Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TAAT PADA ULIL AMRI (PEMIMPIN DALAM ISLAM)

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari Salah satu Mata Kuliah tafsir ayat siyasah

“Dengan Dosen Pengampu :Zakirah M.HI.

OLEH KEL 6

1.Muhammad Halim I.Tome : 212022002

2.Moh Dedy Chandra Lamunte : 212022023

3.Siti Ramdani Oktaviana.Goma : 212022056

PROGRAM STUDI (S1) HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN AMAI GORONTALO

2023

i
Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Taat pada ulil amri (pemimpin dalam islam)
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Hukum Konstitusi Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang manusia prasejarah bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah ibu Zakirah M.HI.
selaku dosen Mata kuliahTafsir Ayat Siyasah.Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu menyeselesaikan makalah ini.

Dengan materi kuliah ini kami diharapkan mahasiswa mampu untuk memahami makna taat pada
ulil amri dan pemimpin islam Dengan demikian, kami sadar materi ini terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun dari berbagai pihak, agar bisa menjadi lebih baik lagi. Kami berharap semoga
tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna bagi pembacanya, terutama mahasiswa,
supaya bisa memahami, karena kita adalah penerus Bangsa Indonesia.Penulis menyadari
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini

Gorontalo,25,Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1.

B. Rumusan masalah ................................................................................................... 1

C.Tujuan masalah ........................................................................................................ 1

BAB 2 PEMBAHASAN .................................................................................................. 2

A.Pengertian ulil amri pemimpin dalam islam ............................................................. 2

B.Istilah ulil amri dalam pemerintahan ........................................................................ 3

C.Ulil amri dalam bidang keagamaan&keilmuwan. ..................................................... 5

D.Kewajiban terhadap Pemimpin dalam ulil amri. ....................................................... 6

Bab 3 PENUTUP ............................................................................................................. 9

Kesimpulan ....................................................................................................................... 9

Saran ................................................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Al-Qur’an itu diturunkan bukan untuk dibaca tergesa-gesa tanpa kesadaran terhadap
kandungan makna-maknanya, karena yang demikian ini merupakan sebagai kegersangan belaka.
Oleh karenanya, seyogyanya seorang mukmin mengkajinya sambil merenungi kandungan
maknanya agar dapat melihat dengan penuh kesadaran apa yang disajikan oleh Allah Ta’ālā
berupa kebenaran, petunjuk dan kemenangan, lalu dari Al-Qur’an itu seorang mukmin dapat
mengambilnya sebagai bagian keberuntungan yang melimpah ruah. Materi pembahasan tentang
ulil amri yang terdapat dalam Al-Qur’an sangat perlu untuk dikaji di tengah kaum muslimin.
Pasalnya tema tentang ulil amri adalah bagian dari pembahasan akidah yang utama. Kebenaran
akidah seseorang merupakan syarat diterimanya ibadah-ibadah yang dilakukan, dan kebenaran
akidah juga merupakan sebab keselamatan seseorang dari api neraka dan sebab dimasukkannya
ke dalam surga yang penuh kenikmatan yang kekal abadi. Setiap muslim wajib mengetahui
siapakah yang dimaksud ulil amri yang disebutkan dalam Al-Qur’an, sebab Ahl al-Sunnah
berpandangan bahwa mentaati ulil amri dalam kebaikan adalah prinsip dasar akidah yang utama.
Oleh sebab itu, para imam salaf memasukkannya ke dalam pembahasan akidah, dan hampir tidak
ada buku akidah kecuali ia membahasnya dan menjelaskannya. Ini adalah kewajiban bagi setiap
muslim karena ia adalah perkara mendasar demi terciptanya stabilitas dalam negara Islam

B.Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan ulil amri menurut bahasa dan istilah
2. Bagaimana bunyi dalil yang berkaitan dengan ulil amri
3. Seperti apa kewajiban yang termasuk dalam ulil amri

C.Tujuan Masalah

1.untuk mengetahui tentang pengertian dari ulil amri(pemimpin dalam islam)

2.dapat memahami dalil-dalil tentang ulil amri

3.untuk mengetahui apa kewajiban-kewajban pemimpin atau ulil amri yang harus
dilaksanakan dalam sisem pemerintahan menurut islam.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Ulil Amri.

Kata Ulul Amr (selanjutnya baca ulil amri) adalah susunan dari dua suku kata yaitu ulu dan al
‘amr. Kata ulu diartikan dengan yang punya, yang memilki misalnya dalam kata ulil al quwwah
yang berarti memiliki kekuatan, uli al-bab berarti yang mempunyai pikiran. Kata ini dijumpai
dalam al-Qur’an dengan berbagai macam kata pasangannya. Umpamanya ia berpasangan dengan
ulil ilm berarti yang punya ilmu, ulul ba’s berarti yang punya kekuatan/kekuasaan, ulu al-azm
berarti yang punya ketegaran/keteguhan, dan lainnya. Sedangkan kata al-amr berarti kerajaan,
urusan, perkara.1

Ulil amri sebuah kata yang disebutkan dalam Al-Qur’an tetapi jarang digunakan dalam
keseharian sehingga penulis hanya menemukan sedikit pustaka yang membahas tentang ulil amri
yang berbahasa Indonesia. Padanan kata ulil amri dalam Al-Qur’an antara lain, Ula al albab
(pemikir), ula al-quwwah (yang memiliki kekuatan/kekuasaan), ulu al-aidi (orang yang memiliki
kekuatan, yang dilambangkan dengan tangan yang kuat), ulu al-ilm (para pakar), ulu al-fadl
(yang memiliki kedudukan istimewa) ulu al-ba’s (orang-orang yang peduli), ulu azmi, dan ulu al-
absar (orang yang memiliki proyeksi masa depan.2

Sedangkan secara istilah ulil amri menurut beberapa para ahli pemikir mempunyai makna yang
bervarian antaranya Muhammad Abduh mengartikan ulil amri sebagai golongan ahlul h{alli wal
„aqdi> atau sekelompok orang-orang Islam yang ahli bisa disebut juga umara>‟ (pemerintah),
hakim, ulama, pemimpin militer atau orang-orang yang dijadikan sebagai rujukan oleh
masyarakat dalam masalah public.3

Di dalam Al-Qur‘an kata ulil amri hanya disebutkan dalam ayat

a. Surat al-Nisā’[004] ayat 59


ۡ َ ُۡ َۡ ُ َ َ ۡ ُ َّ َ ‫َـا ُّي َها َّالذ ۡي َن ٰا َم ُن ۡۤۡوا َاط ۡي ُـعوا ه‬
ُ ‫اّٰلل َو َاط ۡي‬
‫وِل اۡل ۡم ِر ِمنك ۡمۚ ف ِان‬ ‫ا‬ ‫و‬
ِ ۡ ُ ۡ ‫ل‬ ‫و‬‫س‬ ‫الر‬ ‫وا‬‫ـع‬ ِ ِ ِ
ۡ ‫ه‬ َ ُ ۡ ُ ُ ‫ه‬ َ ُ ُّ َ َ َ ۡ ‫َت َن َاز ۡع ُت ۡم‬
ِ
‫اّٰلل َوال َي ۡـو ِم‬ ۡ ۡ
ِ ‫الرسو ِل ِان كنـتم تؤ ِمنون ِب‬
ۡ ُ َّ ‫شء ف ُرد ۡوه اِل اّٰلل َو‬
ِ ِ ٍۡ ‫ف‬ ِ
ۡ ۡ َ ُ َ ۡ َ َّ ٌ ۡ َ َ ‫ا‬ ‫ۡا‬
‫اۡل ِخ ِ ؕر ذ ِلك خ ۡي واحسن تا ِويل‬

1.Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, PT. Hidakarya Agung, Jakarta, 1972, hlm. 48.
2. Hasan Muarif Ambary (Dkk), Ensiklopedi Islam, Suplemen 2, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1996, hal.246.
3. Kaizal Bay, Pengertian Ulil Amri Dalam Al-Qur‟an Dan Implikasinya Dalam Masyarakat Muslim, Jurnal
Ushuluddin, Vol, XVII. No, 1, Januari 2011, h. 118.

2
Terjemahan

Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil
Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.4

Dan firman Allah

b surat an-Nisaa’ ayat 83:

‫س ۡو ِل َواِلٓى اُو ِلى‬ ُ ‫الر‬َّ ‫ف اَذَاع ُۡوا ِبهۚ َولَ ۡو َرد ُّۡو ُه اِلَى‬ ِ ‫َواِذَا َجا ٓ َءهُمۡ اَ ۡم ٌر ِم َن ۡاۡلَ ۡم ِن اَ ِو ۡال َخ ۡـو‬
‫علَ ۡيكُمۡ َو َر ۡح َمت ُ ٗه َۡلتَّ َب ۡعت ُ ُم‬
َ ِ‫ّٰللا‬
‫ض ُل ه‬ ُ ‫ۡاۡلَ ۡم ِر ِم ۡن ُهمۡ لَ َع ِل َمهُ الَّذ ِۡي َن َي ۡستَ ۡۢۡن ِب‬
ۡ َ‫ط ۡونَ ٗه ِم ۡن ُهمۡ ؕ َولَ ۡو َۡل ف‬
‫الش َّۡيط َن ا َِّۡل قَ ِل ۡيل‬

Terjemahan :

Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka
(langsung) menyiarkannya. (Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil
Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Sekiranya bukan karena
karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja
(di antara kamu).

B. Istilah Pemimpin (Ulil Amri) Dalam Islam

Istilah ulil amri berkenaan dengan kehidupan bernegara, dapat diartikan sebagai pemimpin, amir,
presiden atau raja. Arti kata ini diambil dari makna yang dikandung oleh surat an-Nisa’ ayat 59,
karena ayat tersebut mewajibkan ketaatan kepada Allah, Rasul dan ulil amri yang diaanggap
sebagai pemimpin komunitas masyarakat muslim sepeninggal Rasulullah SAW.Secara umum

4. Departemen Agama RI. (2002). Al-Qur’an dan terjemahnya. Jakarta: CV Darus Sunnah Hlm: 88.

3
yang dimaksud pemimpin (ulil amri) adalah orangorang yang memiliki perintah atau sebagai
pemerintah, yaitu orang-orang yang memerintahi pada manusia.5

Sedangkan Syaikh Abd. Al Rahman bin Nashr al Sa’id, menjelaskna dalam al Riyadh al
Nadhirah wa al Hada’iq al Niyarah al Zahirah fi al ‘Aqaid wa al Funun al Mustanawwi’ah al
Fakhirah (halaman 49), bahwa imam-imam kaum muslimin adalah para ulil amri (penguasa)
yang meliputi penguasa yang paling tinggi (pemerintah pusat), amir, qadhi , hingga semua yang
memiliki kekuasaan, baik kecil maupun besar.6

Terdapat beberapa istilah atau gelar yang digunakan untuk term “pemimpin atau penguasa”
dalam Islam, yaitu :

a.Khalifah, sebagaimana firman Allah dalam surat Shaad ayat 26 :

َ‫ق َو َۡل تَتَّ ِب ِع ا ْل َهوى فَيُ ِضلَّك‬ ِ ‫اس ِبا ْل َح‬ِ َّ‫ض فَاحْ ُك ْم بَ ْي َن الن‬ِ ‫يد َٗاو ُد اِنَّا َجعَ ْلنكَ َخ ِل ْيفَة فِى ْاۡلَ ْر‬
‫ب‬
ِ ‫سا‬ َ ‫س ْوا يَ ْو َم ا ْل ِح‬
ُ َ‫ش ِد ْي ٌد ۢۡ ِب َما ن‬
َ ‫اب‬ ٌ َ ‫عذ‬
َ ‫ّٰللاِ لَ ُه ْم‬
‫س ِب ْي ِل ه‬َ ‫ّٰللاِ ۗا َِّن الَّ ِذ ْي َن يَ ِضلُّ ْو َن ع َْن‬ َ ‫ع َْن‬
‫س ِب ْي ِل ه‬

Terjemahan:

(Allah berfirman), “Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di
bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau
mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang
yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan.”

b.Al Malik, dalam firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 247 :

َ ُ‫ث َل ُك ْم َطالُ ْوتَ َم ِلكا ۗ َقالُ ْٓوا اَنهى َيك ُْو ُن َلهُ ا ْل ُم ْلك‬
ُ‫ع َل ْي َنا َو َنحْ ن‬ َ ‫ّٰللاَ قَ ْد َب َع‬
‫َوقَا َل لَ ُه ْم نَ ِب ُّي ُه ْم ا َِّن ه‬
‫س َطة فِى‬ ْ ‫علَ ْي ُك ْم َو َزاد َٗه َب‬َ ُ‫ص َطفىه‬ ‫س َعة ِم َن ا ْل َما ۗ ِل قَا َل ا َِّن ه‬
ْ ‫ّٰللاَ ا‬ َ َ‫ق ِبا ْل ُم ْل ِك ِم ْنهُ َولَ ْم يُ ْؤت‬ ُّ ‫اَ َح‬
‫ع ِل ْيم‬َ ‫س ٌع‬ ‫ّٰللاُ يُ ْؤ ِت ْي ُم ْلك َٗه َم ْن َّيش َۤا ُء ۗ َو ه‬
ِ ‫ّٰللاُ َوا‬ ‫س ِم ۗ َو ه‬ ْ ‫ا ْل ِع ْل ِم َوا ْل ِج‬

5.Ibnu Taimiyah, Kumpulan Fatwa Ibnu Taimiyah Tentang Amar Ma’ruf Nahyi Munkar dan Kekuasaan, Siyasah
Syar’iyah dan Jihad fi Sabilillah, Cet.I, Dar al Haq, Jakarta, 2005, hlm.152
6.Luqman Jamal, Sikap Ahl al Sunnah wa al Jama’ah Terhadap Penguasa, Majalah al Nashihah, vol 08, Makasar,
2004, hlm. 10

4
Terjemahan:

Dan nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Talut menjadi
rajamu.” Mereka menjawab, “Bagaimana Talut memperoleh kerajaan atas kami, sedangkan kami
lebih berhak atas kerajaan itu daripadanya, dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak?” (Nabi)
menjawab, “Allah telah memilihnya (menjadi raja) kamu dan memberikan kelebihan ilmu dan
fisik.” Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha luas,
Maha Mengetahui.

d. Al Imam, sebagaimana dalam hadis Nabi SAW : “Dan barang siapa yang membaiat imam dan
memberikan kepadanya telapak tangannya dan buah hatinya, maka hendaklah ia mentaatinya
sesuai dengan kemampuannya”.7

e. Al Shultan, seperti dalam hadis Nabi SAW : “Barang siapa yang ingin menasehati shultan
maka, janganlah ia menampakkannya dengan terangterangan”8

f. Amir al Mu’minin, orang yang pertama kali dipanggil dengan gelar ini adalah ‘Umar bin al
Khattab RA. Sedangkan perkataan (istilah) presiden atau perdana menteri, juga memiliki makna
yang sama dengan istilah diatas, meskipun tidak ada landasan syariatnya.9

bidang keagamaan, mereka yang mempunyai otoritas adalah ulama yang ajarannya banyak
diikuti. Banyak cabang yang dilahirkan dari para ulama ini karena dapat berupa fiqh, hadits,
torekat, tasawuf, dsb. Untuk fiqh, misalnya dikenal empat mazhab yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i
dan Hambali10. Sementara untuk hadits yang paling dikenal adalah Bukhori dan Muslim; dan
untuk tasawuf Syatariyyah dan Naksyabandiyyah

C.Ulil Amri dalam bidang keagamaan dan keilmuwan

1.Fiqih

Dalam bidang fiqh secara umum ajarannya mandiri. Kemunculan tokohnya diawali dengan
penyebarluasan ajaran dan dibesarkan oleh murid atau pengikutnya. Sifat ketaatan kepada ulil
amri bidang fiqh ini pernah sangat kuat, sehingga tidak akan bercampur satu ajaran dengan
ajaran lainnya. Sifat muqollid sangat dominan. Padahal para pendiri mazhab tidak pernah
menyatakan bahwa ajarannya yang paling benar.

7.Riwayat Imam Muslim dalam Kitab al Imarah, Bab Wujubi al Wafaa-i bibai’ah al Khulafaa al Awwali fa al Awwal,
no.3431, dari ‘Abd Allah bin ‘Amir bin ‘Ash.
8.Riwayat Imam Ahmad, al Musnad, no. 14792 .
9.Luqman Jamal, Op-cit, hlm. 11

5
Hal ini bisa terjadi karena kerangka atau pola pikir selalu dipegang teguh. Sampai saat ini pun,
keadaan tersebut masih nampak sisa-sisanya karena masih sering terjadi polarisasi yang tajam
antar elit agama yang bertolak dari permazhaban ini. Sesungguhnya ketaatan sesorang terhadap
ulil amri dalam bidang keagamaan ini tidak ada paksaan. Akan tetapi karena yang dibentuk oleh
pemikir fiqh ini adalah pola pikir, maka ketaatan terjadi dengan sendirinya walaupun tanpa ada
yang memerintahkan.

2.Tarekat

Berbeda dengan itu, ulil amri dalam bidang tarekat disebut dengan imam, guru, atau syeikh.
Tarekat dipimpin oleh seorang yang dianggap telah suci dari segala kemungkaran dan kenistaan
dunia, raga dan jiwa. Dengan demikian apa yang dilakukan atau dicontohkan guru adalah benar
adanya. Oleh karena itu, seorang murid atau pengikut harus taat kepada guru dan syeikhnya.
Abubakar Aceh mengetengahkan tidak kurang dari 24 syarat-syarat seorang dapat diangkat
sebagai syeikh; dan mengemukakan 27 akhlak seorang murid terhadap guru. Dari kedua puluh
tujuh akhlak murid kepada guru itu antara lain, menyerahkan diri dan tunduk sepenuh-penuhnya
kepada guru, tidak boleh menentang atau menolak apa yang dikerjakan gurunya, berkat yang
diperoleh seorang murid disebabkan berkat guru, dan selalu mengingat syeikh baik ketika hadir
maupun tidak hadir.11

3.Ilmu lainnya

Apabila kita menyetujui pengertian ulil amri sebagaimana diuraikan di atas, maka ulil amri
mencakup pula bidang keilmuan lain. Bidang keilmuan yang pernah berkembang pada masa
kejayaan Islam mencakup berbagai bidang, dan sebagian besar pengembangnya adalah para ahli
tasawuf. Seperti Ibnu Sina, Al-Kindi, Al-Farabi. Karya mereka tidak terbatas pada satu bidang
ilmu tetapi mencakup berbagai aspek keilmuan. Al-Kindi misalnya, menulis risalah dari mulai
filsafat, logika, ilmu hitung, dimensi sampai dengan logam dan kimia. Ar Rozi menulis tentang
kedokteran, fisika, ateisme, teologi, dll Ibnu Sina selain kedokteran juga teologi, Al-Farabi
menulis tentang logika, teologi, matematika, fisika, dsb

D.Kewajiban Terhadap Pemimpin Atau Ulil Amri

Islam memberikan hak-hak bagi pemimpin yang wajib ditunaikan, ditetapkan dan dijaga oleh
rakyat, karena sesungguhnya maslahat umat dan masyarakat tidak akan tercapai dan teratur,
kecuali dengan saling tolong menolong antara pemimpin dan rakyat. Pemimpin menegakkan
kewajibankewajibannya, demikian pula halnya rakyat dan masyarakat. 12 Diantara hak-hak
pemimpin dan kewajiban terhadap mereka adalah sebagai berikut:

11. Abubakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Ramadhani, Solo, 1993, hal. 295-312

12.Luqman Jamal, Op-cit, hlm. 15 .

6
a.Ikhlas dan mendoakan pemimpin Kewajiban pertama bagi rakyat terhadap pemimpin
adalah ikhlas, dalam mencintai mereka dan menginginkan kebaikan bagi mereka serta
membencihi apa yang akan menyusahkan mereka. Syariat melambangkan hal itu dengan
kalimat nashihah, sebagaimana dalam hadis Tamin bin Aus al Daari, ia berkata : Rasulullah
SAW bersabda : “Agama itu adalah nasehat, kami berkata : bagi siapa?. Beliau bersabda :
Bagi Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin dan umat mereka.13

b.Menghormati dan Memuliakan Pemimpin Menghormati dan memuliakan ulil amri,


baik pemimpin maupun ulama merupakan kewajiban dalam Islam. Sedangkan mencela
dan merendahkan keduanya adalah terlarang. Semua ini untuk menumbuhkan persaan
segan dan takut dalam diri rakyat, agar mereka tidak berbuat kerusakan, keburukan,
permusuhan dan pembangkangan.14

c..Taat Dalam Perkara Selain Maksiat Suatu hal yang menarik dari ketaatan kepada ulil amri
di sini, yakni apakah ketaatan itu sifatnya (absolut atau tidak absolut). Absolut berarti bahwa
semua perintah itu wajib dilaksanakan, apakah hal itu mengandung kemaslahatan atau tidak,
dilaksanakan secara terpaksa atau tidak terpaksa. Ketaatan semacam ini, dijumpai dalam
tradisi mayoritas masyarakat Syiah. Karena dalam masyarakat Syiah, misalnya imam atau
pemimpin itu adalah ma’sum yang berarti terlepas dari dosa dan kesalahan. Bahkan mereka
beranggapan bahwa para imam itu adalah wakil Tuhan di bumi untuk menafsirkan dan
menjelaskan perintah perintah-Nya.

Ketaatan kepada ulil amri dalam Syiah digambarkan oleh AlMuzaffar dalam
pandangannya yang mengatakan : “Kami meyakini bahwa imamah adalah salah satu dari
ajaran Islam yang fundamental (ushul al-din), dan keyakinan seseorang tak akan pernah
menjadi sempurna tanpa meyakini imamah itu”. Percaya bahwa para imam adalah ulil
amri yang diperintahkan oleh Allah untuk ditaati. Sebab meraka adalah saksi bagi
manusia, pintu- pintu Allah SWT, dan jalan menuju-Nya. Mereka adalah wadah penunjuk
jalan, wadah ilmu Allah SWT, penerjemah wahyu-Nya, tonggak-tonggak tauhid-Nya.
Karena itulah, meraka menjadi pembawa keamanan dibumi seperti bintang membawa
keaaman bagi ahli langit.15

13.Hadis Riwayat Muslim, dalam Kitab al Imam, Bab Bayani anna al Diin al Nashihah, no.82. al Nasai dalam Kitab al
Buyu’, Ban an Nashiihatru li al Imam, no. 4126.
14.Ibid, hlm. 18 .
15 Pendapat itu dikatakan oleh al-Muzaffar sebagaimana dikutip oleh Jalaludin Rahmad dalam, Islam Alternatif,
Mizan, Bandung, 1989, hlm. 249. Sejalan dengan hal itu, penjelasan alTabataba’i yang mengatakan bahwa
pertentangan terjadi antara Sunni dan Syi’ah berkaiatan dengan persoalana imamah yaitu berkenaan dengan
pemerintahan Islam dan kewenangannya dalam pengetahuan, keagamaan yang semuanya menurut Syi’ah menjadi
hak istimewa ahl al-bait. Lihat alTabataba’i, Islam Syi’ah, Graffiti, Jakarta, 1989, hlm.88. Lihat pula j.Sayuti
Pulungan,Op-cit, hlm. 202-203.

7
d. Melindungi daerah-daerah perbatasan dengan benteng yang kokoh, dan kekuatan yang
tangguh hingga musuh tidak mampu mendapatkan celah untuk menerobos masuk
merusak kehormatan kaum muslimin, atau menumpahkan darah orang muslim, atau
orang yang berdamai dengan muslim (mu’āhid).

e. Memerangi orang yang menentang Islam setelah sebelumnya ia didakwahi hingga ia


masuk Islam, atau masuk dalam perlindungan kaum Muslimin (ahl al-dhimmah), agar
hak Allah Ta’ālā terlaksana yaitu kemenangan agama-Nya atas seluruh agama.

f. Mengambil harta fai (harta yang didapatkan kaum muslimin tanpa pertempuran) dan
memungut sedekah sesuai dengan yang diwajibkan syari’at tanpa rasa takut dan paksa.

g. Menentukan gaji pegawai dan apa saja yang dikeluarkan dari bait al-māl (kas negara)
tanpa berlebih-lebihan sesuai aturan syariat, kemudian mengeluarkannya tepat pada
waktunya tanpa mempercepat atau menunda pengeluarannya.

h. Terjun langsung menangani segala persoalan penting dalam negara, dan menginpeksi
keadaan untuk mencari tahu segala kondisi rakyat secara langsung, sehingga ia dapat
melindungi agama dan menjaga rakyat.

E.Pengertian Pemimpin Menurut Ahli Tafsir

1.Al-Mâwardi

Berkaitan dengan khilafah, Imam al-Mâwardi mendefinisikan khilafah sebagai seseorang yang
diangkat mengganti tugas kenabian dalam hal menjaga agama dan mengurus masalah dunia.16

Menurut Al-Mâwardî seorang pemimpin harus memiliki tujuh syarat berikut: Pertama, ia harus
mampu berlaku adil sesuai dengan ketentuanketentuan yang universal. Kedua, memiliki
pengetahuan untuk mengatasi berbagai macam persoalan dan mengambil keputusan yang tepat.
Yang ketiga, memiliki panca indera yang sehat. Keempat, memiliki jasmani yang sehat agar ia
mampu bergerak dan merespon sesuatu dengan cepat. Kelima, seorang pemimpin harus memiliki
kelihaian dalam berpolitik, tujuannya agar ia mampu mengatur kemaslahatan bersama. Keenam,
pemimpin harus memiliki ketangguhan dan keberanian untuk memelihara bangsanya dan
mengusir musuh. Yang ketujuh, nasab. Bahwa seorang pemimpin (yang dimaksudkan oleh Al-
Mâwardî adalah pemimpin yang mengatur urusan umat Islam) seharusnya berasal dari bangsa

16.Sa’id Hawwa, al-Islâm, ... hlm. 477

8
Quraisy sebab banyak nash dan ijma’ ulama yang mengisyaratkan seorang pemimpin dari suku
Quraisy.17

2.Al-Ghazali

Dalam tradisi keilmuan Islam, nama Al-Ghazali lebih dikenal dengan ulama sufi lewat magnum
opusnya ihya’ ulûmiddin. Atau tahafut alfalasifah yang diarahkan untuk mengkritisi ibnu sina,
atau filusuf yang terpengaruh setelahnya. Bahkan jauh sebelum Al-Ghazali menulis kedua kitab
di atas, ia telah menguasai keilmuan fikih secara mendalam dalam tradisi mazhab as-Syafi’i. Di
antara sub-fikih Islam adalah fikh al-khilafah wal imarah. Dalam sub-fikih ini membahas tentang
pengangkatan pemimpin (al-tauliyah), syarat-syarat menjadi pemimpin dan sebagainya

Dalam kitabnya al-wajîz fil fikh al-imam al-syâfi’i, Al-Ghazali (505 H) menerangkan tentang
hukum mengangkat pemimpin. Baik itu pemimpin yang memiliki wilayah kekuasaan luas
(imam) ataupun hanya terbatas pada permasalahan hukum yuridis (qadhi). Pengangkatan dua
model pemimpin ini hukumnya fardl kifayah dengan alasan ingin dicapai kemaslahatan yang
berorientasi kepada hamba.18

3.Ibnu Taimiyyah

Pemimpin memang dibutuhkan oleh umat, baik masyarakat kecil, apalagi masyarakat besar,
karena dengan adanya pemimpin, umat akan lebih teratur dan menjadi baik, sebaliknya tanpa
pemimpin akan terjadi keresahan, kekacauan dan kehancuran. Oleh sebab itu Islam selalu
membimbing pemeluknya agar hidup bersama pemimpin, misalnya imam shalat, imam safar,
amil zakat, pemimpin haji, pemimpin rumah tangga, pemimpin perang dan negara.

Hasan Bashri berkata: “Demi Allah tidaklah tegak agama Islam ini melainkan dengan pemimpin,
sekalipun dia berbuat curang atau zalim. Demi Allah, dengan adanya pemimpin, kebaikannya
lebih banyak daripada kerusakannya. Demi Allah, mentaati pemimpin adalah kecemburuan,
sedangkan durhaka kepadanya adalah keingkaran.19

emimpin yang sukses mengurusi umat menurut pandangan Islam, bukan hanya manusia yang
memiliki ilmu ketatanegaraan dan punya pengalaman, tetapi diperlukan beberapa syarat yang
banyak. Diantaranya, muslim, baligh, berakal, merdeka, berilmu, pria dan sebagainya. Berikut
keterangannya secara ringkas:

a. Muslim Seorang pemimpin disyaratkan harus seorang muslim, karena merekalah


pemegang amanat dan keadilan.

17.Al-Mâwardî, al-Ahkâm al-Sulthâniyyah wa al-Wilâyah al-Dîniyyah…, juz 1, hlm. 5


18.Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, al-Wajîz fî Fikh al-Imâm al-Syâfi’i, Beirut: Dâr al-Arqam, 1997, Vol. 2,
hlm. 237.
19.Ibnu Jauzi, Adab al-Hasan Al-Bashrî, Maktab asy-Syâmilah, hlm. 121.

9
b. Berilmu Seorang pemimpin harus memiliki ilmu tentang hukum-hukum syariat Islam
dan juga ilmu politik dalam mengatur urusan manusia.
c. Laki-Laki Seorang pemimpin disyaratkan harus laki-laki, karena tabi’at wanita tidak
memungkinkannya memegang kepemimpinan negara, yang menunututnya untuk bekerja
secara kontinu,memimpin negara.
d. Sehat fisik Dalam halaman yang sama Imam Baghawi juga mengatakan: “Demikian pula
seorang pemimpin tidak boleh buta matanya sebab dia tidak dapat membedakan orang
yang sengketa. Adapun riwayat Nabi mengangkat Ibnu Ummu Maktum di Madinah dua
kali, itu hanyalah kepemimpinan shalat, bukan masalah memutuskan dan menghakimi”.
sihatinya dengan lembut dan sopan.

10
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ketaatan kepada ulil amri (pemimpin) sifatnya kondisional (tidak mutlak), karena betapa pun
hebatnya ulil amri itu maka ia tetap manusia yang memiliki kekurangan dan tidak dapat di
kultuskan, ia bisa benar dan salah, bisa adil dan pilih kasih. Sedangkan yang berkaitan dengan
kemaslahatan umum itu ada pada otoritas masing masing. Keputusan tentang kemaslahatan
umum ini, harus didasarkan kepada pemegang otoritas resmi di masyarakat dan semua
komponen masyarakat harus menaatinya, meskipun itu bertentangan secara kondisional dengan
ketentuan nash, tapi tidak bertentangan secara tekstual. Hal ini bertujuan untuk memelihara
persatuan dan kemaslahatan umat Islam

Saran

Penulis telah membahas tentang Strategi diatas, namun tidak dipungkiri sangat banyak
kekurangan dalam makalah yang telah disusun. Dari makalah yang dibuat ini, penulis sangat
mengharapkan tanggapan, baik kritik maupun saran dari selaku dosen dan teman-teman
mahasiswa agar penulis bisa membuat makalah dengan lebih baik kedepan nanti.

11
Daftar Pustaka

Departemen Agama RI. (2002). Al-Qur’an dan terjemahnya. Jakarta: CV


Darus Sunnah
Aceh, Abubakar. 1993. Pengantar Sejarah Sufi dan Taswuf. Solo.
Ramadhani.
Mubarok, Jaih. 2000. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung.
Rosda.
Tohir, Toto, Ulil Amri dan Ketaatan Kepadanya, Jurnal, Vol, XVIII, No. 3.
September 2002.

Al-Suyuthi, Jalâl ad-Dîn. Al-Itqan fi ‘Ulum al-Quran. Maktab asy-Syâmilah

Jamal, Khairunnas, Terminologi Pemimpin Dalam Al-Qur‟an (Studi Analisis


Makna Ulil Amri dalam Kajian Tafsir Tematik), An-Nida Jurnal Pemikiran
Islam , Vol. 39, No. 1 Januari-Juni 2014.

Kaizal Bay, Pengertian Ulil Amri Dalam Al-Qur‟an Dan Implikasinya Dalam
Masyarakat Muslim, Jurnal Ushuluddin, Vol, XVII. No, 1, Januari 2011

Ibn Taimiyyah. al-Khilâfah wa al-Mulk. ed. ‘Abd al-Rahman Muhammad Qasim


al-Najdy. Maktabah Ibn Taimiyah, t.th.

_______. Al-Siyâsah al-Syar’iyyah fi Ishlâh al-Ra’i wa al-Ra’iyyah, ed.


‘Ali ibn Muhammad al-‘Umran. Dâr ‘il al-Fawâid, t.th.

Ibnu Jauzi. Adab al-Hasan Al-Bashrî. Maktab asy-Syâmilah

Al-Munawi, Abdurrauf. at-Taisîr bi Syarh al-Jâmi’ asy-Syaghîr. Riyâdh: Maktabah


al-Imâm asy-Syâfi’i, 1987.

Sa’id Hawwa, Muhammad. “Al-Syaikh Sa’id Hawwa al-Bithaqah


alSyakhshiyyah”, dalam Mauqi’ Fadhilah al-Syaikh Sa’id Hawwa, t.tp, t.p.,
2010

12

Anda mungkin juga menyukai