PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apasaja sumber hukum dalam Ahlussunnah wal Jama’ah?
2. Mengapa Al-Qur’an menjadi salah satu sumber hukum dalam Ahlussunnah
wal Jama’ah?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui beberapa sumber hukum dalam Ahlussunnah wal Jama’ah.
2. Memahami penjelasan yang dipaparkan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa”. (Al-Baqarah; 2)2
“Dan barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka adalah golongan orang-orang kafir”.
Tentu dalam hal ini yang bersangkutan dengan aqidah, lalu;
“Dan barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan
Allah maka mereka adalah orang-orang yang dhalim”.3
Dalam hal ini urusan yang berkenaan dengan hak-hak sesama manusia
“Dan barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan
Allah maka mereka adalah golongan orang-orang fasik”.
Dalam hal ini yang berkenaan dengan ibadat dan larangan-larangan Allah.
2. Al-Hadits/ As-Sunnah
1
Al-Qur’an adalah sumber hukum pertama dalam Alussunnah wal Jama’ah
2
Al-Qur’an dan terjemahannya, Percetakan Toha. Jakarta:1990
3
http://ww.google.com/search?sumber-sumber-aswaja
2
Sumber kedua dalam menentukan hukum ialah sunnah Rasulullah SAW.
Karena Rasulullah yang berhak menjelaskan dan menafsirkan Al-Qur’an, maka
As-Sunnah menduduki tempat kedua setelah Al-Qur’an. Allah berfirman dalam
Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 44 dan Al-Hasyr ayat 7, sebagai berikut;
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka ambillah dia, dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah sangat keras sikapnya”. (Al-Hasyr : 7)
3. Al-Ijma’
Yang disebut Ijma’ ialah kesepakatan para Ulama’ atas suatu hukum setelah
wafatnya Nabi Muhammad SAW4. Karena pada masa hidupnya Nabi Muhammad
SAW. seluruh persoalan hukum kembali kepada Beliau. Setelah wafatnya Nabi
maka hukum dikembalikan kepada para sahabatnya dan para Mujtahid.
Ijma’ terbagi menjadi 2 macam :
a. Ijma’ Bayani (انيBB ) االجماع البيialah apabila semua Mujtahid mengeluarkan
pendapatnya baik berbentuk perkataan maupun tulisan yang menunjukan
kesepakatannya. Artinya Ijma’ bayani telah disepakati suatu hukum, wajib
bagi umat Islam untuk mengikuti dan menta’ati.
b. Ijma’ Sukuti ( )االجماع السكوتيialah apabila sebagian Mujtahid mengeluarkan
pendapatnya dan sebagian yang lain diam, sedang diamnya menunjukan
4
Ijma’ adalah salah satu sumber hukum Islam dan salah satu sumber hukum aswaja.
3
setuju, bukan karena takut atau malu.5 Dalam ijma’ sukuti ini Ulama’ masih
berselisih faham untuk diikuti, karena setuju dengan sikap diam tidak dapat
dipastikan.
Karena para Ulama’ Mujtahid itu termasuk orang-orang yang lebih mengerti
dalam maksud yang dikandung oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits, dan mereka itulah
yang disebut Ulil Amri Minkum ( ) اولىاالمر منكمAllah berfirman dalam Al-Qur’an
surat An-Nisa’ ayat : 59
“Hai orang yang beriman ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya dan Ulil Amri
di antara kamu”.( An-Nisa’:59)
Dan para Sahabat pernah melaksanakan ijma’ apabila terjadi suatu masalah yang
tidak ada dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW. Pada zaman sahabat Abu
Bakar dan sahabat Umar r.a jika mereka sudah sepakat maka wajib diikuti oleh
seluruh ummat Islam. Inilah beberapa Hadits yang memperkuat Ijma’ sebagai
sumber hukum, seperti disebut dalam Sunan Tirmidzi Juz IV hal 466.
4. Al-Qiyas
Qiyas menurut bahasanya berarti mengukur, secara etimologi kata itu berasal
dari kata Qasa (اسBB) ق. Yang disebut Qiyas ialah menyamakan sesuatu dengan
5
W. James Popham Eva L.Baker, Bagaimana Mengajar Secara Sistematis, Yogyakarta, Cet.
IV.1992
4
sesuatu yang lain dalam hukum karena adanya sebab yang antara keduanya.
Rukun Qiyas ada 4 macam: Al-Ashlu, Al-Far’u, Al-Hukmu dan As-Sabab.
Contoh penggunaan qiyas. Misalnya gandum, seperti disebutkan dalam suatu
hadits sebagai yang pokok (Al-Ashlu)-nya, lalu Al-Far’u-nya adalah beras (tidak
tercantum dalam al-Qur’an dan al-Hadits), Al-Hukmu, atau hukum gandum itu
wajib zakatnya, As-Sabab atau alasan hukumnya karena makanan pokok.
Dengan demikian, hasil gandum itu wajib dikeluarkan zakatnya, sesuai
dengan hadits Nabi, dan begitupun dengan beras, wajib dikeluarkan zakat.
Meskipun, dalam hadits tidak dicantumkan nama beras. Tetapi, karena beras dan
gandum itu kedua-duanya sebagai makanan pokok. Di sinilah aspek qiyas menjadi
sumber hukum dalam syareat Islam. Dalam Al-Qur’an Allah S.WT. berfirman :
“Ambilah ibarat (pelajaran dari kejadian itu) hai orang-orang yang mempunyai
pandangan”. (Al-Hasyr : 2)
Kemudian Al-Imam Syafi’i memperkuat pula tentang qiyas dengan firman Allah
SWT. dalam Al-Qur’an :
5
tetapi tidak dilengkapi dengan istilah wal Jama’ah. Kelompok Ahlussunnah
mengaku berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits. Bahkan kelompok ini pada saat-
saat tertentu tidak percaya dengan pendapat sahabat Nabi yang empat (Khalifah
Rasyidin), karena pendapat khalifah adalah bukan hadits, jadi tidak wajib diikuti.
Tentu kelompok ini selalu mengedepankan hadits-hadits yang jelas shahih
setidaknya (Bukhari Muslim) hadits yang perawinya diluar dua imam ini, patut
dicurigai sebagai hadits dha’if, kurang kuat dan lain-lain, seperti hadits hasan
yang juga tidak selengkap sanad dan rawi yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Muslim.
Kelompok ini lebih banyak menafikan pendapat para sahabat Rasulullah
SAW dalam menentukan hukum-hukum yang tidak dijelaskan secara rinci dalam
Al-Qur’an dan Hadits. Padahal telah dijelaskan dalam hadits Bukhari Muslim
bahwa mengikuti sahabat Nabi adalah wajib. Kelompok ini memakai pendapat
sahabat hanya pada konteks permasalahan hukum yang sesuai dengan paham
mereka sendiri, bahkan sesuai kepentingannya sendiri.
Orang mencuri dalam Al-Qur’an hukumannya adalah dipotong tangannya.
Tetapi setelah Nabi Muhammad SAW. wafat, salah satu sahabat yaitu Umar R.A
membuat pemahaman, keputusan baru yaitu dengan menghukumi orang mencuri
bukan dengan dipotong tangannya lagi dengan alasan kemaslahatan umat. Ini
bukan berarti bertentangan dengan Al-Qur’an, Al-Qur’an tetap benar adanya dan
dijamin kebenarannya. Tetapi yang berubah adalah pemahamannya karena
turunnya Al-Qur’an dan Hadits juga tidak lepas dari faktor sebab-sebabnya,
sehingga turunlah ayat dan hadits.
Al-Jama’ah juga berarti paham mengikuti pendapat sahabat. Al-Qur’an
tentu menjadi sumber hukum yang pertama, kemudian hadits. Setelah khalifah
empat wafat, mulai banyak penafsiran Al-Qur’an terutama sesuatu yang tidak
tercantum secara rinci dalam Al-Qur’an dan Hadits. Misalnya merokok, hukum
merokok mulai dari haram, makruh, dan sebagainya menjadi perbedaan para
imam dalam berpendapat. Inilah kemudian pendapat para imam-imam mujtahid,
kemudian juga diikuti oleh paham Ahlussunnah wal Jama’ah.6
6
Arti dari jama’ah yaitu perkumpulan atau kumpulan suatu majlis.
6
Istilah “Al-Jama’ah“ sering dipahami sebagai sesuatu yang miring seolah-
olah Al-Jama’ah keluar dari konteks Al-Qur’an dan hadits. Pada hakikatnya, Al-
Jama’ah adalah sebuah jalan (kesepakatan) atau cara untuk memahami Al-Qur’an
dan hadits.
7
BAB III
KESIMPULAN
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa” (Q.S. Al-Baqarah:2)
8
DAFTAR PUSTAKA