Anda di halaman 1dari 17

Ar Rayu Sebagai Hukum

Islam Yang Ketiga

Oleh :
Burhanuddin (22201021032)
Sessy Nisa’ul Kamila (22201021077)
Melinda Ayu Ningtias (22201021082)
Moh. Ansari Ismail (22201021083)
Achmad Sabillah Maulidha Asygaf(22201021123)
Sumber Hukum Islam

Sumber hukum Islam ketiga adalah akal pikiran (Ar Rayu) manusia yang
memenuhi syarat untuk berusaha, berikhtiar dengan seluruh kemampuan
yang ada padanya memahami kaidah-kaidah hukum yang fundamental
yang terdapat dalam Alquran, kaidah-kaidah hukum yang bersifat umum
yang terdapat dalam sunnah nabi dan merumuskannya menjadi garis-garis
hukum yang dapat diterapkan pada suatu kasus tertentu. Atau berusaha
merumuskan garis-garis atau kaidah-kaidah hukum yang "pengaturannya"
tidak terdapat di dalam kedua sumber utama hukum Islam itu.
Pengertian
Secara etimologi kata
(ra’yu) berasal dari bahasa Arab yang berarti “melihat”.
Menurut Abû Hasan kata ra’yu memiliki arti: pengelihatan dan
pandangan dengan
mata atau hati, segala sesuatu yang dilihat oleh manusia, jamaknya
(al-Ara’).

Secara terminologi,
(ra’yu) menurut Muhammad Rowas, yaitu segala sesuatu yang
diutamakan
manusia setelah melalui proses berfikir dan merenung.
Faktor yang harus di penuhi dalam penafsiran secara
ra’yu, terdiri atas empat pokok:

• Dengan memperhatikan hadits-hadits yang daif dan maudhu’.


• Mengambil dari pendapat sahabat dalam hal tafsir karena
kedudukan mereka adalah marfu (sampai kepada Nabi)
• Mengambil berdasarkan bahasa secara mutlak karena Al-Qur’an
diturunkan dengan bahasa Arab yang jelas, dengan membuang
alternatif yang tidak tepat dalam Bahasa Arab.
• Pengambilan berdasarkan ucapan yang populer di kalangan
orang Arab yang sesuai dengan ketentuan syara’.
Dasar hukum untuk mempergunakan akal pikiran atau
berijtihad dalam pengembangan hukum Islam adalah :

• Alquran surah an-nisa ayat 59 yang mewajibkan juga orang mengikuti


ketentuan Ulil Amri (orang yang mempunyai kekuasaan atau penguasa)
• Hadits muaz Bin Jabal yang menjelaskan bahwa Muadz sebagai
penguasa Ulil Amri di Yaman dibenarkan oleh Nabi mempergunakan
ra'yunya untuk berijtihad
• Contoh yang diberikan oleh Ulil Amri yakni khalifah kedua Sayyidina
Umar Bin Khattab beberapa tahun setelah Nabi Muhammad wafat
dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat pada awal perkembangan Islam
Manfaat Ar Ra'yu
• Ar Ra'yu dapat membantu umat muslim saat menghadapi masalah yang belum ada hukumnya dalam agama Islam.
• Ar Ra'yu berguna untuk menyesuaikan hukum yang berlaku dalam Islam. Agar hukum tersebut sesuai dengan waktu, keadaan, serta pekembangan zaman.Ijtihad dapat menentukan dan menetapkan fatwa atas segala permasalah yang tidak berhubungan dengan halal dan haram .
Dasar hukum untuk mempergunakan akal pikiran atau ra'yu
untuk berijtihad dalam pengembangan hukum Islam adalah
Alquran surat Al-Nisa' ayat 59

ُ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْي َن ٰا َمنُ ْٓوا اَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َواَ ِط ْيعُوا ال َّرس ُْو َل َواُولِى ااْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ۚ ْم فَا ِ ْن تَنَا َز ْعت ْم‬
‫ك َخ ْي ٌر‬ ٰ ۗ ٰ ‫اْل‬ ْ ‫هّٰلل‬ ُ ُ ْ ُ ‫هّٰللا‬
َ ِ‫ اِ ْن كنت ْم تْؤ ِمن ْو َن بِا ِ َواليَ ْو ِم ا ِخ ِر ذل‬i‫فِ ْي َش ْي ٍء فَ ُر ُّد ْوهُ اِلَى ِ َوال َّرس ُْو ِل‬
ُ
‫ࣖ َّواَ ْح َس ُن تَْأ ِو ْياًل‬

Terjemahan : Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil
Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.tafsir:ayat ini memerintahkan
umat muslim agar menaati putusan hukum secara hirarkis agar tercipta kemaslahatan umum.
Keabsahan al-ra’yu sebagai sumber hukum Islam bersumber dari riwayat hadis tentang
diutusnya Muaz bin Jabal ke Yaman oleh Nabi saw. Ketika sahabat Mu’az bin Jabal diutus
oleh Nabi saw ke Yaman untuk bertindak sebagai hakim, beliau diizinkan oleh Nabi saw
untuk menggunakan ra’yu. Hal ini dijelaskan dalam riwayat sebagai berikut :

َ َ‫ب هَّللا ِ ق‬
‫ال فَِإ ْن لَ ْم تَ ِج ْد فِي‬ ِ ‫ال َأ ْق‬
ِ ‫ضي ِب ِكتَا‬ َ َ‫ضا ٌء ق‬ َ َ‫ض ل‬
َ َ‫ك ق‬ َ ‫ضي ِإ َذا َع َر‬ ِ ‫ْف تَ ْق‬ َ َ‫ث ُم َعا ًذا ِإلَى ْاليَ َم ِن ق‬
َ ‫ال َكي‬ َ ‫َأ َّن َرسُو َل هَّللا ِ لَ َّما َأ َرا َد َأ ْن يَ ْب َع‬
ِ ‫ُول هَّللا‬ َ َ‫ب هَّللا ِ ق‬
ِ ‫ال فَبِ ُسنَّ ِة َرس‬ ِ ‫ ِكتَا‬e ِ ‫ُول هَّللا‬
ِ ‫ال فَِإ ْن لَ ْم تَ ِج ْد فِي ُسنَّ ِة َرس‬
َ َ‫ ق‬e ‫ب َرسُو ُل‬ َ ‫ض َر‬ َ َ‫ال َأجْ تَ ِه ُد َرْأيِي َواَل آلُو ف‬ َ َ‫ب هَّللا ِ ق‬ِ ‫َواَل فِي ِكتَا‬
]4[ُ‫ص ْد َره‬ َ ِ ‫هَّللا‬

terjemahnya :Ketika Rasulullah saw hendak mengutus Mu’az ke Yaman, maka Rasulullah saw
bertanya: Apa yang kau lakukan jika kepadamu diajukan suatu perkara yang harus
diputuskan ? Jawabnya: Aku memutuskannya berdasarkan Alquran. Ditanya lagi, bagaimana
jika tidak ada (kau) temukan dalam Alquran ?. Jawabnya: Dengan Sunnah Rasulullah saw.
Ditanya lagi, bagaimana jika tidak terdapat dalam al-Sunnah ? Jawabnya : aku akan berijtihad
dengan pikiranku, aku tidak akan membiarkan suatu perkara pun tanpa putusan. (dengan
jawab-jawaban itu), maka Rasulullah saw menepuk dadanya (Mu’az).Berdasarkan riwayat di
atas, dipahami bahwa yang dilakukan Mu’az dalam menetapkan hukum adalah secara
terstruktur mulai dari Alquran, hadis, lalu al-ra’yu (akal pikirannya).
Metode-Metode Ar ra'yu atau ijtihad :

1.Qiyas Menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat


ketentuannya di dalam Al Qur’an dan As-Sunnah dengan yang
hukumnya ditentukan dalam Al Qur’an dan As-Sunnah karena
persamaan illat (penyebab atau alasannya)
2.Istidal Menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan
3.Masalih al Mursalah cara menemukan hukum sesuatu hal
yang tidak terdapat dalam Al Qur’an dan As Sunnah
berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau
kepentingan umum
4. Ijmak Persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli
mengenai suatu masalah pada suatu tempat dan suatu masa.
5. Istihsan Suatu cara untuk mengambil keputusan yang
tepat menurut suatu keadaan, dengan mennyimpang dari
ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan
social
6. Istishab Menetapkan hukum suatu hal menurut keadaan
yang terjadi sebelumnya, sampai ada dalil yang
mengubahnya.
7. Urf Adat istiadat yang tidak bertentangan dengan
Hukum Islam , sehingga dapat terus berlaku.
Perbedaan antara al-Ra’yu dan al-’Aqlu
A. al-Ra’yu
Ra’yu adalah pendapat. Sebuah prinsip hukum Islam, yang merupakan pendapat
pribadi seorang fakih (ahli hukum Islam), ra’yu merupakan prinsip hukum yang
berada di bawah Alquran, sunnah, al-ijma’ dalam menyelesaikan masalah
permasalahan yang muncul.
Idris Jam’ah Darar Basyir mengutip pendapat dari Ibn Hazm dalam menjelaskan arti
ra’yu. Menurut Ibn Hazm, ra’yu adalah: suatu hukum yang diputuskan oleh seorang
hakim untuk mencari solusi yang terbaik bagi suatu situasi dan kondisi. Sedangkan
menurut Idris Jam’ah sendiri, ra’yu adalah: mencakup segala hal yang tidak terdapat
di dalam nas secara jelas. Idris berpendapat demikian dengan berdasarkan pendapat
sahabat, yang mendefinisikan makna ra’yu dalam artian yang luas, yaitu sesuatu
yang diputuskan/diambil dari selain nas. sedangkan ra’yu dalam definisi para
sahabat adalah: sesuatu yang diputuskan oleh hati sesudah melalui proses pemikiran,
penelitian dan pencarian kebenaran dari sesuatu yang berlawanan dengan
petunjuk/dalil yang ada.
b. al-’Aqlu/Akal

Di dalam karyanya dengan judul “Logika


Agama”, Muhammad Quraish Shihab menjelaskan secara garis besar
tentang akal. Menurutnya, akal adalah sumber utama yang dapat
mengetahui sebagian besar dari kemaslahatan dan keburukan yang
berkaitan dengan urusan duniawi. Namun akal tidak dapat mandiri,
karena membutuhkan dalil syar’i demikian sebaliknya.
Muhammad Quraish Shihab menyatakan bahwa:
Sebagian besar dari kemaslahatan dan keburukan dapat diketahui
melalui akal, demikian juga sebagian besar ketetapan syara.
Memang para ahli hukum Islam memandang akal sebagai sumber
utama menyangkut hal yang tidak ditemukan penjelasannya dari
syariah. Tetapi, sekali lagi bukan semua hal. Ia hanya sebagian
besar. Kemaslahatan yang berkaitan dengan urusan duniawi dapat
diketahui melalui akal. Namun, akal dan syara harus selalu
dihubungkan, karena akal tidak dapat mencapai arah yang benar
kecuali dengan bantuan syariah / wahyu dan syariah pun tidak
menjadi jelas tanpa bantuan akal. Akal bagaikan mata dan wahyu
adalah sinarnya. Mata tidak berfungsi tanpa sinar, dan sinar pun
tidak berfungsi menampakkan sesuatu tanpa mata. Akal dapat juga
dipersamakan dengan sumbu lampu atau bohlam, ia tidak dapat
memberi cahaya tanpa minyak/bahan bakar dan itu pun harus
dihubungkan agar secara aktual ia menerangi.
MENGAPA AR RAYU DIJADIKAN SUMBER KETIGA DALAM
ISLAM ?

Karena Ra’yu merupakan salah satu cara umat Islam


untuk menetapkan suatu hukum dari permasalahan-
permasalahan kontemporer yang belum didapati
dalam Alquran dan Hadis. Manusia memiliki akal
yang mampu berfikir secara komprehensif dengan
tetap berpegang teguh pada Alquran dan Hadis
sebagai bukti keabsahan hasil ra'yu.
Faktor yang harus di penuhi dalam penafsiran secara ra’yu,
terdiri atas empat pokok:

1. Dengan memperhatikan hadits-haditsyang daif dan


maudhu’.
2. Mengambil dari pendapat sahabat dalam hal tafsir karena
kedudukan mereka adalah marfu (sampai kepada Nabi)
3. Mengambil berdasarkan bahasa secara mutlak karena Al-
Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab yang jelas, dengan
membuang alternatif yang tidak tepat dalam Bahasa Arab.
4. Pengambilan berdasarkan ucapan yang populer di
kalangan orang Arab yang sesuai dengan ketentuan syara’.
KESIMPULAN
Dalam menghadapi berbagai permasalahan yang tidak terdapat dalam nas Al quran
dan hadist, ra’yu dapat menjadi salah satu sumber hukum Islam yang diakui
keabsahannya. Namun demikian, tentu saja Al quran dan hadist harus tetap menjadi
acuan utama dalam mengatasi keterbatasan akal dalam istinbat hukum Islam.
Terdapat perbedaan mendasar antara al-ra’yu dan al-aqlu. al-Ra’yu adalah sesuatu
yang diputuskan oleh hati sesudah melalui proses pemikiran, penelitian dan pencarian
kebenaran dari sesuatu yang bertentangan dengan dalil yang ada karena tidak didapati
dalil yang jelas dari nas. Sedangkan al-‘aqlu adalah merupakan alat untuk
mengetahui kewajiban dan kebenaran. Akal adalah sumber utama yang dapat
mengetahui sebagian besar dari kemaslahatan dan keburukan yang berkaitan dengan
urusan duniawi dan ukhrawi. Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
ra’yu secara umum adalah “sesuatu yang diputuskan oleh hati sesudah melalui proses
pemikiran, penelitian dan pencarian kebenaran dari suatu hukum yang tidak terdapat
dalil nas yang jelas”.
‫شكرا كثيرا‬
TERIMA KASIH

‫انظر ما قال وال تنظر من قال‬


LIHAT APA YANG DISAMPAIKAN
JANGAN LIHAT SIAPA YANG
MENYAMPAIKAN

Anda mungkin juga menyukai