Anda di halaman 1dari 40

A.

Judul Penelitian

Implementasi Metode Taftisy dalam Membentuk Karakter Santri di

Pondok Pesantren Assunniyyah Kencong Jember Tahun Pelajaran 2019/2020.

B. Latar Belakang Masalah

Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai

kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya.

Pendidikan di pesantren meliputi pendidikan Islam, dakwah, pengembangan

kemasyarakatan, dan pendidikan lainnya yang sejenis. Para peserta didik pada

pesantren disebut santri yang umumnya menetap di pesantren. Tempat dimana

santri menetap, dilingkungan pesantren, disebut dengan istilah pondok, dari

sinilah timbul istilah pondok pesantren.

Sebagai lembaga pendidikan yang sudah lama berkembang di

Indonesia, pondok pesantren selain telah berhasil membina dan

mengembangkan kehidupan beragama di Indonesia, juga ikut berperan dalam

menanamkan rasa kebangsaan ke dalam jiwa rakyat Indonesia, serta ikut

berperan aktif dalam upaya mencerdaskan bangsa. Karena sudah tidak

diragukan lagi, banyak tokoh kemerdekaan jebolan dari lembaga ini, pesantren

juga dikenal sebagai pengembang literatur keagamaan klasik dan untuk itu

pesantren identik dengan kitab kuning.1

Tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat

seseorang menjadi good and smart. Sedangkan dalam sejarah pendidikan

1
Fadhal AR Bafadal, pergeseran literatur pondok pesantren salafiah, (Jakarta: Departemen
Agama RI, 2006), 1.

1
Islam, Nabi Muhammad SAW, menegaskan bahwa misi beliau diutus oleh

Allah SWT di dunia guna menyempurnakan akhlak dan mengupayakan

pembentukan karakter yang baik melalui perilaku beliau yang disebut dengan

uswatun khasanah. Sebagaimana diterangkan dalam QS. Al-Ahzab ayat 21:

‫سنَةٌ لِ َمنْ َكانَ يَ ْر ُجوا هَلَلا ََوا ْليَ ْوم ْاأَل ِخ َر َو‬ ْ ‫س ْو ِل هلَلا ِ ُأ‬
َ ‫س َوةٌ َح‬ ُ ‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِى َر‬

٢١﴿ ‫﴾ َذ َك َرهللاَ َكثِ ْي ًرا‬

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang

baik bagimu yaitu bagi orang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.2

Dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan

nasional menyebutkan secara tegas bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap dan mandiri,

sehat jasmani dan rohani, serta bertanggung jawab pada masyarakat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sebuah perbuatan apabila dilakukan secara berulang-ulang maka

perbuatan itu menjadi sebuah kebiasaan, apabila kebiasaan itu sudah melekat

pada diri seseorang maka kebiasaan itu bisa dikatakan dengan karakter. Oleh

sebab itu ustadzah sebagai pendidik yang bertanggung jawab dalam mendidik

harus bisa menumbuhkan kebiasaan-kebiasan yang baik, salah satunya dengan

pembiasaan menulis (memaknai dan murodi) apa yang disampaikan oleh

ustadzah di kelas, berdasarkan filosof besar aristoteles, karakter kita dibentuk

2
Departemen Agama RI, Ar-Razzaq, 211.

2
oleh kebiasaan-kebiasaan, kita adalah apa yang kita kerjakan secara berulang-

ulang, oleh karena itu keunggulan bukanlah suatu perbuatan tetapi suatu

kebiasaan.3

Suatu bangsa akan tetap eksis apabila memiliki karakter dan

kepribadian yang kuat, sebagai upaya merealisasikan ideologi pancasila dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara, maka perlu pembentukan karakter baik

dan religius yang dimulai sejak dini.

Dalam proses pembentukan karakter tidaklah cukup suatu pendidikan

hanya mengandalkan dari pendidikan yang di selenggarakan di sekolah-sekolah

saja, akan tetapi perlu dukungan dan kerja sama dengan lembaga pendidikan

diluar sekolah, diantaranya melalui pendidikan pondok pesantren.

Pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang dan

keagungan duniawi, tetapi lebih kepada kewajiban dan pengabdian kepada

Allah SWT. Ciri yang paling menonjol pada pesantren ialah pendidikan dan

pembentukan karakter atau nilai-nilai keagamaan yang mempunyai system atau

metode tersendiri terhadap santri-santrinya.4

Berkaitan dengan pentingnya pembentukan karakter, maka pondok

pesantren sebagai lembaga pendidikan harus bisa mengarahkan santrinya untuk

melakukan hal-hal yang positif, membiasakan diri dengan hal-hal yang baik

sebagai cara membentuk karakter dalam diri.

Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan pondok pesantren,

pendidikan Islam di Indonesia juga mengenal madrasah diniyah. Madrasah

3
Nggermanto, Quantum Quotient Kecerdasan Quantum (Bandung: Nuansa, 2003), 52.
4
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 4.

3
diniyah adalah jenis pendidikan keagamaan yang memberikan pendidikan

khusus ilmu-ilmu agama dan bahasa arab. Madrasah diniyah terdiri dari tiga

jenjang, yaitu: diniyah ula, diniyah wustho dan diniyah ulya.5

Madrasah diniyah ini ada yang diselenggarakan di dalam pondok

pesantren dan ada yang di selenggarakan di luar pondok pesantren. Lembaga

pendidikan Islam yang dikenal dengan nama madrasah diniyah telah lama ada

di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, madrasah diniyah terus berkembang

pesat seiring dengan peningkatan kebutuhan pendidikan agama oleh

masyarakat.

Kekuatan yang dimiliki madrasah diniyah diantaranya adalah

kebebasannya memilih pola, pendekatan, bahkan sistem pembelajaran yang

dipergunakan, tanpa terikat dengan model-model tertentu. Biasanya pola yang

dipilih adalah pendekatan yang dianggap paling tepat untuk mencapai tujuan

atau keinginan masyarakat dalam menambah ilmu pegetahuan agama dan

bahasa arab.

Kurikulum yang dipergunakan pondok pesantren dalam

melaksanakan pendidikannya disebut manhaj, yang dapat diartikan sebagai

arah pembelajaran tertentu. Manhaj pada pondok pesantren salafiyah ini tidak

dalam bentuk jabaran sillabus, tetapi berupa funun kitab-kitab yang diajarkan

pada para santri.

Sebagaimana halnya kurikulum, madrasah atau sekolah yang

diselenggarakan oleh pondok pesantren juga menggunakan metode. Dalam

bahasa Arab metode disebut toriqoh artinya jalan, cara, system, atau ketertiban
5
DEPAG RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya, 2.

4
dalam mengerjakan sesuatu.6 Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai

cara-cara yang dipergunakan untuk menyampaikan ajaran sampai ketujuan.

Dalam kaitannya dengan pondok pesantren salafiyah, ajaran adalah apa yang

terdapat dalam kitab kuning, kitab rujukan, atau referensi yang dipegang oleh

pondok pesantren tersebut, pemahaman terhadap teks-teks ajaran tersebut dapat

dicapai melalui metode pembelajaran tertentu yang biasa digunakan oleh

pondok pesantren. Selama kurun waktu panjang pondok telah memperkenalkan

dan menerapkan beberapa metode pembelajaran.

Metode pembelajaran di pondok pesantren salafiyah ada yang bersifat

tradisional, yaitu metode pembelajaran yang diselenggrakan menurut kebiasaan

yang telah lama dilaksanakan pada pesantren atau dapat juga disebut sebagai

metode pembelajaran asli pondok pesantren. Di samping itu ada pula metode

pembelajaran modern, metode pembelajaran modern merupakan metode

pembelajaran hasil pembaharuan kalangan pondok pesantren.7

Metode pembelajaran tradisional yang menjadi ciri utama

pembelajaran di pondok pesantren salafiyah diantaranya adalah sebagai

berikut:

1. Metode Sorogan

6
Nur Uhbiyati, Dasar- Dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2013),
163.
7
DEPAG RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya, 37.

5
Salah satu metode yang lazim digunakan oleh pondok pesantren

salaf adalah metode sorogan.8 Sorogan, berasal dari kata sorog (bahasa

jawa), yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya

di hadapan kiyai atau pembantunya (badal, asisten kiyai). Sistem sorogan

ini termasuk belajar secara individual, dimana seorang santri berhadapan

dengan seorang guru, dan terjadi interaksi saling mengenal di antara

keduanya. Sistem sorogan ini terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama

bagi seorang murid yang bercita-cita menjadi seorang alim. Sistem ini

memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara

maksimal kemampuan seorang santri dalam menguasai materi

pembelajaran. Sorogan merupakan kegiatan pembelajaran bagi para santri

yang lebih menitik beratkan pada pengembangan kemampuan perorangan,

dibawah bimbingan seorang kiyai atau ustadz.

Pembelajaran dengan sistem sorogan biasanya di selenggarakan

pada ruang tertentu. Ada tempat duduk kiyai atau ustadz, di depannya ada

meja pendek untuk meletakkan kitab bagi para santri yang menghadap.

Santri-santri lain, baik yang mengaji kitab yang sama ataupun berbeda

duduk agak jauh sambil mendengarkan apa yang di ajarkan oleh kiyai atau

ustadz sekaligus mempersiapkan diri menunggu giliran dipanggil.9

2. Metode Wetonan atau Bandongan

8
Gadung Giri, diambil pada tanggal 05 mei 2019 dari http://pontren . com/ 2016/ 01/ 13/ metode-
sorogan-pada-pondok-pesantren/
9
DEPAG RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya, 38.

6
Salah satu ciri khas dari pondok pesantren salaf adalah sistem

pengajian kitab dengan metode bandongan atau wetonan. 10Wetonan, istilah

weton ini berasal dari kata wektu (bahasa jawa) yang berarti waktu, sebab

pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum atau

sesudah melaksanakan shalat fardhu. Metode weton ini merupakan metode

kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling

kiyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah, santri menyimak kitab

masing-masing dan membuat catatan padanya. Istilah wetonan ini di Jawa

Barat disebut dengan bandongan.11

3. Metode Musyawarah atau Bahtsul Masa’il

Metode musyawarah adalah suatu cara yang digunakan dalam suatu

pembelajaran yang dilakukan secara bersama-sama, saling mengemukakan

pendapat masing-masing untuk mencapai suatu tujuan bersama dan untuk

mendapatkan keputusan bersama secara benar dan dapat dipertanggung

jawabkan.12

Metode musyawarah atau dalam istilah lain bahtsul masa’il

merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi

atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk

halaqah yang dipimpin langsung oleh kiyai atau ustadz, atau mungkin juga

santri senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah

ditentukan sebelumnya.
10
Fatih Syuhud, diambil pada tanggal 05 mei 2019 dari http://www.alkhoirot.net/2011/07/
pengajian-sistem-bandongan-wetonan.html
11
DEPAG RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya,
40.
12
Suheri, diambil pada tanggal 05 mei 2019 dari http://ruslyboyan.blogspot.com/2010/08/metode-
musyawarah-kitab-fathu-al-qorib.html

7
4. Metode Pengajian Pasaran

Metode pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para santri

melalui pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang kiyai atau ustadz

yang dilakukan oleh sekelompok para santri dalam kegiatan yang terus

menerus selama tenggang waktu tertentu. Pada umumnya dilakukan pada

bulan ramadhan selama setengah bulan, dua puluh hari, atau terkadang satu

bulan penuh tergantung pada besarnya kitab yang dikaji. Metode ini lebih

mirip dengan metode bandongan, tetapi pada metode ini target utamanya

adalah “selesai” nya kitab yang dipelajari. Pengajian pasaran ini dahulu

banyak dilakukan di pesantren-pesantren di jawa, dan dilakukan oleh kiyai-

kiyai senior di bidangya. Titik beratnya pada pembacaan bukan pada

pemahaman sebagaimana pada metode bandongan. Sekalipun

dimungkinkan bagi para pemula untuk mengikuti pengajian ini, namun pada

umumnya pesertanya terdiri dari mereka-mereka yang telah belajar atau

membaca kitab tersebut sebelumnya. Kebanyakan pesertanya justru para

ustadz atau para kiyai yang datang dari tempat-tempat lain yang sengaja

datang. Dengan kata lain, pengajian ini lebih banyak untuk mengambil

berkah atau ijazah dari kiyai-kiyai yang dianggap senior.13

5. Metode Hapalan (muhafazhah)

Metode hapalan adalah kegiatan belajar santri dengan cara

menghapal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan kiyai


13
DEPAG RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya,
45.

8
atau ustadz. Para santri diberi tugas untuk menghapal bacaan-bacaan dalam

jangka waktu tertentu, hapalan yang dimiliki santri ini kemudian di

hapalkan di hadapan kiyai atau ustadz.

6. Metode Demonstrasi atau Praktek Ibadah

Metode ini adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan

memperagakan suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu

yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok di bawah petunjuk dan

bimbingan kiyai atau ustadz.

Selain metode pembelajaran tradisional yang ada di pondok

pesantren salafiyah juga ada metode pembelajaran modern. Metode

pembelajaran modern merupakan metode pembelajaran hasil pembaharuan

kalangan pondok pesantren.14 Salah satu metode pembelajaran modern

adalah metode taftisy (pemeriksaan) yang di maksud pemeriksaan disini

adalah pemeriksaan kitab santri, yang meliputi makna dan murod yang

mana ustadzah memeriksa kitab santri ketika selesai pembelajaran untuk

memastikan kalau santri mempunyai tulisan (makna dan murod).

Metode taftisy merupakan metode yang jarang ditemui di pondok

pesantren, tidak semua pondok pesantren menerapkan metode ini biasanya

metode ini diadakan agar dapat membiasakan santri untuk menulis

(memaknai kitabnya dan mencatat keterangan ustadzah), jadi santri tidak

akan malas ketika proses pembelajaran karena mereka mempunyai

tanggungan untuk mencatat apa yang di sampaikan oleh ustadzah, selain itu

juga untuk mempermudah santri ketika mengisi soal ketika ujian karena
14
Ibid., 37.

9
semua jawaban itu pasti ada di dalam kitab dan catatan santri. Oleh karena

itu penting diadakannya metode taftisy karena banyak manfaat dengan

diadakannya metode ini. Bagi seorang santri menulis itu penting karena

dalam agama Islam, menulis merupakan suatu kegiatan yang dianjurkan, hal

tersebut dapat dibuktikan dengan adanya ayat-ayat al-qur’an yang

menyebutkan kata ‘tulis’, ‘menulis’ atau ‘tulislah’, sekurang-kurangnya

terdapat 17 ayat al-qur’an yang menyebutkan ketiga kata tersebut. 15

Tidak hanya dalam al-qur’an saja, ternyata menulis juga dianjurkan

oleh Rasulullah SAW, hal tersebut dapat dibuktikan dengan tindakan

Rasulullah SAW yang  pernah berdakwah melalui surat. Selain itu,

Rasulullah SAW juga mengizinkan dan pernah memerintah kepada

beberapa sahabat untuk menulis.

Banyak keterangan yang menganjurkan untuk menulis atau

mencatat ketika menuntut ilmu namun bagaimanapun anjuran-anjuran tadi

tidak hanya menjadi pengetahuan kita saja, melainkan sebagai motivasi kita

untuk tergerak mengerjakannya disetiap waktu kita, apalagi kita sebagai

muslim sudah mengetahui bahwa mencari ilmu adalah suatu kewajiban dan

ilmu itu tidak akan didapat dengan enam syarat diantaranya yaitu menulis.

Pembentukan karakter salah satunya dapat kita lihat di pondok

pesantren Assunniyyah, disana mempunyai cara dalam membentuk karakter

santrinya yaitu dengan menerapan metode taftisy yang mana ustadzah

mememeriksa kitab santri, dengan tujuan agar ketika ulangan harian atau
15
Mahtukhul Ngaqli, diambil pada tanggal 06 mei 2019 dari http://aineganteng. Blogspot.
Com/2017/05/tafsir-ayat-al-quran-tentang-anjuran.html

10
tamrin nilai santri bagus, juga untuk memastikan kalau santri mempunyai

tulisan karena dikhawatirkan ketika akan diadakan ujian atau kwartal

banyak santri yang kitabnya tidak lengkap karena ketika mau ujian taftisy

menjadi persyaratan santri boleh mengikuti ujian, dengan adanya metode ini

santri berusaha semaksimal mungkin untuk melengkapi kitab-kitab yang

kosong ketika proses pembelajaran, berusaha agar tidak mempunyai catatan

kosong dengan berbagai cara seperti berusaha tidak tidur, berusaha mencatat

apa yang di sampaikan oleh ustadzah agar ketika akhir mau ujian tidak

terlalu banyak nembel atau melengkapi kitab yang kosong, meskipun

sebenarnya santri merasa keberatan dengan diadakanyya metode ini, namun

penerapan metode taftisy itu tetap dilaksanakan dengan tujuan untuk

memudahkan santri dalam menjawab soal dengan pedoman yang ada di

dalam kitab sebagai referensi dan juga sumber jawaban dari pertanyaan

ujian. Hal ini menjadi sangat penting dilaksanakan selain membuat mereka

mudah dalam menjalani ujian, mereka juga dapat memperoleh nilai yang

maksimal karena pelajaran adalah sumber jawaban yang diperoleh sebagai

nilai yang dihasilkan. Selain agar tujuan santri bisa tercapai yaitu

memperoleh nilai yang maksimal juga dapat membiasakan santri untuk

menulis ketika proses pembelajaran. Dengan adanya metode tersebut,

diharapkan santri dapat membiasakan perbuatan-perbuatan yang baik dan

menjadi sebuah karakter yang melekat pada diri santri.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, melihat pentingnya

penerapan metode taftisy bagi santri membuat peneliti merasa tertarik untuk

11
melakukan penelitian dengan judul skripsi yaitu “Implementasi Metode

Taftisy dalam Membentuk Karakter Santri di Pondok Pesantren

Assunniyyah Kencong Jember Tahun Pelajaran 2019/2020”.

C. Fokus Penelitian

Bagian ini mencantumkan semua fokus permasalahan yang akan

dicari jawabannya melalui proses penelitian. Berdasarkan masalah yang ada

maka fokus masalah dan sub fokus masalah peneliti yaitu:

1. Fokus Masalah

Fokus masalah peneliti adalah bagaimana implementasi metode

taftisy dalam membentuk karakter santri di pondok pesantren Assunniyyah

Kencong Jember tahun pelajaran 2019/2020?

2. Sub Fokus Masalah

a. Bagaimana perencanaan metode taftisy dalam membentuk karakter santri

di pondok pesantren Assunniyyah Kencong Jember tahun pelajaran

2019/2020?

b. Bagaimana pelaksanaan metode taftisy dalam membentuk karakter santri

di pondok pesantren Assunniyyah Kencong Jember tahun pelajaran

2019/2020?

c. Apa saja karakter – karakter yang terbentuk dari implementasi metode

taftisy di pondok pesantren Assunniyyah Kencong Jember tahun

pelajaran 2019/2020?

D. Tujuan Penelitian

12
Tujuan penelitian disesuaikan dengan fokus masalah yang ada yang

bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah sebagaimana yang telah

dirumuskan dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, ada dua tujuan

yaitu tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Untuk mendeskripsikan implementasi metode taftisy dalam

membentuk karakter santri di pondok pesantren Assunniyyah Kencong

Jember tahun pelajaran 2019/2020.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mendeskripsikan perencanaan metode taftisy dalam membentuk

karakter santri di pondok pesantren Assunniyyah Kencong Jember tahun

pelajaran 2019/2020.

b. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan metode taftisy dalam membentuk

karakter santri di pondok pesantren Assunniyyah Kencong Jember tahun

pelajaran 2019/2020.

c. Untuk mendeskripsikan Karakter – karakter apa saja yang terbentuk dari

penerapan metode taftisy di pondok pesantren Assunniyyah Kencong

Jember tahun pelajaran 2019/2020.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini akan menjadikan tujuan pembelajaran bisa

tercapai dan dapat memberikan sumbangsih terhadap ustadzah pada

umumnya dan santri pada khususnya.

13
2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat umum penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan

bahwa penting dalam suatu lembaga seperti pondok pesantren

mengadakan metode taftisy untuk tercapainya tujuan pembelajaran.

b. Bagi akademik hasil penelitian ini sebagai tambahan literatur atau

referensi bagi pihak INAIFAS atau mahasiswa yang ingin

mengembangkan kajian tentang metode taftisy.

c. Bagi peneliti dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman yang dapat

menambah wawasan keilmuan.

F. Definisi Istilah

Dalam mendefinisikan sesuatu harus paham arti dari setiap kata yang

ada, oleh karenanya penulis akan menjelaskan istilah-istilah yang terdapat

dalam judul ini antara lain:

1. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan, penerapan implemen,16 berkaitan

dengan proposal yang ditulis oleh peneliti dengan judul “Implementasi

Metode Taftisy dalam Membentuk Karakter Santri” yang dimaksud disini

adalah penerapan dari metode taftisy sehingga menjadi sebuah kebiasaan.

Sebuah kebiasaan tadi diharapkan mampu melekat pada diri santri, selain itu

pula menerapkan kebiasaan-kebiasaan baik. Dari hal tersebut diharapkan

16
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), 247.

14
implementasi dari metode taftisy mampu menjadi kebiasaan yang melekat

pada diri santri.

2. Metode Taftisy

Metode taftisy adalah cara yang dipergunakan oleh ustadzah agar

tujuan menyampaikan ajaran bisa tercapai, yaitu dengan memeriksa kitab

ataupun catatan santri untuk memastikan kalau santri memang benar- benar

mempunyai tulisan (makna dan murod) karena banyak sekali manfaat ketika

santri mempunyai tulisan (makna dan murod) diantaranya tujuan ustadzah

menyampaikan pembelajaran bisa tercapai.

3. Karakter Santri

Menurut KBBI istilah karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak

atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, sedangkan

santri adalah peserta didik yang belajar atau menuntut ilmu di pondok

pesantren.17 Jadi Karakter santri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

sebuah tingkah laku atau akhlak perbuatan santri yang selama ini menimba

ilmu di dalam pondok pesantren.

G. Kajian Kepustakaan

1. Penelitian Terdahulu

Telaah terhadap penelitian terdahulu dibutuhkan untuk

memperjelas, menegaskan, melihat kelebihan dan kelemahan berbagai teori

yang digunakan penulis lain. Selain itu penelitian terdahulu perlu disebutkan

dalam sebuah penelitian untuk memudahkan pembaca membandingkan

17
Miss Rahane Seree, “Strategi Dakwah Dalam Membentuk Karakter Santri”, (Skripsi,
Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2015), 66.

15
perbedaan hasil kesimpulan oleh penulis dengan peneliti yang lain dalam

melakukan pembahasan tema yang hampir serupa.

Peneliti ini tentu saja bukan merupakan penelitian pertama yang

mengangkat permasalahan pendidikan. Berikut ini adalah beberapa hasil

pemikiran yang berhubungan dengan skripsi yang penulis bahas:

a. Siti Humairoh, STAIFAS Jember, 2017, Penerapan Metode Sorogan

dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Kitab Kuning Santri di

Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo Jember Tahun Pelajaran

2016/2017. Dalam skripsi ini penulis menjelaskan dengan menerapkan

metode sorogan di pondok pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo Jember

maka akan meningkatkan kemampuan santri dalam membaca kitab

kuning.18

b. Syaifullah, IAIN Mataram, 2017, Analisis Penerapan Metode Bandongan

dalam Pembelajaran Kitab Kuning di MA Plus Pondok Pesantren Abu

Hurairah Mataram. Dalam skripsi ini penulis menjelaskan dalam

pembelajaran kitab kuning di MA Plus Pondok Pesantren Abu Hurairah

Mataram dengan menganalisis penerapan metode bandongan.19

c. Rani Rakhmawati, Universitas Airlangga, 2016, Syawir Pesantren

Sebagai Metode Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren

Manbaul Hikam Desa Putat, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten

Sidoarjo- Jawa Timur. Dalam skripsi ini penulis menjelaskan di Pondok

18
Siti Humairoh, Penerapan Metode Sorogan dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Kitab
Kuning Santri di Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo Jember Tahun Pelajaran
2016/2017, (Skripsi INAIFAS Jember, 2017)
19
Syaifullah, Analisis Penerapan Metode Bandongan dalam Pembelajaran Kitab Kuning di MA
Plus Pondok Pesantren Abu Hurairah Mataram, (Skripsi IAIN Mataram, 2017)

16
Pesantren Manbaul Hikam menerapkan metode syawir atau musyawarah

sebagai metode pembelajaran kitab kuning.20

Sebagaimana penelitian yang telah dilakukan Siti Humairoh,

Syaifullah dan Rani Rakhmawati, peneliti melakukan penelitian yang

berbeda dengan ketiganya, meskipun sebelumnya terdapat karya atau hasil

penelitian tentang metode, akan tetapi belum sepenuhnya berfokus dalam

pembahasan metode taftisy baik secara teks maupun konteks.

Untuk lebih jelasnya peneliti meringkas perbandingan penelitian ini

dengan penelitian terdahulu dalam tabel berikut:

TABEL PENELITIAN TERDAHULU

Peneliti Judul Penelitian Terdahulu Persamaan Perbedaan

Siti Penerapan Metode Sorogan 1. Merupakan Membahas


Humairoh dalam Meningkatkan jenis metode
(STAIFAS Kemampuan Membaca Kitab penelitian sorogan
Jember Kuning Santri di Pondok lapangan
Tahun Pesantren Bustanul Ulum 2. Membahas
2017) Mlokorejo Jember Tahun tentang
Pelajaran 2016/2017 metode
Syaifullah Analisis Penerapan Metode 1. Merupakan Membahas
(IAIN Bandongan dalam jenis metode
Mataram Pembelajaran Kitab Kuning penelitian bandongan
Tahun di MA Plus Pondok lapangan
2017) Pesantren Abu Hurairah 2. Membahas
Mataram tentang

20
Rani Rakhmawati, Syawir Pesantren Sebagai Metode Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok
Pesantren Manbaul Hikam Desa Putat, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo- Jawa
Timur, (Skripsi Universitas Airlangga, 2016)

17
metode
Rani Syawir Pesantren Sebagai 1. Merupakan Membahas
Rakhmawati Metode Pembelajaran Kitab jenis metode
(Universitas Kuning di Pondok Pesantren penelitian syawir
Airlangga Manbaul Hikam Desa Putat, lapangan
Tahun Kecamatan Tanggulangin, 2. Membahas
2016) Kabupaten Sidoarjo- Jawa tentang
Timur metode

2. Kajian Teori

a. Metode Taftisy

1) Pengertian Metode Taftisy

Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara-cara yang

dipergunakan untuk menyampaikan ajaran sampai ketujuan. Dalam

kaitannya dengan pondok pesantren salafiyah, ajaran adalah apa yang

terdapat dalam kitab kuning, kitab rujukan, atau referensi yang

dipegang oleh pondok pesantren tersebut, pemahaman terhadap teks-

teks ajaran tersebut dapat dicapai melalui metode pembelajaran

tertentu yang biasa digunakan oleh pondok pesantren.

َ َّ‫فَت‬
Kata taftisy ( ُ‫ )التَقتِيْش‬berasal dari fi’il madhi lafadz ‫ش‬

َ َّ‫ فَت‬di jadikan masdar menjadi ُ‫التَ ْفتِيْش‬yang


(memeriksa),21 lalu lafadz ‫ش‬

artinya menjadi pemeriksaan. yang di maksud pemeriksaan disini

adalah pemeriksaan kitab santri yang meliputi makna dan murod,

makna adalah arti dari bahasa Jawa karena sudah menjadi kebiasaan

pondok pesantren ketika mengartikan kitab memakai bahasa Jawa,

sedangkan ketika ustadzah menjelaskan memakai bahasa Indonesia

21
Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, 1032.

18
maka dinamakan murod. Sebagai seorang santri harus belajar setiap

saat sampai memperoleh kemuliaan, dengan cara selalu menyediakan

alat tulis untuk mencatat segala pengetahuan yang baru didapatkan,22

ada ungkapan:

َ ‫َم ْن َحفِظَ فَ َّر َو َم ْن َكت‬


‫َب َش ْيًئا قَ َّر‬

Artinya: “Hafalan akan sirna tetapi tulisan akan tetap tegak.”23

Dari ungkapan diatas jelas sangatlah penting bagi santri

untuk menulis atau mencatat ketika proses pembelajaran, dengan

tujuan untuk mengingat-ngingat pelajaran,24 karena kecerdasan orang

itu berbeda-beda, juga bertujuan agar santri bisa membaca kitab (tanpa

baca makna dan murodannya). Selain itu, supaya kitab santri lengkap

dengan makna dan murod karena ketika akan diadakan ulangan atau

ujian ustadzah mentaftisy kitab santri untuk memastikan kalau santri

memang mempunyai makna dan murod, bahkan ketika mau diadakan

ujian taftisy menjadi persyaratan santri boleh mengikuti ujian, 25

dengan tujuan untuk memudahkan santri dalam menjawab soal dengan

pedoman yang ada didalam kitab sebagai referensi dan juga sumber

jawaban dari pertanyaan ujian.

Menurut Bambang Hariyadi, S.Ag, taftisy kitab digunakan

sebagai upaya untuk memeriksa, apakah pemberian makna kitab

kuning sudah penuh (tidak ada halaman yang kosong), tepat dan
22
Ma’ruf Asrori, Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu, (Surabaya: Al-Miftah, 2012), 113.
23
Syekh Az-Zarnuji, Ta’lim Al-Muta’alim, 38.
24
Ma’ruf Asrori, Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu, (Surabaya: Al-Miftah, 2012), 81.
25
Lufaepi, diambil pada tanggal 06 juni 2019 dari https://khaskempek.com/taftisyul-kutub-
sebagai-syarat-mengikuti -ikhtibar/

19
sesuai dengan makna yang diberikan ustadzah atau tidak,26 karena

sebagai seorang santri penting untuk menulis apa yang telah di

sampaikan oleh ustadzah juga sudah banyak keterangan –keterangan

yang menganjurkan kepada kita sebagai seorang santri untuk menulis

ilmu yang telah kita dapat.

2) Waktu Pelaksanaan Metode Taftisy

Metode taftisy di laksanakan ketika pembahasan

pembelajaran sudah selesai, terkadang ketika akan diadakan ulangan

tergantung ustadzah yang akan mentaftisy, akan tetapi ketika akan

diadakan ujian taftisy menjadi persyaratan santri boleh mengikuti

ujian, santri yang kitabnya telah di taftisy oleh ustadzah masing-

masing nantinya kitab tersebut diberi stempel.27 Prosedur yang dilalui

dalam proses taftisyul kutub ini adalah dengan mengecek kepemilikan

kitab satu persatu. Santri dikatakan lolos dari tahap ini jika kitab yang

dimilikinya lengkap, yang dimaksud lengkap disini yaitu lengkap

maknanya dan murodannya, hal ini dilakukan untuk memastikan

bahwa setiap santri mengikuti proses pembelajaran dengan baik

dengan memenuhi isi kitab dengan makna yang telah dibacakan oleh

para ustadzah. Ketika ada beberapa bagian yang kosong, santri

diperkenankan untuk melengkapi makna yang masih kosong tersebut,

26
Muallimin, diambil pada tanggal 20 mei 2019 dari http://mualliminenamtahun.net/berita/taftisy-
untuk-memeriksa -makna-kitab-kuning/
27
Lufaepi, diambil pada tanggal 06 juni 2019 dari https://khaskempek.com/taftisyul-kutub-
sebagai-syarat-mengikuti -ikhtibar/

20
atau dalam lingkungan pesantren hal ini biasa disebut dengan nembel

kitab.28

Kitab yang di taftisy adalah kitab-kitab yang di pelajari oleh

santri yang sesuai dengan kelas santri, dikarenakan setiap santri

berbeda-beda kelasnya dan otomatis akan berbeda juga mata

pelajarannya, batasan taftisy tergantung pada ustadzahnya masing-

masing, di karenakan setiap ustadzah berbeda batasan pelajarannya.

3) Manfaat Diadakannya Metode Taftisy

Banyak manfaat dengan diadakannya metode taftisy ini,

diantaranya adalah santri akan membiasakan kebiasaan yang baik,

dimana santri dapat membiasakan melengkapi catatan kitabnya ketika

proses pembelajaran karena dengan diadakannya metode ini akan

muncul semangat santri untuk belajar ketika proses pembelajaran

karena santri mempunyai tanggungan untuk mendengarkan dan

mencatat apa yang telah di sampaikan oleh ustadzah karena ketika

santri tidak mendengarkan apa yang di sampaikan oleh ustadzah

otomatis santri tidak bisa mencatat apa yang telah di sampaikan oleh

ustadzah akibatnya santri tidak mempunyai tulisan dan akhirnya santri

tidak bisa membaca makna kitabnya dan murodannya ketika proses

kosongan, selain itu ketika ulangan pun santri tidak bisa mengerjakan

soal karena semua jawaban itu ada di dalam kitab santri, dan ketika

28
Admin, diambil pada tanggal 20 mei 2019 dari http://khaskempek.com/taftisyul-kutub-sebagai-
syarat-mengikuti-ikhtibar/

21
ujian santri tidak bisa mengikutinya karena taftisy menjadi persyaratan

santri boleh mengikuti ujian.29 Dengan demikian sangat penting

sebagai seorang penuntut ilmu (santri) untuk menulis atau mencatat

apa yang telah di sampaikan oleh ustadzah. Mengenai hal ini, Syaikh

Az-Zarnuji di dalam kitabnya tersebut menuliskan sebuah syair dari

Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, dua bait syair itu

berbunyi:

ٍ َ‫ َسُأ ْنبِ ْيكَ ع َْن َمجْ ُموْ ِعهَا بِبَي‬     ‫ بِ ِستَّ ٍة‬ َّ‫ ِإال‬  ‫ ْا ِلع ْل َم‬ ‫ تَنا َ ُل‬ َ‫ ال‬ ‫اَال‬
‫ان‬

‫ان‬ ْ ‫ وَِإ ْرشَا ِد ُأ‬     ‫اص ِطبا َ ٍر َوبُ ْل َغ ٍة‬


ٍ ‫ستَا ٍذ َوطُ ْو ِل َز َم‬ ٍ ‫ُذ كا َ ٍء َو ِح ْر‬
ْ ‫ص َو‬

Artinya: “Ingatlah! engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali

dengan memenuhi enam syarat, saya akan beritahukan

keseluruhannya secara rinci yaitu: kecerdasan, kemauan,

sabar, biaya, bimbingan guru dan waktu yang lama.”30

Dalam keterangan diatas di terangkan bahwa seorang pencari

ilmu tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi enam

syarat salah satunya yaitu kecerdasan, ulama membagi kecerdasan

menjadi dua yaitu: 

a) Muhibatun Minallah (kecerdasan yang diberikan oleh Allah).

Contoh: seseorang yang memiliki hafalan yang kuat.

29
Lufaepi, diambil pada tanggal 06 juni 2019 dari https://khaskempek.com/taftisyul-kutub-
sebagai-syarat-mengikuti -ikhtibar/
30
Hasyim Asy’ari, Nadzam Akhlak Alala, 1.

22
b) Kecerdasan yang didapat dengan usaha misalnya dengan cara

mencatat, mengulang materi yang diajarkan, berdiskusi dan lain-

lain.31

Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa ada

enam syarat untuk mendapatkan ilmu diantaranya yaitu menulis atau

mencatat bagi orang yang tidak memiliki hafalan yang kuat, karena

daya ingat manusia berbeda-beda ada yang kuat dan ada yang lemah,

karenanya kita dianjurkan agar mencatat ilmu yang disampaikan

oleh guru. Dalam agama Islam, menulis merupakan suatu kegiatan

yang dianjurkan, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya ayat-

ayat Al-Qur’an yang menyebutkan kata tulis, menulis atau tulislah,

sekurang-kurangnya terdapat tujuh belas ayat Al-Qur’an yang

menyebutkan ketiga kata tersebut.

Tidak hanya dalam Al-Qur’an saja, ternyata menulis juga

dianjurkan oleh Rasulullah SAW, hal tersebut dapat dibuktikan

dengan tindakan Rasulullah SAW yang  pernah berdakwah melalui

surat, selain itu, Rasulullah SAW juga mengizinkan dan pernah

memerintah kepada beberapa sahabat untuk menulis.

Dengan demikian penting sekali dengan diadakannya metode

taftisy ini karena akan membiasakan santri untuk berbuat yang baik

seperti menulis karena menulis itu sangat penting dan banyak anjuran

dari Al-Qur’an dan Rosulullah untuk menulis.


31
Nurjannah, diambil pada tanggal 10 mei 2019 dari https://minanews. Net/enam-syarat-menuntut-
ilmu-dalam-kitab-talim-mutaalim

23
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa banyak

manfaat yang diperoleh ketika menerapkan metode taftisy, diantaranya

santri akan semangat untuk menulis, maka diharapkan dengan di

terapkannya metode taftisy ini mampu membentuk subuah karakter

yang melekat pada pribadi seorang santri.

4) Perencanaan dan Pelaksanaan Taftisy

Menurut KBBI perencanaan merupakan proses, perbuatan

merencanakan (merancangkan).32 Perencanaan merupakan cara yang

digunakan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik,

disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil

kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut sesuai dengan

tujuan yang ingin dicapai.

Menurut KBBI pelaksanaan adalah proses, cara, perbuatan

melaksanakan (rancangan, keputusan).33 Pelaksanaan merupakan

kegiatan yang dilakukan setelah adanya proses perencanaan,

diperlukan rencana yang matang agar kegiatan yang akan

dilaksanakan berjalan dengan maksimal.

Perencanaan pelaksanaan taftisy di pondok pesantren

Assunniyyah Kencong Jember dimulai pada tahun 2015. Kegiatan

taftisy dilaksanakan dengan latar belakang banyak kitab santri yang

kosong dan ketika di suruh kosongan santri tidak bisa membaca

karena kitabnya tidak lengkap, selain itu santri ketika ujian nilainya
32
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2008), 1163.
33
Ibid, 774.

24
juga tidak memuaskan di karenakan tulisannya tidak lengkap lalu

ustadzah serta masayikh sepakat di adakan metode taftisy agar santri

mempunyai tanggungan untuk mencatat karena biasanya ketika selesai

pembelajaran ustadzah memeriksa catatannya dan ketika mau

dilaksanakan ujian semua santri wajib mengikuti taftisy karena taftisy

menjadi persyaratan santri boleh mengikuti ujian. Berdasarkan

perencanaan tersebut diharapkan para santri ketika proses

pembelajaran benar- benar mendengarkan penjelasan ustadzah dan

mencatat apa yang telah disampaikannya, ketika disuruh untuk

membaca kitabnya santri bisa membaca karena santri sudah mencatat

makna dan murodnya dan diharapkan agar santri ketika ujian bisa

mengisi semua soal dengan benar karena semua jawaban ada di dalam

kitab dan catatan santri, jadi santri akan mendapatkan nilai yang

maksimal. Selain itu, juga mengingat begitu penting karakter untuk

santri maka perencanaan dan pelaksanaan taftisy diterapkan.

b. Karakter yang Terbentuk dari Pembiasaan Taftisy

1) Pengertian Karakter

Menurut KBBI mendefinisikan karakter sebagai sifat

kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang

dengan individu lainnya.34Karakter adalah watak, sifat, atau hal- hal

yang memang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang.35

Karakter merupakan hal yang abstrak yang terdapat pada diri yang
34
Hendrawan Soetanto, Model Pendidikan Karakter (Malang: UB Press, 2013), 4.
35
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2011), 12.

25
dapat diketahui melalui sikap- sikap yang ditunjukan oleh orang

tersebut.

Secara umum karakter merupakan prilaku manusia yang

berhubungan dengan tuhan, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan

dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,

perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum,

tata krama, budaya dan adat istiadat.36

Meskipun karakter tertentu sudah menjadi milik seseorang,

namun manusia dapat mengubah karakter tersebut menjadi karakter

lainnya. Sebagaimana dikatakan oleh filusuf besar Aristoteles,

karakter kita dibentuk oleh kebiasaan- kebiasaan kita, kita adalah apa

yag kita kerjakan secara berulang- ulang,37oleh karena itu karakter

mampu terbentuk dengan adanya suatu pembiasaan.

Karakter seseorang bisa dibentuk dan diupayakan melalui

pembiasaan- pembiasaan baik. Karena karakter terbentuk dari

perjalanan hidup seseorang, karakter dibangun oleh pengetahuan,

pengalaman, serta penilaian terhadap pengalaman itu.

2) Macam–Macam Karakter

Pembentukan karakter sangatlah penting dalam upaya

mewujudkan sebuah bangsa yang beradab, serta pembiasaan-

pembiasaan yang baik perlu ditanamkan demi membentuk sebuah

karakter.
36
Lanny Octavia, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren (Jakarta Selatan: Rumah Kitab,
2014). 21.
37
Nggermanto, Quantum Quotient Kecerdasan Quantum (Bandung: Nuansa, 2003), 52.

26
Kementrian pendidikan nasional menginventarisir ada 18

nilai-nilai dalam pendidikan karakter, yaitu sebagai berikut:

a) Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran

agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama

lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

b) Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya

sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,

tindakan, dan pekerjaan.

c) Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,

suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda

dari dirinya.

d) Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh

pada berbagai ketentuan dan peraturan. 38

e) Kerja Keras

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh

pada berbagai ketentuan dan peraturan.

f) Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara

atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.


38
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Depok: Rajawali Pers, 2017), 234.

27
g) Mandiri

Mampu berdiri sendiri dan tidak tergantung kepada orang

lain.39

h) Demokratis

Sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan

hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan

orang lain.

i) Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang

dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

j) Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan

diri dan kelompoknya.

k) Cinta Tanah Air

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan

diri dan kelompoknya.

l) Menghargai Prestasi

39
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam (Jakarta: Amzah, 2015), 98.

28
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk

menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan

mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

m)Bersahabat atau Komunikatif

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk

menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan

mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

n) Cinta Damai

Sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai,

aman, tenang dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas

atau masyarakat tertentu.40

o) Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai

bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

p) Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah

kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam

yang sudah terjadi.

q) Peduli Sosial

40
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013),
9.

29
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan

pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

r) Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas

dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri

sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara

dan Tuhan Yang Maha Esa .41

3) Karakter-Karakter yang Terbentuk dari Pembiasaan Taftisy

Taftisy merupakan salah satu metode yang ada di pondok

pesantren, terdapat banyak manfaat bagi santri. Taftisy begitu penting

untuk dilaksanakan, dari pembiasaan itu akan terbentuk sebuah

karakter. Beberapa karakter yang terbentuk adalah:

a) Disiplin

Disiplin adalah karakter yang juga sangat penting untuk

dimiliki, karakter disiplin merupakan karakter yang bisa

menghargai waktu, begitu pentingnya setiap waktu yang ada

sehingga mampu untuk dimanfaatkan dengan sebaik- baiknya,

disiplin pula dapat diartikan dengan menempatkan sesuatu atau

melakukan sesuatu sesuai dengan ketentuan yang ada, tertib dan

patuh.

41
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Depok:Rajawali Pers, 2017, hal; 234

30
Disiplin berarti tata tertib, ketaatan (kepatuhan) kepada

peraturan.42 Seseorang yang memiliki karakter disiplin maka

seseorang itu cinta akan apa yang dilakukannya, menghargai setiap

waktu yang dimiliki dan merupakan kunci dalam meraih

kesuksesan.

b) Tanggung Jawab

Karakter tanggung jawab merupakan hal yang sangat

penting agar sekolah menjadi sebuah lembaga pembentukan diri

untuk mencapai kesuksesan.43 Tanggung jawab adalah sikap dan

perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya

yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat,

lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang

Maha Esa.

Menumbuhkan rasa tanggung jawab bagi santri tidaklah

mudah, oleh karena itu sangat di perlukan dalam suatu lembaga

membiasakan hal-hal yang baik agar nantinya santri bisa

membentuk karakter yang bertanggung jawab karena tanggung

jawab sangat berperan terhadap kesuksesan anak di kehidupannya

kelak.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

42
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2008), 333.
43
Nur Hasanah, diambil pada tanggal 20 mei 2019 dari
https://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/snip/article/view/11151

31
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada

kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana

peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data

dilakukan secara purposive dan snowbal, teknik pengumpulan data dengan

trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan

hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.44

Jenis penelitian yang akan penulis gunakan yaitu jenis deskriptif,

yaitu menggambarkan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata serta

data-data berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis yang diperoleh dari

situasi yang alamiah.

Jadi dalam penelitian ini peneliti ingin mendeskripsikan secara

alamiah berdasarkan pengumpulan data secara mendalam mengenai apa

yang terjadi pada fokus penelitian yaitu: Implementasi Metode Taftisy

dalam Membentuk Karakter Santri di Pondok Pesantren Assunniyyah

Kencong Jember Tahun Pelajaran 2019/2020.

2. Lokasi Penelitian

Pondok pesantren Assunniyyah merupakan salah satu lembaga

yang menerapkan pembiasaan taftisy. Pondok pesantren Assunniyyah

terletak di Dusun Gemuk Banji Desa Kencong Kecamatan Kencong

Kabupaten Jember. Mengingat lokasi tersebut mudah dijangkau dan

termasuk lembaga yang menerapkan taftisy sebagai bentuk pembiasaan


44
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2008), 15.

32
yang akan menjadi sebuah karakter dari santri. Hal tersebut sesuai dengan

penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti.

3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian pada bagian ini dilaporkan jenis data dan sumber

data45 yang merupakan sarana dalam memperoleh data-data atau informasi

dalam penyusunan laporan.

a. Data Primer, yaitu data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan oleh

peneliti dari sumber pertama atau utama. Dari data primer peneliti ingin

mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya terkait pembiasaan taftisy

sehingga membentuk karakter siswa kepada informan, yaitu masayikh,

pengurus, ustadzah, serta dari santri.

b. Data Sekunder, yaitu data yang dikumpulkan, diolah, dan disajikan oleh

pihak lain, yang biasanya dalam bentuk publikasi atau jurnal. Dari data

sekunder yang ada diharapkan mampu menjadi pelengkap dan penambah

data- data primer yang sudah diperoleh peneliti, sehingga hasil yang

diperoleh benar-benar sesuai dengan lapangan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Fase terpenting dari penelitian adalah pengumpulan data. Untuk

mendapatkan data yang lengkap serta akurat maka peneliti menggunakan

beberapa metode pengumpulan data seperti: observasi, wawancara dan

dokumentasi.

a. Observasi

45
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jember: INAIFAS Press, 2018), 41.

33
Observasi merupakan pengamatan secara cermat terhadap objek

yang diamati. Menurut Nasution observasi adalah dasar semua ilmu

pengetahuan.46

Untuk mendapatkan data awal maka peneliti melakukan

observasi secara langsung terhadap subyek yang akan di teliti dan

mengamati secara langsung proses implementasi dari metode taftisy.

b. Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan

makna dalam suatu topik tertentu. Untuk mendapatkan keterangan yang

lebih dalam maka peneliti menggunakan metode wawancara. Dengan

wawancara diharapkan peneliti mampu mengetahui secara mendalam

terkait dengan perencanaan dan penerapan dari taftisy, serta karakter

yang terbentuk dari penerapan metode taftisy.

c. Dokumen

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu,

dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental

dari seseorang.47 Cara lain dalam mengumpulkan data yaitu dengan

dokumentasi, pada cara ini dimungkinkan peneliti dapat memperoleh

informasi secara tertulis berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan serta

46
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2008), 310.
47
Ibid, 329.

34
karakter yang terbentuk dari penerapan metode taftisy, serta melalui

dokumentasi akan memperkuat hasil dari penelitaian dan menjadi bukti

selama proses penelitian berlangsung.

d. Analisis Data

Data yang terkumpul dalam penelitian yang digunakan oleh

peneliti dianalisis dengan menggunakan metode penelitian deskriptif

kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan)

peristiwa yang urgen terjadi pada masa kini. Deskripsi peristiwa tersebut

dilakukan secara sistematik dan menekankan pada data faktual dari pada

penyimpulan.48 Penelitian deskripsi ini menggambarkan apa, mengapa,

dan bagaimana kejadian itu terjadi.

Pada bagian analisis data diuraikan proses pelacakan dan

pengaturan transkrip- transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-

bahan lain.

e. Keabsahan Data

Agar diperoleh temuan dan interpretasi yang absah, perlu

menambah waktu kehadirannya dilapangan, memperdalam observasi atau

menerapkan triangulasi.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan suatu yang lain, di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.49


48
Depdikbud, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian (Malang: Lembaga Penelitian IKIP Malang,
1997), 42.
49
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 330.

35
Triangulasi diharapkan mampu menjadi jalan untuk mengecek atau

pembanding hasil temuan, sehingga menghasilkan data-data yang absah.

Triangulasi bisa dilakukan melalui beberapa sumber, metode, peneliti,

teori, atau pembahasan sejawat.

f. Tahap-Tahap Penelitian

Perlunya tahapan pada penelitian yang sistematis guna

mempermudah dari pelaksanaan penelitian. Bagian ini menjelaskan

proses pelaksanaan penelitian, mulai dari penelitian, pendahuluan,

pengembangan desain, proses penelitian, sampai pada laporan.

Tahap- tahap itu dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Pra, sebelum pelaksanaan penelitian, pada tahap pra dimulai dari

persiapan pengajuan judul penelitian, kemudian melanjutkan ke

matrik dan proposal. Setelah proposal selesai maka perlu seminar

proposal sebagai bentuk pengajuan penelitian atau mengerjakan tugas

akhir yaitu skripsi.

2) Penelitian, setelah proses pra dilalui maka untuk tahap selanjutnya

yaitu proses lapangan. Proses penelitian dilakukan dengan

mengumpulkan data sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan

informasi, sehingga data yang diperoleh semakin kuat dan dapat diuji

keabsahannya.

Proses pendeskripsian terkait judul dalam hal ini Implementasi

Metode Taftisy dalam Membentuk Karakter Santri di Pondok Pesantren

Assunniyyah Kencong Jember Tahun Pelajaran 2019/2020 menjadi

36
acuan dalam pengumpulan data lapangan yang akan dilakukan setelah

proses seminar proposal berlangsung.

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan untuk memberikan gambaran secara global

tentang isi dari satu bab ke bab yang lain yang dijadikan sebagai rujukan

sehingga akan lebih memudahkan dalam meninjau dan menggapai isinya.

Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan dari satu bab hingga bab terakhir.

BAB 1 adalah Pendahuluan yang merupakan dasar atau pijakan dalam

penelitian yang meliputi: latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah dan sistematika pembahasan.

Fungsi bab ini adalah untuk memperoleh gambaran secara umum mengenai

pembahasan dalam skripsi.

BAB 11 adalah paparan kajian kepustakaan terkait kajian terdahulu

secara literatur yang berhubungan dengan tesis. Penelitian terdahulu yang

mencantumkan penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya.

Dilanjutkan dengan teori tentang Implementasi Metode Taftisy dalam

Membentuk Karakter Santri. Fungsi ini adalah sebagai landasan teori pada bab

berikutnya guna menganalisa data yang diperoleh dari penelitian.

BAB 111 adalah paparan metode penelitiaan terkait pendekatan dan

jenis penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan data,

analisis data, keabsahan data dan tahap-tahap penelitian.

BAB 1V adalah paparan penyajian data dan analisis terkait gambaran

obyek penelitian, penyajian data, analisis dan pembahasan temuan.

37
BAB V berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang dilengkapi

dengan saran-saran dari penulis dan diakhiri dengan penutup. Bab ini berfungsi

untuk memperoleh suatu gambaran dari hasil penelitian akan dapat membantu

memberikan saran-saran konstruktif yang terkait dengan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Admin, diambil pada tanggal 20 mei 2019 dari http://khaskempek.com/taftisyul-


kutub-sebagai-syarat-mengikuti-ikhtibar/

Asrori, Ma’ruf. 2012. Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu. Surabaya: Al-Miftah.

Asy’ari, Hasyim. Nadzham Akhlak Alala. Lirboyo Press.

Bafadal, Fadhal AR. 2006. Pergeseran Literature Pondok Pesantren Salafiah.


Jakarta: Departemen Agama RI.

38
DEPAG RI. 2003. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan
Perkembangannya.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.

Depdikbud.1997. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. Malang: Lembaga


Penelitian IKIP Malang.

Giri, Gadung. diambil pada tanggal 05 mei 2019 dari http://pontren . com/2016/
01/ 13/ metode-sorogan-pada-pondok-pesantren/

Hasbullah. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Depok: Rajawali Press.

Humairoh, Siti. 2017. Penerapan Metode Sorogan dalam Meningkatkan


Kemampuan Membaca Kitab Kuning Santri di Pondok Pesantren
Bustanul Ulum Mlokorejo Jember Tahun Pelajaran 2016/2017. Skripsi
INAIFAS. Jember.

Majid, Abdul. 2014. Strategi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2011.Pendidikan Karakter Perspektif Islam.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Marzuki. 2015. Pendidikan Karakter Islam. Jakarta: Amzah.

Munawwir, Achmad Warson. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya:


Pustaka Progressif.

Ngaqli, Mahtukhul. diambil pada tanggal 06 mei 2019 dari http://aineganteng.


Blogspot. Com/2017/05/tafsir-ayat-al-quran-tentang-anjuran.html

Nggermanto, Agus. 2003. Quantum Quotient Kecerdasan Quantum. Bandung:


Nuansa.

Nurjannah. diambil pada tanggal 10 mei 2019 dari https://minanews. Net/enam-


syarat-menuntut-ilmu-dalam-kitab-talim-mutaalim

Octavia, Lanny. 2014. Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren. Jakarta


Selatan: Rumah Kitab.

Partanto, Pius A dan M. Dahlan Al Barry. 1994. Kamus Ilmiah Populer.


Surabaya: Arkola.

Rakhmawati, Rani. 2016. Syawir Pesantren Sebagai Metode Pembelajaran Kitab


Kuning di Pondok Pesantren Manbaul Hikam Desa Putat, Kecamatan

39
Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo- Jawa Timur. Skripsi Universitas.
Airlangga.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Soetanto, Hendrawan. 2013. Model Pendidikan Karakter. Malang:UB Press.

Syaifullah. 2017. Analisis Penerapan Metode Bandongan dalam Pembelajaran


Kitab Kuning di MA Plus Pondok Pesantren Abu Hurairah Mataram.
Skripsi IAIN. Mataram.

Syuhud, Fatih. Diambil pada tanggal 05 mei 2019 dari http:/ /www.alkhoirot.
net/2011/07/pengajian- sistem-bandongan-wetonan.html

Tim Penyusun INAIFAS. 2018. Pedoman Penulis Karya Ilmiah. Jember:


INAIFAS Press.

40

Anda mungkin juga menyukai