a. Mengapa al-Qur'an disebut sebagai sumber hukum Islam yang pertama dan utama
Karena, al-Qur’an merupakan undang-undang dasar tertinggi bagi umat Islam, sehingga
semua hukum dan sumber hukum tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an. Dasar al-Qur’an
sebagai sumber hukum yang utama dan pertama adalah firman Allah swt. dalam QS al-Nisa/4: 59.
ُول إِنْ ُﻛ ْﻧ ُﺗ ْم َ ﷲ َوأَطِ ﯾﻌُوا اﻟرﱠ ﺳُو َل َوأُوﻟِﻲ ْاﻷَﻣْ ِر ِﻣ ْﻧ ُﻛ ْم ۖ◌ َﻓﺈِنْ َﺗ َﻧ
ِ ﺎزﻋْ ُﺗ ْم ﻓِﻲ َﺷﻲْ ٍء َﻓرُ ﱡدوهُ إِﻟَﻰ ﱠ
ِ ﷲ َواﻟرﱠ ﺳ َ ِﯾن آ َﻣ ُﻧوا أَطِ ﯾﻌُوا ﱠَ َﯾﺎ أَ ﱡﯾ َﮭﺎ اﻟﱠذ
ً ﺎہﻠﻟ َو ْاﻟ َﯾ ْوم ْاﻵﺧ ِِر ۚ◌ ٰ َذﻟ َِك َﺧ ْﯾ ٌر َوأَﺣْ َﺳنُ َﺗﺄْ ِو
ﯾﻼ ِ ون ِﺑ ﱠ
َ ُﺗ ْؤ ِﻣ ُﻧ
ِ
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulul amri
(pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik aki-batnya. (QS al-
Nisa/4: 59.)
a. Pengertian Ijmak
Ijmak secara etimologi berasal dari kata ajma’a - yujmi’u - ijma’an dengan isim maf’ul mujma
yang memiliki dua makna. Pertama, ijmak bermakna tekad yang kuat.
Kedua, ijmak bermakna sepakat. Jika dikatakan “ajma’ al-muslimun ‘ala kadza”, berarti
mereka sepakat terhadap suatu perkara. Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan makna
ijmak menurut arti istilah. Ini dikarenakan perbedaan mereka dalam meletakkan kaidah dan syarat
ijmak. Namun, definisi ijmak yang paling banyak digunakan adalah kesepakatan para ulama
ahli ijtihad dari kalangan umat Muhammad setelah wafatnya beliau saw, pada masa tertentu
atas suatu perkara agama.
b. Rukun Ijmak
1. Ada beberapa orang mujtahid
2. Adanya kesepakatan sesama para mujtahid atas hukum syarak dalam suatu masalah dengan
melihat negeri, jenis, dan kelompok
3. Kesepakatan itu harus dinyatakan secara tegas oleh setiap mujtahid bahwa ia sependapat
dengan mujtahid-mujtahid yang lain tentang hukum (syarak) dari suatu peristiwa yang terjadi
pada masa itu
4.
c. Macam-macam Ijmak
I. Ditinjau dari segi terjadinya
1. Ijmak Bayani
ljmak bayani, yaitu para mujtahid menyatakan pendapatnya dengan jelas dan tegas, baik
berupa ucapan maupun tulisan
2. Ijmak Sukuti
Ijmak sukuti yaitu para mujtahid seluruh atau sebahagian mereka tidak menyatakan pendapat
dengan jelas dan tegas, tetapi mereka berdiam diri saja atau tidak memberikan reaksi terhadap
suatu ketentuan hukum yang telah dikemukakan mujtahid lain yang hidup di masanya
II. Ditinjau dari segi yakin mauun tidaknya
1. ljmak Qath'i,
ljmak qath'i yaitu hukum yang dihasilkan ijmak itu adalah qath'i, diyakini benar terjadinya,
tidak ada kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan
berbeda dengan hasil ijmak yang dilakukan pada waktu yang lain
2. ljmak Zhanni
ljmak zanni yaitu hukum yang dihasilkan ijmak itu zanni, masih ada kemung kinan lain bahwa
hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan berbeda dengan hasil ijtihad orang lain
atau dengan hasil ijmak yang dilakukan pada waktu yang lain.
III. Ditinjau dari segi masa terjadinya
1. Ijmak Sahabat, yaitu ijmak yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah saw.
2. Ijmak Khulafaurrasyidin, yaitu ijmak yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar, Umar,
Utsman, dan Ali bin Abi Thalib. Tentu hal ini hanya dapat dilaku-kan pada masa keempat
orang itu hidup, yaitu pada masa Khalifah Abu Bakar. Setelah Abu Bakar meninggal ijmak
tersebut tidak dapat dilakukan lagi.
3. Ijmak Shaikhan, yaitu ijmak yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar bin Khattab
4. Ijmak Ahli Madinah, yaitu ijmak yang dilakukan oleh ulama-ulama Madinah. Ijmak ahli
Madinah merupakan salah satu sumber hukum Islam menurut mazhab Maliki, tetapi mazhab
Syafi'i tidak mengakuinya sebagai salah satu sumber hukum Islam
5. Ijmak Ulama Kufah, yaitu ijmak yang dilakukan oleh ulama-ulama Kufah. Madzhab Hanafi
menjadikan ijmak ulama Kufah sebagai salah satu sumber hukum Islam.
واﻻطﻼع ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﯾﺟدوﻧﮫ ﻣﻘرراً ﻟدى،ھو ﻣﺎ ﯾﺗﻔق ﻋﻠﯾﮫ ﻓﺋﺔ ﻣﺳﺗﻧﯾرة ﻣن اﻟﻌﻠﻣﺎء ﺑﻌد دراﺳﺔ ﻣوﺿوع ﻣﻌﯾن وﺗﻘدﯾم ﺑﺣﺛﻔﯾﮫ
. وإﯾراد أدﻟﺗﮭم وﻣﻧﺎﻗﺷﺗﮭﺎ واﻟﺗرﺟﯾﺢ ﺑﯾﻧﮭﺎ واﻻﻧﺗﮭﺎء ﻟرأي ﻣﻌﯾن ﺑﺣﺳب ﻗوة اﻟدﻟﯾل وﺗﺣﻘﯾﻘﺎﻟﻣﺻﻠﺣﺔ،اﻟﻌﻠﻣﺎء اﻟﺳﺎﺑﻘﯾن
Hukum yang disepakati oleh sejumlah ulama yang diakui kafasitasnya setelah melakukan kajian
terhadap objek tertentu dan mendahulukan kajian atasnya serta dengan mengkaji pendapat-
pendapat yang didapati dari ulama-ulama terdahulu. Kemudian mendatangkan dalil-dalil ulama-
ulama tersebut serta mendiskusikannya, kemudian melakukan tarjih di antara pendapat-pendapat
tersebut, sehingga menghasilkan suatu pendapat berdasarkan dalil yang kuat dan kepastian
mashlahahnya
4. Jelaskan pengertian, rukun, dan jenis-jenis qiyas serta kemukakan salah satu contoh
penerapan qiyas dalam penetapan hukum Islam
a. Pengertian Qiyas
Para ulama usul fikih berpendapat bahwa qiyas ialah menetapkan hukum suatu kejadian atau
peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkan-nya kepada suatu kejadian
atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan
illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu
b. Rukun Qiyas
4. Illat / alasan ( sebagai dasar penyamaan furuk terhadap hukum pada ashal )
c. Jenis-jenis Qiyas
I. Dilihat dari segi kekuatan illat dalam furuk dibanding dengan yang ada dalam ashal,
1. Qiyas Aulawi
Qiyas aulawi adalah qiyas yang illat pada furuk lebih kuat daripada illat yang terdapat pada
asal.
2. Qiyas Musawi
Qiyas musawi adalah qiyas yang setara antara illat pada furuk dengan illat pada asal dalam
kepatutannya menerima ketetapan hukum
3. Qiyas Adna
Qiyas adna adalah qiyas yang illat pada furuk lebih rendah daripada illat yang terdapat pada
asal
2. Qiyas Khafi : Qiyas Khafi adalah qiyas yang illatnya tidak terdapat dalam nash
1. Qiyas Syabah
Qiyas syabah adalah qiyas yang furuknya dapat diqiyaskan dengan dua asal atau lebih, tetapi
diambil asal yang lebih banyak persamaannya dengan furuk
2. Qiyas Ma’na
Qiyas ma’na adalah qiyas yang furuknya hanya disandarkan pada asal yangnsatu. Jadi,
korelasi antara keduanya sudah sangat jelas
Qiyas larangan memukul orang tua dengan larangan menyakitinya atau berkata “uh” kepada
mereka. Larangan memukul orang tua disamakan dengan larangan berkata “uh” kepada orang tua
yang terdapat pada nash Al-Qur’an
َ َﻓ َﻼ َﺗﻘُ ْل ﻟَ ُﮭ َﻣﺎ أُفﱟ َو َﻻ َﺗ ْﻧ َﮭرْ ُھ َﻣﺎ َوﻗُ ْل ﻟَ ُﮭ َﻣﺎ َﻗ ْو ًﻻ َﻛ ِرﯾ ًﻣﺎ
“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah". (QS al-Isra/17:
Adapun persamaan illat antara keduanya adalah sama-sama menyakiti.
Keterangan :