DOSEN PENGAMPU
DISUSUN OLEH
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Definisi dari Syar’u Man Qablana
2. Pendapat Para Ulama tentang Syar’u Man Qablana?
3. Apa contoh-contoh dari Syar’u Man Qablana ?
4. Apa macam - macam dari Syar’u Man Qablana ?
5. Bagaimana Kehujjahan dari Mazhab Sahabat ?
BAB II
PEMBAHASAN
B. PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG SYAR’U MAN QABLANA
Menurut Jumhur Ulama yang terdiri atas ulama Hanafiyah, Malikiyah, sebagian ulama
Syafi’iyyah dan salah satu pendapat Imam Ahmad Ibnu Hanbal menyatakan bahwa apabila
hukum-hukum syari’at sebelum islam itu disampaikan kepada Rasulullah SAW. Melalui wahyu,
yaitu AL-Qur’an, bukan melalui kitab agama mereka yang telah berubah, dengan syarat tidak
ada nash yang menolak hukum-hukum itu, maka umat islam terikat dengan hukum-hukum itu.
Alasan yang di kemukakan adalah:2
1. Menurut mayoritas ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah, juga sebagian ulama Safi’iyyah,
dan menurut Imam Ahmad dalam salah satu riwayat darinya, bahwa Syara’ Man Qablana adalah
syariat bagi kita (umat Islam), selama terdapat dalam Syariat kita (syariat Islam) tanpa dukungan
atau pengingkaran.
Dalil pendapat mereka adalah:
َٔۡ م ۡٱقتَ ِدهۡۗ قُل ٓاَّل َأdُ ُُأوْ ٰلَِٓئكَ ٱلَّ ِذينَ هَدَى ٱهَّلل ۖ ُ فَبِهُد َٰىه
٩٠ َسلُ ُكمۡ َعلَ ۡي ِه َأ ۡجر ًۖا ِإ ۡن هُ َو ِإاَّل ِذ ۡك َر ٰى لِ ۡل ٰ َعلَ ِمين
Artinya: “Mereka Itulah orangorang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah
petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-
Quran)." AlQuran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat.”
(QS. Al An’am : 90) Dan dalam QS. As Syuura : 13.
واd ْ dك َو َما َوص َّۡينَا بِ ِٓۦه ِإ ۡب ٰ َر ِهي َم َو ُمو َس ٰى َو ِعي َس ٰۖ ٓى َأ ۡن َأقِي ُم
ْ dُ ِّدينَ َواَل تَتَفَ َّرقd وا ٱلd َ ي َأ ۡو َح ۡينَٓا ِإلَ ۡي
ٓ وحا َوٱلَّ ِذ
ٗ ُِّين َما َوص َّٰى بِِۦه ن ِ ۞ َش َر َع لَ ُكم ِّمنَ ٱلد
١٣ ُي ِإلَ ۡي ِه َمن يُنِيب ٓ فِي ۚ ِه َكب َُر َعلَى ۡٱل ُم ۡش ِر ِكينَ َما ت َۡدعُوهُمۡ ِإلَ ۡي ۚ ِه ٱهَّلل ُ يَ ۡجتَبِ ٓي ِإلَ ۡي ِه َمن يَ َشٓا ُء َويَ ۡه ِد
Artinya: “Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya...”.
2 Nasrun Haroen, ushul fiqh 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm. 152.
2. Menurut ulama al Asyaa’irah (penganut Al Asy’ari), Mu’tazilah, Syi’ah, Imam Ahmad
dalam riwayatnya yang lain, Imam Ibnu Hazm, sebagian ulama Hanafiyyah, dan mayoritas
ulama Syafi’iyyah (spt Imam Ghazali, Amidi, Razi), syara’ man qablana bukanlah syariat untuk
kita (umat Muhammad )ﷺmeskipun terdapat dalam Al Qur`an. Dalil mereka adalah.
ِ َه ِمنَ ۡٱل ِك ٰتdِ صد ِّٗقا لِّ َما بَ ۡينَ يَد َۡي
ب َو ُمهَ ۡي ِمنًا َعلَ ۡي ۖ ِه َ ََوَأن َز ۡلنَٓا ِإلَ ۡيكَ ۡٱل ِك ٰت
ِّ ب بِ ۡٱل َح
َ ق ُم
Artinya: “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya), dan
penghapus (muhaimin) terhadap kitab-kitab yang yang lain itu..”
[QS. Al Maidah : 48]
C. Contoh syara’ man qoblana di dalam Al Qur’an.
Dalam syari’at Nabi Sulaiman AS, kalau binatang seperti burung berbuat kerusakan,
maka binatang tersebut dijatuhi sanksi. (QS An Naml : 20-21).
b. Dalam syariat Nabi Zakaria AS, disyariatkan puasa bicara selama 3 hari. (QS Maryam : 10).
c. Dalam syariat Nabi Musa AS, haram hukumnya binatang yang berkuku, juga lemak dari sapi
dan domba (QS Al An’am : 146).
d. Dalam syariat Nabi Yusuf AS, hukuman untuk pencuri adalah dijadikan budak (QS Yusuf :
75).
e. Dalam syariat Nabi Ya’kub AS, makanan yang diharamkan oleh Nabi Ya’kub adalah haram
bagi kaumnya (Bani Israil) (QS Ali ‘Imran : 93).
Dan masih banyak contoh di dalam Al Qur’an yang dijelaskan dalam kisah-kisah umat terdahulu
yang ada sebagian di-nasakh (diganti/dihapus) oleh syariat Nabi Muhammad ﷺ dan sebagian
ada yang diperbaharui oleh syariat Islam, seperti syariat shalat 5 waktu yang menjadi kewajiban
umat Islam sekarang tentunya berbeda dari umat terdahulu, baik dari gerakannya dan waktu
shalalatnya
3. Tidak ada penegasan dari syariat kita apakah di-nasakh atau dianggap sebagai syariat
kita (umat Islam). Syari’at hukum yang dijelaskan dalam Al-Qur’an maupun hadist Nabi ,
berlaku untuk umat sebelum Nabi Muhammad ﷺ.
Namun secara jelas tidak dinyatakan berlaku untuk kita, juga tidak ada penjelasan bahwa
hukum tersebut telah di-nasakh. Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 45 :
ۚٞ ص
َ ِنف َوٱُأۡل ُذنَ بِٱُأۡل ُذ ِن َوٱلس َِّّن بِٱل ِّسنِّ َو ۡٱل ُجرُو َح ق
ِ س َو ۡٱل َع ۡينَ بِ ۡٱل َع ۡي ِن َوٱَأۡلنفَ بِٱَأۡل
َ اص فَ َمن ت
َ َص َّد
ق بِِۦه ِ س بِٱلنَّ ۡفَ َو َكت َۡبنَا َعلَ ۡي ِهمۡ فِيهَٓا َأ َّن ٱلنَّ ۡف
ٰ ٓ
٤٥ َك هُ ُم ٱلظَّلِ ُمونَ ة لَّ ۚۥهُ َو َمن لَّمۡ يَ ۡح ُكم بِ َمٓا َأن َز َل ٱهَّلل ُ فَُأوْ ٰلَِئٞ فَهُ َو َكفَّا َر
“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa
(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi
dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishas-nya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishas)
nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-
orang yang zalim.” (Q.S.Al Maidah: 45)
Hukum qishas pada syariat Nabi Musa as dalam kitab Taurat, masih berlaku pada saat ini
sebagai hukum peradilan Islam untuk pelaku tindak kriminal pembunuhan dan pencederaan
terhadap sesama manusia, baik yang merdeka maupun sebagai budak.
Sebagaimana pernah dijalankan pada masa Rasul ﷺ, Khulafur Rasyidin maupun pada masa
Khilafahan Islam setelahnya (Umayyah, Abasiyah dan Utsmaniyah).
Pendapat yang ketiga inilah yang menjadi pembahasan pada makalah ini, karena para ulama
Ushul Fiqh memperselisihkannya. Apakah ini bisa dijadikan dalil ataukah ditinggalkan?
Cukup dengan Al Qur’an, As Sunnah, Ijma’ dan Qiyas saja?
Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009)
Daibal Musthofa Bugho, Atsarul Adillah Al Mukhtalafiha (Damaskus: Darul Imam Al Bukhori, ..)
Muhyiddin Darwisy, I`rab al-Qur’an alKarim Wa Bayanuh, (Suriah: Dar al-Irsyad, 1412 H.)
Muhammad Rasyid Ridho, Tafsir AlManar, (Beirut: Dar al-Kutub al-`Ilmiyah, 1420 H.)
Tafsir al-Thabari Juhaya S. Pradja, Filsafat Hukum Islam. (Bandung: Yayasan Piara, 1997.)