Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ijma’ merupakan salah satu metode yang pakai ulama mujtahidin dalam menetapakan
hukum ,apabila mereka dihadapkan suatu persoalan hukum yang tidak di temukan nash dalam
Al-quran maupun al Sunnah yang dapat dijadikan landasan hukum setelah Rasullah meninggal
dunia .Ijma’ menurut Abu Zahrah adalah “kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari kaum
muslimin pada suatu masa pada masa Rasullah Saw meninggal dunia”

Begitupun menetapkan hukum untuk ekonomi,dalam system ekonomi islam atau lebih akrab
disebut ekonomi syariah sangat diperlukan adanya keterlibatan para ulama,lebih khusus ulama
yang memahami betul system ekonomi Islam dari sisi landasan hukumnya dalam bentuk teoritis
maupun praktisnya di lapangan dengan penyesuaian perkembangan yang ada.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Ijma’?


2. Dasar hukum Ijma’
3. Rukun dan Syarat-syarat Ijma’
4. Bagaimana kedudukan Ijma’ sebagai dalil hukum?
5. Macam-macam Ijma’

C.Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian Ijma’


2. Untuk mengetahui dasar hukum ijma’
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat Ijma’
4. Untuk mengetahui kedudukan Ijma’ sebagai dalil hukum
5. Untuk mengetahui macam-macam Ijma’

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijma’
Ijma’ secara etimologi ‫ اجما ع‬Mengandung dua arti:
1 .Ijma’ dengan arti ‫ العزم علي الشئ‬atau ketetapan hati untuk melakukan sesuatu atau keputusan
berbuat sesuatu.Ijma’ dalam artian pengambillan keputusan itu dapat dilihat dalam Firman Allah
pada surat yunus(10) :71:
ْ ‫فَ َامْج ِ ُع ْوٓا َا ْم َرمُك ْ َورُش َ اَك ۤ َءمُك‬
… karena itu bukanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk
membinasakanku).
2. Ijma’ dengan arti “sepakat’.Ijma’ dalam arti ini dapat dilihat dalam Al-quran dalam surat
yusuf (12): 15:

‫فَلَ َّما َذ َه ُب ْوا ِب ٖه َو َامْج َ ُع ْوٓا َا ْن جَّي ْ َعلُ ْو ُه يِف ْ غَ ٰيبَ ِت الْ ُج ِ ّۚب‬
Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukanya ke dasar sumur.
Adapun pengertian Ijma’ dalam istilah teknis hukum atau istilah syar’i terdapat perbedaan
rumusan.perbedaan ini terletak pada segi siapa yang melakukan kesepakatan itu.perbedaan
rumusan itu dapat dilihat dalam beberapa rumusan atau definisi Ijma’ sebagai berikut:

‫عبارة عن اتفاق أمة محمد خاصة عىل أمر من األمور ادلینیة‬


Kesepakatan umat Muhammad secara khusus atas suatu urusan agama.
b. Al-Amidi yang juga pengikut syafi’iyah merumuskan Ijma’

‫ عن اتفاق مجةل أهل احلل والعقد من أمة محمد يف عرص من األعصار عىل حمك واقعة من‬J‫إمجلاع عبارة‬
‫الوقائع‬
Ijma’adalah kesepakatan sejumlah Ahlul Halil wal’Aqd( para ahli yang berkompeten mengurusi
umat) dari umat Muhammad pada suatu masa atas hukum suatu kasus.
Kelihatannya Imam al-amidi membatasi ijma’ itu pada kesepakatan orang-orang tertentu dari
umat Nabi Muhammad,yaitu orang-orang yang mempunyai fungsi sebagai pengungkai dan
peingkat atau para ulama yang membimbing kehidupan keragamaan umat islam.dalam hal ini
orang awam tidak di perhitungkan kesepakatannya.
Al-amidi masih memberikan kemngkinan masuknya orang awam dalam penetapan ijma’ dan
ketentuan telah mampu berbuat hukum.

2
‫عبارة عن اتفاق امللكفني من أمة محمد يف عرص من األعصار عىل حمك واقعة من الوقائع‬
Kesepkatan para mukalaf dari umat Muhammad pada suatu masa atas hukum suatu kasus.
3. Definisi yang berbeda secara subtansial adalah apa yang dikemukakan ulama syi’ah.Mereka
tidak menitikberatkan pada kata “semua”.Tetapi cuku pada kelompok atau beberapa orang
asalkan kelompok itu mempunyai wewenang dalam menetapkan hukum ,untuk tujuan ini uama
syi’ah merumuskan definisi ijma’ sebagai berikut:

‫اتفاق جامعة التفاقهم شأن يف اثبات احلمك الرشعي‬


Kesepakatan suatau komunitas yang kesepakatan mereka memiliki kekuatan dalam menetapkan
hukum syara’.
Ulama Syi’ah tidak mengaharuskan kesepakatan menyeluruh dan mencakup dengan kesepakatan
kelompok,karena menurut mereka kesepakatan kelompok ini bukan untuk menetapkan hukum
tersendiri di luar apa yang di tetapkan oleh Qur’an dan Sunnah.Bagi mereka ijma’ itu hanya
untuk menemukan adanya Sunnah,yaitu ucapan atau perbuatan seseorang yang di anggap
ma’shum atau terbebas dari dosa yang dalam hal ini ,menurut mereka,adalah Nabi Muhammad
dan ahlul bait(keturunan nabi dari Fatimah serta hasan husain ).
4. Al-Nazham(pemuka Nazhamiyah,satu pecahan dari Mu’tazilah)

‫لك قول قامت جحته‬


Setiap perkataan yang hujahnya tidak dapat dibantah. Maksudnya: “setiap ucapan atau pendapat
yang dapat ditegakkan sebagai hujah syari’iyah,meskipun ucapan seseorang”.
5. Rumusan Abdul Wahab Khallaf

‫اتفاق مجيع اجملهتدين من املسلمني يف عرص من العصور بعد وفاة الرسول عىل حمك رشعي يف واقعة من‬
‫الوقائع‬
Konsensus semua mujtahid muslim pada suatu masa setelah rasul wafat atas suatu hukum
syara’mengenai suatu kasus.

3
B.Dasar Hukum Ijma’
Ijma’ mahshul, yaitu ijma’ yang didapat dengan usaha seorang mujtahid mengeluarkan
kesimpulan ijma’ dari kitab-kitab para ulama terdahulu, dimulai dari mendata ucapan-ucapan
mereka, pendapat-pendapat mazhab, dan seterusnya hingga sampai pada kesimpulan bahwa
dalam masalah ini tidak terdapat perselisihan.
Ijma’ manqul, yaitu ijma’ yang diketahui dengan nukilan dari ulama terdahulu yang mengatakan
bahwa dalam perkara ini terdapat ijma’. Selama nukilan itu sahih dan dapat dipertanggung
jawabkan maka ijma’ dengan cara ini pun dapat dianggap, dan tak perlu untuk meneliti apakah
banyak yang meriwayatkannya atau hanya satu orang
C. Rukun dan Syarat Ijma’
a. Rukun Ijma’
Menurut para ulama Ijma’ memiliki beberapa rukun sebagai berikut :
1. Kesepakatan hukum dilahirkan oleh beberapa mujtahid dan tidak dikatan Ijma’ jika
hukum itu hasi dari ijtihad satu orang
2. Kesepakatan tentang suatu hukum harus berdasarkan keputusan bulat seluruh mujtahid
dan tidak cukup dengan pendapat mayoritas.
3. Kesepakatan harus dari seluruh mujtahid pada zamannya yang berasal dari seluruh agama
islam
4. Hendaknya proses kesepakatan terjadi setelah seluruh para mujtahid mengemukakan
pendapatnya secara elegan dan terbuka baik perkataan ataupun perbuatan .
b. Syarat-syarat Ijma’
Adapun syarat-syarat Ijma’ yaitu :
1. Hendaknya orang yang melakukan Ijma’ adalah para mujtahid yang professional yang
mempunyai problematika yang hendak disepakati.
2. Keputusan Ijma’ hendaknya beragumentasi pada Al-quran dan hadist yang dijadikan
sebagai salah satu argumentasi dalam berijma’ .Menurut al-sinqit menjadi qiyas dan
ijtihad sebagai dasar argumentasi ijma’ terdapat tiga pandang ulama yaitu
a) Utopis ( la yutasawwar)
b) Mungkin saja akan tetapi tidak bisa di jadikan hujjah
c) Realistis dan boleh hal ini terjadi seperti consensus mengharamkan lemak babi
(shahm al khinzir) yang di qiyaskan dengan dagingnya.

4
D. Kedudukan Ijma’ sebagai dalil hukum
Jumhur ulama berpendapat bahwa kedudukan ijma’ menepati salah satu sumber atau dalil hukum
sesudah AL-quran dan Sunnah .ini berarti ijma’ dapat menetapkan hukum yang mengikat
dan wajib dipatuhi umat islam bila tidak ada ketetapan hukumnya dalam Al-quran
maupun Sunnah.
1. Surat an nisa (4) :115

‫َو َمنْ ُّي َشاق ِِق الرَّ س ُْو َل ِم ۢنْ َبعْ ِد َما َت َبي ََّن َل ُه ْاله ُٰدى َو َي َّت ِبعْ َغي َْر َس ِبي ِْل ْالم ُْؤ ِم ِني َْن ُن َولِّهٖ َما‬
‫ت مَصِ يْرً ا‬ ْ ‫َت َو ٰلّى َو ُنصْ لِهٖ َج َه َّن ۗ َم َو َس ۤا َء‬
115. Dan barangsiapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan
yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan itu
seburuk-buruk tempat kembali.

Dalam arti ini “jalan-jalan orang mukmi “ diartikan sebagai apa-apa yang telah disepakatkan
untuk dilakukan orang mukmin.inilah yang disebut ijma’ kaum mukminin.orang yang tidak
mengikuti jalan orang mukmin mendapat ancaman neraka jahanam .hal ini berarti larangan
mengikuti jalan selain apa yang di ikuti kaum mukminin,dan ini berarti disuruh mengikuti ijma’

‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْٓوا اَطِ ْيعُوا هّٰللا َ َواَطِ ْيعُوا الرَّ س ُْو َل َواُولِى ااْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ۚ ْم‬
Hai orang-orang yang beriman,taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya),dan ulil amri di antara
kamu….
Perintah menaati ulim amri sesudah mematuhi Allah dan Rasul berarti perintah untuh mematuhi
Ijma’,karena ulil amri itu berarti orang-orang yang mengurus kehidupan umat,baik dalam urusan
dunia maupun urusan agama,dalam hal ini adalah ulama.kepatuhan akan ulama adalah bila
mereka sepakat tentang suatu hukum.inilah yang disebut ijma’.
Dalam hadis: ‘’umatku tidak akan sepakat untuk melakukan kesalahan. Umatku tidak akan
sepakat untuk melakukan kesalahan. Allah tidak akan membuat umatku sepakat untuk
melakukan kesalahan. Allah tidak akan membuat umatku sepakat untk melakukan kesalahan”.
Dari penjelasan hadist diatas, menegaskan bahwa ijma’ itu terpelihara dari kesalahannya. Artinya
bahwa kesepakatan didalam ijma’ itu mengandung kebenaran yang telah dijamin oleh Rasulullah
SAW. Dalam hadist tersebut telah menjamin bahwa kesepakatan yang diambil oleh umat
Muhammad SAW. telah dijamin kebenarannya oleh Allah SWT.Ada juga pendapat lain dari
jumhur ulama’, bahwa apabila rukun-rukun ijma’ telah terpenuhi, maka ijma’ tersebut menjadi
hujjah (dalil) yang qath’i (pasti), wajib diamalkan dan tidak boleh mengingkarinya. Bahkan,
apabila ada yang mengingkarinya dianggap kafir,

5
E. Macam-macam Ijma’
1. Ijma’Sharih : yaitu para mujtahid pada satu masa itu sepakat atas hukum terhadap suatu
kejadian dengan menyampaikan pendapat masing-masing mujtahid mengungkapkan
pendapatnya dalam bentuk ucapan atau perbuatan yang mencerminkan pendapatnya.
2. Ijma’ sukuti : sebagian mujtahid pada satu masa mengemukakan pendapatnya secara jelas
terhadap suatu peristiwa dengan fatwa atau putusan hukum .dan sebagian yang lain
diam ,artinya tidak mengemukakan komentar setuju atau tidaknya terhadap pendapat
yang dikemukakan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ijma’ dengan arti “sepakat’.Ijma’ dalam arti ini dapat dilihat dalam Al-quran dalam surat yusuf
(12): 15:. b. Al-Amidi yang juga pengikut syafi’iyah merumuskan Ijma’. Definisi yang berbeda
secara subtansial adalah apa yang dikemukakan ulama syi’ah.Mereka tidak menitikberatkan
pada kata “semua”.Tetapi cuku pada kelompok atau beberapa orang asalkan kelompok itu
mempunyai wewenang dalam menetapkan hukum ,untuk tujuan ini ulama syi’ah merumuskan
definisi ijma’ sebagai berikut:. Kesepakatan suatau komunitas yang kesepakatan mereka
memiliki kekuatan dalam menetapkan hukum syara’. Setiap perkataan yang hujahnya tidak
dapat dibantah. Ijma’ manqul, yaitu ijma’ yang diketahui dengan nukilan dari ulama terdahulu
yang mengatakan bahwa dalam perkara ini terdapat ijma’. Rukun dan Syarat Ijma’. Rukun Ijma’.
b. Kedudukan Ijma’ sebagai dalil hukum. Dan barangsiapa menentang Rasul (Muhammad)
setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin,
Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke
dalam neraka Jahanam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali. Umatku tidak akan sepakat
untuk melakukan kesalahan. Allah tidak akan membuat umatku sepakat untuk melakukan
kesalahan. Dalam hadist tersebut telah menjamin bahwa kesepakatan yang diambil oleh umat
Muhammad SAW. Bahkan, apabila ada yang mengingkarinya dianggap kafir,.

DAFTAR PUSTAKA

Judul: Ushul Fiqih jilid 1, Penulis: Prof.Dr.H.Amir starifuddin Penerbit: Kencana prenada media
group

https://www.kompasiana.com/misbah.kompasiana/54f8fc29a333116c5d8b4628/kedudukan-
ijma-sebagai-dalil-hukum

6
7

Anda mungkin juga menyukai