Anda di halaman 1dari 6

Nama : Lissa Aprelia Putri Maddani

NIM : 200103110088
SUMBER-SUMBER DAN DALIL HUKUM YANG MUKHTAKAF

A. Pengertian Mukhtakaf
Yang dimaksud sumber-sumber fikih yang mukhtalaf adalah sumber-
sumber selain Al-Quran, Assunah, Ijma, dan Qiyas. Disebut Mukhtalaf
(Diperselisihkan) karena tidak semua mujtahid menjadikan sumber-sumber ini
sebagai rujukan dalam berijtihad, Sebagian mujtahid menggunakannya namun
sebagian yang lain tidak menggunakannya.
B. Macam-Macam Sumber Hukum Yang Mukhtakaf
1. Ihtihsan
Istihsan secara harfiah, menganggap baik sesuatu dan meyakininya.
Ihtisan secara etimologis, berarti “memperhitungkan sesuatu lebih baik”
atau, “mencari yang lebih baik untuk diikuti, karena memang disuruh
untuk itu”. Ada beberapa pendapat ulama’ mengenai istihsan diantaranya:
mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali berpendapat bahwa istihsan dapat
dijadikan landasan dalam menetapkan hukum dengan beberapa alasan,
salah satunya yaitu pada Q.S Az-Zumar ayat 39.
٣٩/‫ك هُ ْم ُأولُواَأْل ْلبَابْ }الزمر‬
َ ‫ك الَّ ِذ ْينَ هَدَاهُ ُم هّللا ُ َوُألَِئ‬
َ ‫ن َأحْ َسنُهُ ُأوْ لِئ‬Uَ ْ‫الَ ِذ ْينَ يَ ْستَ ِمعُوْ نَ ْالقَوْ َل فَيَتَّبِعُو‬
١٨ :
Artinya: “Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang
paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi
Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah
petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (QS. Az-
Zumar/39:18).”
Dari ayat tersebut, menurut mereka, memuji orang-orang orang yang
mengikuti perkataan (pendapat) yang baik, sedangkan mengikuti istihsan
berarti mengikuti sesuatu yang dianggap baik, dan oleh karena itu saja
dijadikan landasan hukum.
2. Istishab
Menurut istilah ulama’, istishab adalah tetapnya hukum yang ada di
masa lampau hingga ada dalil yang mengubahnya. Istishhab memiliki
landasan yang kuat, baik dari segi syara' maupun logika.Landasan dari
segi syara' ialah, berbagai hasil penelitian hukum menunjukkan, bahwa
suatu hukum syara' senantiasa tetap berlaku, selama belum ada dalil yang
mengubahnya.
Berikut adalah uraian tentang perbedaan pendapat ulama’ mengenai
beberapa bentuk istishab :
a. Istishab al-bara’ah al-ashliyah
Ibnu subki menyebutnya sebagai hujah secara pasti tanpa terdapat
perbedaan pendapat. Akan tetapi Ibnu Qayyim menolak adanya ijma’
dalam hal penggunan istishab ini, alasanya karena ada sebagian
ulama’ Hanafiyah yang membatasi penggunaan istishab ini hanya
untuk menetapkan hukum pada masalah yang telah ada hukumnya,
tidak (berlaku) digunakan untuk masalah yang belum ada hukumnya.
b. Istishab hukum akal
Istishab hukum akal, dalam arti hukum yang ditetapkan oleh akal
sebelum datangnya wahyu.. Cara seperti ini berlaku di kalangan
ulama’ Mu’tazilah akan tetapi ulama’ Ahlu Sunnah tidak dapat
menerima cara penetapan hukum oleh akal tersebut.
c. Istishab dalil umum atau nash
 Pendapat pertama Jumhur ulama’ berpendapat bahwa tidak dapat
beramal dengan dalil umum secara langsung, tetapi harus mencari
dan mendapatkan dahulu dalil yang akan men-takhsis-kanya.
 Pendapat kedua mengharuskan mengamalkan dalil umum
sebelum menemukan dalil lain yang men-takhsis-kanya agar
hukum yang umum tidak sampai terbengkalai karena dibayangi
oleh kemungkinan adanya takhsis.
d. Pendapat ketiga berpendapat bila bertemu lafadz umum dan belum
masuk waktu pelaksanaan hukum menurut petunjuk umum itu.
Istishab al-hal (istishab atas adanya petunjuk syara’, istishab hukum
dan istishab sifat).
e. Istishab hukum ijma’
Kalangan ulama’ yang mengatakan bahwa istishab ijma’ tidak dapat
dijadikan hujjah dan metode dalam ijtihad.
3. Maslahah Mursalah
Maslahah mursalah adalah maslahat maslahat dimana syari’
(pembuat syari’at) tidak mensyari’atkan hukum-hukum untuk
mewujudkanya, tidak ada dalil tertentu yang mempertimbangkan atau
mengabaikanya. Al-Ghazali dalam kitab al-mustasyfa merumuskan
mashlahah mursalah sebagai berikut:
ِ َ‫اال ْعتِب‬
ُ‫ارنَصُّ ُم َعيَّن‬ ْ ‫َمالَ ْم يَ ْشهَ ْد لَهُ ِمنَ ال َّشرْ ع بِ ْالب‬
ِ ِ‫ُطاَل ِن َوالَب‬ ِ
Apa-apa (mashlahah) yang tidak ada bukti baginya dari syara’ dalam
bentuk nash tertentu yang membatalkan dan tidak ada yang
memperhatikannya.
Maslahah Mursalah dibagi menjadi 3 :
1) Maslahah dhoririyah, yaitu kemaslahatan yang harus dipenuhi, apabila
tidak dipenuhi maka kehidupan akan rusak.
2) Maslahah Hajiyah adalah sesuatu yang bila tidak dipenuhi maka
menimbulkan gangguan/kesukaran.
3) Maslahah Tahsiniyah adalah sesuatu yang bila tidak dipenuhi maka
tidak menimbulkan gangguan.
4. Urf
Urf adalah hal-hal yang dibiasakan dan menjadi acuan manusia dalam
perkara kehidupan dan mu’amalah mereka, berupa ucapan atau perbuatan,
atau pantangan. ‘Urf juga disebut adat menurut banyak ulama’ fiqih. Kata
‘urf juga terdapat dalam Al-Qur’an dengan arti “ma’ruf” yang artinya
kebijakan (berbuat baik), seperti dalam surat Al-A’raf (7): 199:
‫خذ العفو و امر بالعرف‬
Artinya: “ Maafkanlah dia dan suruhlah berbuat ma’ruf”.
‘Urf yang tidak bertentangan dengan hukum ilsam dapat dikukuhkan tetap
terus berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Adat istiadat ini tentu
saja yang berkenaan dengan soal muamalah. Urf dibagi menjadi dua,
yakni adat kebiasaan yang benar, dan adat kebiasaan yang fasid (tidak
benar).
1) Adat kebiasan yang shohih(benar), yaitu suatu hal baik ynag menjadi
kebiasaan suatu masyarakat, namun tidak sampai menghalalkan yang
haram dan tidak pula sebaliknya.
2) Adat kebiasaan yang fasid (tidak benar), yaitu sesuatu yang menjadi
adat masyarakat sampai menghalalkan yang haram.
5. Syar’u Man Roblana
Yang di maksud Syar'u Man Qablana ialah syari'at atau ajaran nabi-
nabi sebelum Islam yang berhubungan dengan hukum, seperti syari'at
Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, as. Para ulama' Ushul Fiqh berbeda
pendapat tentang hukum syari'at Nabi terdahulu yang tercantum dalam Al-
Qur'an, namun tidak ada ketegasan mengenai hukum-hukum itu masih
berlaku bagi umat Islam dan tidak pula ada penjelasan yang
membatalkannya
Contohnya hukuman qishash (hukuman setimpal) dalam syari'at Nabi
yang diceritakan dalam Al-Qur'an ayat 45 surat Al-Maidah:
‫س َوال َع ْينَ بِال َع ْي ِن َواَأل ْنفَ بِاأْل نف واألذن باألذن والسن بالسن‬ َ َّ‫َو َكتَ ْبنَا َعلَ ْي ِه ْم فِ ْيهَا ّأ َّن ال‬
ِ ‫نفس بِالّنَّ ْف‬
‫والجروح قصاص فمن تصدق به فهو كفارة له ومن لم يحكم بما أنزل هللا فأولئك همالظالمون‬
Artinya: Dan kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (AtTaurat)
bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan
hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka- luka (pun) ada
qishashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishas) nya, maka
melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka
itu adalah orang-orang yang zalim. (QS.al-Maidah/5:45).[31]
Para ulama' sepakat menjadikannya dalil kewajiban hukum qishash maka
andai kata Nabi Muhammad saw. tidak diperintahkan untuk mengikuti
Nabi sebelumnya, maka bagaimana bisa dibenarkan menjadikan qishash
yang diwajibkan terhadap Bani Israil sebagaimana kewajiban sekarang.
6. Qoul Shohabi
Qoul shohabi merupakan pendapat sahabat Rasulullah SAW.tentang
sesuatu yang khusus dimana hukumnya tidak dijelaskan secara mendetail
dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah. Dalam artian lain qoul shohabi
adalah perkataan, tindakan dan keputusan shahabat dalam meriwayatkan
dan menyikapi suatu permasalahan.
Menurut kalangan Hanafiyah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan pendapat
terkuat dari Ahmad bin Hambal, bahwa fatwa shahabat dapat dijadikan
pegangan oleh generasi sesudahnya. Alasannya:
Firman Allah:
‫كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون باهلل ولو ءامن أهل‬
‫الكتب لكان خيرا لهم منهم المؤمنون وأكثرهم الفاسقون‬
Artinya: kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yng mungkar dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.(QS.Ali Imran/3:110).
Ayat tersebut menurut mereka ditujukan kepada para sahabat dan
menunjukkan bahwa apa yang mereka sampaikan adalah ma'ruf
(kebaikan), dan oleh karena itu harus diikuti.
C. Kesimpulan
Yang dimaksud sumber-sumber fikih yang mukhtalaf adalah sumber-sumber
selain Al-Quran, Assunah, Ijma, dan Qiyas. Disebut Mukhtalaf
(Diperselisihkan) karena tidak semua mujtahid menjadikan sumber-sumber
ini sebagai rujukan dalam berijtihad, Sebagian mujtahid menggunakannya
namun sebagian yang lain tidak menggunakannya. Selain disebut sumber
yang mukhtalaf sumber sumber ini disebut sumber sekunder atau sumber
tambahan karena posisinya jauh di bawah sumber yang muttafaq

Anda mungkin juga menyukai