Anda di halaman 1dari 16

1

BAB

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan islam tertua di
Indonesia tidak saja memiliki peran strategis dalam aspek pencerahan
keilmuan. Namun, ia juga merupakan lembaga pemberdayaan layaknya
lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang ada di Indonesia saat ini. Itu
artinya, pondok pesantren merupakan LSM tertua di Indonesia. Dengan
demikian, multi pesantren tersebut memberikan harapan pesantren sebagai
agen perubahan (agent of change) baik dalam aspek keilmuan, social, budaya,
dan pemberdayaan ekonomi.
Sehingga tidak berlebihan kiranya obsesi tersebut karena pesantren
memiliki komponen-komponen bagi ekspektasi terhadap terjadinya
perubahan tersebut. Berbagai komponen tersebut adalah posisi kiai yang
memiliki karisma, budaya keilmuan yang selalu menuntut nilai-nilai
idealisme, dan kemampuan memobilisasi masa untuk menumbuhkan
partisipasi masyarakat terhadap suatu program. Sejarah mencatat bahwa
pondok pesantren memiliki andil yang sangat besar bagi terwujudnya
hormonisasi kehidupan. Metode dakwah para wali yang sangat bijak menjadi
mindset pola dakwah dan pemberdayaan masyarakat di Nusantara ini.
Maka, melalui makalah ini insyaallah penulis akan menjelaskan
beberapa hal yang berkaitan dengan pesantren dan pemberdayaan umat islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pesantren?
2. Bagaimana sejarah pesantren itu?
3. Apa saja unsur-unsur pesantren itu?
4. Apa saja jenis-jenis pesantren?
5. Bagaimana media pemberdayaan pesantren itu?
6. Bagaimana peran pesantren dalam pemberdayaan umat islam?

1
2

C. Tujuan BAB
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian pesantren.
2. Untuk mengetahui sejarah pesantren.
3. Untuk mengetahui unsur-unsur pesantren.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis pesantren.
5. Untuk mengetahui media pemberdayaan pesantren.
6. Untuk mengetahui peran pesantren dalam pemberdayaan umat islam.
3

BAB

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pesantren
Ditinjau dari segi bahasa, kata pondok dengan kata pesantren tidak
ada perbedaan yang mendasar diantara keduanya karena kata pondok adalah
berasal dari bahasa Arab funduq yang artinya hotel dan pesantren. Dalam
pemahaman masyarakat Indonesia dapat diartikan sebagai tempat
berlangsungnya suatu pendidikan agama islam yang telah melembaga sejak
zaman dahulu. Jadi, pada hakikatnya pondok pesantren merupakan lembaga
pendidikan agama islam.
Dalam buku yang berjudul pedoman pembinaan pondok pesantren
yang di keluarkan oleh Departemen Agama halaman 9 mendefinisikan
pondok pesantren sebagai:
“ Lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam yang pada umumnya
pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non-klasikal
dimana seorang kiai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang
ditulis dalam bahasa arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan
sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok pesantren tersebut.”1
Tujuan terbentuknya pondok pesantren:
1. Tujuan umum
Membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian
islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubaligh islam
dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya.
2. Tujuan khusus
Mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama
yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta mengamalkannya
dalam masyarakat.2

1
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), hlm: 172
2
Arifin HM, Kapita Selecta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm: 248

3
4

B. Sejarah Pesantren BAB


Pesantren yang merupakan “bapak” dari pendidikan islam di
Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman, hal ini
bisa di lihat dari perjalanan sejarah, dimana bila dirunut kembali,
sesungguhnya pesantren dilahirkan atas kesadaran kewaajiban dakwah
islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran islam, sekaligus
mencetak kader-kader ulama atau da’i.3
Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah “tempat belajar
para santri”. Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana
yang terbuat dari bambu. Disamping itu kata “pondok” mungkin juga berasal
dari bahasa Arab “Funduq” yang berarti “hotel atau asrama.”4
Pembangunan suatu pesantren didorong oleh kebutuhan masyarakat
akan adanya lembaga pendidikan lanjutan. Namun demikian, faktor guru
yang memenuhi persyaratan keilmuan yang diperlukan akan sangat
menentukan bagi tubuhnya suatu pesantren. Pada umumnya berdirinya suatu
pesantren diawali dari pengakuan masyarakat akan keunggulan dan
ketinggian ilmu seorang guru atau kiai. Karena ingin menuntut dan
memperoleh ilmu dari guru tersebut, maka masyarakat sekitar, bahkan dari
luar daerah datang kepadanya untuk belajar. Mereka lalu membangun tempat
tinggal yang sederhana di sekitar tempat tinggal guru tersebut.
Kelangsungan hidup suatu pesantren amat tergantung kepada daya
tarik tokoh sentral (kiai atau guru) yang memimpin, meneruskan atau
mewarisinya. Jika pewaris menguasai sepenuhnya baik pengetahuan,
keagamaan, wibawa, keterampilan mengajar dan kekayaan lainnya yang
diperlukan, maka umur pesantren akan lama bertahan. Sebaliknya pesantren
akan menjadi mundur dan mungkin hilang, jika pewaris atau keturunan kiai
yang mewarisinya tidak memenuhi persyaratan.
Biasanya santri yang telah menyelesaikan dan diakui telah tamat,
diberi izin oleh kiai untuk membuka dan mendirikan pesantren baru didaerah
asalnya. Dengan cara demikian pesantren-pesantren berkembang di berbagai

3
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangannya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), hlm: 138
4
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1983), hlm: 18
55

daerah terutama pedesaan dan pesantren asal dianggap sebagai pesantren


induknya.5

C. Unsur-Unsur Pesantren
Unsur-unsur pokok dalam pesantren yang tidak terdapat di lembaga
6
pendidikan lainnya, yaitu:
a. Pondok
Merupakan tempat tinggal kiai bersama santrinya. Adanya pondok
sebagai tempat tingga bersama antara kiai dengan para santrinya dan
bekerja sama untuk memenuuhi kebutuhan hidup sehari-hari, merupakan
pembeda dengan lembaga pendidikan yang berlangsung di masjid atau
langgar. Tetapi dalam perkembangan berikutnya terutama pada masa
sekarang, tampaknya lebih menonjolkan fungsinya sebagai tempat
pemondokan atau asrama, dan setiap santri dikenakan semacam sewa
atau iuran untuk pemeliharaan pondok tersebut.
b. Adanya masjid
Sebagai pusat kegiatan ibadah dan belajar mengajar. Dalam
perkembangannya, sesuai dengan perkembangan jumlah santri dan
tingkatan pelajaran, dibangun tempat atau ruangan-ruangan khusus untuk
khalaqah-khalaqah.
c. Santri
Merupakan unsur pokok dari suatu pesantren, biasanya terdiri dari dua
kelompok, yaitu:
1) Santri mukmin ialah santri yang berasal dari daerah yang jauh dan
menetap dalam pondok pesantren.
2) Santri kalong yaitu santri-santri yang berasal dari daerah-daerah
sekitar pesantren dan biasanya mereka tidak menetap dalam
pesantren.

5
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangannya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), hlm: 138-139
6
Ibid, hlm: 142-144
66

d. Kiai
Merupakan tokoh sentral dalam pesantren yang memberikan pengajaran.
Kemasyhuran, perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu
pesantren banyak tergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu,
karismatik dan wibawa, serta keterampilan kiai yang bersangkutan dalam
mengelola pesantrennya.
e. Kitab-kitab islam klasik
Unsur pokok lain yang cukup membedakan pesantren dengan lembaga
pendidikan lainnya adalah bahwa pada pesantren di ajarkan kitab-kitab
klasik yang di karang para ulama terdahulu, mengenai berbagai macam
ilmu pengetahuan agama islam dan bahasa Arab.

D. Jenis-Jenis Pesantren
Secara umum pesantren dapat di klasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Pesantren salaf (tradisional)
Yaitu pesantren yang masih mempertahankan system pengajaran
tradisional, dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik yang sering
disebut kitab kuning.
Di antara pesantren ini ada yang mengelola madrasah, bahkan
juga sekolah-sekolah umum mulai tingakat dasar atau menengah, dan ada
pula pesantren-pesantren besar yang sampai kepurguruan tinggi. Murid-
murid dan mahasiswa diperbolehkan tinggal di pondok atau di luar, tetapi
mereka di wajibkan mengikuti pengajaran kitab-kitab dengan cara
sorongan maupun bandungan, sesuai dengan tingkatan masing-masing.7
2. Pesantren khalaf (modern)
Merupakan pesantren yang berusaha mengintegrasikan secara
penuh sistem klasikal dan sekolah ke dalam pondok pesantren. Semua
santri yang masuk pondok terbagi dalam tingkatan kelas. Pengajian
kitab-kitab klasik tidak lagi menonjol, bahkan ada yang cuma sekedar
pelengkap, tetapi berubah menjadi mata pelajaran atau bidang studi.
Begitu juga dengan sistem yang ditetapkan, seperti cara sorongan dan
7
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangannya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), hlm: 156
7

bandungan mulai berubah menjadi individual dalam hal belajar dan


kuliah secara umum, atau stadium general.8
Jamal Makmur Asmani membagi pesantren menjadi tiga macam
yaitu:9
1. Pesantren salaf, seperti Sarang Rambang, Langitan Tuban dan Lirboyo
Kediri. Pesantren model ini menerapkan pengajian hanya terbatas pada
kitab kuning, intensifikasi musyawarah atau bahthul masail dan
berlakunya sistem diniyah. Kultur dan pradigma berpikirnya didominasi
oleh term-term klasik, seperti tawadu’ yang berlebihan, zuhud, qanaah,
barokah atau akhiratoriented. kelebihan dari pesantren model ini adalah
semangat mempengaruhi hidup yang luar biasa, mental kemandiriannya
yang tinggi, terjaga moralitas dan mentalitasnya dari virus modernitas,
mampu menciptakan insan kreatif, dinamis, progresif, karena dia
tertantang untuk menghadapi hidup tanpa formalitas ijazah.
2. Pesantern modern, seperti pondok model Gantor dan Zaitun Indramayu.
Pondok pesantren model ini menekanan penguasaan pada bahasa asing,
tidak ada penekanan khusus pada pengajian kitab kuning, kurikulum
mengadopsi kurikulum modern, lentur terhadap term-term tawadlu’,
barokah dan sejenisnya. Penekanan pada rasionalitas, orientasi masa
depan, persaingan hidup dan penguasaan tekhnologi. Adapun kelemahan
dari pesantren model ini adalah lemah terhadap penguasaan khazanah
klasik.
3. Pesantren semi salaf-semi modern, seperti di tebu ireng dan Tambak
Beras di Jombang serta Asembagus di Situbondo, karakteristik pesantren
model ini adalah ada pengajian kitab salaf, ada kurikulum modern,
seperti bahasa inggis, fisika, dan matematika, memp[unyai independensi
dalam menentukan arah dan kebijakan dan ada ruang kreatifitas yang
terbuka lebar untuk santri, seperti bulletin, majalah, seminar, bedah buku,
dan lain-lain.

8
Ibid, hlm: 157
9
Mohammad Muchlis solichin, Masa Depan Pesantren, (Surabaya : Pena salsabila, 2013), hlm:
117-118
88

Secara garis besar bentuk atau model suatu pesantren dapat di


kelompokkan pada tiga macam tipe, yaitu:
1. Pesantren tipe A, memiliki ciri-ciri:
a. Para santri belajar menetap di pesantren.
b. Kurikulum tidak tertulis secara eksplisit tetap berupa hidden
curriculum yaitu kurikulum yang tersembunyi di benak kiai.
c. Pola pembelajaran menggunakan metode pembelajaran asli
pesantren seperti sorongan, bandungan, dan lainnya.
d. Tidak menyelenggarakan pendidikan dengan sistem madrasah.
2. Pesantren tipe B, memiliki ciri-ciri:
a. Para santri tinggal dalam pondok dan asrama.
b. Pemaduan antara pola pembelajaran asli pesantren dengan sistem
madrasah dan system sekolah.
c. Terdapat kurikulum yang jelas.
d. Memiliki tempat khusus yang berfungsi sebagai sekolah.
3. Pesantren tipe C, memiliki ciri-ciri:
a. Pesantren hanya semata-mata tempat tinggal bagi para santri
b. Para santri belajar di madrasah atau sekolah yang letaknya di luar
dan bukan mili pesantren.
c. Waktu belajar di pesantren biasanya waktu siang hari pada saat
santri tidak belajar di sekolah.
d. Pada umumnya tidak terprogramm pada kurikulum yang jelas dan
baku.10

E. Media Pemberdayaan Pesantren


Media pemberdayaan pesantren dalam masyarakat meliputi:
1) Pendidikan
Pendidikan agama melalui pengajian kitab yang diselenggarakan
oleh pondok pesantren, yang mana penyelenggaraannya di serahkan
sepenuhnya kepada kebijakan kiai atau pengasuh pondok pesantren.
Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mendalami ajaran agama islam
10
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), hlm: 175-176
99

dari sumber aslinya. Namun seiring perkembangan zaman, pengkajian


kitab kuning ini sudah mulai lentur serta kurikulum pendidikannya jelas ,
terutama di pondok pesantren modern.
2) Sosial keagamaan
Pada pondok pesantren tradisional kultur dan pradigma
berpikirnya didominasi oleh term-term klasik, seperti tawadu’, zuhud,
qanaah, dan barokah. Sedangkan pada pondok pesantren modern term-
term tawadlu’, barokah dan sejenisnya sudah mulai lentur. Penekanan
sosial keagamaannya yaitu pada rasionalitas, orientasi masa depan,
persaingan hidup dan penguasaan tekhnologi. Adapun kelemahan dari
pesantren model ini adalah lemah terhadap penguasaan khazanah klasik.
3) Ekonomi
Masalah perekonomian menjadi langkah penting bagi pesantren
dalam mengorganisir masyarakat. Mengingat dalam arus ’pasar bebas’,
masyarakat dituntut untuk berkompetisi hidup dalam melanjutkan
kehidupannya. Era globalisasi telah meruntuhkan kekuatan ekonomi
masyarakat kecil karena dominasi monopoli pelaku pasar yang sudah
menguasai hampir di seluruh pelosok desa. Maka pemberdayaan
masyarakat melalui kesejahteraan dan kemandirian ekonomi perlu
digerakkan.
Dan ada beberapa langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan
yakni: keilmuan, jiwa kewirausahaan dan etos kerja/kemandirian.
a) Keilmuan, dalam hal ini keilmuan agama dan pengetahuan umum
seperti yang telah disampaikan tadi. Ajaran agama merupakan
pemupukan nilai-nilai spiritual untuk tetap teguh dalam menjalankan
agama di kala moderinisasi sudah merasuk pada wilayah jati diri
manusia. Sedangkan pengetahuan-pengetahuan keilmuan umum
dalam perkembangan zaman terus meningkat dan setiap manusia
harus bisa mengikutinya.
b) Jiwa Kewirausahaan, etos kewirausahaan dijadikan bagi
penumbuhan dan motivasi dalam melakukan kegiatan ekonomi.
Gerakan-gerakannya adalah membangun wirausaha bangsa kita
1

sendiri, terutama dari kalangan pesantren dan masyarakatnya.


Pesantren diharapkan dapat melahirkan wirausahawan yang dapat
mengisi lapisan-lapisan usaha kecil dan menengah yang handal dan
mandiri.
c) Etos Kerja dan kemandirian, kenyataannya, dalam masyarakat kita
etos kerja ini belum sepenuhnya membudaya. Artinya, budaya kerja
sebagian masyarakat kita tidak sesuai untuk kehidupan modern.
Pesantren, dimulai dengan lingkungannya sendiri, harus menggugah
masyarakat untuk membangun budaya kerja yang sesuai dan menjadi
tuntutan kehidupan modern. Sedangkan waktu adalah faktor yang
paling menentukan dan merupakan sumber daya yang paling
berharga. Budaya modern menuntut seseorang untuk hidup mandiri,
apalagi suasana persaingan yang sangat keras dalam zaman modern
ini memaksa setiap orang untuk memiliki kompetensi tertentu agar
bisa bersaing dan dan bermartabat di tengah-tengah masyarakat.
4) Administrasi
Pondok pesantren tradisional tidak memakai sistem administrasi
yang ketak saat awal pendaftarannya. Berbeda dengan pesantren modern
yang memiliki sistem administrasi yang ketat saat awal pendaftaran
masuknya.

F. Peran Pesantren dalam Pemberdayaan Umat Islam


Kelahiran pondok pesantren di tanah air, tidak dapat dipisahkan dari
sejarah masuknya Islam ke Indonesia. Kehadiran pondok pesantren sampai
saat ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi umat Islam. Pada awal berdirinya,
pondok pesantren umumnya sangat sederhana. Sebagi lembaga pendidikan
islam yang tertua , sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki model-
model pengajaran yang bersifat non klasikal, yaitu wetonan dan sorogan. Di
jawa barat, metode tersebut di istliahkan dengan “Bendungan”, sedangkan di
11
sumatera digunakan istilah Halaqah. Metode wetonan atau halaqoh
merupakan metode yang didalamnya terdapat seorang kiai yang membaca
11
Hasbullah, Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Pekembangan, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2001), hlm: 26
1

suatu kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang
sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan kiai. Metode ini dapat
dikatakan sebagai proses belajar mengaji secara kolektif. Sedangkan metode
sorogan adalah metode yang santrinya cukup pandai men “sorog” kan
(mengajukan) sebuah kitab kepada kiai untuk dibaca dihadapannya, kesalahan
dalam bacaan itu langsung dibenarkan oleh kiai. Metode ini dapat dikatakan
12
sebagai proses belajar mengajar individual.
Akan tetapi, sejak 1970-an bersamaan dengan program modernisasi
pondok pesantren, mulai membuka diri untuk mempelajari pelajaran umum.
Pada mulanya, tujuan utama pondok pesantren adalah menyiapkan santri
untuk mendalami ilmu pengetahuan agama (tafaqqul fi al-din). Dewasa ini,
pertumbuhan dan penyebaran pesantren sangat pesat. Kehadiran pondok
pesantren telah nyata membantu pemerintah dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Di samping itu, pesantren telah menawarkan jenis pendidikan
alternatif bagi pengembangan pendidikan nasional. Sejak awal berdirinya
pondok pesantren dikenal sebagai lembaga pengkaderan ulama, tempat
pengajaran ilmu agama, dan memelihara tradisi Islam. Fungsi ini semakin
berkembang akibat tuntutan pembangunan nasional yang mengharuskan
pesantren terlibat di dalamnya. Kini, di abad ke-21, sebagaimana disebut
orang abad milenium, peran pondok pesantren bukan saja sebagai lembaga
pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial.
Peran pesantren pun melebar menjadi agen perubahan dan pembangunan
masyarakat. Oleh karena itu, tidak heran bila sekarang, pemerintah atau
lembaga sosial kemasyarakatan menginginkan pondok pesantren menjadi
pusat pemberdayaan masyarakat, melalui berbagai kegiatan yang sangat
menunjang untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki
kompetensi yang tinggi.

12
Amir Hamzah, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam, (Jakarta: Mulia Ofset,
1989), hlm: 26
1

Tantangan Globalisasi
Di tengah terpaan arus globalisasi, para pakar ramai menyatakan
bahwa dunia akan semakin kompleks dan saling ketergantungan. Fenomena
globalisasi banyak melahirkan sifat individualisme dan pola hidup
materialistik yang kian mengental. Di sinilah keunikan pondok pesantren
masih konsisten dengan menyuguhkan suatu sistem pendidikan yang mampu
menjembatani kebutuhan fisik (jasmani) dan kebutuhan mental
spiritual(rohani) manusia.
Sistem pondok pesantren mempunyai peranan yang sangat penting
dalam usaha mempertahankan eksistensi umat islam dari serangan dan
penindasan fisik dan mental kaum penjajah beberapa abad lamanya.
Pesantren yang mulanya berlangsung secara sederhana , ternyata cukup
berperan dan banyak mewarnai perjalanan sejarah pendidikan islam di
Indonesia, serta banyak melahirkan tokoh-tokoh terkenal.
Eksistensi pondok pesantren dalam menyikapi perkembangan zaman,
tentunya memiliki komitmen untuk tetap menyuguhkan pola pendidikan yang
mampu melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang handal. Kekuatan
otak (berpikir), hati (keimanan) dan tangan (keterampilan), merupakan modal
utama untuk membentuk pribadi santri yang mampu menyeimbangi
perkembangan zaman.
Dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks di lingkungan
masyarakat, maka pondok pesantren harus berani tampil dan mengembangkan
dirinya sebagai pusat keunggulan. Pondok pesantren tidak hanya mendidik
santri agar memiliki ketangguhan jiwa (taqwimu al-nufus), jalan hidup yang
lurus, budi pekerti yang mulia, tetapi juga santri yang dibekali dengan
berbagai disiplin ilmu keterampilan lainnya, guna dapat diwujudkan dan
mengembangkan segenap kualitas yang dimilikinya.
Untuk mencapai tujuan di atas, para santri harus dibekali nilai-nilai
keislaman yang dipadukan dengan keterampilan. Pembekalan ilmu dan
keterampilan dapat ditempuh dengan mempelajari tradisi ilmu pengetahuan
1

agama dan penggalian dari teknologi keterampilan umum. Karena, tradisi


13
keilmuan dan kebudayaan Islam sangat kaya.
Di sinilah peran pesantren perlu ditingkatkan. Tuntutan globalisasi
tidak mungkin dihindari. Salah satu langkah yang bijak adalah
mempersiapkan pesantren agar tidak kalah dalam persaingan. Pada tataran ini
ada tiga hal yang mesti digarap oleh pondok pesantren yang sesuai dengan
jati dirinya.
Pertama, pesantren sebagai lembaga pendidikan pengkaderan ulama.
Kedua, pesantren sebagai lembaga pengembangan ilmu pengetahuan khusus
agama Islam.
Ketiga, dunia pesantren harus mampu menempatkan dirinya sebagai
transformasi, motivator, dan inovator.

Pesantren dalam Pemberdayaan Masyarakat


Keberadaan pesantren di tengah-tengah masyarakat mempunyai
makna sangat strategis, apalagi jika pesantren ini memiliki lembaga
pendidikan umum. Lembaga pesantren yang berakar pada masyarakat,
merupakan kekuatan tersendiri dalam membangkitkan semangat dan gairah
masyarakat untuk meraih kemajuan menuju ke arah kehidupan yang makin
sejahtera. Apalagi dalam menghadapi era globalisasi yang berdampak kepada
berbagai perubahan terutama di bidang ekonomi maupun sosial-budaya.
Pesantren dianggap sebagai “benteng” nilai-nilai dasar di masyarakat
terhadap intervensi budaya asing. Oleh karena itu pesantren membutuhkan
gerakan pembaharuan yang progresif terhadap segala bidang, terutama dalam
menghadapi permasalahan sosial-kemasyarakatan.
Untuk mentransformasikan pesantren berperan dalam pemberdayaan
masyarakat, maka perlunya langkah-langkah khusus yang dilakukan oleh
lembaga tertentu dalam memproduksi santri-santri sebagai “Agent of
Change” yang peka terhadap arus modernisasi dan masalah sosial-budaya.

13
Azyumardi Azma, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan
Melenium

1
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kehadiran pesantren pada awalnya menjadi tempat sosialisasi anak-


anak dan remaja, sekaligus tempat belajar agama. Pesantren berikhtiar
meletakkan visi dan kiprahnya dalam kerangka pengabdian social, yang pada
mulanya di tekankan kepada pembentukan moral keagamaan. Pada
perkembangannya peran pesantren di kembangkan kepada upaya
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks seperti ini,
pendidikan di pesantren pada dasarnya merupakan pendidikan yang sangat
kuat dengan nuansa transformasi sosial. Kiprah pesantren menjadi salah satu
alternatif dalam upaya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di
Indonesia.
Dalam menghadapi tantangan gllobalisasi di lingkungan masyarakat,
maka pondok pesantren harus berani tampil dan mengembangkan dirinya
sebagai pusat keunggulan. Pondok pesantren tidak hanya mendidik santri agar
memiliki ketangguhan jiwa (taqwimu al-nufus), jalan hidup yang lurus, budi
pekerti yang mulia, tetapi juga santri yang di bekali dengan berbagai disiplin
ilmu keterampilan lainnya, guna dapat diwujudkan dan mengembangkan
segenap kualitas yang dimilikinya.
Dari zaman ke zaman, generasi ke generasi peran pondok pesantren
melalui fungsi dan tugas santri adalah memperjuangkan tegaknya nilai-nilai
religius serta berjihad mentransformasikannya kedalam proses pertumbuhan
dan perkembangan masyarakat. Tujuan yang di maksud adalah agar
kehidupan masyarakat berada dalam kondisi berimbang (balanced) antara
aspek dunia dan ukhrawi.
Pesantren dianggap sebagai “benteng” nilai-nilai dasar di masyarakat
terhadap intervensi budaya asing. Dari sinilah pentingnya keterkaitan
pesantren dengan masyarakatnya yang tercermin dalam ikatan tradisi dan
budaya yang kuat dan membentuk pola hubungan fungsional dan saling
mengisi antara keduanya. Hal ini menuntut adanya peran dan fungsi pondok
13
Azyumardi Azma,
pesantren yangPendidikan
sejalan Islam:
denganTradisi dandan
situasi Modernisasi
kondisidimasyarakat,
Tengah Tantangan
bangsa, dan
Melenium

1
1

negara yang terus berkembang. Dan sebagian yang lain sebagai suatu
komunitas, pesantren dapat berperan menjadi penggerak bagi upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak kekurangan
diantaranya adalah kurangnya referensi yang relevan dan pembahasan yang
kurang detail. Dan kiranya makalah kami ini sangat jauh dari kesempurnaan,
kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi meningkatkan
kesempurnaan makalah yang kami tulis ini.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin HM. Kapita Selecta Pendidikan Islam dan Umum. 1991. Jakarta: Bumi
Aksara.
Azyumardi Azma. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah
Tantangan Melenium III. 2014. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren. 1983. Jakarta: LP3ES
Engku, Iskandar dan siti zubaidah. Sejarah Pendidikan Islam. 2014. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Hamzah, Amir. Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam. 1989. Jakarta:
Mulia Ofset.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangannya. 1996. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Solichin, Mohammad Muchlis. Masa Depan Pesantren. 2013. Surabaya: Pena
Salsabila.

Anda mungkin juga menyukai