Afrika
Selatan di bawah pimpinan Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sarh, dan disertakan juga Abdullah
bin Umar dan Abdullah bin Zubair, akhirnya Barbar dapat ditaklukkan dan membawa harta

10
ghanimah yang melimpah. Kemudian, mengirim pasukan Muawiyah bin Abi Sofyan ke
Qabrash untuk berperang dengan Romawi, ini merupakan perang pertama kali dalam lautan.
Bentuk manajemen yang diterapkan dalam pemerintahan Utsman r.a. tercermin dalam
pengumpulan mushaf Alquran menjadi satu-di kenal dengan Mushaf Utsmani-karena adanya
kekhawatiran tersia sianya Alquran karena adanya perbedaan lahjah (pengucapan) dan
pembacaan, adanya perbedaan pembacaan (qiraah) Ahli Syam dan Ahli Iraq serta
primordialisme bacaan mereka (truth claim). Tugas penulisan per huruf Alquran ini
dibebankan kepada Zaid bin Tsabit, Sa'id bin Ash, Abdullah bin Zubair, Abdurrahman bin
Harits bin Hisyam.
Khalifah Utsman ra. juga mengakomodir keinginan rakyatnya ketika mereka meminta
untuk mencopot dan melengser pemimpin mereka Khalifah melengserkan Mughirah bin
Syu'bah gubernur Kufah dan menggantinya dengan Sa'ad bin Abi Waqqash. Ibn Abi Waqqash
diangkat menjadi hakim di Kufah, hingga terjadi perselisihan yang hebat dengan Ibn Mas'ud,
penjaga Baitul Mal. Kemudian, Khalifah Utsman ra melengserkan Sa'ad seorang gubernur dan
hakim, dan menggantinya dengan Walid bin Uqbah. Walid tetap menjadi gubernur di Kufah
pada saat terjadi perang Adzribijan dan Arminiyah Akan tetapi, suatu ketika Khalifah
mendengar bahwa Walid minum khamr, lalu Khalifah memang gilnya ke Madinah. Khalifah
kemudian memberikan had bagi Walid. mencopot dari posisi gubernur dan menggantinya
dengan Sa'id bin Ash.
Di Bashrah, penduduknya mengirimkan utusan kepada Khalifah Utsman ra. untuk
mencopot pemimpin mereka Abi Musa Al-Asy'ari dan gubernur. Kemudian khalifah
menyetujuinya, dan menggantinya dengan Abdullah bin Amir (anak paman Khalifah Utsman
ra., dari pihak wanita). Khalifah Utsman juga mencopot Amr bin Ash dari gubernur Mesir dan
menggantinya dengan Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sarh, dan ia pun menetapkan Marwan bin
Hakim sebagai ketua diwan (anak paman Khalifah Utsman, dari pihak lelaki).
Pada masa kekhalifahan Utsman ra. terdapat indikasi praktik nepo tisme. Hal ini yang
membuat sekelompok sahabat mencela kepemim pinan Utsman ra karena telah memilih
keluarga kerabat sebagai pejabat pemerintahan. Beliau tidak mengutamakan para sahabat
yang menjadi pioneer dalam Islam. Untuk persoalan ini, beliau memberikan pembelaan
sebagai berikut: "Bagaimana saya mengatasi persoalan ini? Ketika kalian tidak menyukai
seorang pemimpin, saya bersedia menggantinya, dan ketika saya akan mengangkat

11
penggantinya, pasti berdasarkan kerelaan dan persetujuan kalian?" Diriwayatkan dari
Abdullah bin Umar, Khalifah Utsman r.a. berkata: "Jika kalian mencela apa yang aku
lakukan, kalian juga akan mencela Umarra" Khalifah Umarra juga melakukan pencopotan
pemimpin dan disesuaikan dengan keinginan rakyatnya.
Di akhir masa kekhalifahan Utsman ra. terjadi perdebatan yang sengit antara Khalifah
Utsman ra. dengan Ali bin Abi Thalib atas bebe rapa persoalan, dan hal ini berakhir dengan
terbunuhnya Khalifah Utsman ra. Menurut pendapat Ibn Katsir, umat Muslim memilih
Sayyidina Ali untuk menggantikan Khalifah Utsman ra. karena masyarakat banyak mengadu
tentang kepemimpinannya.
Khalifah ra. juga berbeda pandangan dengan Khalifah Umar ta tentang kegiatan
menikmati harta (konsumsi). Dalam kehidupannya. Khalifah Umar ra. menolak untuk
mengonsumsi harta (yang diper bolehkan) secara berlebih-lebihan, dan memerangi sikap
untuk terlena dalam kenikmatan dunia. Sikap hidup ini diterapkan mulai dari dirinya,
keluarga, sanak kerabat kemudian para pegawainya.
Khalifah Utsman ra, berpendapat bahwa harta diciptakan sebagai perhiasan dunia dan
untuk dinikmati, sepanjang harta kekayaan itu halal, menikmati harta itu diperbolehkan Untuk
itu, ia tidak memiliki hak untuk mencopot seorang pemimpin yang memiliki harta yang me
limpah dan berkehidupan mewah selama ia tidak melakukan tindak kemungkaran dan dosa.
Namun demikian, Khalifah Utsman ra lebih memilih untuk ber-zuhud dalam kehidupannya.

4. Manajemen Pemerintahan Ali bin Abi Thalib


Khalifah Ali bin Abi Thalib za menjalankan sistem pemerintahan seba gaimana para
khalifah sebelumnya, baik dari segi kepemimpinan atau pun manajemen. Dalam mengangkat
seorang pemimpin, beliau mendele gasikan wewenang dan kekuasaan atas wilayah yang
dipimpinnya. Seorang pemimpin memiliki kewenangan penuh untuk mengelola wilayah yang
dikuasainya, namun khalifah tetap melakukan pengawasan terhadap kinerja pemimpin
tersebut. Khalifah senantiasa mengajak pegawainya untuk hidup zuhud, berhemat dan
sederhana dalam kehidupan, begitu juga untuk selalu memerhatikan dan berbelas kasihan
terhadap kehidupan rakyatnya.
Suatu ketika, Khalifah Ali ra. memberikan wasiat kepada pegawainya, "Jika engkau
datang dalam kehidupan mereka, maka janganlah engkau jual pakaian untuk musim panas dan

12
penghujan, makanan yang untuk dikonsumsi, dan binatang ternak yang digunakan untuk
bekerja. Janganlah engkau membebankan pajak dirham pada seseorang dengan satu warna
(percampuran) dan janganlah engkau paksa mereka untuk mencari dirham. Dan janganlah
engkau jual apa pun dari harta kharaj, dan senan tiasa berikanlah maaf kepada mereka".
Isi surat yang dikirimkan Khalifah Ali ra. kepada Asytar al-Nukhai, Gubernur Mesir,
mencerminkan perjalanan, falsafah dan praktik mana jemen. Selain itu, surat itu juga memuat
prinsip-prinsip manajemen, terutama terkait dengan pentingnya konsep musyawarah dalam
pengam bilan keputusan, prosesi seleksi pemimpin (gubemur) dan para pegawainya, serta
sistem renumerasi yang relevan dengan kebutuhan mereka, sehingga mereka tidak
memanfaatkan kekuasaan untuk mengambil keuntungan dari keuangan publik (korupsi).
Di antara isi surat tersebut adalah, "Engkau harus senantiasa mengawasi pengelolaan
harta kharaj untuk kemaslahatan orang yang berhak Dengan adanya pengelolaan yang baik,
maka akan menimbulkan maslahah bagi orang lain. Tidak ada kemaslahatan bagi orang lain
kecuali dengan kemaslahatan yang mereka terima. Setiap manusia merupakan bagian dari
harta kharaj dan mereka berhak menerimanya. Engkau harus memiliki misi memakmurkan
kehidupan di muka bumi, jangan hanya terpaku pada proses penarikan harta kharaj. Karena,
penarikan itu tidak akan optimal jika tidak terdapat kemakmuran. Dan barang siapa menarik
harts kharaj tanpa dikuti dengan proses pembangunan (kemakmuran), maka negara dan rakyat
itu akan mengalaini kehancuran, dan persoalan tidak akan terselesaikan kecuali sedikit."
Dalam proses seleksi gubernur dan pegawainya, beliau berkata: "Jika engkau ingin
mengangkat pegawai, maka pilihlah secara selektif Janganlah engkau mengangkat pegawai
karena ada unsur kecintaan dan kemuliaan (nepotisme), karena hal ini akan menciptakan
golongan dur haka dan khianat. Pilihlah pegawai karena pengalaman dan kompetensi yang
dimiliki, tingkat ketakwaannya dan keturunan orang saleh, serta orang tersebut merupakan
pioneer dalam Islam. Mereka adalah orang yang memiliki akhlak mulia, argumen yang
shahih, orang yang tidak mengejar kemuliaan (pangkat) dan orang yang memiliki pandangan
yang luas atas suatu persoalan."
Beliau juga mengajarkan sistem renumerasi dan berkata: "Kemudian sempurnakanlah gaji
yang mereka terima, karena upah itu akan mem berikan kekuatan bagi mereka untuk
memperbaiki diri. Menjauhkan diri mereka untuk melakukan tindak korupsi dengan

13
kekuasaan yang dimiliki, dan bisa dijadikan sebagai argumen jika mereka melakukan
pertentangan (perlawanan) dan berkhianat terhadap amanahmu."
Selain itu, beliau juga konsen terhadap kepentingan masyarakat secara umum, dan
berkata; "Jadikanlah pertengahan sebagai sikap yang engkau sukai dalam menegakkan
kebenaran. Di samping itu, engkau juga harus mampu memberikan keadilan dalam setiap
persoalan dan sesuai dengan persetujuan rakyat. Jika masyarakat benci atas suatu perkara.
maka bisa ditutupi dengan sebagian kerelaan, dan jika sebagian benci. maka bisa diampuni
dengan kerelaan masyarakat.
Khalifah Ali ra juga memiliki perhatian khusus terhadap penegakan keadilan dan
menjauhi tindak kezaliman, dan berkata: "Berlakulah adil kepada Allah, adil kepada manusia,
kepada dirimu, keluargamu dan rakyatmu. Jika kamu tidak berlaku adil, maka kamu akan
bertindak zalim. Barang siapa bertindak zalim kepada hamba Allah, maka Allah akan
menyeteruinya di hadapan hamba-Nya. Barang siapa yang diseterui Allah, maka batallah
argumennya (hujjah) dan Allah akan memeranginya hingga ia meninggal atau bertaubat."
Khalifah Ali ra pernah berkata, "Sesungguhnya Khalifah Umar ra. adalah orang yang
cerdas (rasyid) dalam memandang persoalan, dan saya tidak akan mengubah apa pun atas
persoalan yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar r.a. Akan tetapi, seiring dengan luasnya
daerah kekuasaan Islam dan kompleksnya kehidupan, banyak merebak fitnah dalam
pemerintahan Ali r.a. Suatu ketika Khalifah Ali ra. membuat kepu tusan manajemen yang
berbeda dari kebijakan Khalifah Umar ra. Khalifah Ali r.a. ingin mengembalikan sistem
pembagian harta Baitul Mal pada kebijakan oleh Khalifah Abu Bakar ra. Harta Baitul Mal
dibagikan kepada para sahabat dan kaum Muslimin secara sama, tidak ada perbedaan porsi
yang diterima antara sahabat terdahulu dan yang baru masuk Islam.
Akan tetapi, ketika sahabat Umar ra. menjadi khalifah, beliau memi hiki kebijakan lain.
Terdapat perbedaan porsi harta yang diterima antara sahabat, sahabat yang menjadi pioneer
dalam Islam mendapatkan bagian lebih banyak daripada sebagian kaum Muslim lainnya.
Khalifah Umar ra berkata, "Tidak akan aku samakan bagian orang yang berperang bersama
Rasulullah dengan para sahabat lainnya."
Namun, sahabat Ali ra. memiliki kebijakan yang berbeda dengan Khalifah Umar ra.
Beliau lebih memilih pendapat Khalifah Abu Bakar ra, dan menafsirkannya bahwa negara
tidak akan memberikan harta kepada kaum Muslimin berdasarkan tingkat keimanan, dan

14
sebagai kompensasi pengetahuan agama yang dimiliki. Pengetahuan agama dan keimanan
yang dimiliki kaum Muslim akan mendapatkan pahala di sisi Allah.. Mereka mendapatkan
bagian harta berdasarkan kebutuhan hidup mereka. Untuk itu, tidak ada alasan untuk
membenarkan adanya pembedaan proporsi harta yang diterima oleh masyarakat. Adanya
perbedaan porsi yang diterima, akan memicu timbulnya pemusatan harta kekayaan pada
sebagian kaum Muslim. Dan seiring dengan perkembangan zaman, akan timbul fitnah dan
kerusakan di muka bumi.

2.4 Sejarah Manajemen Dalam Islam Pada Masa Bani Umayyah


Pada masa pemerintahan Bani Umayah, perkembangan manajemen yang telah diawali
pada masa Khulafaur Rasyidin tidak bisa berkem bang secara alami. Perjalanan manajemen
mengalami stagnansi. Hal ini disebabkan adanya persoalan dalam percaturan politik, tepatnya
terdapat perseturuan politik di kalangan elite sahabat. Dampaknya, manajemen pemerintahan
tidak berjalan di atas prinsip-prinsip politik yang telah dikembangkan sebelumnya. Politik tidak
lagi mengindahkan prinsip syura dalam prosesi pemilihan anggota ahlul hilli wal 'aqdi (anggota
DPR) dari para sahabat.
Perseteruan politik ini menyebabkan munculnya beberapa pembe rontakan (revolusi)
terhadap pemerintahan Bani Umayah, di antaranya pemberontakan yang dilakukan oleh Kaum
Khawarij. Selain itu, pemberontakan juga dilakukan Bani Abbasiyah dengan melakukan
dakwah terselubung (underground) bahwa pemerintahan telah berjalan menyim pang dari
nilai-nilai Islam. Pemberontakan dilakukan dengan alasan bahwa pemerintahan yang ada telah
mengambil hak Bani Hasyim yang seharusnya secara syar'i menjadi khalifah. Di samping itu,
pemberon takan dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi sosial masyarakat, percaturan
politik, kehidupan ekonomi, dengan mengembalikan pada Alquran dan Sunnah sebagai asas
hukum pemerintahan."

Perluasan Manajemen Al-Diwan.


Ada perkembangan yang cukup menggembirakan di masa pemerintahan Bani Umayah,
yakni terjadi perluasan manajemen pemerintahan. Al-diwan (lembaga, kantor, departemen)
yang ada telah berkembang menjadi 5 diwan. yaitu diwan al-jund (angkatan perang), diwan al-
kharaj (keuangan), diwan al-rasail (sekretariat), diwan al-khatam (otorisasi, stempel), dan

15
diwan al-barid (kantor pos) yang telah tersentral di pusat pemerintahan. Di setiap wilayah
provinsi terdapat 3 macam al-diwan, yakni diwan al-jund, al-rasail dan al-maliyah (keuangan).
Dengan meluasnya wilayah pemerintahan negara Islam dan sulitnya komunikasi
dengan para gubernur di masing-masing provinsi, pemerintah memiliki sebuah kebijakan,
masing-masing gubernur diberi otoritas penuh (wewenang yang hampir bersifat mutlak) untuk
mengelola wilayah yang dikuasainya (desentralisasi). Sistem yang berlaku untuk masing-
masing al-diwan merupakan adopsi dari Persia, untuk itu, bahasa yang digunakan adalah
bahasa Persi dan Yunani. Pada masa Abdul Malik bin Marwan, bahasa diwan tersebut
diterjemahkan dalam bahasa Arab.

2.5 Sejarah Manajemen Dalam Islam Pada Masa Bani Abbasiyah


Pemerintahan Bani Abbasiyah memiliki peran yang cukup signifikan dalam
pembentukan lembaga-lembaga pemerintahan. Berkembanglah lembaga kementrian, sistem
peradilan dan pemikiran pembentukan lembaga al-Hisbah yang mengawasi kehidupan sosial
masyarakat, dan memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah tindak kemungkaran (amar
ma'ruf nahi munkar). Bertambahnya jumlah lembaga ini menuntut adanya penambahan jumlah
pegawai dan merupakan refleksi tuntutan layanan pemerintahan yang semakin meluas.
Kementrian (Al-Wuzarah)
Pada periode awal pemerintahan Islam belum terpikirkan pembentukan kementrian di
dalam manajemen pemerintahan. Abu Salmah al-Khalal merupakan orang yang pertama kali
memiliki ide pembentukan kemen trian di masa pemerintahan Abu Abbas al-Sifah. Orang yang
menjadi mentri dipersyaratkan memiliki beberapa sifat yang terpuji, di antaranya amanah (dapat
dipercaya), sidiq (jujur), cerdas, bijaksana dan memiliki kompetensi (ahli di bidangnya).
Seorang mentri merupakan tangan kanan (pembantu kepercayaan) Khalifah yang
dipercaya untuk menangani beberapa persoalan penting Mentri merupakan teman dialog, diskusi
dan musyawarah bagi khalifah dalam menyelesaikan persoalan krusial. Dalam perspektif ini,
tugas kemen trian ini telah dilakukan oleh para sahabat di masa Rasulullah. Rasulullah senantiasa
bermusyawarah dan meminta pertimbangan pendapat dari para sahabat guna menyelesaikan
persoalan-persoalan penting. Bagi sebagian masyarakat Arab yang telah dipengaruhi pemikiran
Persia dan Romawi, menganggap Abu Bakar sebagai mentri (wazir) Nabi Muhammad Saw.

16
Al-wuzarah merupakan kata derivatif yang secara linguistik ber makna berat atau beban.
Hal ini bisa dipahami karena seorang wazir memiliki beban untuk menanggung persoalan-
persoalan negara. Seorang wazir juga merupakan tempat berlindung dan bersandar, artinya,
tempat dikembalikannya persoalan. Pendapat dan analisisnya dijadikan sebagai rujukan untuk
menyelesaikan persoalan manajemen pemerintahan.
Ibn Khaldun dalam kitab Muqaddimah (hlm. 204) menyatakan "Ketahuilah, secara fisik
seorang pemimpin itu lemah, namun ia memikul beban dan tanggung jawab yang berat, ia wajib
menerima bantuan atas persoalan-persoalan yang dihadapinya. Ketika ia meminta bantuan dalam
kehidupan pokok dan pekerjaannya, maka apa persangkaanmu atas segala macam siasat dan
terhadap orang yang meminta perlindungannya dari penciptaan dan kehambaannya."
Dalam sebuah ayat diceritakan, Nabi Musa as meminta kepada Allah untuk mengutus
seorang lelaki dari keluarganya guna membantunya dalam menegakkan hukum-hukum Allah
Allah berfirman. "Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun,
saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikankanlah dia sekutu dalam urusanku"
(Thaha [20]: 29-32).
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, terdapat dua pemahaman terkait dengan istilah
al-wuzarah, yakni wuzarah al-tanfidz (pelaksana) dan wuzarah al-tafwidh (pendelegasian).
Dalam wuzarah al-tanfidz, wazir memiliki tugas untuk merealisasikan perintah-perintah khalifah
secara cermat, dan ia tidak memiliki pendapat pribadi. Dalam wuzarah al-tafwidh. wazir
memiliki kekuasaan dan wewenang yang luas, bahkan terkadang bersifat mutlak. Wazir memiliki
hak untuk melakukan segala tindakan. keputusan manajemen pemerintahan dalam mengatasi
persoalan tanpa harus merujuk (meminta pertimbangan) kepada Khalifah. Wazir diberi hak untuk
memilih para pegawai (gubernur), memberangkatkan pasukan perang, dan memberikan
pandangan terhadap persoalan Baitul Mal dan Al-Madzalim (lembaga peradilan)."

Sistem Peradilan
Rasulullah bertindak sebagai qadhi (hakim) di masa pemerintahannya. Belum pernah ada
riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah memilih dan menentukan seseorang yang secara
khusus memberikan putusan peradilan di antara kaum Muslimin di beberapa provinsi. Diri

17
Rasulullah lah yang memberikan putusan di antara dua orang yang sedang ber seteru, Rasulullah
mendengarkan penjelasan dari kedua pihak, dan menggunakan metode pembuktian, sumpah,
persaksian dan penulisan.
Rasulullah bersabda: "Bukti harus mampu ditunjukkan oleh pendakwa, dan sumpah
diperuntukkan orang yang ingkar." Secara syar'i, bukti (bayyinah) merupakan istilah atas sesuatu
yang bisa menjelaskan dan menampakkan kebenaran (al-haq). Artinya, seorang pendakwa
berkewajiban untuk menunjukkan dan menjelaskan keshahihan (kebenaran) dakwaan yang
dilontarkannya. Jika ia mampu menunjukkan kebenaran dan keshahihan dakwaan, maka akan
diberikan putusan. Rasulullah bersabda: "Aku diperintahkan untuk menghukumi persoalan
dengan sesuatu yang tampak (dzahir), dan Allah yang menguasai kerahasiaan."
Dalam memutuskan persoalan, Rasulullah tidak memiliki kecon dongan terhadap salah
satu dari dua orang yang sedang berseteru, beliau bersikap objektif dan bersabda: "Ketika telah
menghadap di majelismu dua orang yang berseteru, maka janganlah engkau memberi putusan,
hingga kamu mendengarkan perkataan salah satu pihak, sebagaimana kamu mendengarkan
perkataan pihak lain. Karena, hal ini akan membuatmu lebih cermat dan bersih dalam
memberikan putusan." Diriwayatkan, Rasulullah bersabda: "Ketika seorang hakim melakukan
ijtihad, jika ia benar atas putusan yang diberikan, maka ia berhak mendapatkan dua pahala, dan
jika salah, hanya berhak satu pahala.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Khalifah Umar ra telah menetapkan dasar-
dasar sistem peradilan dalam Islam. Lembaga peradilan dipisahkan dari kekuasaan para gubernur
dan berhubungan langsung dengan Khalifah, sehingga gubernur tidak memiliki kekuasaan atas
sistem peradilan. Khalifah Umar ra. merupakan orang yang pertama kali memisahkan antara
kekuasaan peradilan dan pelaksana pemerintahan.
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, sistem peradilan telah dikembangkan dan
dikenal istilah qadhi al qudhat (ketua peradilan, mahkamah agung, menteri kehakiman) yang
berdomisili di ibukota negara.

Diwan al-Madzalim
Untuk mewujudkan keadilan dan menghilangkan tindak kezaliman di antara praktisi
hukum dan pegawai pemerintahan, dibentuklah diwan al-madzalim. Diwan al-madzalim
memiliki kekuasaan dan posisi yang lebih tinggi dari seorang hakim dan muhtasib (pengawas

18
kehidupan masyarakat). Ide mendirikan diwan al-madzalim (mahkamah peradilan) untuk
menangani kasus-kasus para pejabat, dan ia dipimpin oleh seorang yang mulia dan merupakan
orang yang wira'i (menjaga diri dari dosa).
Hakim diwan al-madzalim menyelesaikan persoalan hukum yang diadukan masyarakat
dari tindak ketidakadilan seorang pemimpin. (gubernur), pegawai penarik kharaj dan pajak,
pegawai kesekretariatan negara yang menuliskan administrasi kondisi masyarakat dengan peng
urangan atau penambahan, pegawai pemberi gaji yang teledor dalam memberikan upah (telat,
pengurangan gaji). la juga bisa menjalankan tugas-tugas hukum seorang hakim dan muhtasib
ketika berhalangan, dan menjaga aktivitas ibadah masyarakat, seperti shalat berjamaah, perayaan
hari raya, ibadah haji atau jihad."

Sistem Hisbah (Al-Hisbah)


Al-hisbah merupakan lembaga manajemen pemerintahan, dan orang yang pertama kali
menekankan peran al-hisbah adalah diri Rasulullah. Rasulullah senantiasa berkeliling di pasar
Madinah untuk mengawasi kegiatan para pelaku pasar. Diriwayatkan dalam hadis, suatu ketika
Rasulullah Saw melewati seorang pedagang makanan, beliau memasukkan tangannya ke dalam
makanan tersebut, dan menemuinya dalam keadaan basah. Rasulullah bersabda: "Apa yang
terjadi dengan makanan int?" Pedagang itu berkata, "Makanan ini telah basah karena hujan"
Rasul menjawabnya: "Mengapa tidak engkau taruh di atas agar dapat dilihat orang-orang?
Burung siapa menipu kita, maka tidak termasuk dalam golongan kita."
Seorang muhtasib (petugas hisbah) memiliki tugas menyelesaikan persoalan-persoalan
publik, tindak perdata (jinayat) yang membutuhkan keputusan secara cepat. Khalifah Umar bin
Khattab r.a. pernah menjalankan peran muhtasib, walaupun istilah ini belum pernah dipakai
kecuali pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah (158-169 H). Diriwayatkan, suatu ketika Umar
r.a. menepuk onta dan berkata: "Kamu membebani ontamu dengan beban yang tidak kuasa
ditanggungnya."
Seorang muhtasib bertugas memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran
(amar ma'ruf nahi mungkar), menjaga adab, tata krama dan amanah, menjaga pelaksanaan
hukum-hukum syara', meng awasi pelaksanaan sistem pasar, mencegah tindak mengawasi
takaran dan timbangan dari tindak kecurangan, dan menyiksa orang yang bermain-main dengan
Syariah, atau menaikkan harga untuk meraih keuntungan pribadi.

19
Ibn Khaldun (Muqaddimah) menjelaskan: "Ia tidak memiliki hak untuk memberikan
hukum atas dakwaan secara mutlak, namun hanya yang terkait dengan tindak penipuan,
kecurangan dalam kehidupan, dalam takaran dan timbangan. Ia juga memiliki hak untuk
menginsafkan orang yang menunda-nunda pembayaran dan persoalan lain yang tidak
membutuhkan bukti dan pelaksanaan hukum. Tugas ini identik dengan tugas manajemen
peradilan atau 'al-Ambadizaman' dalam sistem pemerintahan negara al-Iskandarafiyah.
Tugas seorang muhtasib berkaitan erat dengan perkara-perkara Syariah dan keadilan,
untuk itu, mayoritas ulama fiqh memberikan persyaratan yang ketat bagi orang yang akan
menduduki jabatan ini. Muhtasib haruslah seorang Muslim, merdeka, baligh, adil, ahli fiqh,
berpengalaman, paham terhadap hukum-hukum Syariah sehingga bisa beramar ma'ruf dan nahi
mungkar la harus mengamalkan apa yang ia ketahui, ucapannya tidak berbeda dengan tindakan,
menjaga diri (afif) dari harta masyarakat, memiliki pandangan (visioner), bersikap diri untuk
sabar. Setiap ucapan dan tindakannya untuk Allah dan bertujuan untuk mendapatkan ridha-Nya,
Berdasarkan keterangan dan penjelasan tentang nilai-nilai dan konsep dasar Islam dalam
manajemen, munculnya lembaga-lembaga manajemen pemerintahan, sistem peradilan, lembaga
keuangan dan lainnya di masa awal pemerintahan Islam, menunjukan adanya hubungan erat
antara konsep dasar Islam dan pemikiran manajemen. Pengalaman historis menunjukkan, konsep
dasar Islam bisa diterapkan dalam aspek peradilan, ekonomi, dan layanan publik masyarakat,
setidaknya hal ini bisa dilihat dari munculnya lembaga-lembaga pemerintahan, undang undang
dan hukum yang diterapkan.
Jika tidak ada penyimpangan penerapan konsep dasar Islam dalam bidang politik, sosial
dan ekonomi, serta adanya perseteruan kekuatan politik dan pasukan perang di masa Bani
Abbasiyah, maka pemikiran manajemen Islam bisa diterapkan di negara-negara Islam hingga
dewasa ini.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
Demikianlah makalah yang telah penulis buat, semoga pembaca dapat memahami
mengenai dinamika islam di Filipina sehingga dapat dan menambah wawasan dan pembelajaran
dalam kehidupan sehari-hari. Kami sangat menyadari banyak kekurangan yang terdapat pada
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat membantu kami dalam penulisan

21
DAFTAR PUSTAKA

Sinn, Ahmad Ibrahim Abu. 2006. MANAJEMEN SYARIAH: SEBUAH KAJIAN HISTORIS
DAN KONTEMPORER. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

http://repository.uin-suska.ac.id/6568/4/BAB%20III.pdf diakses pada 11 Oct 2022

https://www.academia.edu/29020634/Sejarah_Manajemen_Islam diakses pda 11 Oct 2022

22

Anda mungkin juga menyukai