Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SUMBER DASAR AJARAN ASWAJA

Diajukan pada dosen pengampu mata kuliah Aswaja

Disusun Oleh :

KELOMPOK IV

Ora Yanti : 2386206035


Nofianti : 2386206024
Husnil Khatimi :

Dosen Pengampu : Tan Gusli, S. Fill. i.,M. AP.,MA

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS NAHDATUL ULAMA SUMATERA BARAT
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya dan inayahnya
hingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah ini, dan selanjutnya Solawat beriring
Salam untuk Junjungan Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing manusia
kejalan yang benar. Makalah Aswaja ini berisi tentang Sumber Dasar Ajaran
Aswaja. Diharapkan pembaca dapat memahami makalah kami ini, sehingga pengetahuan
yang diperoleh dari makalah dapat diserap dan diamalkan dalam kehidupan sehari- hari, dan
menjadi amal ibadah bagi kita semua.
Namun demikian penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna,
untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di kemudian hari.

Pasaman Barat, 01 November 2023

Penulis Makalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................1

C. Tujuan.................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................2

A. Konsep Dasar Al-Qur’an, Al-Hadist, Ijma, Qiyas .............................................2

BAB III PENUTUP.......................................................................................................7

A. Kesimpulan.........................................................................................................7

B. Saran...................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aswaja merupakan singkatan dari Ahlussunnah wa al-Jama’ah. Ada tiga kata yang
membentuk istilah tersebut, yaitu: Ahl, berarti keluarga, golongan, atau pengikut. Al-
Sunnah, secara bahasa bermakna al-thariqah-wa-law-ghaira mardhiyah (jalan atau cara
walaupun tidak diridhoi).
Al-Jama’ah, berasal dari kata jama’ah artinya mengumpulkan sesuatu, dengan
mendekatkan sebagian ke sebagian lain. Jama’ah berasal dari kata ijtima’ (perkumpulan),
lawan kata dari tafarruq(perceraian), dan furqah(perpecahan). Jama’ah adalah sekelompok
orang banyak dan dikatakan sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.
Menurut istilah “sunnah” adalah suatu cara untuk nama yang diridhoi dalam agama,
yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW atau selain dari kalangan orang yang mengerti
tentang Islam. Seperti para sahabat Rasulullah. Secara terminologi aswaja atau Ahlusunnah
wal jama’ah golongan yang mengikuti ajaran rasulullah dan para sahabat-sahabatnya.
Di dalam menentukan hukum fiqih, madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja)
bersumber kepada empat pokok; Al-Qur’an, Hadits/as-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa a s w a j a
merupakan landasan yang sangat penting bagi seorang muslim dalam menjalankan
kehidupan sehari-harinya, aswaja yang benar dapat memberikan keselamatan bagi dunia
dan akhirat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an, Hadits/as-sunnah, Ijma, dan Qiyas?

C. Tujuan

1. Untuk menambah pengetahuan tentang konsep dasar Al-Qur’an, Hadits/as-


sunnah, Ijma, dan Qiyas.
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan Aswaja dalam kehidupan sehari-
hari.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Al-Qur’an, Hadits/as-sunnah, Ijma, dan Qiyas

1. Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber utama dan pertama dalam pengambilan hukum.
Karena Al-Qur’an adalah perkataan Allah yang merupakan petunjuk kepada ummat manusia
dan diwajibkan untuk berpegangan kepada Al-Qur’an.
Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 2; Al-Maidah Ayat 44-45, 47 :
‫ذِلَك ْالِكَتَب َالَر ْيَب ِفْيِه ُهًدى ِلْلُم َّتِقْيَن‬
<> “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa”. (Al-Baqarah; 2)
‫َفُأْو لِئَك ُهُم ْالكِفُرْو َن َو َم ْن َلْم َيْح ُك ْم ِبَم ا َأْنَز َل ُهللا‬
“Dan barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka adalah golongan orang-orang kafir”.
Tentu dalam hal ini yang bersangkutan dengan aqidah, lalu;
‫َو َم ْن َلْم َيْح ُك ْم ِبَم ا َأْنَز َل ُهللا َفُأْو لِئَك ُهُم الّظِلُم ْو َن‬
“Dan barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan
Allah maka mereka adalah orang-orang yang dhalim”.
Dalam hal ini urusan yang berkenaan dengan hak-hak sesama manusia
‫َفُأْو لِئَك ُهُم ْالفِس ُقْو ن َو َم ْن َلْم َيْح ُك ْم ِبَم ا َأْنَز َل ُهللا‬
“Dan barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan
Allah maka mereka adalah golongan orang-orang fasik”.
Dalam hal ini yang berkenaan dengan ibadat dan larangan-larangan Allah.
2. Hadits/As-sunnah

Sumber kedua dalam menentukan hukum ialah sunnah Rasulullah ٍSAW. Karena
Rasulullah yang berhak menjelaskan dan menafsirkan Al-Qur’an, maka As-Sunnah
menduduki tempat kedua setelah Al-Qur’an. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat an-Nahl
ayat 44 dan al-Hasyr ayat 7, sebagai berikut;

‫َو َاْنَز ْلَنا ِاَلْيَك الِذ ْك َر ِلُتَبِيَن ِللَّناِس َم اُنِز َل ِاَلْيِه ْم َو َلَع َّلُهْم َيَتَفَّك ُرْو َن‬

“Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada


ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan”.
(An-Nahl : 44)

‫ ِاَّن َهللا َش ِد ْيُد ْالِع َق‬,‫اِبَو َم اَء اَتُك ُم الَّرُسْو ُل َفُخ ُذ ْو ُه َو َم اَنهُك ْم َع ْنُه َفاْنَتَهْو اَو اَّتُقْو اَهللا‬

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka ambillah dia, dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
sangat keras sikapnya”. (Al-Hasyr: 7)

Kedua ayat tersebut di atas jelas bahwa Hadits atau Sunnah menduduki tempat
kedua setelah Al-Qur’an dalam menentukan hukum.

3. Ijma
Yang disebut Ijma’ ialah kesepakatan para Ulama’ atas suatu hukum setelah
wafatnya Nabi Muhammad SAW. Karena pada masa hidupnya Nabi Muhammad SAW
seluruh persoalan hukum kembali kepada Beliau. Setelah wafatnya Nabi maka hukum
dikembalikan kepada para sahabatnya dan para Mujtahid.

Kemudian ijma’ ada 2 macam :

1. Ijma’ Bayani (‫ ) االجماع البياني‬ialah apabila semua Mujtahid mengeluarkan


pendapatnya baik berbentuk perkataan maupun tulisan yang menunjukan kesepakatannya.

2. Ijma’ Sukuti (‫ )االجماع السكوتي‬ialah apabila sebagian Mujtahid mengeluarkan


pendapatnya dan sebagian yang lain diam, sedang diamnya menunjukan setuju, bukan
karena takut atau malu. Dalam ijma’ sukuti ini Ulama’ masih berselisih faham untuk diikuti,
karena setuju dengan sikap diam tidak dapat dipastikan. Adapun ijma’ bayani telah
disepakati suatu hukum, wajib bagi ummat Islam untuk mengikuti dan menta’ati.

Karena para Ulama’ Mujtahid itu termasuk orang-orang yang lebih mengerti
dalam maksud yang dikandung oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits, dan mereka itulah yang
disebut Ulil Amri Minkum (‫ ) اولىاالمر منكم‬Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’
ayat : 59

‫ِذ ْيَن َأَم ُنْو اَأِط ْيُعْو اَهللا‬ ‫ِر ِم ْنُك ْم ياَأُّيَهااَّل‬ ‫َو ُأْو ِلى ْاَألْم‬
‫َو َأِط ْيُعْو االَّرُسْو َل‬

“Hai orang yang beriman ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya dan Ulil Amri di
antara kamu”.

Dan para Sahabat pernah melaksanakan ijma’ apabila terjadi suatu masalah yang
tidak ada dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah S.A.W. Pada zaman sahabat Abu Bakar
dan sahabat Umar r.a jika mereka sudah sepakat maka wajib diikuti oleh seluruh ummat
Islam. Inilah beberapa Hadits yang memperkuat Ijma’ sebagai sumber hokum, seperti
disebut dalam Sunan Termidzi Juz IV hal 466.

‫ َو َيُد ِهللا َم َع ْاَلَج ماَع ِة ِاَّن َهللا‬,‫َال َيْج َم ُع ُاَّم تِى َعلَى َض َال َلٍة‬

“Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku atas kesesatan dan


perlindungan Allah beserta orang banyak.

Selanjutnya, dalam kitab Faidlul Qadir Juz 2 hal 431

‫َعلَى َض َال َلٍة َفاِء َذ اَر َأْيُتُم اْخ ِتَال ًفا َفَع َلْيُك ْم ِبالَّس َو اِد ْا َألْع َظِم ِاَّن ُاَّم تِى َالَتْج َتِم ُع‬

“Sesungguhnya ummatku tidak berkumpul atas kesesatan maka apabila engkau


melihat perselisihan, maka hendaknya engkau berpihak kepada golongan yang terbanyak”.

4. Al-Qiyas

Qiyas menurut bahasanya berarti mengukur, secara etimologi kata itu berasal
dari kata Qasa (‫) قا س‬. Yang disebut Qiyas ialah menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang
lain dalam hukum karena adanya sebab yang antara keduanya.

Rukun Qiyas ada 4 macam: al-ashlu, al-far’u, al-hukmu dan as-sabab. Contoh
penggunaan qiyas, misalnya gandum, seperti disebutkan dalam suatu hadits sebagai yang
pokok (al-ashlu)-nya, lalu al-far’u-nya adalah beras (tidak tercantum dalam al-Qur’an dan
al-Hadits), al-hukmu, atau hukum gandum itu wajib zakatnya, as-sabab atau alasan
hukumnya karena makanan pokok.

Dengan demikian, hasil gandum itu wajib dikeluarkan zakatnya, sesuai dengan
hadits Nabi, dan begitupun dengan beras, wajib dikeluarkan zakat. Meskipun, dalam hadits
tidak dicantumkan nama beras. Tetapi, karena beras dan gandum itu kedua-duanya sebagai
makanan pokok. Di sinilah aspek qiyas menjadi sumber hukum dalam syareat Islam. Dalam
Al-Qur’an Allah S.WT. berfirman :

‫ُأ‬
‫َفاْعَتِبُرْو ا ي ْو ِلى ْاَألْيَص اِر‬

“Ambilah ibarat (pelajaran dari kejadian itu) hai orang-orang yang mempunyai
pandangan”. (Al-Hasyr : 2)

“Dari sahabat Mu’adz berkata; tatkala Rasulullah SAW mengutus ke Yaman,


Rasulullah bersabda bagaimana engkau menentukan apabila tampak kepadamu suatu
ketentuan? Mu’adz menjawab; saya akan menentukan hukum dengan kitab Allah? Mu’adz
menjawab; dengan Sunnah Rasulullah s.aw. kemudian nabi bersabda; kalau tidak engkau
jumpai dalam Sunnah Rasulullah dan dalam kitab Allah? Mu’adz menjawab; saya akan
berijtihad dengan pendapat saya dan saya tidak kembali; Mu’adz berkata: maka Rasulullah
memukul dadanya, kemudian Mu’adz berkata; Alhamdulillah yang telah memberikan taufiq
kepada utusan Rasulullah SAW dengan apa yang Rasulullah meridlai-Nya.

Kemudian Al-Imam Syafi’i memperkuat pula tentang qiyas dengan firman


Allah S.W.T dalam Al-Qur’an :

“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu membunuh binatang buruan


ketika kamu sedang ihram, barang siapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka
dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan buruan yang
dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu”. (Al-Maidah: 95).
Sebagaimana madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah lebih mendahulukan dalil Al-
Qur’an dan Al-Hadits dari pada akal. Maka dari itu madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah
mempergunakan Ijma’ dan Qiyas kalau tidak mendapatkan dalil nash yang shareh (jelas)
dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa Al-Quran adalah firman atau perkataan
Allah SWT merupakan petunjuk untuk ummat manusia dan diwajibkan untuk berpegangan
kepada Al-Qur’an.
Al-Hadits merupakan sumber kedua dalam menentukan hukum ialah sunnah
Rasullullah SAW.
Kemudian Ijma ialah kesepakatan para ulama atas suatu hukum setelah wafatnya
Nabi Muhammad SAW.
Terakhir yang menjadi pokok dasar aswaja adalah Qiyas. Yang dimaksud dengan
Qiyas ialah menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukum karena adanya
sebab anatara keduanya.

B. Saran
Melalui makalah ini Pemakalah sangat berharap pembaca memahami dan
mendalami materi tentang Konsep dasar Aswaja, terlepas dari itu semua kritikan dan saran
pembaca juga sangat dibutuhkan untuk sempurnanya makalah selanjutnya dan pemakalah
ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Huda KH A Nuril, Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama.

https://aswaja.unisnu.ac.id/pengertian-aswaja
https://islam.nu.or.id/ubudiyah/4-sumber-hukum-dalam-aswaja-rhoqE

Anda mungkin juga menyukai