Anda di halaman 1dari 15

Makalah Agama Islam

“Kerangka Dasar Islam”

Oleh:
Zen Widodo
Arif Muttaqin
Nurrahman
Imanaji Hari S

PEND.TEKNIK INFORMATIKA
UNY
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya pada kita semua sehingga kami selaku penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tanpa halangan suatu apa.

Makalah yang kami tulis mengangkat judul “Kerangka Dasar Islam”. Makalah
ini membahas konsep-konsep yang mendasari agama islam.

Selama pembuatan makalah ini tentunya penulis melibatkan bantuan banyak


pihak. Yang pertama kami selaku penulis berterima kasih kepada dosen pengampu
mata kuliah agama islam yang telah banyak membimbing kami hingga kami mampu
menyelesaikan makalah ini. Yang kedua kami juga berterima kasih kepasda rekan-
rekan yang telah banyak membantu dan mendukung kami.

Sebagai penutup kami ingin meminta maaf jika masih terdapat banyak
kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Kritik dan saran senantiasa kami terima
demi kesempurnaan makalah ini.

Harapan kami, makalah ini dapat berguna bagi dunia pendidikan di Indonesia
dan di UNY pada khususnya. Amin.

Penulis
Daftar Isi

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab 1: Pendahuluan

Bab 2: Kerangka Dasar Islam

Bab 3: Aqidah

Bab 4: Akhlak

Bab 5: Syariat

Daftar Pustaka
Bab 1

Pendahuluan

A. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian aqidah?
2. Apa pengertian akhlaq?
3. Apa pengertian syariat?
4. Apa hubungan antara ketiganya?

B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa itu aqidah.
2. Mengetahui apa itu akhlaq.
3. Mengetahui apa itu syariat.
4. Mengetahui hubungan antara ketiganya.

C. Manfaat Penulisan
1. Terpenuhinya persyaratan ketuntasan penilaian mata kuliah Agama Islam.
2. Mengetahui konsep dasar agama islam.
3. Dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Bab 2

Kerangka Dasar Islam

Kerangka adalah gambaran ringkas yang menunjukkan ciri pembeda dari


benda atau orang.

Dasar adalah alas suatu benda geometris.

Kerangka dasar dapat diartikan sebagai gambaran yang asli dari suatu benda
atau orang

Ajaran Islam merupakan ajaran yang sempurna, lengkap dan universal yang
terangkum dalam 3 hal pokok; Akidah, Syari’at dan Akhlak. Artinya seluruh ajaran
Islam bermuara pada tiga hal ini.

Ajaran Islam ialah sekumpulan pesan ketuhanan yang diterima oleh Nabi
Muhammad SAW untuk disampaikan kepada manusia sebagai petunjuk perjalanan
hidupnya semenjak lahir sampai mati. Dengan demikian pengertian kerangka dasar
ajaran Islam ialah gambaran asli, garis besar, rute perjalanan, atau bagian pokok
dari pesan ketuhanan yang disampaikan Nabi Muhammad SAW kepada manusia.

Bagian bagian pokok ajaran Islam terdiri dari Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq.
Namun demikian, para pengkaji agama Islam berbeda pendapat dalam menyusun
urutan ketiga bagian pokok ajaran tersebut. Mahmud Syaltout misalnya membagi
pokok ajaran Islam menjadi dua, yaitu Aqidah (kepercayaan) dan Syari’ah
(kewajiban agama sebagai konsekuensi percaya). Akhlak tidak disinggung secara
tersurat karena akhlak merupakan buah dari aqidah dan syari’ah.

Hubungan Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak dalam Perilaku Manusia ialah:


Berpegang teguh kepada ajaran Allah merupakan perwujudan Aqidah.
Berpegang teguh kepada perjanjian dengan manusia merupakan perwujudan
Akhlak. Aktivitas memegang teguh ajaran Allah dan perjanjian dengan manusia
merupakan perwujudan Syari’ah. Dengan kata lain, perbuatan syari’ah didasari
kelurusan aqidah dan dampaknya adalah akhlak yang kemanfaatannya akan
dirasakan oleh manusia lain.
Bab 3

Aqidah
Definisi Aqidah Menurut Bahasa

Kata “aqidah” diambil dari kata al-‘aqdu, yakni ikatan dan tarikan yang

kuat. Ia juga berarti pemantapan, penetapan, kait-mengait, tempel-

menempel, dan penguatan.

Perjanjian dan penegasan sumpah juga disebut ‘aqdu. Jual-beli pun disebut

‘aqdu, karena ada keterikatan antara penjual dan pembeli dengan ‘aqdu

(transaksi) yang mengikat. Termasuk juga sebutan ‘aqdu untuk kedua ujung

baju, karena keduanya saling terikat. Juga termasuk sebutan ‘aqdu untuk

ikatan kain sarung, karena diikat dengan mantap.

Definisi Aqidah Menurut Istilah Umum

Istilah “aqidah” di dalam istilah umum dipakai untuk menyebut keputusan

pikiran yang mantap, benar maupun salah.

Jika keputusan pikiran yang mantap itu benar, maka itulah yang disebut

aqidah yang benar, seperti keyakinan umat Islam tentang ke-Esa-an Allah.

Dan jika salah, maka itulah yang disebut aqidah yang batil, seperti

keyakinan umat Nashrani bahwa Allah adalah salah satu dari tiga oknum

tuhan (trinitas).
Istilah “aqidah” juga digunakan untuk menyebut kepercayaan yang mantap

dan keputusan tegas yang tidak bisa dihinggapi kebimbangan. Yaitu apa-apa

yang dipercayai oleh seseorang, diikat kuat oleh sanubarinya, dan

dijadikannya sebagai madzhab atau agama yang dianutnya, tanpa melihat

benar atau tidaknya.

Aqidah Islam.

Yaitu, kepercayaan yang mantap kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-

kitab suci-Nya, para Rasul-Nya, hari Akhir, qadar yang baik dan yang buruk, serta

seluruh muatan Al-Qur’an Al-Karim dan As-Sunnah Ash-Shahihah

berupa pokok-pokok agama, perintah-perintah dan berita-beritanya, serta

apa saja yang disepakati oleh generasi Salafush Shalih (ijma’), dan

kepasrahan total kepada Allah Ta’ala dalam hal keputusan hukum, perintah,

takdir, maupun syara’, serta ketundukan kepada Rasulullah dengan cara

mematuhinya, menerima keputusan hukumnya dan mengikutinya.

Topik-Topik Ilmu Aqidah.

Dengan pengertian menurut Ahli Sunnah wal Jama’ah di atas, maka

“aqidah” adalah sebutan bagi sebuah disiplin ilmu yang dipelajari dan

meliputi aspek-aspek tauhid, iman, Islam, perkara-perkara ghaib, nubuwwat

(kenabian), takdir, berita (kisah-kisah), pokok-pokok hukum yang qath’iy

(pasti), dan masalah-masalah aqidah yang disepakati oleh generasi Salafush

Shalih, wala’ (loyalitas) dan bara’ (berlepas diri), serta hal-hal yang wajib
dilakukan terhadap para sahabat dan ummul mukminin (istri-istri Rasulullah).

Dan termasuk di dalamnya adalah penolakan terhadap orang-orang kafir,

para Ahli bid’ah, orang-orang yang suka mengikuti hawa nafsu, dan seluruh

agama, golongan, ataupun madzhab yang merusak, aliran yang sesat, serta

sikap terhadap mereka, dan pokok-pokok bahasan aqidah lainnya.


Bab 3

Akhlaq
 
            Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari “khulqu” dari
bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua
yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan
Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah).

Akhlak yang mulia, menurut Imam Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana,
memelihara diri dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan
hawa nafsu) dan bersifat adil. Jelasnya, ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti
pada keluarga dan negara, hidup bermasyarakat dan bersilaturahim, berani
mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan berterima kasih, sabar dan rida
dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya. Masyarakat dan bangsa
yang memiliki akhlak mulia adalah penggerak ke arah pembinaan tamadun dan
kejayaan yang diridai oleh Allah Subhanahu Wataala. Seperti kata pepatah seorang
penyair Mesir, Syauqi Bei: "Hanya saja bangsa itu kekal selama berakhlak. Bila
akhlaknya telah lenyap, maka lenyap pulalah bangsa itu".  

Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang diridai oleh Allah SWT , akhlak yang baik
itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan
mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, mengikuti
ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah, mencegah diri kita untuk mendekati yang
ma’ruf dan menjauhi yang munkar, seperti firman Allah dalam surat Al-Imran 110
yang artinya “Kamu adalah umat yang terbaik untuk manusia, menuju kepada yang
makruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah”

Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub,
dengki, sombong, nifaq (munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan
penyakit-penyakit hati yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan
berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya
maupun kerusakan lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan
dalam membentuk masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti
mengakibatkan kehancuran pada bumi ini, sebagai mana firman Allah Subhanahu
Wataala dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 yang berarti: "Telah timbul pelbagai
kerusakan dan bencana alam di darat dan di laut dengan sebab apa yang telah
dilakukan oleb tangan manusia. (Timbulnya yang demikian) karena Allah hendak
merusakan mereka sebagai dari balasan perbuatan-perbuatan buruk yang mereka
lakukan, supaya mereka kembali (insaf dan bertaubat)".

Keutamaan Akhlak

            Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa suatu saat Rasulullah
pernah ditanya tentang kriteria orang yang paling banyak masuk syurga. Beliau
shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Taqwa kepada Allah dan Akhlak yang Baik.”
(Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Lihat Riyadus
Sholihin no.627, tahqiq Rabbah dan Daqqaq).

             Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menasehati sahabatnya,


beliau shalallahu ‘alahi wasallam menggandengkan antara nasehat untuk bertaqwa
dengan nasehat untuk bergaul/berakhlak yang baik kepada manusia sebagaimana
hadits dari abi dzar, ia berkata bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
bersabda : “Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada dan balaslah
perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya kebaikan itu akan menutupi
kejelekan dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi,
ia berkata: hadits hasan, dan dishahihkan oleh syaikh Al Salim Al Hilali).
             Dalam timbangan (mizan) amal pada hari kiamat tidak ada yang lebih berat
dari pada akhlak yang baik, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam :   “ Sesuatu yang paling berat dalam mizan (timbangan seorang hamba)
adalah akhlak yang baik.” (HR. Abu Daud dan Ahmad, dishahihkan Al Bani. Lihat
ash Shahihah Juz2 hal 535).                                                          
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu berkata : Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling saya kasihi dan yang paling dekat
padaku majelisnya di hari kiamat ialah yang terbaik budi pekertinya.” (HR. Tirmidzi
dengan sanad hasan. Diriwayatkan juga oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu
Hibban.Lihat Ash shahihah Juz 2 hal 418-419).

             Dari hadits-hadits di atas dapat dipahami bahwa akhlak yang paling baik
memiliki keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah sepantasnya setiap muslimah
mengambil akhlak yang baik sebagai perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa
ukuran baik atau buruk suatu akhlak bukan ditimbang menurut selera individu, bukan
pula hitam putih akhlak itu menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh
jadi, yang dianggap baik oleh adat bernilai jelek menurut timbangan syari’at atau
sebaliknya.
Jelas bagi kita bahwa semuanya berpatokan pada syari’at, dalam semua masalah
termasuk akhlak. Allah sebagai Pembuat syari’at ini, Maha Tahu dengan keluasan
ilmu-Nya apa yang mendatangkan kemashlahatan/kebaikan bagi hamba-hamba-
Nya. Wallahu Ta’ala a’lam.

 
Bab 4

Syariat
Syari’at bisa disebut syir’ah. Artinya secara bahasa adalah sumber air mengalir yang
didatangi manusia atau binatang untuk minum. Perkataan “syara’a fiil maa’i” artinya
datang ke sumber air mengalir atau datang pada syari’ah.

Kemudian kata tersebut digunakan untuk pengertian hukum-hukum Allah yang


diturunkan untuk manusia.

Kata “syara’a” berarti memakai syari’at. Juga kata “syara’a” atau “istara’a” berarti
membentuk syari’at atau hukum. Dalam hal ini Allah berfirman, “Untuk setiap umat di
antara kamu (umat Nabi Muhammad dan umat-umat sebelumnya) Kami jadikan
peraturan (syari’at) dan jalan yang terang.” [QS. Al-Maidah (5): 48]

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan) tentang
urusan itu (agama), maka ikutilah syari’at itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu
orang yang tidak mengetahui.” [QS. Al-Maidah (5): 18].

“Allah telah mensyari’atkan (mengatur) bagi kamu tentang agama sebagaimana apa
yang telah diwariskan kepada Nuh.” [QS. Asy-Syuuraa (42): 13].

Sedangkan arti syari’at menurut istilah adalah “maa anzalahullahu li ‘ibaadihi minal
ahkaami ‘alaa lisaani rusulihil kiraami liyukhrijan naasa min dayaajiirizh zhalaami ilan
nuril bi idznihi wa yahdiyahum ilash shiraathil mustaqiimi.” Artinya, hukum-hukum
(peraturan) yang diturunkan Allah swt. melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk
manusia, agar mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang, dan mendapatkan
petunjuk ke jalan yang lurus.

Jika ditambah kata “Islam” di belakangnya, sehingga menjadi frase Syari’at Islam
(asy-syari’atul islaamiyatu), istilah bentukan ini berarti, ” maa anzalahullahu li
‘ibaadihi minal ahkaami ‘alaa lisaani sayyidinaa muhammadin ‘alaihi afdhalush
shalaati was salaami sawaa-un akaana bil qur-ani am bisunnati rasuulillahi min
qaulin au fi’lin au taqriirin.” Maksudnya, syari’at Islam adalah hukum-hukum
peraturan-peraturan) yang diturunkan Allah swt. untuk umat manusia melalui Nabi
Muhammad saw. baik berupa Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi yang berwujud
perkataan, perbuatan, dan ketetapan, atau pengesahan.

Terkadang syari’ah Islam juga dimaksudkan untuk pengertian Fiqh Islam. Jadi,
maknanya umum, tetapi maksudnya untuk suatu pengertian khusus. Ithlaaqul
‘aammi wa yuraadubihil khaashsh (disebut umum padahal dimaksudkan khusus).

Pembagian Syariat Islam

Hukum yang diturunkan melalui Nabi Muhammad saw. untuk segenap manusia
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Ilmu Tauhid, yaitu hukum atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan


dasar-dasar keyakinan agama Islam, yang tidak boleh diragukan dan harus benar-
benar menjadi keimanan kita. Misalnya, peraturan yang berhubungan dengan Dzat
dan Sifat Allah swt. yang harus iman kepada-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan iman kepada hari akhir termasuk di
dalamnya kenikmatan dan siksa, serta iman kepada qadar baik dan buruk. Ilmu
tauhid ini dinamakan juga Ilmi Aqidah atau Ilmu Kalam.

2. Ilmu Akhlak, yaitu peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendidikan dan


penyempurnaan jiwa. Misalnya, segala peraturan yang mengarah pada perlindungan
keutamaan dan mencegah kejelekan-kejelekan, seperti kita harus berbuat benar,
harus memenuhi janji, harus amanah, dan dilarang berdusta dan berkhianat.

3. Ilmu Fiqh, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan


Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh mengandung dua
bagian: pertama, ibadah, yaitu yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan
manusia dengan Tuhannya. Dan ibadah tidak sah (tidak diterima) kecuali disertai
dengan niat. Contoh ibadah misalnya shalat, zakat, puasa, dan haji. Kedua,
muamalat, yaitu bagian yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan antara
manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh dapat juga disebut Qanun (undang-undang).
Daftar Pustaka

http://id.wikipedia.org/

http://isparmo.blogspot.com/

http://dear.to/abusalma

Anda mungkin juga menyukai