Disusun oleh:
Tiarti (19230055)
Agung Laksono (19230066)
Olivia Rosa Permatasari (19230069)
Sebagai manusia kami menyadari bahwa manusia tidak luput dari salah
dan lupa sehingga kami adalah manusia yang tidak sempurna, karena
kesempurnaan seluruhnya hanya milik Allah SWT . Oleh karena itu, kami
meminta maaf atas segala kekurangan dan ketidak sempurnaan dalam laporan
yang telah kami buat ini.
Yang kami hormati Bapak Miftahus Solehuddin, SHI., M.HI selaku dosen
pengampu, mohon kemakluman dan keterbukaan kritik dan saran untuk
kesempurnaan makalah yang telah kami buat ini, dengan harapan makalah yang
kami buat di masa mendatang lebih baik dari makalah yang kami buat
sebelumnya.
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akidah merupakan salah satu ajaran Islam dimana kedudukannya
memiliki peranan yang sangat penting didalam setiap diri manusia, seperti
diibaratkan sebuah bangunan akidah merupakan tembok dari bangun tersebut dan
ibada dan akhlak dibangun diatasnya, akan terus kuat dan kokoh berdiri
beringingan dan saling menopang. Dalam hakikatnya setiap diri manusia selalu
memiliki keyakinan yang pasti dalam hati kecilnya, namun terkadang manusia itu
sendiri tidak menyadari akan adanya hal tersebut. Adanya akidah dalam sebuah
negara menjadi landasan utama nagi negara itu sendiri, bagaimana negara itu
dibentuk, siapa yang memimpim, dan apa tujuan bersama dari dibentuknya sebuah
negara, tentu hal itu menjadi tanggungan bagi penghuni negara tersebut .
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sedangkan Aqidah (ُ)اَ ْل َعقِ ْي َدة, yang berasal dari kata al-'aqdu (ُ )اَ ْل َع ْقدyang berarti
ikatan, at-tausiiqu (ُ )اَلتَّوْ ثِ ْيقyang berarti keeprcayaan atau keyakinan yang kuat, al-
ihkaamu yang berarti mengokohkan (menetapkan) dan ar rabthu biquwah yang
berarti mengikat dengan kuat.2
Perkataan akidah dari segi bahasa bermaksud simpulan atau ikatan yang kuat
dan teguh.3 Sesuatu yang telah tersimpul atau terikat turut membawa makna
sesuatu yang telah menjadi teguh dan telah termantap ( ) اشتد و صلب 4
. Makna
dari akidah dari segi bahasa tersebut memilikihubungan yang rapat dengan makna
perkataan tersebut dari segi istilah yang biasanya didefinisikan sebagai "
Pembenaran dalam hati yang rapat dengan makna perkataan tersebut dari sesuatu
yang turut dipercayainya secara pasti (putus) tanap perasaan syak atau ragu
sedikitpun.5
1
lisaanul'Arab (IX/311: )عقدkarya Ibnu Manzhur (Wafat th. 711 H) dan Mu'jamul
Wasiith (II/614: )عقد
2
Ibnu Manzhur, lissanul
3
Ibrahim Mustafa, etal. (1972), al-Mu'jam al-Wasit, j.2, Kaherah: Majma' al-Lughah al-'Arabiyyah,
h. 636, lihat perkataan ( )عقدLihat juga, al-Fayruz Abadi, MuhammadIbn Ya'qub (1987), al-Qamus
al-Muhit. Kaherah: Mu'assasah al-Risalah, h. 383-384.
4
Ibn Manzur (1994), Lisdn al-'Arab, cet. 4, Beirut: Dar Sadir, h. 299.
5
Sayyid Sabiq (t.t.), al-'Aqa'id al-Isldmiyyah, Kaherah: al-Fath li Flam al-'Arab, h. 8.
3
hidup dilangsungkan berasaskan bentuk dan kaedah yang bertentangan dengan
asas-asas keimanan yang terpendam jauh dan kental dalam hati sanubarinya.6
Adapun hubungan antara akidah dan syariat ialah, sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas bahwasannya aqidah adalah keimanan yang teguh dan bersifat
pasti, dan tidak ada sedikitpun keraguan bagi orang yang meyakininya. Sedangkan
syariat berarti aturan atau undang-undang yang diturunkan Allah SWT untuk
mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan sesama
manusia, dan mengatur gubungan manusia dengan alam semesta. Dalam bentuk
struktur Islam aqidah ialah dasar (pokok) diatasnya dibangun syariat yang menjadi
suatu kesan (jejak langkah) yang mesti mengikuti dan melayani aqidah.7
Dalam hal ini lah aqidah perlu dimasukan dalam sebuah landasan negara,
bukan tetang keislaman namun prinsip-prinsip yang begitu kokoh terdapat
dalamm aqidah dan dapat di gunakan sebagai pondasi berdirinya suatu negara
yang apik.
ل ع َْنTٌ اع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسئُو ٍ انه قَا َل – أَاَل ُكلُّ ُك ْم َر- صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َ - عن ابن عمرعن النبى
اع َعلَى أَ ْه ِل بَ ْيتِ ِه َوه َُو ٍ اع َوهُ َو َم ْسئُو ٌل ع َْن رعيته َوال َّر ُج ُل َر ِ َّر الَّ ِذي َعلَى النTُ َر ِعيَّتِ ِه فَاأْل َ ِمي
ٍ اس َر
اع َعلَى َما ِل ٍ ت بَ ْعلِهَا َو َولَ ِد ِه َو ِه َي َم ْسئُولَةٌ َع ْنهُ ْم َو ْال َع ْب ُد َر ِ َم ْسئُو ٌل َع ْنهُ ْم َو ْال َمرْ أَةُ َرا ِعيَةٌ َعلَى بَ ْي
اع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه
ٍ َسيِّ ِد ِه َوهُ َو َم ْسئُو ٌل َع ْنهُ أال فَ ُكلُّ ُك ْم َر
()رواه مسلم
“Setiap kamu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban
atas kepemimpinannya. Seorang amir yang mengurus keadaan rakyat adalah
6
Untuk keterangan lanjut, lihat Zakaria Stapa Mohamed Asin Dollah (1998), IslamAkidah dan
Kerohanian. Bangi: Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia, h. 105.
7
Mahmud shaltut, akidah dan syariat islam, Jakarta:Bumi Aksara,1994, hlm. XIV
4
pemimpin. Ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyatnya. Seorang
lakilaki adalah pemimpin terhadap keluarganya di rumahnya. Seorang wanita
adalah pemimpin atas rumah suaminya. Ia akan diminta pertanggungjawaban
tentang hal mereka itu. Seorang hamba adalah pemimpin terhadap harta benda
tuannya, ia kan diminta pertanggungjawaban tentang harta tuannya. Ketahuilah,
kamu semua adalah pemimpin dan semua akan diminta pertanggung jawaban
tentang kepemimpinannya” (HR Muslim, 1983:1460, Hadits No.1829 kitab al-
Imarah, Jilid III)
8
Novita Pancaningrum, “Konstekstual Konsep Pemimpin Dalam Teks Hadis”, Riwayah : Jurnal
Studi Hadis, 217-218.
5
1. Menegakkan Agama melalui dua cara: menjaga agama melalui dua
beberapa langkah yaitu, menyebarkan dan menyeru umat manusia
menuju Islam dengan pena, lisan, menjaga wilayah dari musuh dan
menjaga keamanan suatu wilayah.
2. Melaksanakan ajaran agama melalui penegakan hukum yang telah
diajarkan oleh Allah SWT
3. Mengatur dunia dengam agama, yaitu mengatur dengan hukum yang
telah diturunkan oleh Allah SWT dalam segala cabang kehidupan
melalui beberapa langkah yaitu, menyebarkan keadilan dan
menghilangkan kedzaliman, menghapuskan perpecahan, dan
memakmurkan serta memanfaatkan alam demi kepentingan Islam.9
9
Abdullah Dumaiji, Imamah ‘Uzhma (Konsep Kepemimpinan Islam), 374-375.
10
Abu Bakar Abyhara, Pengantar Ilmu Politik, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010, hlm. 229.
11
Yusuf Qardhawy, As-Siyasah AsySyar’iyah, diterjemahkan Kathur Suhardi, Pedoman Bernegara
dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999), hlm. 34
12
Ahmad Syafi'i Maarif, Islam dan Cita-cita dan Masalah Kenegaraan, Jakarta: LP3ES, 1985, Cet.
ke-1, hlm. 12.
6
Seorang tokoh atau seorang ulama terkemuka Islam, Rasyid Ridha yang
dianggap paling bertanggung jawab dalam merumuskan konsep negara Islam
modern, menyatakan bahwa premis pokok dari konsep negara Islam adalah
syariah, menurut Rasyid Ridha syariah merupakan sumber hukum paling tinggi.
Dalam pandangannya, syariah harus membutuhkan bantuan kekuasaan untuk
tujuan mengimplementasinya, dan mustahil untuk menerapkan hukum Islam tanpa
adanya Negara Islam. Karena itu, dapat dikatakan bahwa penerapan hukum Islam
merupakan satu-satunya kriteria utama yang sangat menentukan untuk
membedakan antara suatu negara Islam dengan negara non-Islam.
Salah satu konsep tentang negara yang ditawarkan islam adalah memilih
pemimpin yang adil bijaksana, serta pemimpin itu bisa bertanggung jawab atas
apa yang dipimpinnya. Disini pemimpin harus memiliki komitmen yang tinggi
terhadap kebijakan yang dibuatnya. Karena dengan komitmen ini pemimpin akan
merasa memiliki dan akan berusaha untuk menjaga dan membuat organisasi atau
lembaga menjadi lebih baik lagi. Selain itu pemimpin juga harus menjaga
komunikasi dengan para anggotanya, menjaga hubungan antar personal,
konsisten, dan mempunyai jiwa berani untuk mengambil sebuah keputusan, hanya
untu menegur atau mengarahkan anggotanya.13
13
Pegg dan Mike, Kepemimpinan Positif, (Edisi Bahasa Indonesia) (Jakarta: Pustaka Binama
Presindo, 1994), 6.
7
ض خَ لِ ۡيفَةً ؕ قَالُ ۡ ٓوا اَت َۡج َع ُل فِ ۡيهَا َم ۡن ي ُّۡف ِس ُد فِ ۡيهَا اۡل ٓ ٰ ۡ َ ُّوا ۡذ قَال رب
ِ َك ِة اِنِّ ۡى َجا ِع ٌل فِى ا َ ۡرTِك لِل َمل ِٕٕٮ َ َ َِ
َال اِنِّ ۡ ٓى اَ ۡعلَ ُم َما اَل ت َۡعلَ ُم ۡون
َ َكؕ قَ ۚء َون َۡحنُ نُ َسبِّ ُح بِ َحمۡ ِدكَ َونُقَدِّسُ لَـTََۚ ك ال ِّد َمٓا
ُ َِويَ ۡسف
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku
hendak menjadikan khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak
menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan
kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?" Dia berfirman,
"Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Artinya kata Allah
kepada para malaikat sesungguhnya aku akan menjadikan manusia bani adam
menjadi khalifah (pemimpin), pada saat itu malaikat protes kepada Allah, kata
malaikat dalam ayat selanjutnya “Ya Allah kenapa engkau menjadikan manusia
yang menjadi pemimpin atau khalifah dimuka bumi ini, sedangkan mereka yang
selalu membuat kerusakan dan pertumpah darahan dimuka bumi ini ? “mengapa
kita tidak menjadi khalifah sedangkan kami selalu bertasbih dan selalu
mengagungkanmu. Perkataan malaikat tersebut seakan akan malaikat tidak
percaya dengan manusia, akan tetapi Allah tetap konsisten/ percaya kepada
manusia Bani Adam untuk menjadi Khalifah atau pemimpin dimuka bumi ini
ۡ ا اَل ت َۡعلَ ُمTTTا َل ِانِّ ۡ ٓى اَ ۡعلَ ُم َمTTTَق
sebagaimana statemen Allah pada ayat berikutnya ؕ ونTTT
(Sesungguhnya aku lebih tahu dari apa apa yang kalian tidak ketahui).
عن معقل أحدثك حدیثا سمعتھ من رسول اهللا صلعم فقال ما من وال یلى رعیة من
المسلمین
14
Terjemah Shahih Bukhari, (Jakarta: Widjaya, 1992), hlm. 145
8
Dari Hadist diatas bagi kaum muslimin terlebih para ulamanya,
berkecimpung dalam masalah politik atau kepemimpinan adalah wajar, bahkan
merupakan suatu kewajiban. Hal ini karena, sistem politik di dalam ajaran Islam
didefinisikan sebagai hukum atau pandangan yang berkenaan dengan cara
bagaimana urusan masyarakat diurus dan diatur dengan hukum Islam. Dan politik
itu sendiri, dalam pandangan Islam, adalah mengurus urusan ummat dengan
menerapkan hukum Islam baik di dalam negeri maupum di luar negeri15
Dua tugas di atas merupakan tugas yang amat berat, hingga semua yang
ada di langit dan bumi menolaknya, namun diterima oleh manusia saat Allah
menawarkannya. Bentuk lain dari tugas tersebut ialah amanat, yang bisa dimaknai
sebagai bentuk ketaatan, bisa juga dimaknai sebagai taklif atau pembebanan, yang
jika dilaksanakan akan membuahkan kemuliaan.17 Tanggung jawab yang diemban
manusia sebagai hamba dan khalifah di atas menimbulkan konsekuensi bahwa
kelak mereka akan diminta untuk melaporkan pertanggungjawaban mereka atas
tugas yang diembannya tersebut. Hal ini membuat manusia secara fitrah menjadi
seorang yang harus bisa menjadi pemimpin, setidaknya untuk dirinya sendiri.
Kemudian seperti amir atau imam, Imam adalah pemimpin yang akan
diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Dalam poin ini seorang pemimpin
baik presiden, Gubernur, Bupati, sampai bawahannya akan dimintakan
pertanggung jawaban atas rakyatnya. Maka dalam kaidah Fiqh dikatakan bahwa
Tashorroful Imami ala Arro’ iyyati manutun bil maslahah, kebijakan seorang
pemimpin, harus dihubungkan dengan kemaslahatan.
15
Hafidz Abdurrahman, Islam Politik dan Spiritual, (Singapore: Lisan UlHaq, 1998), hlm. 189
16
Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur‟an QS. At-Tiin: 4 yang artinya: “Sungguh Kami telah
mencitakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
17
Abdullah Yusuf Ali, Ensklopedi al-Qur'an; Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), jilid. I,
h. 83-84.
9
Tasharruf al- imam ‘ala al-raiyyah berarti kebijakan pemimpin atas rakyat.
Kalimat tersebut berasal dari kata dari bahasa arab yakni Tasharruf yang berarti
kebijakan, Al-Imam yang berarti pemimpin dan Al-Raiyyah yang berasal dari kata
serapan bahasa arab yang berarti rakyat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kebijakan berarti rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar
rencana dalam suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang
pemerintahan, organisasi, dsb) pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis
pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai tujuan. Pemimpin berarti
seseorang yang memiliki kecakapan di suatu bidang sehingga dia mampu
mempengaruhi orang lain untuk bersamasama melakukan aktifitas tertentu untuk
mencapai suatu tujuan dan Rakyat berarti segenap penduduk suatu negara, jadi
kebijakan seorang pemimpin atas rakyatnya adalah suatu pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seorang pemimpin atas rakyatnya sebagai dasar rencana
dalam suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan tertentu.
18
Abdurrahman, Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fikih (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002), 90.
19
Imam Muslimin, Pemimpin Perubahan (Malang: UIN-Maliki Press, 2013), 77.
10
Dalam kaitannya masalah politik dan kemimpinan ada hubungannya
agama dengan negara, dalam memahami hubungan agama dan negara ini, ada
beberapa konsep atau teori yang berkembang dan dianut oleh kebanyakan negara.
Teori-teori itu adalah berdasarkan paham teokrasi, sekuler, komunis 20 Dalam
paham teokrasi, hubungan agama dan negara digambarkan sebagai dua hal yang
tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama karena pemerintahan
dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam
masyarakat, bangsa dan negara dilakukan atas titah Tuhan.
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan
‘Amru An Naqidseluruhnya dari Al Aswad bin ‘Amir; Abu Bakr berkata;
Telah menceritakan kepada kami Aswad bin ‘Amir; Telah menceritakan
kepada kami Hammad bin Salamah dari Hisyam bin ‘Urwah dari Bapaknya
dar ‘Aisyah dan dari Tsabit dari Anas Radhiyallahu’anhu:Bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati suatu kaum yang sedang
mengawinkan pohon kurma lalu beliau bersabda:Sekiranya mereka tidak
melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik. Tapi setelah itu, ternyata kurma
tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam melewati mereka lagi dan melihat hal itu beliau bertanya:
‘Adaapa dengan pohon kurma kalian? Mereka menjawab; Bukankah anda
20
Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta:ICCE
UIN, 2000), hlm. 59-60
11
telah mengatakan hal ini dan hal itu? Beliau lalu bersabda: ‘Kalian lebih
mengetahui urusan dunia kalian.” (Shahih Muslim 2363-141)21
b. Asbabul Wurud
Hadis tersebut muncul berkenaan dengan penyerbukan kurma. Ketika itu
Nabi menyatakan pendapatnya tentang penyerbukan. Para sahabat mengira bahwa
pendapat beliau tersebut merupakan wahyu sehingga mereka meninggalkan
kebiasaan yang mereka lakukan. Hal itu akhirnya berpengaruh buruk pada buah
korma di musim itu. Kemudian muncullah sabda Nabi di atas. Untuk itu, hadis di
atas harus dipahami hanya dalam konteks tersebut, dan tidak berarti bahwa semua
urusan dunia terbebas dari aturan atau tuntunan agama. Sebab, dalam ayat al-
Qur`ān atau hadis Nabi terdapat banyak petunjuk tentang berbagai persoalan
dunia, baik masalah individu, sosial dan lain sebagainya, bahkan ayat terpanjang
dalam al-Qur`ān adalah mengatur tentang pencatatan utang piutang. 22
c. Analisis
Menurut Yusuf al-Qaradhawi di antara cara-cara yang baik untuk
memahami hadis Nabi adalah dengan memperhatikan sebab-sebab khusus yang
melatarbelakangi diucapkannya suatu hadis, atau terkait dengan suatu `illah
tertentu yang dinyatakan dalam hadis tersebut, ataupun dapat dipahami dari
kejadian yang menyertainya.23
21
Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj Al- Qusyaery al-Naisaburi, Sahih Muslim. nomor 2363-
141. Versi PDF lihat pula sahih muslim hadits 4358 h.2299
22
Suryadi. 2016. Pentingnya Memahami Hadis dengan Mempertimbangkan Setting
Historis Perspektif Yusuf Al-Qaradawi. Jurnal Living Hadis, Volume 1, Nomor 1
23
Yusuf al-Qaradhawi, Kaifa Nata`amal ma`a al-Sunnah al-Nabawiyyah: Ma`alim wa
ḍawābiṭ, hlm. 125.
12
hukum yang berkenaan dengan suatu naṣ tersebut juga akan gugur dengan
sendirinya. Hal itu sesuai dengan kaidah: suatu hukum berjalan seiring dengan
`illah-nya, baik dalam hal ada maupun tidak adanya. Begitu pula terhadap hadis
yang berlandaskan pada suatu kebiasaan temporer yang berlaku pada zaman Nabi
kemudian mengalami perubahan pada masa kini. Seseorang boleh memahami
kepada maksud yang dikandungnya tanpa berpegang pada pengertian
harfiahnya.24
Ekonomi Islam atau lazim disebut ekonomi syariah dibangun atas dasar
agama Islam karena ekonomi syarih merupakan bagian yang tidak terpisahkan
(integral) dari agama Islam, maka ekonomi syariah akan mengikuti agama Islam
dalam berbagai aspek.25 Islam mendefinisikan agama bukan hanya sekedar
spiritual, namun merupakan serangkaian keyakinan, ketentuan dan peraturan serta
tuntutan moral bagi kehidupan manusia.
24
Kaifa Nata ‘amal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah: Ma’alim wa Dawabit, hlm. 132
25
Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, Penemuan dan Kaedah Hukum,
(Edisi I; Jakarta: Prenadamedia group, 2018), h. 3
26
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
27
Lihat Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/13/PBI/2013 tentang Perubahan Atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah. Peraturan Bank
Indonesia Nomor 15/14/PBI/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah dan Peraturan Bank Indonesia Nomor:
13/9/Pbi/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/Pbi/2008
Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah
28
Lihat Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/44/DPbS tanggal 22 Oktober 2013 perihal
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah bagi Bank Umum Syariah dan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 15/50/DPbS tanggal 30 Desember 2013 perihal Perubahan Atas Surat Edaran
Bank Indonesia No. 11/9/DPbS tanggal 7 April 2009 perihal Bank Umum Syariah dan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 15/51/DPbS tanggal 30 Desember 2013 perihal Perubahan Atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 11/28/DPbS tanggal 5 Oktober 2009 perihal Unit Usaha Syariah.
29
Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 01 April 2000 tentang Murabahah
13
membentuk Unit Usaha Syariah (UUS) dan mengadopsi konsep Office Chaneling
semakin menyemarakkan perkembangan dimaksud.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
30
Lihat QS Al-Baqarah (2) ayat 282.
14
Akidah merupakan keimanan yang teguh dan bersifat pasti, dan tidak ada
sedikitpun keraguan yang meyakininya. Sedangkan syariat merupakan aturan atau
undang-undang yang diturunkan Allah untuk mengtur hubungan manusia dengan
Tuhannya. Adapun ciri-ciri pemimpin yang diemban manusia seperti mampu
memimpin dirinya sendiri, pemimpin memiliki jabatan agar terwujudnya suatu
tujuan yang disepakati bersama, pemimpin memiliki pertanggung jawaban dan
resiko. Kemudian negara adalah konsep pentiing dalam ilmu politik. Konsep
dalam islam yang ditawarkan tentang negara adalah memilih pemimpin yang adil,
bijaksana, dan bertanggung jawab.
B. Saran
Daftar Pustaka
15
Mahmud shaltut, akidah dan syariat islam, Jakarta:Bumi Aksara,1994, hlm.
XIV
Novita Pancaningrum, “Konstekstual Konsep Pemimpin Dalam Teks
Hadis”, Riwayah : Jurnal Studi Hadis, 217-218.
Abdullah Dumaiji, Imamah ‘Uzhma (Konsep Kepemimpinan Islam), 374-
375.
Abu Bakar Abyhara, Pengantar Ilmu Politik, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2010, hlm. 229.
Ahmad Syafi'i Maarif, Islam dan Cita-cita dan Masalah Kenegaraan,
Jakarta: LP3ES, 1985, Cet. ke-1, hlm. 12.
Pegg dan Mike, Kepemimpinan Positif, (Edisi Bahasa Indonesia) (Jakarta:
Pustaka Binama Presindo, 1994), 6.
Abu Abdullah bin Muhammad Ismail al- Bukhari, Sahih al-Bukhari, Kitab:
Jum'at Bab salat Jumat di Desa dan Kota, No. Hadis۬ : 844 (Beirut: Daras
-Sa’bu, t.t), 139.
Abdurrahman, Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fikih
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 90
Imam Muslimin, Pemimpin Perubahan (Malang: UIN-Maliki Press, 2013),
77.
Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj Al- Qusyaery al-Naisaburi, Sahih Muslim.
nomor 2363- 141. Versi PDF lihat pula sahih muslim hadits 4358 h.2299
Suryadi. 2016. Pentingnya Memahami Hadis dengan Mempertimbangkan
Setting Historis Perspektif Yusuf Al-Qaradawi. Jurnal Living Hadis,
Volume 1, Nomor 1
Yusuf al-Qaradhawi, Kaifa Nata`amal ma`a al-Sunnah al-Nabawiyyah:
Ma`alim wa ḍawābiṭ, hlm. 125.
Kaifa Nata ‘amal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah: Ma’alim wa Dawabit,
hlm. 132
Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, Penemuan dan
Kaedah Hukum, (Edisi I; Jakarta: Prenadamedia group, 2018), h. 3
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Lihat Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/13/PBI/2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum
Syariah. Peraturan Bank I ndonesia Nomor 15/14/PBI/2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha
Syariah dan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 13/9/Pbi/2011 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/Pbi/2008 Tentang
Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah
Lihat Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/44/DPbS tanggal 22 Oktober
2013 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah bagi Bank Umum
Syariah dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/50/DPbS tanggal 30
Desember 2013 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia
16
No. 11/9/DPbS tanggal 7 April 2009 perihal Bank Umum Syariah dan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 15/51/DPbS tanggal 30 Desember 2013 perihal
Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/28/DPbS tanggal 5
Oktober 2009 perihal Unit Usaha Syariah.
Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 01 April 2000 tentang
Murabahah
Lihat QS Al-Baqarah (2) ayat 282.
QS Al Baqarah ayat 30
QS At Tin ayat 4
Abdullah Yusuf Ali, Ensklopedi al-Qur'an; Kajian Kosakata, (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), jilid. I, h. 83-84.
Terjemah Shahih Bukhari, (Jakarta: Widjaya, 1992), hlm. 145
Hafidz Abdurrahman, Islam Politik dan Spiritual, (Singapore: Lisan UlHaq,
1998), hlm. 189
Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani, (Jakarta:ICCE UIN, 2000), hlm. 59-60
17