Anda di halaman 1dari 9

Presentasi Ke-6

IJMA’ DAN QIYAS


SEBAGAI SUMBER
Membahas tentang
pengertian Ijma’ dan Qiyas DAN DALIL HUKUM
YANG DISEPAKATI
pembagiannya, contoh-
contoh hukum-hukum yang
ditetapkan oleh keduanya..

Oleh: Asep Indra Gunawan, Lc.


M.Ag
IJMA’

Secara etimologi, ijma’ berarti “kebulatan tekad terhadap suatu


persoalan”, atau “kesepakatan tentang suatu masalah”. Secara
terminologi, menurut ‘Abdul Karim Zaidan, ijma’ adalah
“kesepakatan para mujtahid dari kalangan umat Islam tentang
hukum syara’ pada satu masa setelah Rasulullah Saw wafat”.
Para ulama sepakat bahwa ijma’ sah dijadikan sebagai dalil
hukum. Ada ikhtilaf mengenai jumlah pelaku kesepakatan
sehingga dapat dianggap ijma’. Menurut mazhab Maliki,
kesepakatan sudah dianggap ijma’ meskipun hanya merupakan
kesepakatan penduduk Madinah (ijma’ ahl al-madinah). Menurut
Syi’ah, ijma’ adalah kesepakatan para imam di kalangan mereka.
Menurut jumhur, ijma’ sudah dianggap sah dengan adanya
kesepakatan dari mayoritas ulama mujtahid.

Presented by Marhamah Saleh


Dalil Keabsahan Ijma’
QS. Al-Nisa`: 115
‫يل ا ْل ُمْؤ ِمنِينَ ُن َو ِّل ِه َما َت َو َّلى‬ َ ‫سول َ مِنْ َب ْع ِد َما َت َب َّينَ لَ ُه ا ْل ُهدَ ى وَ َي َّت ِب ْع َغ ْي َر‬
ِ ‫س ِب‬ ُ ‫الر‬ َّ ‫شاق ِِق‬ َ ‫َو َمنْ ُي‬
ً ِ‫اء ْت َمص‬
‫يرا‬ َ ‫صلِ ِه َج َه َّن َم َو‬
‫سا َء‬ ْ ‫َو ُن‬
Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mukmin, Kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke
dalam neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.
Ayat tsb mengancam golongan yang menentang Rasul Saw dan
mengikuti jalan orang2 non-mukmin. Artinya, wajib hukumnya mengikuti
jalan orang2 mukmin, yaitu mengikuti kesepakatan (ijma’) mereka.
Hadis Rasulullah Saw riwayat Abu Daud dan Tirmizi:
َ َ ‫عن ابن عمر أن رسول هللا ص م قال إن هللا اليجمع أمتي اَو قال‬
‫أمة محم ٍد ص م على ضاللة‬
Rasul Saw bersabda: Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan
umatku, atau beliau berkata umat Muhammad Saw, atas kesesatan.

Presented by Marhamah Saleh


Landasan (Sanad) Ijma’ dan Contoh Ijma’
Ijma’ baru dapat diakui sebagai dalil jika dalam pembentukannya
mempunyai landasan, yaitu Quran dan Sunnah.
Contoh ijma’ yang dilandaskan atas Quran adalah kesepakatan para
ulama atas keharaman menikahi nenek dan cucu perempuan, walau
tidak disebut tegas dalam QS. Al-Nisa`: 23.
ْ ‫ات‬
ِ ‫األخ‬
... ‫ت‬ ُ ‫األخ َو َب َن‬
ِ ‫ات‬ ُ ‫ُح ِّر َم ْت َعلَ ْي ُك ْم ُأ َّم َها ُت ُك ْم َو َب َنا ُت ُك ْم َوَأ َخ َوا ُت ُك ْم َو َع َّما ُت ُك ْم َو َخاال ُت ُك ْم َو َب َن‬
Para ulama sepakat bahwa kata ummahat (para ibu) mencakup ibu
kandung dan nenek, dan kata banat (anak-anak perempuan) mencakup
anak dan juga cucu perempuan.
Contoh ijma’ yang disanadkan atas sunnah, kesepakatan para ulama
bahwa nenek menggantikan hak ibu, jika ibu kandung si mayit sudah
wafat, dalam hal mendapat harta warisan. Dalam hadis disebutkan,
ketika ada nenek datang bertanya kepada Abu Bakar, lalu Abu Bakar
bertanya kepada khalayak, dan Mughirah lah yang bisa memberitahu
bahwa Rasul pernah memberi nenek 1/6 dari harta warisan cucunya.
َ
‫شعبة‬ ‫فشهدَد المغيرةُ بن‬
َ ‫الناس فشه‬
َ ‫عن ابن عمر قال جاءت الجدة أ ُّم األ ْم وأ ّم األب الى ابي بكر فسأل‬
)‫أنّ رسول هللا ص م أعطاها (رواه الترمذي‬

Presented by Marhamah Saleh


Macam-macam Ijma’ IJMA’

IJMA’ SHARIH IJMA’ SUKUTI


(TEGAS) (DIAM)

Ijma’ sharih adalah kesepakatan tegas dari para ulama mujtahid dimana
masing-masing mujtahid menyatakan persetujuannya secara tegas terhadap
kesimpulan hukum.
Ijma’ sukuti adalah bahwa sebagian ulama menyatakan pendapatnya,
sedangkan ulama mujtahid lainnya hanya diam tanpa komentar.
Menurut Imam Syafi’i dan kalangan Mailikiyah, ijma’ sukuti tidak dapat dijadikan
landasan pembentukan hukum. Karena diamnya sebagian ulama belum tentu
menandakan setuju, bisa jadi disebabkan takut kepada penguasa bilamana
pendapat itu telah didukung penguasa, atau boleh jadi disebabkan merasa
sungkan menentang pendapat mujtahid karena dianggap lebih senior.
Menurut Hanafiyah dan Hanabilah, ijma’ sukuti sah dijadikan sumber hukum,
karena diamnya sebagian ulam dipahami sebagai persetujuan. Jika mereka
tidak setuju dan memandangnya keliru, pasti secara tegas menentangnya.

Presented by Marhamah Saleh


QIYAS (ANALOGI)

Secara bahasa, qiyas berarti “mengukur sesuatu dengan


sesuatu yang lain untuk diketahui adanya persamaan
antara keduanya”.
Secara istilah, DR. Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan:
‫إلحاق أمر غير منصوص على حكمه الشرعي بأمر منصوص على حكمه‬
‫الشتراكهما فى علة الحكم‬
Qiyas adalah: Menghubungkan (menyamakan hukum)
sesuatu yang tidak ada ketentuan hukumnya, dengan
sesuatu yang ada ketentuan hukumnya, karena ada
persamaan ‘illat antara keduanya.

Presented by Marhamah Saleh


Dalil Keabsahan Qiyas

QS. Al-Nisa`: 59
َ ‫از ْع ُت ْم فِي‬
‫ش ْي ٍء‬ ْ ‫سول َ َوُأولِي‬
َ ‫األم ِر ِم ْن ُك ْم َفِإنْ َت َن‬ ُ ‫الر‬َّ ‫َيا َأ ُّي َها ا َّلذِينَ آ َم ُنوا َأطِ ي ُعوا هَّللا َ َوَأطِ ي ُعوا‬
‫سنُ َتْأ ِويال‬َ ‫ول ِإنْ ُك ْن ُت ْم ُتْؤ ِم ُنونَ ِباهَّلل ِ َوا ْل َي ْو ِم اآلخ ِِر َذلِ َك َخ ْي ٌر َوَأ ْح‬
ِ ‫س‬ َّ ‫َف ُردُّوهُ ِإ َلى هَّللا ِ َو‬
ُ ‫الر‬
Ayat ini menunjukkan bahwa jika ada perselisihan pendapat tentang
hukum suatu masalah, maka jalan keluarnya dengan mengembalikan
kepada Allah (Al-Quran) dan Sunnah Rasulullah Saw. Nah, cara
mengembalikannya antara lain dengan metode qiyas.
Hadis yang berisi dialog antara Rasulullah Saw dan Mu’az bin
Jabal ketika ia akan dikirim menjadi hakim di Yaman, dan
merupakan pengakuan Rasul terhadap praktik qiyas.
‫كيف تقضي فقال أقضي بما في كتاب هللا قال فإن لم يكن في كتاب هللا قال فبسنة رسول هللا‬
‫ص م قال فإن لم يكن في سنة رسول هللا ص م قال أجتهد برأيي قال الحمد هلل الذي و ّفق‬
)‫رسول هللا ص م (رواه الترمذي‬ ِ َ ‫رسول‬

Presented by Marhamah Saleh


Rukun Qiyas
Qiyas dianggap sah jika lengkap rukun-rukunnya. Ada 4 rukun qiyas:
1. ‫( األصل‬pokok tempat meng-qiyaskan sesuatu), yaitu masalah yang telah
ditetapkan hukumnya, baik dalam al-Quran atau dalam sunnah. ‫األصل‬
disebut juga ‫( المقيس عليه‬yang menjadi ukuran). Misalnya khamer
ditegaskan dalam QS. Al-Maidah: 90
ْ ‫ان َف‬
ُ‫اج َت ِن ُبوه‬ ِ ‫ش ْي َط‬
َّ ‫س مِنْ َع َم ِل ال‬ ْ ‫اب َو‬
ٌ ‫األزال ُم ِر ْج‬ ُ ‫ص‬َ ‫َيا َأ ُّي َها ا َّلذِينَ آ َم ُنوا ِإ َّن َما ا ْل َخ ْم ُر َوا ْل َم ْيسِ ُر َواأل ْن‬
2. Adanya ‫ألصل‬tt‫ ا‬t‫كم‬t‫ ح‬yaitu hukum syara’ yang terdapat pada‫ألصل‬FF‫ ا‬yang
hendak ditetapkan pada ‫لفرع‬FF‫( ا‬cabang) dengan jalan qiyas. Misalnya
hukum haramnya khamer.
3. Adanya cabang (‫لفرع‬FF‫ )ا‬yaitu sesutau yang tidak ada ketegasan
hukumnya dalam Quran, sunnah atau ijma’, yang hendak ditemukan
hukumnya melalui qiyas. Misalnya hukum wisky, bir.
4. ‘illat (‫ )علة‬yang merupakan inti bagi praktik qiyas, yaitu suatu sifat yang
ada pada ashal dan sifat itu yang dicari pada fara'. Seandainya sifat ada
pula pada fara', maka persamaan sifat itu menjadi dasar untuk
menetapkan hukum fara' sama dengan hukum ashal.

Presented by Marhamah Saleh


Contoh Qiyas

Menurut surat al-Isra' 23; seseorang tidak boleh berkata uf ( cis )


kepada orang tua. Maka hukum memukul, membentak, meneror
dsb terhadap orang tua juga dilarang, atas dasar analogi terhadap
hukum cis tadi. Karena ‘illatnya sama-sama menyakiti orang tua.
Pada zaman Rasulullah saw pernah diberikan contoh dalam
menentukan hukum dengan dasar Qiyas tersebut, yaitu ketika
Umar bin Khathab berkata kepada Rasulullah saw : Hari ini saya
telah melakukan suatu pelanggaran, saya telah mencium istri,
padahal saya sedang dalam keadaan berpuasa. Tanya Rasul :
Bagaimana kalau kamu berkumur pada waktu sedang berpuasa ?
Jawab Umar : tidak apa-apa. Sabda Rasul : Kalau begitu
teruskanlah puasamu.

Presented by Marhamah Saleh

Anda mungkin juga menyukai