Anda di halaman 1dari 14

PENGERTIAN IJMA’ DAN QIYAS

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi


Salah Satu Tugas Mata Ushul dan Kaidah Fiqih
Tahun Akademik
2023/2024

Dosen Pengampu:

Moh Sahlul Khuluq, M.H.I

Oleh:

Muhammad Sholihan Hanafi (22862081454)


Inne zulistiani (22862081440)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM TARBIYATUT THOLABAH
KRANJI PACIRAN LAMONGAN
FEBRUARI 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat


dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis mampuh merampungkan salah
satu tugas yang berbentuk makalah sebagai salah satu persyaratan untuk
menempuh mata kuliah ushul dan qaidah fiqi.
Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari sumbangsih para orang-
orang terdekat penulis, karena itu dengan tulus penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dosen pengampu mata kuliah pengantar study Islam IAI TABAH Kranji
Paciran Lamongan yang telah membimbing kami dalam menjelaskan
gambaran tentang materi makalah yang kami tulis.
2. Para pegawai perpustakaan IAI TABAH Kranji Paciran Lamongan yang telah
memberikan kami kesempatan untuk berkunjung di perpustakaan sebagai
daftar buku rujukan.
3. Teman-teman program Studi Aswaja yang telah membantu kami dalam
menjalankan kegiatan diskusi tentang makalah ini.
Segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini, namun
tidak mustahil dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Hal
itu dikarenakan kelemahan dan keterbatasan kemampuan penulis semata.
Saran dan kritik yang konstruktif tetap kami harapkan dari peserta diskusi
yang budiman. Akhirnya semoga makalah ini membawa manfaat tidak hanya bagi
penulis, namun juga bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Kranji,16 Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar belakang.................................................................................1
B. Rumusan masalah............................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................2
A. Pengertian Ijma’..............................................................................2
B. Macam-macam ijma’......................................................................3
C. Kedudukan dan permasalahan ijma’...............................................5
D. Pengertian Qiyas.............................................................................6
E. Macam-macam hilal dan cara mencari illat....................................7

BAB III PENUTUP........................................................................................8


A. Kesimpulan....................................................................................8
B. Saran..............................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................9

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sebagai suatu umat tentu saja kita memiki hukum agama,yang


dalamnya terdapat dasar,aturan atau cara dalam menyikapi berbagai problem,
Untuk itu umat islam tentu saja memiliki sumber hukum yang kuat,yakni al-
qur’an,hadist,ijma’,dan qiyas. dalam perjalanan panjangnya hukum islam
tentu senantiasa mengalami perubahan sejak zaman Rosulullah hingga saat
ini,banyaknya masalah yang dihadapi umat islam setelah wafatnya rosulullah
menyebabkan lahirnya ushul fiqih yang kemudian menjadi dasar lahirnya ilmu
fiqih akan tetapi hal ini masih terjadi perselisihan yang mana yang muncul
terlebih dahulu. Terlepas dari hal tersebut seperti yang telah di jelaskan di atas
bahwa islam memiliki sumber dasar al-qur’an ,hadist,ijma’ dan qiyas.Seperti
yang sudah dibahas pada makalah sebelumnya mengenai sumber dasar hukum
dalam islam,pada presentasi kali ini akan di bahas mengenai ijma’ dan qiyas.

B. Rumusan masalah
1. Jelaskan Pengertian Ijma’ ?
2. Sebutkan Macam-macam ijma’ ?
3. Jelaskan Kedudukan dan permasalahan ijma’ ?
4. Jelaskan Pengertian Qiyas?
5. Sebutkan Macam-macam hilal dan cara mencari illat ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Ijma’
2. Mengetahui macam-macam ijma’
3. Mengetahui kedudukan dan permasalahan ijma’
4. Mengetahui pengertian qiyas
5. Mengetahui macam-macam hilal dan cara mencari illat

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. IJMA’
1. Pengertian Ijma’
Arti ijma’ menurut Bahasa adalah sepakat,setuju,sependapat.Atau
juga dapat diartikan bahwa ijma’ berasal dari kata َ‫ اَجْ َمع ُْٓوا‬kesepakatan
kata ini terdapat pada QS.yusuf (15)

ۚ ‫ت ْالج‬
‫ َذا َوهُ ْم اَل‬N‫ا َ ْم ِر ِه ْم ٰه‬Nِ‫ ِه لَتُنَبَِّئنَّهُ ْم ب‬N‫ٓا اِلَ ْي‬NNَ‫ُبِّ َواَوْ َح ْين‬ ِ َ‫وْ هُ فِ ْي َغ ٰيب‬NNُ‫وا اَ ْن يَّجْ َعل‬N
ْٓ N‫فَلَ َّما َذهَبُوْ ا بِ ٖه َواَجْ َم ُع‬
َ‫يَ ْش ُعرُوْ ن‬

Maka, ketika mereka membawanya serta sepakat memasukkannya ke


dasar sumur, (mereka pun melaksanakan kesepakatan itu). Kami
wahyukan kepadanya, “Engkau kelak pasti akan menceritakan
perbuatan mereka ini kepada mereka, sedangkan mereka tidak
menyadari.”

Nah ijma’ juga dapat diartikan sebagai ketetapan hati untuk melakukan
sesuatu keterangan ini terdapat pada QS.Yunus (71)

‫ا ٰيت هّٰللا فَعلَى هّٰللا‬Nٰ N‫ذكيْريْ ب‬Nْ Nَ‫امي وت‬NNَ‫ر َعلَ ْي ُكم مق‬Nُ‫وا ْت ُل َعلَ ْيهم نَبا َ نُوْ ۘح ا ْذ قَال لقَوْ مه ٰيقَوْ م ا ْن َكانَ َكب‬
ِ َ ِ ِ ِ ِ ِ َ ْ ِ َّ ْ َ ِ ِ ِٖ ِ َ ِ ٍ َ ِْ َ
‫ي َواَل تُ ْن ِظرُوْ ِن‬َّ َ‫ت فَاَجْ ِمع ُْٓوا اَ ْم َر ُك ْم َو ُش َر َك ۤا َء ُك ْم ثُ َّم اَل يَ ُك ْن اَ ْم ُر ُك ْم َعلَ ْي ُك ْم ُغ َّمةً ثُ َّم ا ْقض ُْٓوا اِل‬
ُ ‫تَ َو َّك ْل‬

Artinya:Dan bacakanlah kepada mereka berita penting (tentang) Nuh


ketika (dia) berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku! Jika terasa
berat bagimu aku tinggal (bersamamu) dan peringatanku dengan ayat-
ayat Allah, maka kepada Allah aku bertawakal. Karena itu bulatkanlah
keputusanmu dan kumpulkanlah sekutu-sekutumu (untuk
membinasakanku), dan janganlah keputusanmu itu dirahasiakan.
Kemudian bertindaklah terhadap diriku, dan janganlah kamu tunda
lagi.

2
Dari keterangan di atas disimpulkan bahwa kesepakatan pertama hanya
terjadi pada satu orang saja,sedangkan pada keterangan kedua
kesepakatan atau ketepatan hatinya dilakukan oleh banyak orang.1

Sedangkan menurut terminology ulama’ushul fiqih ijma’ merupakan


kesepakatan seluruh mujtahid pada suatu masa tertentu setelah wafatnya
rosul terhadap suatu hukum syara’untuk suatu peristiwa2

Jadi ijma’ adalah niat yang kuat dalam memecahkan masalah setelah
wafatnya Rosulullah yang dilakukan oleh orang orang tertentu yang di
sebut mujtahid,para mujtahid sendiri memiliki kriteria yang harus
dipenuhi agar dapat disebut mujtahid,selain itu mereka harus melakukan
ijtihad terlebih dahulu untuk memecahkan suatu masalah,tapi tentu saja
ijtihad ini harus berdasarkan al-qur’an dan hadis,dan hanya terjadi pada
masalah yang berhubungan dengan syara’.3 Selain itu,ijma’juga memiliki
syarat dan rukun4

Syarat yang harus di penuhi diantaranya sebagai berikut :

a. Dilakukan dan diputuskan oleh sejumlah mujtahid


b. Direalisasikan oleh seluruh mujtahid bukan hanya mayoritas
saja,sebab jika hanya mayoritas maka belum disebut ijma’ karena
masih ada yang menolaknya.
c. Kesepakatan harus diperoleh dari seluruh mujtahid pada masa itu
(tidak bisa hanya terbentuk pada suatu negara,atau golongan
tertentu saja)
d. Ijma’harus melalui tahapan dimana seluruh mujtahid akan
berpendapat mengenai masalah tersebut
e. Kesepakatan ini harus berasal dari mujtahid yag memenuhi
syarat
1
Saif al-Din al-Amidi, op. Cit, hal.101; ‘Abdul ‘Aziz al-Bukhari, op. Cit., hal. 946; dan al-
Syaukani, op. Cit., hal 63
2
Muhammad Abu Zahra,Ushul Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), hal: 69.
3
Suratno, Modul Siap Untuk Kemenag, (Semarang: Dina Utama, 2011), hal: 131.
4
Abd al-hakim Zaidan, Al-Wajiz fi ushul al-fiqhi,( Beirut: Muassasah al-Qurthubah,1987 )h.179

3
f. Para mujtahid harus mendasarkan ijma’ pada qur’an dan hadist

Sedangkan rukunnya terbagi sebagai berikut :


a. seluruh mujtahid akan mengeluarkan pendapatnya yang
kemudian akan disepakati oleh seluruh mujtahid.
b. Kesepakatan para mujtahid atas hukum syara’ dalam suatu
masalah dengan melihat negeri,jenis dan kelompok
c. Kesepakatan dimulai Ketika salah satu dari mereka ada yang
berpendapat yang ditunjukkan dalam bentuk ucapan,perkatan
atau perbuatan mereka.
d. Kesepakatan terjadi apabila semuanya setuju dan Takada
mujtahid yang menolak atas kesepakatan tersebut.

2. Macam-macam ijma’
Ijma’ sendiri dibagi menjadi dua macam.
Dilihat dari cara penyampaian(keputusan kesepakatan)nya dibagi
menjadi berikut5:
a. Qouli : kesepakatan berdasarkan pendapat yang dikeluarkan para
mujtahid dan diakui sah dalam forum tersebut.
b. Fi’li : kesepakatan mujtahid dalam mengamalkan sesuatu.
c. Sukuti : diamya mujtahid maksudnya tidak ada mujtahid yang
membantah terhadap pendapat suatu masalah bukan karena
adanya penghalang.

Sedangkan bila dilihat dari waktu dan tempatnya dibagi menjadi


berikut6:

a.Ijma’ Sahaby kesepakatan ulama sahabat terhadap suatu masalah


pada suatu masa tertentu.

5
Suratno, Modul Siap Untuk Kemenag, (Semarang: Dina Utama, 2011), hal: 132.
6
Totok Jumantoro, Samsul Munir, Kamus Ilmu Ushul Fiqh,(Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal:
106.

4
b. Ijma’ Ahli Madinah kesepakatan ulama Madinah terhadap suatu
masalah.
c.Ijma’ Ulama Kuffah kesepakatan ulama kuffah terhadap suatu
masalah.
d. Ijma’ Khulafaur Rasyidin penyesuaian paham khalifah yang empat
terhadap suatu soal yang diambil dalam suatu masa atas suatu
hukum.
e.Ijma’ Ahlu Bait kesepakatan keluarga nabi dalam suatu masalah.

3. keduudukan ijma’ dan permasalahannya


Berdasarkan kedudukan dan permasalahannya ijma’ dijadikan
sebagai sumber hukum islam juga dalil dalam menyelesaikan suatu
permasalahan.
Apabila empat rukun dari ijma’ sudah terlaksanakan maka hukum
yang telah disepakati tersebut akan dijadikan undang-undang yang
harus diikuti dan tidak boleh ditentang.
Ulama’ ushul fiqih sendiri berpendapat bahwa apabila rukun-rukun
ijma’ sudah terpenuhi maka ijma’tersebut menjadi hujjah yang
qath’I,maka itu wajib di amalkan dan tidak boleh diingkari,mereka
berpendapat bahwa yang mengingkarinya dihukumi kafir.
Ijma’ menempati hujjah islam setelah al-Qur’an dan hadist.Salah
satu bentuk menaati ijma’ yaitu dengan menaati anjuran ulil amri
karena ulil amri merupakan orang-orang pilihan Allah.

B. QIYAS

5
1. Pengertian qiyas

Menurut etimologi kata qiyas berasal dari kata qasa yang berarti
mengukur7

Sedangkan menurut terminology berarti menerangkan hukum sesuatu


yang tidak ada nashnya dalam qur’an dan hadist dengan cara
membandingkannya dengan sesuatu yang ada nashnya.8

Dari berbagai definisi qiyas baik ulama klasik ataupun ulama


konteporer sepakat bahwa proses penetapan hukum melalui metode
qiyas bukanlah penetapan hukum dari awal melainkan hanya
menyinggung dan menjelaskan hukum yang ada pada suatu kasus
yang belum jelas hukumnya di nash.

Dalam mengqiyas suatu permasalahan para ulama memiliki dasar


hukum,dasar hukum tersebut adalah Al-Qur’an dan hadist,mengenai
Kehujjahan qiyas dalam mentapkan hukum Syara’, jumhur ulama
ushul fiqh dan para pengikut madzhab yang empat berpendapat bahwa
qiyas dapat dijadikan sebagai metode atau sarana untuk
menginstinbatkan hukum Syara’. Hanya saja mereka berbeda
pendapat tentang kadar penggunaan qiyas atau macam-macam qiyas
yang boleh digunakan dalam mengistinbathkan hukum, ada yang
membatasinya dan ada pula yang tidak membatasinya, namun mereka
baru melakukan qiyas apabila ada kejadian atau peristiwa yang
penetapan hukumnya tidak diperoleh pada satu nash pun yang dapat
dijadikan dasar.
Namun tidak semua penetapan hukum dalam islam disebut qiyqa
untuk itu tentu saja qiyas memiliki rukun dan syarat diantaranya
rukunnya sebagai berikut :
a. Ashl (sumberhukum (qur’an dan hadist)
b. Far’u (sasaran hukum (permasalahannya)
7
Louis Ma`luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A`lam (Beirut: Dar al-Masriq, 1986), Hal. 665
8
Prof. Muhammad Abu Zahrah. Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2008. Cet. Kedua. h.336

6
c. Illat (penyebab masalahnya)
d. Hukum Al-ashl ( hukum syara’ yang ada nashnya pada ashl
yang dijadikan hukunm untuk far’u)

Diantara syaratnya adalah sebagai berikut :

a. Ashl harus berdasarkan qur’an dan hadist seperti hukum


minum khamar disamakan dengan hukum minum wisky
b. Antara furu’dan ashl harus sama ilatnya contoh khamar dan
wisky sama sama memabukkan.
c. Illat harus bersifat pasti dan jelas
2. Macam-macam Qiyas
a) Qiyas aulawy
Yaitu qiyas yang mewajibkan illatnya memiliki hukum,dimana
antara hukum asal dan hukum furu’ dan hukum cabang memiliki
hukum yang lebih utama dari pada hukum asalnya
misalnya,berkata “uh” pada orang tua dan kata-kata lain yang
menyakitkan mereka maka di hukumi haram sesuai firman Allah
dalam surah al-Isro’:23
Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu
bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”
dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah
kepada keduanya perkataan yang baik.
b) Qiyas musawy
Qiyas yang mewajibkan ilatnya memiliki hukum yang sama antara
cabang dan asalnya contohnya diharamkan memakan harta anak
yatim seperti diterangkan pada surah An-nisa’:10

7
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara
zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan
mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
Dari sini dapat di qiyas bahwa segala bentuk kerusakan atau
kesalahan pengelolaan yang menyebabkan hilangnya harta tersebut
juga dilarang seperti halnya memakan harta anak yatim.
c) Qiyas adna
Qiyas dimana hukum far’u lebih lemah dari pada hukum
asalnya,contohnya mengqiyaskan hukum apel pada gandum
dalam hal riba fadl (riba yang terjadi karena adanya kelebihan
diantara keduanya,yaitu bahan pokok dan makanan).
Dalam kasus ini illat hukumnya adalah baik apel ataupun
gandum merupakan jenis makanan yangbisa dimakan dan
ditakar.
3. Kedudukan qiyas dan permasalahannya
Kedudukan qiyas sebagai salahsatu hujjah umat islam tentunya
memiliki permasalahan penolakan dan penerimaan diantaranya seperti
masalah berikut:
Para kelompok jumhur ulama menggunakan qiyas terhadap masalah
yang tidak dijelaskan pada nash namun tentu saja mereka
menggunakan pada kadar yang secukupnya,yang mana perlakuan
mereka berdasarkan dalil surah yasin 78-79
Ayat 78
dan ia membuat perumpamaan bagi kami; dan Dia lupa kepada
kejadiannya; ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang
belulang, yang telah hancur luluh?"
Ayat 79
Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali
yang pertama. dan Dia Maha mengetahui tentang segala makhluk. (QS.
Yasiin: 78-79)

8
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menyamakan kemampuan-Nya
menghidupkan tulang belulang yang telah berserakan di kemudian
hari dengan kemampuan-Nya dalam menciptakan tulang belulang
pertama kali. Artinya bahwa Allah menyamakan menghidupkan
tulang tersebut kepada penciptaan pertama kali.

Sedangkan madzab zhahiriyah dan syi’ah imamiyah tidak


menggunakan qiyas bahkan mereka tidak mengakui adanya qiyas.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
ijma’ adalah niat yang kuat dalam memecahkan masalah setelah
wafatnya Rosulullah yang dilakukan oleh orang orang tertentu yang di
sebut mujtahid. Adapun macam-macam ijma diantaranya yaitu: qouli,fi’li,
sukuti.
Keduudukan ijma’ Ijma’ menempati hujjah islam setelah al-Qur’an
dan hadist.Salah satu bentuk menaati ijma’ yaitu dengan menaati anjuran
ulil amri karena ulil amri merupakan orang-orang pilihan Allah.
Qiyash menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam
qur’an dan hadist dengan cara membandingkannya dengan sesuatu yang
ada nashnya. Macam-macam qiyas : qiyas aulawy, qiyas masawy, qiyas
adna.
Kedudukan qiyas sebagai salahsatu hujjah umat islam tentunya
memiliki permasalahan penolakan dan penerimaan
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan
masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kedepannya kami akan lebih
berhati-hati dalam menjelaskan dan menulis pembahasan mengenai ragam
masalah dalam bimbingan dan konseling. Kami selaku penulis sangat
menyadari bahwa di dalam makalah ini masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu, kami mohon maaf dan kami juga sangat berharap atas
kritikan dan saran yang bersifat membangun. Mudah-mudahan makalah
ini bermanfaat untuk kita semua dan khususnya bagi pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA

Saif al-Din al-Amidi, op. Cit, hal.101; ‘Abdul ‘Aziz al-Bukhari, op. Cit. dan al-
Syaukani, op. Cit.

Muhammad Abu Zahra,Ushul Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003.

Suratno, Modul Siap Untuk Kemenag, Semarang: Dina Utama, 2011.

Abd al-hakim Zaidan, Al-Wajiz fi ushul al-fiqhi, Beirut: Muassasah al-


Qurthubah,1987.

Suratno, Modul Siap Untuk Kemenag, Semarang: Dina Utama, 2011.

Totok Jumantoro, Samsul Munir, Kamus Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta: Bumi Aksara,
2009.

Louis Ma`luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A`lam Beirut: Dar al-Masriq, 1986.

Prof. Muhammad Abu Zahrah. Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2008.

11

Anda mungkin juga menyukai