Anda di halaman 1dari 21

KELOMPOK 2

SUMBER HUKUM
ISLAM DAN CONTOH
PENGGUNAANYA

KAIDAH FIQIH EKONOMI


KELOMPO
1. K2
Nur Khabiburrohman Al Fikri (2205026126)

2. Felsa Haniba Hanifati (2205026145)

3. Ahmad Ali Mufid (2205026154)


1. Bagaimana definisi,kehujjahan, serta peranan ijma’
Rumusan Dalam pembentukan hukum islam.

Masalah 2. Bagaimana definisi,kehujjahan, serta peranan


Qiyas dalam pembentukan hukum islam.

3. Bagaimana definisi,kehujjahan, serta peranan ‘Urf


Dalam pembentukan hukum islam.
Pengertian Ijma'
A. Pengertian Ijma’
Berdasarkan bahasa ijma memiliki dua arti yakni dilihat dari kata 'azam dan ittifaq.
'Azam berarti niat dari seseorang untuk melakukan sesuatu dan memutuskannya.
Sedangkan ittifaq artinya kesepakatan beberapa orang untuk melakukan sesuatu.
Adapun pengertian ijma menurut istilah adalah kesepakatan para mujtahid dari umat
Nabi Muhammad SAW setelah wafatnya beliau pada suatu masa mengenai hukum
syar'i.
Dalam pendefinisian ijma terdapat batasan-batasan di dalam merumuskannya yang terbagi
antara lain:
1. Ittifāq(kesepakatan), keluaran dari batasan ini adalah hasil analisis yang dilakukan oleh satu
orang,maka tidak bisa disebut Ijmak.
2. Mujtahid (orang yang berijtihad),keluaran dari mujtahid adalah pendapat para muttabi’ dan
muqallid,pendapat mereka tidak dapat disebut sebagai ijmak.
3. umat Muhammad saw., maka kesepakatan yang dilakukan oleh selain umat Muhammad saw.
(selain orang Islam) tidak termasuk ijmak.
4. dibatasi dengan wafatnya Rasulullah saw. ,kesepakatan yang dilakukan oleh para sahabat
pada masa hidup Nabi saw.tidak dianggap sebagai ijmak dalam posisinya
Kehujahan Ijma'
Ada beberapa ayaat Al-Qur’an dan Hadits Nabi saw. Sebagai dasar yang mengisyaratkan Ijma’
untuk memecahkan permasalahan hukum. Antara lain sebagai berikut:
1. Surat An-Nisa Ayat 59
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad),
dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.”

2. Surat An-Nisa Ayat 83


Artinya: “Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka (langsung) menyiarkannya. (Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul
dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya
(akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka.”
Rukun Ijma'
1. Pada masa terjadinya peristiwa itu, ada terdapat beberapa orang mujtahid.
Tidak aka nada istilah kesepakatan jika tidak ada ulama mujtahid yang
memperdebatkan pendapatnya. Jika pada masa terjadinya perisstiwa tidak ada
Seorang pun mujtahid, atau ada tetapi hanya seorang saja, maka tidaklah terjadi
suatu ijma’ yang dibenarkan oleh syara’.

2. Semua mujtahid menyetujui atas perkara hukum yang ditetapkan


Kalau peristiwa yang dimusyawarahkan hanya disepakati oleh mujtahid dari
suatu daerah atau negara saja, maka hasil putusan tersebut bukanlah ijma’.
Rukun Ijma'
3. Kesepakatan diperlihatkan oleh para mujtahid secara jelas.
Persepakatan dinyatakan baik secara pernyataan maupun dengan perbuatan, seperti apa yang
dipraktikkan dalam suatu pengadilan,walaupun hanya disampaikan oleh satu orang saaja
tetapi hal itu disambut oleh orang banyak, maupun pernyataan Bersama melalui suatu
mukhtamar.

4. Persepakatan harus merupakan persepakatan yang bulat dan utuh.


Yaitu dimana setelalh persepakatan itu terjadi tidak ada lagi mujtahid yang menentang
persepakatan itu,dalam pernyataan maupun dengan perbuatan dimanapun mereka berada.
Peranan Ijma’ Dalam
Pembentukan Hukum Islam
Jumhur ulama berpandangan, Ijma’ mempunyai bobot hujjah syar’iyyah
sangat kuat dalam menetapkan hukum-hukum yang bersifat ijtihadiyah setelah
nash-nash agama; karena Ijma’ bersandar pada dalil syar’i, baik secara
eksplisit maupun implisit. Bahkan jumhur ulama berpandangan, Ijma’
merupakan hujjah syar’iyyah yang wajib diaplikasikan. Demikian itu, tidak
hanya berlaku untuk Ijma’ para sahabat saja, tetapi juga Ijma’ para ulama
pada setiap generasi dan masa, karena umat Islam telah mendapat jaminan
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk tidak bersepakat berada di atas
kesesatan.
Penolakan dan penentangan terhadap masalah ini tidak perlu diperhitungkan
keberadaannya, karena para ulama Islam telah sepakat untuk menjadikan
Ijma’ sebagai hujjah syar’i dalam menetapkan hukum-hukum syariat. Yang
demikian itu berdasarkan pada Al-Qur`ân, Sunnah dan logika.
Pengertian Qiyas
Kata qiyas (‫ )قــياس‬berasal dari akar kata qaasa - yaqishu - qiyaasan (‫)قــاسيـــقيسقــياسا‬. Makna
qiyas secara sederhana adalah pengukuran (‫)تــــقـدير‬.
Sedangkan bila pengertian secara bahasa ini mau dilengkapi, Dr.Wahbah Az-zuhaily
menyebutkan :
“Mengetahui ukuran sesuai dengan yang semisal
dengannya”
Pengertian qiyas secara terminologi terdapat beberapa definisi yang dikemukakan para ulama
ushul fiqih, sekalipun redaksinya berbeda tetapi mengandung pengertian yang sama.
Dr. Wahbah Az-Zuhaily mengutip beberapa pendapat dari para ulama ushul menyebutkan
bahwa mereka mendefinisikan pengertian qiyas sebagai :

"Menjelaskan status hukum syariah pada suatu masalah yang tidak disebutkan nash-nya,
dengan masalah lain yang sebanding dengannya"
Contoh Qiyas
Misalnya, ketika Al-Quran mengharamkan khamar, banyak orang awam di masa itu berpikir bahwa
khamar hanya terbatas perasan buah anggur dan kurma saja. Mengingat yang tertulis di dalam ayat
lain hanya keduanya.

Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik.
(QS. An-Nahl : 67)

Namun para fuqaha memahami bahwa selain air perasan anggur dan kurma, juga punya pengaruh
memabukkan yang sama. Maka meski bukan berasal dari buah kurma atau anggur, bila keadaannya
sama, hukumnya tetap khamar.

Dalam istilah fiqih, air perasan buah-buahan yang dibuat menjadi minuman yang memabukkan
disebut nabidz. Meski tidak disebutkan secara eksplisit di dalam ayat itu, tetapi hukumnya ikut juga
dengan hukum khamar, yaitu haram diminum.
Dasar Penggunaan
1. Perintah Mengambil
“maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadiQiyas
pelajaran, hai orang – orang yang
mempunyai pandangan”. (QS. Al-Hasyr: 2)

2. Perintah Kembali kepada Allah dan Rasul


Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul. (QS. An-Nisa : 59)
3. Perintah Ikut Istimbath
Seandainya mereka kembalikan kepada Rasul dan ulil amri (ulama) di antara mereka,
tentulah orang-orang yang melakukan istimbath dapat mengetahuinya. (QS. An-Nisa : 83)

08
Dasar Penggunaan
Qiyas
4. Perintah Mengganti Dengan Yang Setara
Barang siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah
mengganti dengan binatang ternak setara dengan buruan yang dibunuhnya. (QS. Al-
Maidah : 95)

08
Dasar Penggunaan
Qiyas
4. Perintah Mengganti Dengan Yang Setara
Barang siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah
mengganti dengan binatang ternak setara dengan buruan yang dibunuhnya. (QS. Al-
Maidah : 95)

5. Perintah Untuk Belaku Adil

6. Perumpamaan dan Perbandingan Dalam Al-Quran

08
Rukun Qiyas
1. Al-Ashlu adalah sebagai hukum yang sudah jelas dengan didasarkan pada nash yang
jelas.

2. Al-far'u adalah suatu masalah yang tidak ditemukan nash hukumnya di dalam Al-
Quran atau As-Sunnah secara eksplisit.

3. Al - hukmu adalah hukum syar'i yang ada dalam nash, dimana hukum itu tersemat
pada al-ashlu di atas. Maksudnya, perasan buah anggur dan kurma sudah punya hukum
yang tertulis dengan jelas di dalam ayat Al-Quran, yaitu hukumnya haram.

4. Kesamaan sifat hukum yang terdapat dalam al-ashlu ‫ل‬


( ‫ )اــألص‬dan juga pada al-far'u
(‫)اــلعلة‬.

08
Syarat Qiyas
1. Syarat al-Ashlu
2. Syarat Hukmu al-Ashli

3. Syarat Al- Far’u


4. Syarat ‘illat

08
Pengertian 'Urf
Kata ‘urf secara etimologi berarti “sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal sehat.”
Adapun secara terminologi, seperti dikemukakan Abdul-Karim Zaidan, istilah ‘urf berarti:

Sesuatu yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan
menyatu dengan kehidupan mereka, baik berupa perbuatan atau perkataan. Istilah ‘urf dalam
pengertian tersebut sama dengan pengertian istilah al-’adah (adat istiadat)
KEHUJJAHAN
Para ulama sepakat menolak ‘urf fasid (adat kebiasaan yang salah) untuk dijadikan landasan
hukum.
‘URF
mazhab-mazhab besar fikih tersebut sepakat menerima adat istiadat sebagai landasan
pembentukan hukum, meskipun dalam jumlah dan perinciannya terdapat perbedaan di antara
mazhab-mazhab tersebut, sehingga ‘urf dimasukkan ke dalam kelompok dalildalil yang
diperselisihkan di kalangan ulama. ‘Urf mereka terima sebagai landasan hukum dengan
beberapa alasan, antara lain:
1) Ayat 199 surah al-A’raaf
(7):
‘’Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf (al-’uri),
serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh’’.
PERAN “URF DALAM PEMBENTUKAN HUKUM
ISLAM
Diterimanya ‘urf sebagai landasan pembentukan hukum memberi
peluang lebih luas bagi dinamisasi hukum Islam. Sebab, di samping
banyak masalah yang tidak tertampung oleh metode-metode lainnya
seperti qiyas, istihsan, dan maslahah mursalah yang dapat ditampung
oleh adat istiadat ini.
KESIMPULA
Sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yangNdigunakan untuk mengambil hukum Islam, seperti Al-Qur'an, Hadis,
Ijma', Qiyas, 'Urf, dan lainnya. Dalam hal ini, kesimpulan dari materi sumber hukum Islam Ijma', Qiyas, dan 'Urf
adalah sebagai berikut:
• Ijma' adalah kesepakatan para ulama dalam menentukan hukum atas suatu masalah tertentu yang tidak terdapat
dalam Al-Qur'an dan Hadis. Ijma' dipandang sebagai sumber hukum yang penting karena merupakan kesepakatan
ulama terkait dengan hukum Islam.
• Qiyas adalah metode analogi dalam menentukan hukum Islam atas suatu masalah yang tidak terdapat dalam Al-
Qur'an dan Hadis, dengan membandingkan dengan hukum yang telah ada dalam Al-Qur'an dan Hadis. Qiyas juga
dipandang sebagai sumber hukum yang penting dalam Islam.
• 'Urf adalah kebiasaan atau tradisi yang berlaku dalam masyarakat yang dapat dijadikan dasar dalam menentukan
hukum Islam. 'Urf dapat diterima atau ditolak dalam Islam tergantung pada kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip
Islam.
Dalam keseluruhan, Ijma', Qiyas, dan 'Urf merupakan sumber hukum Islam yang penting untuk menentukan hukum
Islam atas masalah-masalah yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadis. Namun, dalam menetapkan hukum
Islam, perlu dipertimbangkan kesesuaian dengan prinsip-prinsip Islam yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an dan
Hadis.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai