Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH QIYAS

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok


pada mata kuliah “Ushul Fiqh”

Dosen pengampu :
Ujang Dedih, H., Dr., M.Pd
Siti Halimah, M.Ag

Disusun oleh :

Siti Rohmah Durotul Hikmah 1212020247


Vina Isriani 1212020268
Wanda Nurul Faidah 1212020271

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Qiyas”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ujang Dedih, H., Dr., M.Pd dan Ibu Siti
Halimah, M.Ag selaku dosen mata kuliah Ushul Fiqh yang berperan dalam pengembangan
karya tulis ini. Dan tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman
penulis yang telah mendukung penulis dalam penulisan makalah ini.

Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, sudilah kiranya
pembaca memberikan masukan dan saran sehingga makalah ini dapat lebih baik kedepannya.

Akhir kata, penulis mengharapkan makalah ini akan dapat memberikan pengetahuan
dan manfaat yang besar kepada para pembaca.

Bandung, Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Qiyas ......................................................................................................... 3
2.2 Dasar Penggunaan Qiyas ............................................................................................. 3
2.3 Rukun-Rukun Qiyas .................................................................................................... 5
2.4 Macam-Macam Qiyas ................................................................................................. 5
2.5 Kehujjahan Qiyas ........................................................................................................ 7
BAB III PENUTUP .................................................................................................................. 9
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................. 9
3.2 Saran .......................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 11
BIODATA PENULIS............................................................................................................. 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam tradisi hukum Islam dikenal adanya sumber hukum; yaitu al-Qur’an, Sunnah,
Ijma’ dan Qiyas. Al-Qur’an merupakan sumber utama hukum Islam. Karenanya dalam
perujukan hukum-hukum Islam al-Qur’an haruslah dikedepankan. Bila dalam al-Qur’an tidak
ditemukan maka beralih kepada al-Sunah karena alSunah adalah penjelas bagi kandungan al-
Qur’an. Apabila di dalam al-Sunah tidak ditemukan maka beralih kepada Ijma’ karena
sandaran Ijma’ adalah nash-nash al-Qur’an dan al-Sunah. Bila dalam Ijma’ tidak ditemukan
maka haruslah merujuk kepada Qiyas. Karena Qiyas merupakan suatu perangkat untuk
melakukan ijtihad. Dalam posisi ini, Qiyas menempati rangking keempat sebagai sumber
hukum Islam.

Namun, yang menjadi permasalahan adalah eksistensi Qiyas itu sendiri sebagai salah
satu sumber hukum Islam. Dalam kajian hukum Islam, Qiyas menjadi salah satu sebab dari
berbagai macam sebab lainnya yang menimbulkan silang pendapat diantara para ulama.
Karena tidak adanya dalil atau petunjuk pasti yang menyatakan bahwa Qiyas dapat dijadikan
sumber hukum Islam.

Dari permasalahan singkat di atas ternyata eksistensi Qiyas masih problematis sebagai
salah satu sumber hukum Islam. Oleh karena itu dalam makalah ini akan menguraikan
pengertian, dasar penggunaan, rukun, dan kehujjahan Qiyas

1.2 Rumusan Masalah

Dalam pembahasan ini penulis merumuskan persoalan dalam bentuk pertanyaan:

1. Apa yang dimaksud dengan Qiyas?


2. Bagaimana dengan dasar penggunaan Qiyas?
3. Apa saja rukun-rukun Qiyas?
4. Apa saja macam-macam Qiyas?
5. Bagaimana kehujjahan Qiyas?
1.3 Tujuan Penulisan

Penulis selalu melandasi tulisan-tulisannya dengan alasan-alasan serta didukung


oleh tujuan yang akan dicapai. Tanpa adanya tujuan, penulisan ini akan kurang berarti dan

1
tidak terarah. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah penulis paparkan
diatas, penulis juga mempunyai tujuan penulisan, diantaranya :

1. Untuk mengetahui pengertian Qiyas

2. Untuk mengetahui dasar hukum penggunaan Qiyas

3. Untuk mengetahui rukun-rukun Qiyas

4. Untuk mengetahui macam-macam Qiyas

5. Untuk mengetahui kehujjahan Qiyas

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Qiyas

Kata qiyas berasal dari akar kata qaasa – yaqiisu – qiyaasan .Makna qiyas secara
sederhana adalah pengukuran. Sedang bila pengertian secara bahasa ini dilengkapi,
Dr.Wahbah Az-Zuhaily menyebutkan “Mengetahui ukuran sesuai dengan apa yang semisal
dengannya”. Misalnya kita mengatakan bahwa Fulan mengukur panjang kain dengan
menggunakan meteran. Senada dengan pengertian secara bahasa diatas,di dalam kamus Al-
Bahrul Muthith disebutkan bahwa qiyas adalah:”Mengukur sesuai dengan ukuran sesuatu
yang lain dan membandingkannya”.

Pengertian qiyas secara terminologi terdapat beberapa definisi yang dikemukakan


para ulama Ushul Fiqih, sekalipun redaksinya berbeda tetapi mengandung pengertian yang
sama.Dr.Wahbah Az-Zuhaily mengutip beberapa pendapat dari para ulama Ushul
menyebutkan bahwa mereka mendefinisikan pengertian qiyas sebagai:

‫الحاق امر غير منصوص على حكمه الشرعي بما يماالثله‬

“Menjelaskan status hukum syari’ah pada suatu masalah yang tidak disebutkan nash-
nya,dengan masalah lain yang sebanding dengannya”

Perlu diperhatikan bahwa para ulama ushul dalam membuat definisi qiyas
menggunakan kata ilhaq (‫ )الحاق‬yang bermakna menjelaskan atau menerangkan,mereka tidak
menggunakan kata itsbat (‫ ) اثبات‬yang bermakna menetapkan.

Alasannya,karena sebenarnya hukum suatu masalah yang tidak disebutkan nash-nya


itu pada hakikatnya sudah punya dasar hukum yang tercakup di dalam nash itu,hanya banyak
orang awam yang belum mengerti atau memahami hukumnya,karena memang tidak
disebutkan secara eksplisit lewat dalilnya.1

2.2 Dasar Penggunaan Qiyas

Para ulama ushul fiqh menganggap qiyas secara sah dapat dijadikan dalil hukum dengan
berbagai argumentasi, antara lain:
1) Surah an-Nisaa’ (4) ayat 59:

1
Wahbah Az-Zuhaily, Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh, hal.57

3
‫س ْو ِل‬
ُ ‫الر‬
َّ ‫ّٰللا َو‬ َ َ‫اال ْم ِر مِ ْن ُك ْۚ ْم َفا ِْن تَن‬
ِ ‫از ْعت ُ ْم ف ِْي ش َْيءٍ َف ُرد ُّْوهُ اِلَى ه‬ َ ْ ‫س ْو َل َواُولِى‬ ُ ‫الر‬ َ ‫ٰ ٰٓياَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٰٓوا اَطِ ْيعُوا ه‬
َّ ‫ّٰللا َواَطِ ْيعُوا‬
َ ْ‫االخِ ِِۗر ٰذ ِلكَ َخ ْي ٌر َّواَح‬
ࣖ ‫س ُن تَأ ْ ِوي اًْل‬ ٰ ْ ‫اّٰلل َوا ْل َي ْو ِم‬
ِ ‫ا ِْن ُك ْنت ُ ْم ت ُؤْ مِ نُ ْونَ ِب ه‬
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad),
dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Ayat ini menunjukkan bahwa jika ada perselisihan pendapat di antara ulama tentang
hukum suatu masalah, maka jalan keluarnya dengan mengembalikannya kepada Al-
Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Cara mengembalikannya antara lain dengan melakukan
qiyas.
2) Hadis yang berisi dialog antara Rasulullah dan Mu’az bin Jabal ketika yang disebut
terakhir ini dikirim menjadi hakim di Yaman. Menjawab pertanyaan Rasulullah dengan
apa ia (Mu’az bin Jabal) memutuskan hukum di Yaman, Mu’az Ibnu Jabal menceritakan
bahwa ia akan memutuskan hukum berdasarkan kitab Allah (Al-Qur’an) dan jika tidak
didapatkan dalam kitab Allah ia putuskan berdasarkan Sunnah Rasulullah, dan seterusnya
dengan hasil ijtihadnya sendiri jika hukum suatu masalah tidak ditemukan dalam dua
sumber tersebut. Mendengar jawaban itu Rasulullah berkomentar dengan mengatakan:
“Segala pujian bagi Allah yang telah memberi tauik atas diri utusan dari Rasulullah.”
Terjemahan Secara lengkap hadits tersebut adalah:
Mu’az, sesungguhnya Rasulullah SAW. Mengutus Mu’az ke Yaman, maka beliau
bertanya kepada Mu’az, “Atas dasar apa Anda memutuskan suatu persoalan?” Dia
jawab, “Dasarnya adalah Kitab Allah.” Nabi bertanya: “Kalau tidak Anda temukan
dalam kitab Allah?” Dia menjawab “Dengan dasar Sunnah Rasulullah SAW.” Beliau
bertanya lagi: “Kalau tidak Anda temukan dalam Sunnah Rasulullah?” Mu’az
menjawab, “Aku akan berijtihad dengan penalaranku.” Maka Nabi berkata: “Segala
pujian bagi Allah yang telah memberi tauik atas diri utusan Rasulullah SAW.” (HR.
Tirmizi)
Hadis tersebut menurut mayoritas ulama ushul fiqh mengandung pengakuan Rasulullah
terhadap qiyas, karena praktik qiyas adalah satu macam dari kegiatan ijtihad yang
mendapat pengakuan dari Rasulullah dalam dialog tersebut.2

2
Satria Efendi, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2017) Hal 119-120

4
2.3 Rukun-Rukun Qiyas
Dari pengertian qiyas diatas, dapat diketahui bahwa ada empat unsur (rukun) dalam
qiyas. Keempat rukun qiyas tersebut adalah:

1. Harus ada pokok (‫)االصل‬, yaitu persoalan yang telah dijelaskan ketentuan hukumnya
didalam nash.Pokok ini sering pula disebut dengan “‫ ”المقيس عليه‬yakni yang menjadi
tempat sandaran qiyas,dan kadang-kadang disebut pula dengan “‫ ”المشبه به‬menjadi
tempat penyamaan sesuatu.
2. Adanya cabang (‫)الفروع‬, yaitu persoalan atau perkara baru yang tidak ada nash yang
menjelaskan hukumnya dan ia akan disamakan hukumnya dengan pokok.
3. Adanya ketetapan hukum asal (‫ )الحكم االصل‬yang telah dijelaskan oleh nash pada
pokok.Ketentuan hukum ini adalah hukum yang sudah pasti yang melekat pada pokok
sebagai tempat penyandaran kesamaan hukum bagi cabang.
4. Adanya ‘illat (‫)العلة‬, yakni suatu sifat atau keadaan yang menjadi alasan/dasar penetapan
hukum pada pokok dan ‘illat ini juga terdapat pada cabang yang akan dicari
hukumnya.’Illat ini harus jelas,relatif dapat diukur dan kuat dugaan bahwa dialah yang
menjadi alasan penetapan hukum Allah dan Rasul-Nya.3

2.4 Macam-Macam Qiyas


Pertama, dilihat dari segi kekuatan ‘illat yang terdapat pada furu’ (cabang) dibandingkan
dengan yang terdapat pada ashal, qiyas dibagi kepada tiga bentuk, yaitu:

1. Qiyas al-Aulawi,
yaitu qiyas yang hukumnya pada furu’ lebih kuat daripada ashal, karena ‘illat yang
terdapat pada cabang (far’un) lebih kuat daripada ‘illat yang ada pada ashal. Misalnya
mengqiyaskan larangan memukul orang tua kepada larangan berkata “Ah” kepada
kedua orang tua sebagaimana firman Allah dalam surah al-Isra’ (17): 23
ٍّ ُ ‫ِال اِيااهُ َوبِ ْال َوا ِلدَي ِْن اِ ْحسٰ نً ۗا اِ اما يَ ْبلُغ اَن ِع ْندَكَ ْال ِكبَ َر ا َ َحدُهُ َما ْٓ ا َ ْو ك ِٰل ُه َما فَ ََل تَقُ ْل لا ُه َما ْٓ ا‬
‫ف او َال‬ ْٓ ‫۞ َوقَضٰ ى َربُّكَ ا َ اال ت َ ْعبُد ُْْٓوا ا ا‬
23 ‫ت َ ْن َه ْرهُ َما َوقُ ْل لا ُه َما قَ ْو ًال ك َِر ْي ًما‬.
Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada

3
Alyasa Abubakar, Hukum Islam di Indonesia,hlm.179.

5
keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia.”
Larangan memukul orang tua ‘illatnya lebih kuat dari pada ‘illat pada larangan
berkata “ah” kepada orang tua. Kalau alasan atau ‘illat larangan berkata “ah” kepada
kedua orang tua itu karena menyakitkan hati orang tua, maka ‘illat dalam larangan
memukul orang tua lebih manyakitkan hati
2. Qiyas al-musawi,
yaitu qiyas yang hukumnya pada furu’ sama kualitasnya dengan hukum yang
ada pada ashal, karena kualitas ‘illat pada keduanya juga sama. Contoh larangan
membakar harta anak yatim diqiyaskan kepada larangan memakan harta anak yatim
seperti firman Allah dalam QS. An-Nisa (4): 2 sebagai berikut.
‫ب ۖ َو َال تَأْ ُكلُ ْٰٓوا اَ ْم َوالَ ُه ْم ا ِٰلٰٓى اَ ْم َوا ِل ُك ْم ِۗ اِنَّ ٗه كَانَ ُح ْوباا َك ِبي اْرا‬ َ ‫ َو ٰات ُوا ا ْليَ ٰتمٰ ٰٓى ا َ ْم َوالَ ُه ْم َو َال تَتَبَ َّدلُوا ا ْل َخ ِبي‬.
َّ ‫ْث ِبال‬
ِ ‫ط ِي‬
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka,
janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk, dan janganlah kamu makan
harta mereka bersama hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan memakan) itu
adalah dosa yang besar.
Para ulama ushul fikih mengqiyaskan membakar harta anak yatim kepada memakan
harta anak yatim karena sama-sama menghabiskan hartanya.
3. Qiyas al-Adnā,
yaitu qiyas di mana ‘illat yang ada pada furu’ lebih lemah dibandingkan dengan ‘illat
yang ada pada ashal misalnya mengqiyaskan apel pada gandum dalam hal berlakunya
riba fadhl. Atau mengqiyaskan haramnya perak bagi laki-laki dengan haramnya laki-
laki memakai emas.

Kedua, dilihat dari segi kejelasan ‘illatnya, qiyas dibagi kepada dua macam:

1. Qiyas al-Jaliy
yaitu qiyas yang ‘illatnya ditetapkan oleh naṣṣ bersamaan dengan hukum ashal atau
naṣṣ tidak menetapkan ‘illatnya, tetapi dipastikan bahwa tidak ada pengaruh
perbedaan antara ashal dengan far’u. Contoh illat yang ditetapkan naṣṣ bersamaan
dengan hukum ashal adalah mengqiyaskan memukul orang tua kepada ucapan “Ah”
yang terdapat dalam QS. al-Isra (17): 23 yang ‘illatnya sama-sama menyakiti orang
tua.
2. Qiyas al-khafiy

6
yaitu qiyas yang ‘illatnya tidak disebutkan dalam naṣṣ. Contoh mengqiyaskan
pembunuhan dengan benda berat kepada pembunuhan dengan benda tajam dalam
memberlakukan hukum qishash, karena ‘illatnya sama-sama pembunuhan sengaja.4

2.5 Kehujjahan Qiyas


Kehujahan qiyas sebagai sumber hukum dikalangan ulama, telah menimbulkan
kontroversi yaitu ada ulama yang membolehkan, akan tetapi juga ada ulama yang tidak
memperbolehkan. Ulama yang menganggap kedudukan qiyas sebagai dalil penetapan hukum,
hal ini bersandar pada al-quran, as-sunnah serta atsarash-shahabi. Adapun dalil yang
digunakan sebagai sandaran adanya qiyas, antara lain surat an-nisa’ ayat 59:
‫س ْو ِل ا ِْن ُك ْنت ُ ْم‬
ُ ‫الر‬
َّ ‫ّٰللا َو‬ َ َ‫اال ْم ِر مِ ْن ُك ْۚ ْم َفا ِْن تَن‬
ِ ‫از ْعت ُ ْم ف ِْي ش َْيءٍ َف ُرد ُّْو ُه اِلَى ه‬ َ ْ ‫س ْو َل َواُولِى‬ َّ ‫ّٰللا َواَطِ ْيعُوا‬
ُ ‫الر‬ َ ‫ٰ ٰٓيا َ ُّيهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٰٓوا اَطِ ْيعُوا ه‬
َ ْ‫االخِ ِِۗر ٰذ ِلكَ َخ ْي ٌر َّواَح‬
ࣖ ‫س ُن تَأ ْ ِوي اًْل‬ ٰ ْ ‫اّٰلل َوا ْليَ ْو ِم‬
ِ ‫ت ُؤْ مِ نُ ْونَ بِ ه‬.
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan
Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.”
Ayat di atas, telah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menyelesaikan
permasalahan hukum dengan merujuk kepada al-Quran dan as-sunnah. Rujukan yang
dimaksud dalam ayat diatas yakni dengan cara menghubungkan satu masalah dengan masalah
yang belum ada nashnya dengan masalah yang tidak ada nashnya, sehingga diperoleh hukum
yang sama, dan hal yang demikian dinamakan qiyas.
Sedangkan dalil as-sunnah yang digunakan untuk memperkuat diperbolehkannya qiyas
yaitu hadits riwayat al-Bukhari:
Dari Ibnu Abbas ra. Bahwa seorang wanita menghadap Rasulullah dan bertanya tentang
kewajiban puasa ibunya selama sebulan yang belum ditunaikan ibunya itu : “apakah saya
dapat melaksanakannya atas namanya? Maka Rasulullah SAW bertanya: jika ibumu
mempunyai hutang, apakah anda membayarnya?” wanita itu menjawab: “benar”
rasulullah bersabda: “utang kepada Allah lebih berhak dilunasi”.
Hadits diatas menggambarkan bahwa Rasulullah SAW dalam menjawab pertanyaan
wanita itu dengan mengqiyaskan hutang kepada Allah terhadap hutang kepada manusia.
Sedangkan dalil atsar ash-shahabi mengenai qiyas, yaitu pengangkatan Abu Bakar ra,
menjadi khalifah pertama dalam islam. Adanya perdebatan tentang pengganti Rasulullah

4
Akhmad Farid, Ushul fikih, (Jakarta : Direktorat KSKK Madrasah,2020), hal.117.

7
SAW serta kriteria pemimpin setelah Rasulullah SAW, maka akhirnya mereka sepakat untuk
mengangkat Abu Bakar ra untuk menggantikan Rasulullah SAW serta menjadi khalifah
pertama. Kesepakatan tersebut diambil setelah adanya pendapat seorang sahabat melalui
qiyas, yakni bahwa Rasulullah saw telah mengangkatnya menjadi imam sholat.
Adapun logika yang mendukung tentang kehujahan dalil qiyas yakni:
Pertama, bahwa ketentuan ketentuan hukum yang ditetapkan Allah SWT selalu
rasional, dapat dipahami tujuannya dan didasarkan pada ‘illat untuk mencapai kemaslahatan.
adapun tujuan hukum islam yakni untuk menciptakan kemaslahatan umat baik di dunia
maupun di akhirat.
Kedua, imam asy-syafi’i sebagai orang pertama yang secara sistematis menguraikan
kedudukan qiyas sebagai dalil hukum dan Imam asy-syafi’i juga menegaskan bahwa semua
peristiwa terdapat ketentuan hukumnya dalam islam.5

5
Abdul Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2010) hal 162-163

8
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kata qiyas berasal dari akar kata qaasa – yaqiisu – qiyaasan .Makna qiyas secara
sederhana adalah pengukuran. Pengertian qiyas secara terminologi terdapat beberapa definisi
yang dikemukakan para ulama Ushul Fiqih, sekalipun redaksinya berbeda tetapi mengandung
pengertian yang sama. Dr.Wahbah Az-Zuhaily mengutip beberapa pendapat dari para ulama
Ushul menyebutkan bahwa mereka mendefinisikan pengertian qiyas sebagai:

‫الحاق امر غير منصوص على حكمه الشرعي بما يماالثله‬

“Menjelaskan status hukum syari’ah pada suatu masalah yang tidak disebutkan nash-
nya,dengan masalah lain yang sebanding dengannya”

Dasar penggunaan qiyas pun dikutip dari Q.S An-Nisa: 59 dan Hadits yang
diriwayatkan oleh Tirmidzi. Hadits yang berisi dialog antara Rasulullah dan Mu’az bin Jabal
ketika yang disebut terakhir ini dikirim menjadi hakim di Yaman. Menjawab pertanyaan
Rasulullah dengan apa ia (Mu’az bin Jabal) memutuskan hukum di Yaman, Mu’az Ibnu Jabal
menceritakan bahwa ia akan memutuskan hukum berdasarkan kitab Allah (Al-Qur’an) dan
jika tidak didapatkan dalam kitab Allah ia putuskan berdasarkan Sunnah Rasulullah, dan
seterusnya dengan hasil ijtihadnya sendiri jika hukum suatu masalah tidak ditemukan dalam
dua sumber tersebut. Mendengar jawaban itu Rasulullah berkomentar dengan mengatakan:
“Segala pujian bagi Allah yang telah memberi tauik atas diri utusan dari Rasulullah.”

Rukun qiyas ada 4 yaitu Al-ashlu (pokok), Al-far’u (cabang), Al-Hukum dan Al-‘illah
(sifat). Apabila perkara yang sedang dihadapi tidak terdapat dalam Al-Quran, Hadis dan
perkataan Sahabat. Dengan menghubungkan perkara yang dihadapi kepada nash yang ada
setelah memperhatikan ‘illat yang sama antara keduanya. Metode pengembangan dari nash
yang sudah ada (Al-Quran dan Hadits) untuk bisa diterapkan di berbagai persoalan
kehidupan, yaitu dengan mengambil ‘illat, atau persamaan aspek antara masalah yang ada
nashnya dengan masalah yang tidak ada nashnya.

Macam-macam qiyas terbagi menjadi dua. Pertama, dilihat dari segi kekuatan ‘illat
yang terdapat pada furu’ (cabang) dibandingkan dengan yang terdapat pada ashal, qiyas
dibagi kepada tiga bentuk, yaitu: Qiyas al-Aulawi, Qiyas al-musawi, dan Qiyas al-Adnā.
Kedua, dilihat dari segi kejelasan ‘illatnya, qiyas dibagi kepada dua macam: Qiyas al-Jaliy
dan Qiyas al-khafiy.
9
Kehujahan qiyas sebagai sumber hukum dikalangan ulama, telah menimbulkan
kontroversi yaitu ada ulama yang membolehkan, akan tetapi juga ada ulama yang tidak
memperbolehkan. Ulama yang menganggap kedudukan qiyas sebagai dalil penetapan hukum,
hal ini bersandar pada al-quran, as-sunnah serta atsarash-shahabi. Adapun dalil yang
digunakan sebagai sandaran adanya qiyas, antara lain surat an-nisa’ ayat 59 dan Hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhori mengenai pengangkatan Abu Bakar r.a sebagai khalifah pertama.

3.2 Saran
Setelah penulis melakukan pembahasan yang berkaitan dengan qiyas. Maka penulis
dapat memberikan saran yaitu, meski qiyas memiliki berbagai pendapat dalam
kehujjahannya, namun mempelajari dan memahami qiyas merupakan salah satu hal yang
penting dalam menggali hukum-hukum syara.

10
DAFTAR PUSTAKA
Az-Zuhaily, Wahbah, Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh,
Efendi, Satria, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2017)
Abubakar, Alyasa, Hukum Islam di Indonesia
Farid, Akhmad, Ushul fikih, (Jakarta : Direktorat KSKK Madrasah, 2020)
Dahlan, Abdul Rahman, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2010)

11
BIODATA PENULIS
Siti Rohmah Durotul Hikmah. Lahir di Subang ,pada tanggal 10
Februari 2003. Merupakan anak ke 4 dari 4 bersaudara. Bertempat
tinggal di Subang tepatnya di Kp.Ciwahang Rt. 14 / RW 04 Desa
Dayeuhkolot Kec.Sagalaherang Kab.Subang Provinsi Jawa barat.
berpendidikan di SDN.Tunas Mulya, Mts Al-Hidayah Sagala herang.
Dilanjutkan ke MA-Al-Ishlah Sagala herang. Pernah menempuh
pendidikan non-formal semasa MA di Ponpes Hikmatul Huda. Dan
sekarang sedang menjalani pendidikan di UIN Sunan Gunung Djati
Bandung semester 1 ,tepatnya di Fakultas Tarbiyah Keguruan,Jurusan
Pendidikan Agama Islam. Semasa Mts dan MA pernah aktif dalam
beberapa organisasi ekstra. Ia juga mempunyai motto hidup
"Berusahalah atas apa yang kamu inginkan"
Vina Isriani. Lahir di Subang, pada tanggal 12 September 2003.
Anak ke 3 dari 4 bersaudara. Bertempat tinggal di Subang, tepatnya di
Askid Rt/Rw 01/01 Desa Kasomalang Wetan, Kecamatan
Kasomalang, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Berpendidikan
di Paud Melati, SDN Kasomalang IV, MtsN 3 Subang. Dilanjutkan ke
MAN 1 Sumedang. Selain itu pendidikan non-formal yang ia tempuh
ialah DTA Nurul Jannah saat duduk di bangku SD, dan PPS Miftahul
jannah saat menjalani masa SMA. Dan pada saat ini ia menjejaki
pendidikan di UIN Sunan Gunung Djati Bandung di fakultas Tarbiyah
dan keguruan tepatnya di jurusan / prodi PAI. Beberapa prestasi yang
ia capai diantaranya; Juara umum 1 pada masa MTs, juara 2 pidato,
juara 3 pembacan sari tilawah, dan beberapa kejuaraan lainnya. Ia
menggenggam moto hidup 'disaat anda merasa pintar, disitulah
kebodohan yang sebenarnya'.
Wanda Nurul Faidah. Lahir di Garut, pada tanggal 10 Februari
2002. Merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Bertempat tinggal
di Kab. Bandung tepatnya di Komp. Bojong Malaka Indah Blok H5
no 18b Desa Bojong Malaka, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa
Barat. Pernah menempuh pendidikan di SDN Pasir Paros, SMPN 3
Baleendah dan SMAN 1 Baleendah. Adapun pendidikan non-formal

12
yang pernah ia tempuh adalah Kursus Menjahit di LKP Putra
Kencana 1. Kini ia sedang menempuh studi S1 nya di UIN Sunan
Gunung Djati Bandung tepatnya di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
jurusan Pendidikan Agama Islam. Meski semasa SMA mata pelajaran
yang ia senangi adalah Matematika dan Kimia, namun ia menyadari
bahwa ada ilmu yang lebih pasti dari mata pelajaran tersebut yaitu
Ilmu Agama. Motto hidup yang ia pegang ialah “kamu boleh
menangis, kamu boleh teriak tapi kamu gak boleh menyerah”

13

Anda mungkin juga menyukai