Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pesantren adalah suatu lembaga yang aturan-aturannya berpedoman pada
ajaran agama Islam. Target utama lembaga pendidikan berbasis agama islam ini
bukan hanya semata-mata mencari ilmu pengetahuan, namun menciptakan insan
yang bertaqwa dan diaplikasikan dalam perilaku seharihari sesuai dengan ajaran
Al-Quran, Hadits maupun aturan yang ada di masyarakat.

Mayoritas pesantren bersistem asrama, di mana santri akan hidup bersama


dengan santri lainnya dari berbagai daerah. Sehingga pembelajaran tidak hanya di
ruang kelas, namun juga tercipta di kehidupan sehari-hari dalam bangunan
asrama. Di sanalah proses kemandirian, pembentukan kepribadian dan sosialisasi
berlangsung.

Di pesantren, para santri memperdalam pengetahuan mereka tentang


agama Islam. Bersama kyai/ustadz, mereka melakukan kegiatan pembelajaran
tiap harinya dalam bilik-bilik kelas. Tentunya kesemuanya itu dilakukan
bukannya tanpa tujuan. Tidak hanya sebagai proses transfer ilmu, pesantren
menjalankan fungsinya sebagai lembaga pendidikan bertujuan untuk membentuk
para santrinya menjadi muslim yang bertakwa yang tercermin dalam perilaku
sehari-hari sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Al-Hadits.1

Hal ini sejalan dengan tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu penanaman
nilai-nilai Islam yang berkesesuaian dengan etika sosial atau moralitas sosial. 2
Jadi, dimensi moral atau akhlak menjadi sisi penting obyek tujuan dalam dunia
pendidikan di pesantren.

Namun, meski dilingkungan yang agamis, bukan berarti suatu hal yang
bertentangan dengan nilai agama maupun norma masyarakat tidak akan terjadi.
Jika dikaitkan dengan ilmu sosiologi, terdapat suatu konsep mengenai

1
Andi Alifah, dkk., Pola Pemberdayaan Masyarakat MelaluiPondok Pesantren (Jakarta: Depag, 2003),
hal. 2.
2
Abdul Madjid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung: Rosda,
2004), hal. 136.

1
ketidaksesuaian perilaku masyarakat dengan kaidah normatif, yakni kajian
mengenai penyimpangan sosial.

Fenomena tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi di lingkungan


pesantren. Penelitian di Pondok Pesantren Daar El-Birr menunjukkan bahwa
prinsip-prinsip pesantren mulai bergeser dikalangan santri karena terciptanya
penyimpangan nilai-nilai. Penyimpangan tersebut adalah berupa kenakalan
remaja/ kenakalan santri. Di antara bentuk-bentuk kenakalan remaja di pondok
pesantren yaitu berpacaran, berkelahi dengan teman, merokok, terlambat kembali
ke pondok, senioritas, bullying dll.

Selain fenomena yang dipaparkan sebelumnya, terdapat perilaku negatif


yang telah menjadi budaya di lingkungan pesantren, yaitu ghasab. Ghasab
merupakan tindakan menggunakan barang milik orang lain tanpa seizin
pemiliknya. Penggunaan barang tersebut tidak dimaksudkan untuk menjadi
kepemilikan tetap, hanya untuk memenuhi keperluan sesaat. Setelah
pemakaiannya selesai, barang tersebut dikembalikan pada tempatnya meskipun
terkadang tidak pada tempat dan kondisi semula.

Fenomena Ghasab di Pondok pesantren Daar El-Birr terjadi secara


berulang-ulang seperti tidak ada habisnya. Jika perbuatan buruk tersebut
dibiarkan begitu saja, hal tersebut dapat membuat santri tertekan menjadi tidak
betah dan keluar dari pondok.

Fenomena Senioritas juga termasuk perilaku negatif yang telah menjadi


budaya di lingkungan pesantren. Santri yang sudah menetap lama biasanya
bersikap semaunya dan merasa bahwa dirinya adalah raja yang bebas melakukan
apa saja. Hal ini bisa dihubungan dengan perkembangan ghasab yang terjadi di
Pondok Pesantren Daar El-Birr karna bisa jadi santri senior adalah yang menjadi
pemicu budaya tersebut.

Maka dari itu penulis dengan rasa kepedulian penulis, akan meneliti
perkembangan budaya ghasab dan meneliti siapa yang menjadi akar dari
fenomena ghasab di Pondok Pesantren Daar El-Birr. Maka dari itu penulis
mengangkat tema karya tulis ini dengan judul "Pengaruh Santri Senior terhadap
Perkembangan Budaya Ghasab di Pondok Pesantren Daar El Birr".

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang di atas dapat diambil


beberapa permasalahan yang berkaitan dengan judul penelitian ini adalah sebagai
berikut :

1. Bagaimana budaya ghasab yang terjadi di kalangan santri?


2. Bagaimana pengaruh santri senior terhadap perkembangan budaya ghasab?
3. Berapa perbandingan santri senior dengan santri junior terhadap
perkembangan budaya ghasab?

1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang dan rumusan masalah diatas,


ada beberapa tujuan dalam penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis budaya ghasab yang terjadi di kalangan santri


2. Untuk menganalisis pengaruh santri senior terhadap perkembangan budaya
ghasab
3. Untuk menganalisis perbandingan santri senior dengan santri junior terhadap
perkembangan budaya ghasab

1.4 Manfaat

Adapun dengan hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan


kontribusi secara teoritis dan praktis yang akan didapat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu sebagai pijakan dan referensi pada


penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan ghasab serta
menjadi bahan kajian lebih lanjut

2. Manfaat Praktis

1. Bagi santri

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai solusi


mengenai tindakan ghasab. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian

3
dalam membuat sebuah praturan di pondok pesantren. Sehingga dapat
menjalankan peraturan dengan teratur dan tertib.

2. Bagi pondok pesantren

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi


pemikiran dalam peningkatan mutu pendidikan akhlak di dunia pesantren.
Dengan adanya hal tersebut, dapat membantu dalam membenahi perilaku
menyimpang yang dilakukan santri. Sehingga pondok pesantren
mempunyai nilai lebih dalam pendidikan akhlak.

3. Bagi peneliti

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber


informasi serta referensi dalam mengembangkan penelitian. Sehingga
dapat dijadikan bahan untuk penulisan hal tersebut.

4. Bagi masyarakat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber


pengetahuan dan media alternatif pemecahan masalah. Terutama bagi
orang wali santri dalam membantu meminimalisir tindakan ghasab yang
terjadi pada anak mereka. Dengan hal tersebut, anak diharapkan akan
menjadi pribadi yang lebih jujur.

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pondok Pesantren

2.1.1. Pengertian Pondok Pesantren

Kata tentang pesantren tidak dapat dipisahkan dengan kata


pondok, dua hal tersebut saling berkaitan. Sebelum membahas pesantren,
perlu adanya pembahasan mengenai pondok. Dalam istilah bahasa kata
pondok berasal dari bahasa arab “funduq” yang berarti rumah
penginapan, asrama, ruang tidur, maupun wisma sederhana. Namun
secara luas, pondok dipahami sebagai tempat tinggal atau penampungan
sederhana bagi para pelajar atau santri yang berasal dari daerah jauh. 3
Pondok dimaksudkan sebagai tempat sementara seseorang untuk tinggal
dengan kata lain sebagai penginapan.

Sedangkan pesantren berakar dari kata pe-santri-an yang artinya


tempat santri. Definisi secara umum, pesantren berarti tempat tinggal bagi
santri untuk belajar ilmu-ilmu agama.4 Dengan pernyataan tersebut,
pesantren merupakan lembaga keagaamaan yang berfungsi memberikan
pendidikan dan pengajaran untuk santri dalam menuntut ilmu agama
Islam.

2.1.2. Sejarah Pesantren

Pesantren sudah ada di Nusantara, sebelum bangsa Eropa datang


ke wilayah Nusantara sekitar abad XVI. Dapat dikatakan bahwa asal-usul
pesantren sebagai institusi pendidikan Islam merupakan proses islamisasi
dari tradisi Hindu-Budha yang dilakukan oleh para kyai, sebagaimana
yang dilakukan oleh para Wali Songo dalam melakukan islamisasi budaya
Hindu-Budha yang sebelumnya telah berkembang dan mengakar di
lapisan masyarakat Indonesia, misalnya: tradisi sekaten, wayangan, dan
lain sebagainya.5

3
B Marjani Alwi, “Pondok Pesantren: Ciri Khas, Perkembangan, dan Sistem Pendidikannya”, Lentera
Pendidikan, Vol. 16, No. 2, (2013), 207.
4
Sri Hinangsih, “Peran Strategis Pesantren, Madrasah, dan Sekolah Islam di Indonesia”, ElTarbawy:
Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 1, (2008).
5
Arifin, Z. (2012). Perkembangan pesantren di Indonesia. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 9(1),43.

5
Berdirinya pondok pesantren mendapat pengaruh yang lebih dari
Walisongo di Jawa. Sekitar abad ke 15-16 Masehi, pondok pesantren
diketahui keberadaannya. Sunan Maulana Malik Ibrahim salah satu
Walisongo yang berasal dari Gresik merupakan pembangun pertama kali
pondok pesantren. Beliau dikenal dengan sebutan “Bapak Rohani” yang
berarti guru yang mewariskan tradisi pesantren di wilayah Jawa. 6 Pada
abad tersebut juga, agama Islam disebarkan di Pulau Jawa dan dilakukan
oleh para Walisongo.

Sunan Maulana Malik Ibrahim membangun sebuah pesantren


diawali dengan berdakwah. Beliau memulai hidup di Jawa dengan
menjual beragam makanan dengan harga murah di warungnya. Serta,
membuka praktek ketabiban tanpa dipungut biaya. Hal itu dilakukan untuk
proses pendekatan dengan warga. Beberapa warga bersimpati akan
kebaikan hati Sunan Maulana Malik Ibrahim dan menyatakan untuk
masuk Islam serta berguru padanya. Banyaknya pengikut yang semakin
hari semakin bertambah, beliau mendirikan sebuah bangunan untuk
kegiatan keilmuan para muridnya.7

2.2. Santri

2.1.1. Pengertian Santri

Kata pesantren yang berasal dari kata santri dengan mendapat


awalan pe- dan akhiran an. Kata tersebut mengandung arti asrama tempat
tinggal santri atau tempat murid-murid belajar mengaji dan sebagainya.
Istilah santri berasal dari bahasa tamil yang berarti guru ngaji. Sumber
yang lain menyebutkan bahwa kata itu berasal dari bahasa Inda Chasti dari
akar kata Shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau
buku tentang ilmu pengetahuan.8

Menurut Mastuhu, pesantren adalah lembaga pendidikan


tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati,

6
Saefudin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia (Bandung:
AlMa’arif, 1979), 263.
7
Aisatun Nurhayati, “Literatur Keislaman Dalam Konteks Pesantreni,” Jurnal Pustakaloka, Vol. 5, No.
1 (2013).
8
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Suatu Studi Tentang Peranan Kiai Dalam Memelihara dan
Mengembangkan Ideology Islam Tradisioanl, (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 18.

6
dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral
keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.9

2.1.2. Macam-macam Santri

Pada lingkungan pondok pesantren terdapat unsur-unsur


pendukung seperti kiai, kitab-kitab klasik, masjid, dan santri. Unsur-unsur
tersebut berfungsi dengan sempurna jika disatukan. Dalam tradisi
pesantren, santri dibedakan menjadi dua macam yakni:

a. Santri kalong merupakan santri yang menimba ilmu agama Islam


namun tidak menetap atau pulang pergi. Mereka akan kembali ke
rumah masingmasing apabila pelajaran telah selesai. Serta, tidak
sepenuhnya mengikuti kegiatan yang ditetapkan oleh pondok
pesantren.
b. Santri mukim merupakan santri yang menetap untuk waktu yang lama
di pondok pesantren. Jarak antara rumah dengan pondok pesantren
cukup jauh apabila di tempuh. Mereka juga mengikuti setiap kegiatan
yang telah ditentukan oleh pondok pesantren.

2.3. Ghasab

2.2.1 Pengertian Ghasab

Imam Syafi’i dan Hambali mendefinisikan ghasab sebagai


penguasaan harta orang lain dengan sewenang-wenang atau secara paksa
tanpa hak. Mereka juga menyatakan bahwa ghasab tidak hanya menguasai
materi harta namun juga manfaat suatu benda.10

Imam Maliki berpendapat bahwa ghasab merupakan perbuatan


mengambil harta orang lain dengan paksa serta sewenang-wenang (tidak
berarti merampok) baik dalam bentuk materi maupun manfaatnya. Imam
Maliki juga menyatakan orang yang melakukan ghasab dikenakan ganti
rugi.

9
Mastuhu, Dinamika Model Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), hlm. 55.
10
Abdul Aziz Dahlan, Esiklopedi Hukum Islam, Et al, Cet. 1 (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2006),
hlm. 400.

7
Muhammad Syatha al-Dimyati berpendapat bahwa gaṣab ialah
penguasaan terhadap hak orang lain walau hanya untuk mrngambil
manfaat.11

Berbagai macam definisi yang dikemukakan oleh beberapa ulama


dapat disimpulkan bahwa ghasab merupakan perilaku atau tindakan dengan
mengambil barang yang dimiliki orang lain tanpa izin, tidak dengan
maksud memiliki namun meminjam tanpa izin atau mengambil manfaat
dari barang tersebut.

2.2.2 Hukum Ghasab

ANALISIS PRAKTIK GAṢAB DITINJAU MENURUT KONSEP FIQH MU’AMALAH (Studi Kasus di
Kemukiman Lamteungoh, Aceh Besar)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

11
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Ed. 1, Cet. 5 (Jakarta: Rajawali Perss, 2010), hlm. 249

8
Lokasi penelitian berlangsung di Pondok Pesantren Daar El-Birr
Kelurahan Nagrak Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor. Pemilihan tempat
ini didasari atas pertimbangan kemudahan dalam memperoleh data, pengamatan
dapat dilakukan di segala tempat sesuai dengan kemampuan. Penelitian ini
dilaksanakan pada tanggal 23 oktober 2023.

a. Pondok Pesantren Daar El-birr


3.2. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian karya tulis


ilmiah ini adalah deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang mengumpulkan data
secara empiris, kemudian diolah menggunakan statistik untuk mengetahui
berpengaruh atau tidaknya masalah yang diteliti. Metode kuantitatif survey yang
digunakan adalah jenis metode asosiatif kausal.

Asosiatif kausal adalah penelitian yang betujuan untuk mengetahui


hubungan antara dua variable atau lebih. Dengan penelitian ini maka akan dapat
dibangun suatu teori yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan
mengontrol suatu gejala. Hubungan kausal merupakan hubungan yang sifatnya
sebab-akibat, salah satu variable (independen) mempengaruhi variable yang lain
(dependen). Penelitian asosisatif menggunakan teknik analisis kuantitatif atau
statistik.12

X Y
Keterangan :
X = pengaruh santri senior
Y = perkembangan budaya ghasab

3.3. Populasi, Sample, dan Teknik Pengumpulan Data

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generlisasi yang terdiri dari objek/subyek


yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
12
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. (Bandung:IKAPI), hal.55.

9
peneliti guna diplajari kemudian ditarik kesimpulannya untuk dijadikan
sebagai sumber data dalam suatu penelitian13

Berdasarkan pengertian populasi di atas, maka yang akan dijadikan


populasi dalam penelitian ini adalah santri Pondok Pesantren Daar El-Bir
yang berjumlah … santri.

2. Sample

Sample adalah sebagian dari populasi yang dijadikan obyek/subyek


penelitian. Jadi sample adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimliki oleh populasi. Teknik pengambilan sample pada penelitian ini adalah
teknik purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik
pengambilan data dengan menentukan sampel yang sudah dipertimbangkan. 14
Berdasarkan pengertian sample di atas, maka dalam penelitian ini
mengambil sample sebanyak .. sample dari .. populasi, atau sekitar … % dari
total populasi.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan adalah:

1. Kuesioner

Kuesioner merupakan suatu pengumpulan data dengan


menentukan dan menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden
mengenai masalah yang terkait dengan harapan responden memberikan
respon atas masalah tersebut.

Untuk kuesioner terdapat beberapa item pernyataan dengan variasi


tiap variable. Setiap item akan diberi 5 kategori dengan skor 1 sampai 5
tergantung pertanyaan yang diberikan, untuk soal positif dan nilai negatif
meliputi:

a. Hampir selalu (S) = 5 atau 1


b. Sering (S) = 4 atau 2

13
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif . (Bandung:Alfabeta), hal.130.

14
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. (Bandung:IKAPI), hal.85.

10
c. Kadang-kadang (KK) = 3
d. Hampir tidak pernah (HTP) = 2 atau 4
e. Tidak pernah (TP) = 1 atau 5

2. Dokumentasi

Metode ini merupakan metode pengumpulan data dengan menyalin


data yang ada di buku, internet, dan majala

3.4. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data
dari seluruh responden atau sumber data yang lain terkumpul. Kegiatan dalam
analisis data adalah mengempokkan data berdasarkan variabel dan jenis
responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden,
menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk
menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis
yang telah diajukan.15

3.4.1. Uji validalitas dan Reabilitas

a. Uji validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui valid tidaknya instrumen


yang digunakan dalam penelitian yang sudah di lakukan.

Perhitungan validitas dapat dilakukan dengan rumus product moment.


Hasil dari perhitungan SPSS 16.0 akan dibandingkan dengan nilai r tabel pada
signifikansi 5%. Adapun rumus pearson product moment yang digunakan
adalah sebagai berikut:16

r hitung = N ¿ ¿

15
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. (Bandung:IKAPI), hal.147.
16
Tulus Winarsunu, Statistik Dalam Penelitian Psikologi Dan Pendidikan, (Malang: UMM Press, 2006),
hal. 70

11
Untuk memudahkan perhitungan peneliti menggunakan SPSS 16.0 for
windows. Berikut langkah-langkah untuk menghitung uji validitas dengan
SPSS 16.0 for windows:

Langkah 1: Aktifkan program SPSS 16.0 for windows

Langkah 2: Buat data pada Variable View

Langkah 3: Masukkan data pada Data View

Langkah 4: Klik Analyze → Correlate → Bivariate, akan muncul kotak


Bivariate Correlation masukkan “skor jawaban dan skor total” ke Variables,
pada Correlation Coeffiens klik pearson dan pada Test of Significance klik
“two tailed” → untuk pengisan statistik klik options akan muncul kotak
Statistic klik “Means and Standart Deviations”, klik “Exclude Casses
Pairwise” → Klik Continue → klik Ok.

Adapun kriteria kevalidan tiap item pada instrumen dibagi menjadi


lima dinyatakan pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Interpretasi Nilai r

Besarnya Nilai r Interpretasi


Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Cukup
Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Agak rendah
Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah
Antara 0,000 sampai dengan 0,200 Sangat rendah

b. Uji reabilitas

Reliabilitas berhubungan dengan ketetapan hasil pengukuran


menggunakan instrumen yang di pakai, dalam menyatakan sifat reliable jika
sebuah alat ukur tersebut memberikan hasil konsisten dan stabil dalam
melakukan pengukuran. Dalam uji realibilitas ini peneliti menggunakan rumus
KR 20, untuk perincian rumus yang digunakan yaitu sebagai berikut:17

- s2t = ∑ x 2−¿ ¿ ¿ ¿

17
https://indrawahyudisite.wordpress.com/2016/04/02/reliabilitas-uji-reliabilitas/

12
2
n s t−∑ pq
- r 11 = { }
(n−1) s 2t

Keterangan:
K = Jumlah item instrument
2
st = Varians total
p = Proporsi banyaknya objek yang menjawab item 1
q = 1-pi

Jika nilai perhitungan reliabilitas udah didapat tinggal anda


interpretasikan kedalam tabel berikut

Interval Koefisien Tingkat hubungan


Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Sangat Tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Tinggi
Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Sedang
Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah
Antara 0,000 sampai dengan 0,200 Sangat rendah

3.4.2. Uji Statistik

Uji Statistik digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing


variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai perkembangan budaya
ghasab di setiap pertanyaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

X=
∑x
∑n
Keterangan :

X = Nilai rata-rata

∑ x = Jumlah nilai perkembangan


∑ n = Jumlah sample
Rata-rata nilai perkembangan budaya ghasab dapat dihitung dengan
menggunakan rumus nilai rata-rata gabungan:

13
X gab =
∑x
∑n
Keterangan :

X gab = Nilai rata-rata gabungan

∑ x = sigma jumlah nilai perkembangan


∑ n = sigma jumlah sample

14

Anda mungkin juga menyukai