Anda di halaman 1dari 15

HADIST SEBAGAI SUMBER

AJARAN ISLAM
Kelompok 2 :
• Dini Anastasya Maharani (20170610069)
• Linda Latifaturahmah (20170610045)
• Pebie Dwi Darmawan (20170610071)
• Reza Hibar Pangestu (20170610115)
• Rina Andriyanti (20170610176)
• Shinta Haryati (20170610051)

Kelas: Akuntansi I-D


1.1 Latar Belakang

Hadist bukanlah teks suci sebagaimana Al-Qur’an.


Namun, hadits selalu menjadi rujukan kedua setelah Al-
Qur’an dan menempati posisi penting dalam kajian
keislaman. Mengingat posisi penting dalam kajian
keislaman. Mengingat penulisan hadits yang dilakukan
ratusan tahun setelah Nabi Muhammad S.A.W wafat, maka
banyak terjadi silang pendapat terhadap keabsahan sebuah
hadits. Sehingga hal tersebut memuncul kan sebagian
kelompok meragukan dan mengingkari akan kebenaran
hadits sebagai sumber ajaran islam.
2.1Istilah-istilah Hadits dan Pengertiannya
Dalam literature hadits di jumpai beberapa istilah lain :
1. Al-Hadits secara terminologi (istilah) antara ulama hadits
dan ulama usul fiqih terjadi perbedaan pendapat. Menurut
ulama hadits arti hadits adalah sesuatu yang di sandarkan
kepada Nabi S.A.W, Sedangkan ulama usul fiqih
mengatakan hadits adalah segala perkataan perbuatan dan
taqrir Nabi S.A.W yang berkaitan dengan penetapan hukum.
2. Al-sunnah dalam pengertian etimologi (bahasa) adalah jalan
dan cara yang merupakan kebiasaan yang baik atau yang
jelek (Nur Al-Din Al‘Athar, 1979:27). dapat dilihat dalam
surat Al-Hijr (15):3 yang artinya:
“Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang
dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka
akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (Al-Hijr (15):3).
3. Al-khabar (berita) dapat di jumpai di antaranya dalam surat
Al-Tur (52):34 yang artinya:
“Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al
Quran itu jika mereka orang-orang yang benar”( Al-Tur (52):34)
4. Al-Atsar berarti pengaruh atau sisa sesuatu (Baqiyat Al syai’ )
Oleh karena itu baik Al-Hadits, Al-Sunnah, Al –Khabar,
maupun Al-Atsar dilihat dari aspek penyandaranada yang marfu’,
mauquf, dan maqtha’ (disandarkan pada tabi’in) tehadap keempat
pengertiaan istilah diatas ( Al-Hadits, Al-Sunnah, Al-Khabar, dan
Al-Atsar).
2.2 Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Ajaran Dan Sumber Hukum Islam
Kedudukan Hadits di dalam Islam merupakan sumber ajaran dan sumber hukum
Islam, sebagaimana halnya Al-Qur'an al-Karim. Oleh karenanya, untuk memahami
ajaran dan hukum Islam, pengetahuan dan pemahaman terhadap Hadits merupakan
suatu keharusan. Argumen dan dalil atas kesimpulan di atas dapat dirumuskan dalam
empat hal, yaitu:
Dalil pertama: Iman
Beriman kepada Rasul SAW adalah bagian dari rukun iman. Dalam pembuktian
iman kepada Rasul SAW, menerima seluruh yang datang dari beliau berupa hal-hal
yang berhubungan dengan agama
Perintah untuk beriman secara khusus kepada Rasulullah Muhammad SAW,
dinyatakan Allah di dalam beberapa ayat Al-Qur'an, yang di antaranya terdapat pada
surat Al-Nisa': 136:
“Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya
(Muhammad SAW) dan kepada Kitab yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya serta
Kitab-Kitab yang diturunkan sebelumnya ”
Oleh karenanya, kerasul¬an beliau dan kemaksumannya menghendaki
wajibnya setiap umat Islam untuk berpegang teguh kepada Hadits atau
Sunnah beliau dan ber- hujjah dengannya.
Dalil kedua: Al-Qur'an al-Karim

Di dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang secara eksplisit


memerintahkan umat yang beriman untuk menaati Rasul SAW. Ada
beberapa ayat yang menunjukan kewajiban beriman kepada Rasul SAW
diantarnya adalah yang artinya :
"Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-Nya
dan berhati-hatilah...." (QS Al-Ma'idah: 92).
Keterangan di atas sekaligus adalah dasar yang kuat terhadap
kedudukan Hadits Nabi SAW sebagai sumber ajaran Islam dan dalil
dalam penetapan hukum Islam sesudah Al- Qur'an al-Karim.
Dalil ketiga: Hadits Nabi SAW
Di dalam kumpulan hadits Nabi SAW sendiri terdapat dalil yang
menunjukkan ke-hujjah-an Hadits (Sunnah) sebagai sumber ajaran
Islam, di antaranya adalah:
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Kitab (Al-Qur'an) dan yang sama
dengannya (yaitu Hadits)”.
Secara eksplisit menegaskan bahwa kedudukan Sunnah ( Hadits Nabi )
adalah sama dengan Al-Qur'an, yaitu sama-sama berfungsi sebagai
pegangan hidup dan sumber ajaran Islam (termasuk di dalamnya hadits
qudsi ).
Dalil keempat: Ijma‘
Para Sahabat Nabi, para Tabi'in dan Tabi'i al-Tabi'in telah sepakat untuk
memelihara dan mempedomani Hadits Nabi SAW dalam beramal dan
merumuskan suatu hukum. Mereka berpegang teguh dengan Sunnah
( Hadits Nabi ) sebagaimana mereka berpegang teguh dengan Al- Qur'an.
2.3 Fungsi Hadits Dalam Ajaran Islam

Dalam al-quran dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. diutus oleh


Allah ke muka bumi untuk menjelaskan isi kandungan yang
terdapat dalam ayat-ayat al-Quran. Hal itu senada dengan firman
Allah dalam qur’an surat An Nahl : 44 yang artinya :
“dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Dengan pemahaman ayat diatas, tegaslah kiranya bahwa hadist
itu penjelasan, pensyarah, pen-taqyid, dan pen-takhsish ayat-ayat
al-Quran.
2.4 Fungsi - Fungsi Hadits dan Contoh - Contoh Kasus Serta Dalil Pendukungnya

Fungsi Hadits sebagai penjelas (bayan) terhadap al-qur’an ada 4


macam, yaitu:
1. Bayan Al-Taqrir
Bayan at-taqrir di sebut juga dengan bayan al-ta’qid dan bayan
al-isbat yaitumenetapkan dan memperkuat apa yang telah di
terangkan dalam al-qur’an. Fungsi hadits ini hanya memperkokoh
isi kandungan al-qur’an sekalipun dengan redaksi yang berbeda
namun ditinjau dari substansinya mempunyai makna yang sama.
Hadits ini mentaqrir (menetapkan) ayat al-Quran Surah. Al-
Baqoroh : 185 yang berbunyi :
“Maka barangsiapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan,
hendaklah ia berpuasa...”
2. Bayan Al-Tafsir
Bayan al-tafsir adalah fungsi hadits yang memberikan rincian
dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-qur’an yang masih bersifat
global (mujmal), memberikan persyaratan atau batasan (taqyid)
ayat-ayat al-qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan
(takhshish) ayat al-qur’an yang masih bersifat umum.
Diantara contoh tentang ayat-ayat al-qur’an yang masih
mujmal adalah perintah mengerjakan sholat. Banyak sekali ayat-
ayat terkait perintah kewajiban sholat dalam al-Quran. Salah
satunya sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al-Baqoroh
ayat : 43
“dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan ruku’lah beserta
orang-orang yang ruku”.
3. Bayan At-Tasyri’
Bayan at-Tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-
ajaran yang tidak didapati dalam al-Quran , atau dalam al-quran hanya
terdapat pokok-pokoknya saja. Seperti contoh berikut:
‘Bahwasahnya Rasulullah telah mewajibkan zakat fitroh kepada umat
islam pada bulan ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum
untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau
perempuam muslim. (HR. Muslim).’
Hadits Rasulullah yang termasuk bayan al-tasyri’ ini, wajib
diamalkan, sebagaimana mengamalkan hadits-hadits lainnya.
Namun demikian, sebagian ulama membantah bahwa sunnah dapat
membentuk hukum baru yang tidak disebutkan dalam al-Quran. Karena
menurut mereka, sunnah tidak dapat berdiri sendiri dalam menetapkan
hukum baru
4. Bayan Al-Nasakh
Nasakh menurut bahasa berarti (membatalkan dan menghilangkan),
oleh para ahli Ushul Fiqih diartikan dengan: “Penghapusan hukum
Syar'i dengan suatu dalil syar'i yang datang kemudian”.
Dalam menasakah al-Qur’an dengan sunah/hadist ini terdapat dua
macam pendapat di antara para ahli Ushul tentang boleh tidaknya.
Pendapat pertama menyatakan, menasakh Alquran dengan Sunah
diperkenankan, asalkan dengan Sunah Mutawatir atau Sunah Masyhur,
bukan sunah Ahad. Sedang pendapat kedua menyatakan, menasakh
Alquran dengan Sunah tidak dibolehkan, karena derajat al-quran lebih
tinggi dari pada Sunah. Padahal syarat nasikh itu adalah yang lebih
tinggi derajatnya atau sepadan.
Contoh hadist yang berfungsi sebagai bayan al-naskh :
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”.
2.5 Pendapat Para Ulama Tentang Fungsi Hadits Dalam Islam

1. Menurut Imam Malik bin Annas, yaitu meliputi bayan taqrir, bayan
tafsir, bayan tafshil, bayan Isbat, dan bayan tasyri’.
2. Menurut Imam Syafi’i, yaitu meliputi bayan takhsis, bayan ta’yin,
bayan tasyri’, bayan nasakh, bayan tafshil dan bayan isyaroh
3. Menurut Ahman bin Hanbal yaitu meliputi bayan ta’kid, bayan
tafsir, bayan tasyri’, dan bayan takhsis.

Meskipun para ulama menggunakan istilah yang berbeda, namun


pada dasarnya yang mereka maksudkan sama saja. Secara umum
fungsinya adalah menguatkan, merinci, menjelaskan, membuat aturan
baru dan merevisi aturan al-quran
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai