Aswaja berasal dari bahasa Arab yakni " Ahl " artinya keluarga, golongan atau
pengikut. " As-sunah " artinya jalan yang ditempuh atau cara pelaksanaan suatu
amalan, baik dalam perkara kebaikan maupun kejelekan. Sedangan pengertian
Sunnah secara terminlogi yaitu nama suatu jalan yang mendapakan ridlo yang telah
ditempuh oleh Rasulullah SAW, para khulafa‟ al Rosyidin dan Salaf Al Sholihin. Al-
Jama’ah, secara bahasa, berasal dari kata “Al- Jam‟u” dengan arti mengumpulkan
yang bercerai- berai. Adapun secara istilah syari‟ah berarti orang-orang terdahulu
dari kalangan shahabat Nabi SAW. Sedangkan menurut istilah Ahlus Sunnah wal
Jama’ah ( Aswaja ) adalah orang-orang yang konsisten berpegang teguh dengan
Sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat-sahabatnya.
1. Al-Qur’an
"... Dan barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan
Allah maka mereka adalah golongan orang-orang fasik” (Al-Maidah : 47).
Dalam hal ini yang berkenaan dengan ibadat dan larangan-larangan Allah.
2. Al-Hadits/Sunnah
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat an-Nahl ayat 44 dan al-Hasyr ayat 7, sebagai
berikut;
َاس َمانُ ِز َل اِلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّهُ ْم يَتَفَ َّكرُوْ ن َ “ َواَ ْن َز ْلنَا اِلَ ْي
ِ َّك ال ِذ ْك َر لِتُبَيِنَ لِلن
"Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada ummat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan”.
(An-Nahl : 44)
ِ اِ َّن هللاَ َش ِد ْيد ُْا ِلعقَا,َ“ َو َما َءاتَ ُك ُم ال َّرسُوْ ُل فَ ُخ ُذوْ هُ َو َمانَه ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهَوْ ا َواتَّقُوْ اهللا
ب
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka ambillah dia, dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
sangat keras sikapnya”. (Al-Hasyr: 7)
Kedua ayat tersebut di atas jelas bahwa Hadits atau Sunnah menduduki tempat
kedua setelah Al-Qur’an dalam menentukan hukum.
3. Al-Ijma’
Yang disebut Ijma’ ialah kesepakatan para Ulama’ atas suatu hukum setelah
wafatnya Nabi Muhammad SAW. Karena pada masa hidupnya Nabi Muhammad
SAW seluruh persoalan hukum kembali kepada Beliau. Setelah wafatnya Nabi maka
hukum dikembalikan kepada para sahabatnya dan para Mujtahid.
“ ياَأيُّهَاالَّ ِذ ْينَ َأ َمنُوْ اَأ ِط ْيعُوْ اهللاَ َوَأ ِط ْيعُوْ اال َّرسُوْ َل َوُأوْ لِى اَْأل ْم ِر ِم ْن ُك ْم
"Hai orang yang beriman ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya dan Ulil Amri di
antara kamu”.
Dan para Sahabat pernah melaksanakan ijma’ apabila terjadi suatu masalah yang
tidak ada dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah S.A.W. Pada zaman sahabat Abu
Bakar dan sahabat Umar r.a jika mereka sudah sepakat maka wajib diikuti oleh
seluruh ummat Islam. Inilah beberapa Hadits yang memperkuat Ijma’ sebagai
sumber hokum, seperti disebut dalam Sunan Termidzi Juz IV hal 466.
4. Al-Qiyas
Qiyas menurut bahasanya berarti mengukur, secara etimologi kata itu berasal dari
kata Qasa () قا س. Yang disebut Qiyas ialah menyamakan sesuatu dengan sesuatu
yang lain dalam hukum karena adanya sebab yang antara keduanya.
Rukun Qiyas
Contoh penggunaan qiyas, misalnya gandum, seperti disebutkan dalam suatu hadits
sebagai yang pokok (al-ashlu)-nya, lalu al-far’u-nya adalah beras (tidak tercantum
dalam al-Qur’an dan al-Hadits), al-hukmu, atau hukum gandum itu wajib zakatnya,
as-sabab atau alasan hukumnya karena makanan pokok. Dengan demikian, hasil
gandum itu wajib dikeluarkan zakatnya, sesuai dengan hadits Nabi, dan begitupun
dengan beras, wajib dikeluarkan zakat. Meskipun, dalam hadits tidak dicantumkan
nama beras. Tetapi, karena beras dan gandum itu kedua-duanya sebagai makanan
pokok. Di sinilah aspek qiyas menjadi sumber hukum dalam syareat Islam.
“Ambilah ibarat (pelajaran dari kejadian itu) hai orang-orang yang mempunyai
pandangan”. (Al-Hasyr : 2)
Kemudian Al-Imam Syafi’i memperkuat pula tentang qiyas dengan firman Allah S.W.T
dalam Al-Qur’an :
ص ْي َد َواَ ْنتُ ْم ُح ُر ٌم َو َم ْن قَتَلَهُ ِم ْن ُك ْم ُمتَ َع ِمدًا فَ َجزَا ٌء ِم ْث ُل َما قَت ََل ِمنَ النَّ َع ِم
َّ ياَأيُّهَااَّل ِذ ْينَ َء ا َمنُوْ ا الَتَ ْقتُلُوْ اا ل
“ يَحْ ُك ُم بِ ِه َذ َوا َع ْد ٍل ِم ْن ُك ْم
" Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika
kamu sedang ihram, barang siapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja,
maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan
buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu”.
(Al-Maidah: 95).
B. Konsep Aswaja
3. Tawazun, yang berarti keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak berlebihan suatu
unsur atau kekurangan suatu unsur. Prinsip tawazun ini diambil dari kata Al-Waznu
yang berarti alat penimbang. Yang dimaksud disini adalah bahwa NU menyerasikan
antar khidmah kepada Allah dan khidmah kepada manusia. Bagi NU tujuan hidup
yang ideal adalah bahagia dunia dan akhirat.
4. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, artinya mengajak pada kebajikan dan mencegah
pada kemungkaran. Maksudnya mendorong kepada kebaikan, selalu mempunyai
kepekaan terhadap kejadian-kejadin di lingkungan dan mencegah hal-hal yang dapat
merusak moralitas masyarakat.