Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Kurikulum bukan hanya berupa sejumlah mata pelajaran, namun meliputi segala sesuatu
yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran,
perlengkapan sekolah, perpustakaan, karyawan tata usaha, gambar-gambar, halaman sekolah, dan
lain-lain. Pandangan tersebut diterima, namun pada umumnya guru-guru tetap berpandangan
bahwa kegiatan-kegiatan dalam kelas saja yang termasuk kurikulum, sedangkan kegiatan di luar
kelas merupakan nilai edukatif yang diberikan oleh kurikulum itu. Pandangan tersebut teradopsi
dalam kebijakan sistem pendidikan nasional.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan
nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan
peserta didik. (BSNP, 2006: 1).
Rumusan Masalah :

1.Pengertian Kurikulum PAI

2.Kurikulum pesantren

3.Kurikulum PAI di Madrasah

4. Kurikulum PAI di Sekolah

5. Perbedaan Kurikulum PAI di Pesantren, Madrasa, dan Sekolah

Tujuan

1.Mengetahui Pengertian Kurikulum PAI

2.Mengetahui Kurikulum pesantren

3.Mengetahui Kurikulum PAI di Madrasah

4. Mengetahui Kurikulum PAI di Sekolah

5. Mengetahi Perbedaan Kurikulum PAI di Pesantren, Madrasa, dan Sekolah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Telaah Kurikulum PAI

Telaah adalah penyelidikan, kajian, pemeriksaan, penelitian. Kurikulum adalah rencana


tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu
dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut dan
evaluasi yang perlu pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang
berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada
satuan. Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri.
Untuk itu individu perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal, seperti:
konsep, prinsip kreativitas, tanggung jawab, dan keterampilan. Dengan kata lain perlu
mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pendidikan adalah
pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari
satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan
sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak.

1. Pesantren

Pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe dan akhiran an, berarti tempat
tinggal santri. Pendapat lain, menyatakan Pesantren berasal dari kata santri yaitu seseorang yang
belajar agama Islam, sehingga dengan demikian pesantren mempunyai arti, tempat orang
berkumpul untuk belajar agama Islam. Ada juga yang mengartikan Pesantren adalah suatu
lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bersifat “tradisional” untuk mendalami ilmu tentang
agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.

2. Madrasah

Kata “madrasah” dalam bahasa Arab adalah bentuk kata “keterangan tempat” (zharaf
makan) dari akar kata “darasa“. Secara harfiah “madrasah” diartikan sebagai “tempat belajar
para pelajar”, atau “tempat untuk memberikan pelajaran”. Madrasah merupakan isim makan dari
kata darasa yang berarti tempat duduk untuk belajar. Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu

2
dengan istilah sekolah atau perguruan (terutama perguruan Islam). Karenanya istilah madrasah
tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab,
perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain. Bahkan juga seorang ibu bisa dikatakan sebagai
madrasah pemula.

3. Sekolah

Kata sekolah berasal dari bahasa latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki
arti waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang
bagi anak-anak ditengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu
untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang itu adalah
mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan
estetika (seni). Untuk mendampingi dalam kegiatan scola anak-anak didampingi oleh orang ahli
dan mengerti tentang psikologi anak, sehingga memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya
kepada anak untuk menciptakan sendiri dunianya melalui berbagai pelajaran diatas.

B.Kurikulum pesantren
a. Pengertian kurikulum pesantren
David Pratt mendefinisikan kurikulum sebagai an organized set or formal educational and
or training intention. Dari definisi tersebut dapat di pahami bahwa kurikulum pada dasarnya
merupakan seperangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam
mewujudkan tujuan yang diinginkan. Dengan demikian, kurikulum melingkupi: tujuan, materi
pelajaran, metode, dan evaluasi. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren juga telah memuat hal-
hal tersebut.
Sebagaiman telah disebutkan sebelumnya, tujuan pendidikan pesantren adalah
membentuk kepribadian santri, memantapkan akhlak dan melengkapinya dengan ilmu
pengetahuan . materi pelajaran pesantren kebanyakan bersifat keagamaan yang bersumber pada
kitab-kitab klasik yang meliputi sejumlah bidang studi, antara lain : tauhid,tafsir, hadits, fiqih,
ushul- fiqih, tasawuf, bahasa Arab, ( nahwu, sharaf, balaqhah, tajwid), mantiq, dan akhlak.1[1]
Studi-studi tentang pesantren tidak menyebut kurikulum yang baku dikalangan
pesantren. Hal ini dapat di pahami karena pesantren sesungguhnya merupakan lembaga
pendidikan islam di Indonesia yang bebas dan otonom. Dari segi kurikulum, pesantren selama ini

3
diberi kebebasan oleh Negara untuk menyusun dan melaksanakan kurikulum pendidikan secara
bebas dan merdeka. Namun demikian, jika dilihat dari studi-studi tentang pesantren diperoleh
bentuk-bentuk kurikulum yang ada di kalangan pesantren. Menurut Lukens Bull, secara umum
kurikulum pesantren dapat dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu: (1) pendidikan agama, (2)
pengalaman dan pendidikan moral, (3) sekolah dan pendidikan umum, serta (4) keterampilan dan
kursus. Keempat bentuk kurikulum pesantren itu adalah:
a) Kurikulum berbentuk pendidikan agama islam. Dalam dunia pesantren, kegiatan belajar
pendidikan agama islam lazim disebut dengan ngaji atau pengajian. Kegiatan ngaji dipesantren
dalam praktiknya dapat dibedakan menjadi dua tingkatan. Tingkatan paling awal ngaji sangatlah
sederhana, yaitu santri belajar bagaimana cara membaca teks-teks Arab, terutama sekali al-
Qur’an. Tingkat berikutnya adalah para santri memilih kitab-kitab islam klasik dan
mempelajarinya di bawah bimbingan kiai. Adapun kitab-kitab yang dijadikan bahan untuk ngaji
meliputi bidang ilmu: fikih, akidah, atau tauhid, nahwu, sharaf, balaghah, hadis, tasawuf, akhlak,
dan ibadah-ibadah shalat, doa, dan wirid.
b) Kurikulum berbentuk pengalaman dan pendidikan moral. Pesantren menempatkan
pengalaman dan pendidikan moral sebagai salah satu kegiatan pendidikan penting di pesantren.
Kegiatan-kegiatan keagamaan yang paling ditekankan di pesantren adalah kesalehan dan
komitmen para santri terhadap lima rukun islam: syahadat (keimanan), shalat, zakat, puasa, dan
haji ke mekah bagi yang mampu. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan
kesadaran para santri untuk mengamalkan nilai-nilai moral yang diajarkan pada saat ngaji.
Adapun nilai-nilai moral yang ditekankan di pesanten adalah persaudaraan islam, keiklasan,
kesederhanaan. Dan kemandirian. Para santri mempelajari moralitas saat mengaji dan kemudian
diberi kesempatan untuk mempraktikkan. Dalam kaitan ini, Lukens Bull menulis sebagai berikut:
“sebagai contoh, shalat lima kali sehari adalah kewajiban dalam islam, tetapi kadang
belum menekankan pada pentingnya berjama’ah. Bagaimanapun, berjama’ah dianggap sebagai
cara yang lebih baik dalam shalat dan pada umumnya diwajibkan dipesantren. Sebuah pesantren
yang tidak mewajibkan shalat berjama’ah dianggap bukan lagi pesantren yang sebenarnya. Para
kiai mengatakan bahwa praktik jama’ah ini mengajarkan persaudaraan dan kebersamaan, yaitu
nilai-nilai yang harus ditumbuhkan dalam masyarakat islam. Jika jama’ah sekali dalam seminggu
dalam shalat jum’at akan membentuk masyarakat yang solid, maka berjama’ah tiap hari akan
memperkuat tali persaudaraan.”

4
c) Kurikulum berbentuk sekolah dan pendidikan umum. Pesanten memperlakukan kurikulum
sekolah dengan mengacu kepada pendidikan nasional yang dikeluarkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional, sedangkan untuk kurikulum madrasah mengacu pada pendidikan agama
yang dikeluarkan oleh Departemen Agama. Jika dilihat dari rasio pendidikan umum dan
pendidikan agama yang termuat di dalamnya, maka dapat dikatakan bahwa kurikulum sekolah
cenderung sekuler. Dikatakan cenderung sekuler, karena dari keseluruhan total jam pelajaran
yang ada, kurikulum sekolah hanya memberikan 2 jam pelajaran agama untuk setiap minggunya.
Hal ini tentu berbeda dengan kurikulum madrasah yang memuat 70% untuk pendidikan agama
dan 30% sisanya untuk pendidikan umum. Karena itu, kurikulum madrasah dapat dikatakan
sebagai kurikulum yang memadukan antara yang sekuler dan yang agamis.
d) Kurikulum berbentuk keterampilan dan kursus. Pesantren memperlakukan kurikulum yang
berbentuk ketrampilan dan kursussecara terencana dan terprogram melalui kegiatan
ektrakurikuler. Adapun kursus yang popular dikalangan pesantren adalah bahasa inggris,
komputer, setir mobil, reparasi sepeda motor dan mobil, jahit-menjahit, kewirausahaan,
pengelasan, dan pertanian. Kurikulum ini diberlakukan di pesantren Karena dua alas an yaitu:
alas an politis dan promosi. Dari segi politis, pesantren yang memberikan pendidikan
keterampilan dan kursus kepada para santrinya berarti merespons seruan pemerintah untuk
peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM). Hal ini berarti hubungan pesantren
dengan pemerintah cukup harmonis. Sementara itu, dari segi promosi terjadi peningkatan jumlah
calon santri yang memilih pesantren-pesantren modern dan terpadu, dengan alas an karena ada
pendidikan ketrampilan dan kursus bagi para santrinya dengan cepat akan menjadi tidak terkenal.
Hal ini dapat dipahami karena kecenderungan masyarakat berharap agar produk akhir dari
pesantren adalah para alumni yang pandai ilmu agama, bermoral, dan memiliki skill untuk masa
depan mereka.2[2]

b. Pengembangan kurikulum pesantren


Salah satu dasar pengembangan kurikulum pesantren adalah visi dan misi yang di
milikinya. Adapun visi yang dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulumnya adalah:
“terwujudnya insan yang memiliki keseimbangan spiritual, intelektual dan moral menuju
generasi ulul albab yang berkomitmen tinggi terhadap kemajuan umat dengan berlandaskan al-
Qur’an dan al-Sunnah”. Visi tersebut diperkuat dengan kittah yang mencakup 5 (lima) macam.
Yaitu: (1) memotivasi santri agar islam selalu mampu memberikan jawaban secara handal
2

5
terhadap tantangan kehidupan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakatnya, (2)
memaduakn secara harmonis tradisi pesantren dengan sistem pendidikan persekolahan mutakhir,
(3) mengubah citra negative terhadap pondok pesantren, (4) menjadiakn pesantren sebagai
lembaga yang memiliki kredibilitas dalam bidang pendidikan islam, (5) menjadikan pesantren
sebagai pusat pendidikan perdamaian dengan pemerintah, umat islam, masyarakat luas, dan
pemeluk non-islam.
Untuk mencapai visi tersebut pesantren merumuskan secara detail yaitu terdiri dari lima
macam yaitu:
1. Menyelenggarakan proses pendidikan islam yang berorientasi pada mutu, berdaya saing
tinggi, dan berbasis pada sikap spiritual, intelektual, dan moral.
2. Mengembangkan pola kerja pondok pesantren dengan berbasis pada manajemen
professional yang islami.
3. Menciptakan suasana kehidupan yang tertib, aman, dan damai serta penuh keteladanan.
4. Meningkatkan citra positif lembaga pendidikan pondok pesantren yang berwawasan sains
dan teknologi informasi serta berbudaya islam.
5. Meenyelenggarakan usaha-usaha kaderisasi untuk kemajuan umat menuju masyarakat
madani.
Misi yang memuat lima poin di atas dijadikan dasar untuk merumuskan tujuan pesantren
adalah: (1) membentuk kader-kader ulul albab yang ikut aktif dalam usaha amar ma’ruf nahy
munkar. (2) mengembangkan sikap hidup modern berdasar al-Qur’an dan al-Sunnah al-
Magbulah dalam keiklasan, kedisiplinan, ketertiban, kebersihan, kedamaian, dan keteladanan,
serta (3) menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi.3[3]
Lebih jauh, kejelasan visi dan misi sebagaiman dikemukan diatas akan mempermudah
pesantren untuk menentukan profil para santri. Profil para santri harus mempunyai lima dasar,
yaitu (1) santri memiliki wawasan ilmu pengetahuan yang luas, (2) santri yang ber tafaqquh fi al-
din (3) santri yang memiliki akhlaq al- Karimah (4) santri yang memiliki kesiapan ber-jihad fi
sabilillah, dan (5) santri ang berdiri di atas semua golongan.
seiring dengan tuntutan zaman dan laju perkembangan masyarakat, pesantren yang pada
dasarnya didirikan untuk kepentingan moral, pada akhirnya harus berusaha memenuhi tuntutan
masyarakat dan tuntutan zaman. Orientasi pendidikan pesantren perlu diperluas, sehingga
menuntut dilakukannya pembaharuan kurikulum yang berorientasi kepada kebutuhan zaman dan
pembangunan bangsa. Oleh karena itu pesantren melakukan sejumlah akomodasi dan
penyesuaian yang tidak hanya akan mendukung kelangsungan hidup pesantren itu sendiri, tetapi

6
juga bermanfaat bagi para santri, seperti sistem penjenjangan kurikulum yang lebih jelas dan
sistem klasikal.
Sifat adaptif sebagaimana tersebut di atas adalah sifat dasar kurikulum yang diperlukan untuk
mengantisipasi tuntutan dan perkembangan zaman. Paling tidak terdapat tiga dasar keyakinan
yang kondusif untuk dijadikan sebagai landasan akan pentingnya memperhatikan sikap adaptif
kurikulum terhadap suatu perubahan yang terjadi yaitu: Pertama, perubahan yang terjadi bersifat
positif; Kedua, perubahan yang terjadi dilingkungan sekolah sifatnya cenderung menetap (terus
menerus); Ketiga, perlunya usaha untuk menyempurnakan rencana-rencana yang disusun oleh
sekolah atau guru karena terjadinya proses adopsi terhadap suatu pembaharuan atau inovasi.
Pesantren-pesantren yang masih dalam bentuk aslinya (tradisional), biasanya cenderung
mengikuti pola pemahaman tekstual. Sedangkan di pesantren-pesantren yang sudah terpengaruh
dengan pola pendidikan modern, arti tekstual telah diimbangi oleh pemahaman-pemahaman
kontekstualnya. Perkembangan seperti ini cukup kondusif untuk menopang proses inovasi, apa
lagi dikaitkan dengan usaha-usaha untuk membuktikan kebaikan inovasi itu sendiri di dalam
sistem kehidupan masyarakatnya.4[4]

c. Program Pendidikan dan Kurikulum Pesantren


Pendidikan pondok pesantren merupakan usaha sistematis untuk mengembangkan potensi
spiritualitas dan ta’abbudiyah santri dalam rangka mewujudkan profil santri yang memiliki
akhlak mulia (akhlaq karimah). Untuk pentingan ini, pendidikan pondok diselenggarakan dalam
3 bentuk kegiatan, yaitu: kegiatan kurikuler, kegiatan kokurikuler, dan kegiatan ekstra-kurikuler.
Kegiatan kurikuler ditekankan pada aspek kognitif karena diselenggarakan melalui model
kurikulum persekolahan, ko-kurikuler pada aspek afektif karena diselenggarakan melalui model
pengalaman hidup, dan ekstra-kurikuler pada pesikomotorik karena diselenggarakan melalui
model pendidikan keterampilan.
Adapun kegiatan ko-kurikuler pondok dimaksudkan sebagai suatu kegiatan pendidikan yang
mendukung kegiatan kurikuler. Kegiatan ini diselenggarakan pada waktu pagi dan malam hari.
Sebagaimana kegiatan kurikuler, untuk kegiatan ko-kurikuler juga diberikan dalam bentuk mata
pelajaran seperti: (1) Qira’at al-Qur’an, (2) al-Muhadarah, (3) Tazwid wa Tasyji’ al-Lughah, (4)
al-Muhadathah, (5) Qira’at al-Kitab.
Perlu ditambahkan bahwa mata pelajaran al-muhadarah merupakan mata pelajaran yang
bertujuan untuk melatih santri agar terampil berpidato

7
baik dalam bahasa Indonesia, arab, maupun Inggris, adapun mata pelajaran Tazwid wa Tasji’
al-Lughah merupakan mata pelajaran yang secara khusus membekali santri memiliki
keterampilan berbahasa Arab maupun Inggris. Sedangkan mata pelajaran Qira’at al-kitab adalah
mata pelajaran yang diberikan kepada santri untuk membekali keterampilan membaca kitab-kitab
islam klasik, yang lazim dikenal dengan kitab kuning.
Kegiatan lain yang mengandung unsur pendidikan adalah kegiatan makan di kantin: pada
makan pagi, makan siang, dan makan malam. Pada kegiatan ini, setiap santri harus siap antri
untuk memperoleh nasi, lauk-pauk, dan minuman dari petugas. Mereka makan bersama dan
berbaur dengan kakak adik kelas yang berasal dari berbagai daerah. Ditengah-tengah mereka,
ada beberapa ustadz yang turut makan bersama. Berkaitan dengan ini, seorang ustadz
mengatakan bahwa makan bersama dengan para santri ini dimaksudkan untuk menjalin
hubungan yang sedekat mungkin antara ustadz dengan para santri. Ustadz lain menambahkan
bahwa para ustadz disini menempatkan diri mereka sebagai bapak atau ayah dari para santri. Hal
ini harus dilakukan dengan alasan karena mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia yang
jauh dari keluarga. Dengan makan bersama ini, diharapkan mereka merasa seperti dalam satu
keluarga yang ada di rumah. Pemandangan serupa juga terjadi di kantin putri, seorang ustadzah
mengatakan bahwa kebersamaan antara ustadzah dan santri dalam kegiatan makan sehari-hari ini
merupakan keharusan moral bagi seorang pengasuh. Ia menyebutkan alasan bahwa bahwa
dengan makan bersama ini para santi dapat melihat bahwa dari segi makan tidak ada perbedaan
antara ustadzah dan santri. Para ustadzah memakan jenis makanan yang sama dengan jenis
makanan yang dimakam oleh para santri. Dan ini adalah salah satu pembelajaran yang berharga
bagi para santri.
Shalat jama’ah di masjid untuk waktu-waktu shalat wajib juga sebagai sarana pendidikan dan
pembelajaran di pesantren, dalam kegiatan shalat berjama’ah terdapat beberapa pendidikan
berharga bagi para santri, seperti kedisiplinan, ketertiban, dan kebersamaan. Dalam berjama’ah
kiai membuat peraturan kepada santri yang dikenal sebagai TIBSAR (tata tertib dasar santri),
dalam peraturan tersebut terdapat bagian yang mengatur tentang ibadah santri, yang meliputi
lima macam, kelima peraturan tersebut adalah: (1) santri diwajibkan shalat lima waktu
berjama’ah tepat pada waktu dan tempat yang telah di tentukan, (2) santri ditekankan telah
berada di dalam masjid sebelum adzan di kemandangkan, (3) santri diwajibkan berdzikir setiap
selesai shalat fardhu, (4) santri ditekankan mendirikan shalat sunnat sesuai dengan syari’at, dan

8
(5) santri wajib mendirikan shalat tarawih pada bulan Ramadhan dengan berjama’ah ditempat
yang telah di tentukan.
Bentuk pendidikan pondok yang terakhir adalah kegiatan ekstra-kurikuler, yaitu kegiatan
pendidikan yang berusaha untuk mengembangkan potensi bakat dan minat para santri, baik
dalam bidang olahraga, keterampilan, maupun seni. Kegiatan ektra-kurikuler yang berbentuk
klub-klub kegiatan ini diselenggarakan pada waktu sore dan jum’at pagi. Adapun yang termasuk
bidang olahraga adalah: bela diri, sepak bola, renang, bulu tangkis, sepak takrau, dan bola voli.
Sedangkan yang termasuk bidang keterampilan adalah: tulis indah kaligrafi (khat), menjahit dan
merakit komputer. Terakhir, yang termasuk bidang seni adalah nasyid, rebana, akustik, teater atau
drama. Bagi para santi, kegiatan ekstra kurikuler ini dapat dipilih secara bebas sesuai dengan
minat dan kecenderungan masing-masing santri. Dalam praktiknya, setiap bidang bakat dan
minat di atas difasilitasi oleh seorang ustadz, guru atau pelatih. Selain menyediakan ustadz, guru
atau pelatih juga menyediakan fasilitas-fasilitas yang diperlukan seperti tempat dan berbagai
jenis peralatan. Untuk bidang olahraga, tempat kegiatan dipusatkan di lapangan, GOR, dan
tempat-tempat terbuka lainnya seperti di sekitar masjid dan halaman pesantren. Sementara itu,
untuk bidang keterampilan dan kesenian mengambil tempat di ruang keterampilan dan ruang-
ruang kelas yang ditunjuk. Dari segi tempat, ada pemisahan antara santri putra dan putrid.
Dengan pendidikan pondok sebagaimana yang di deskripsikan di atas, output yang
diharapkan adalah (1) santri mampu menghafal al-Qur’an sekurang-kurangnya 3 jus, yaitu 1,2,
dan 30, (2) santri mampu membaca al-Qur’an dengan tartil, (3) santri mampu menjadi imam dan
khatib, (4) santri mampu berkomunikasi dalam bahasa Arab atau bahasa Inggris, (5) santri
mampu membuat teks pidato minimal dalam dua bahasa: Arab dan Inggris, (6) santri memiliki
badan sehat, jiwa mandiri, ikhlas, sederhana, dan ukhuwwah islamiyah serta kepemimpinan, (7)
santri memiliki aqidah salimah, akhlaq karimah, dan ibadah sahihah, (8) santri menguasai dasar-
dasar ilmu sosial dan alam, dan (9) santri memiliki dasar-dasar aplikasi komputer.5[5]

d. Evaluasi Kurikulum Pesantren


Evaluasi kurikulum pondok dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan
pendidikan dan profil santri. Selain itu, evaluasi kurikulum pondok juga dimaksudkan untuk
memperbaiki bagian-bagian yang memerlukan perbaikan. Kegiatan evaluasi kurikulum pondok
ini dikoordinasikan oleh bagian kurikulum dan sekretariat pondok. Bagian kurikulum bertugas
mengumpulkan dan mengkaji laporan dan masukan yang diberikan oleh para pengasuh, para

9
santri, dan para orang tua santri. Secretariat pondok bertugas memfasilitasi pembahasan tentang
laporan dan masukan yang telah dikaji oleh bagian kurikulum.
Dalam hal evaluasi, keberhasilan, keberhasilan belajar dipesantren ditentukan oleh
penampilan kemampuan mengajarkan kitab kepada orang lain. Artinya jika audiennya puas,
berarti santri tersebut telah lulus, sehingga legitimasi kelulusannya adalah restu kiai. Bentuk
sisitem evaluasi lainnya adalah selesainya pengajian suatu kitab di pesantren dalam waktu
tertentu, lalu di berikan ijazah yang bentuknya adalah santri harus siap membaca kitab sewaktu-
waktu kiai memanggilnya untuk membaca kitab tersebut. Dalam hal ini biasanya santri yang
cerdas akan di minta kiai sebagai pengantinya ( badal).
Selain dua bentuk evaluasi diatas, sisitem evaluasi pesantren lebih ditekankan pada
kemampuan santri dalam mentransformasikan nilai ajaran agama melalui ilmu dari pesantren di
masyarakat. Hal ini akan memungkinkan adanya evaluasi diri ( self evaluation) sehingga
memungkinkan penilaian obyektif dengan cara santri menggukur sendiri prestasi belajar. Dari
gambaran diatas, dapat diketahui bahwa sistem evaluasi di pesantren belum dilakukan secara
formal.
Selain unsur-unsur yang telah disebutkan diatas, yaitu asrama santri (pondok dan
masjid). Pondok merupakan unsure penting karena fungsinya sebagai tempat tinggal atau asrama
santri, sekaligus untuk membedakan apakah lembaga tersebut layak dinamakan pesantren atau
tidak. Menginggat,terkadang sebuah masjid atau bahkan mushola, setiap saat rame dikunjungi
oleh kalangan mereka yang bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu agama, akan tetapi
tempat tersebut tidak dikenal sebagai pesantren lantaran tidak memiliki bangunan pondok atau
asrama santri.
Bangunan pada setiap pondok pesantren berbeda-beda, baik kualitas maupun
kelengkapanya. Ada yang didirikan atas biaya kiai, kegotong-royongan para santri, sumbangan
warga masyarakat, dan sumbangan dari pemerintah. Tetapi dalam tradisi pesantren yang umum,
yaitu kiai yang memimpin pesantren biasanya mempunyai kewenangan dan kekuasaan mutlak
atas pembangunan dan pengelolahan pondok.
Ada tiga alasan utama kenapa pesantren harus menyediakan pondok bagi para santrinya.
Pertama, kemasyuran kyai dan kedalaman pengetahuanya tentang islam menarik santri dari jauh
untuk dapat menggali ilmu dari kiai tersebut secara teratur dan dalam waktu yang lama. Para
santri harus meninggalkan kampong halamanya dan menetap di dekat kediaman kyai. Kedua,
hampir semua pesantren berada di desa-desa yang tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang
cukup untuk menampung santri, dengan demikian perlu adanya suatu asrama yang khusus bagi

10
para santri. Ketiga, ada sikap timbal balik antara kyai dan santri, di mana para santri
menganggap kyainya seolah-olah sebagai bapaknya sendiri, sedangkan kyai menganggap santri
sebagai titipan Tuhan yang harus senantiasa dilindungi. Sikap timbale balik ini menimbulkan
keakraban dan kebutuhan untuk saling berdekatan terus menerus.
Sistem pondok ini bukan saja merupakan elemen penting dari tradisi pesantren, tetapi
juga menopang utama untuk dapat terus berkembang. Meskipun keadaan pondok sangat
sederhana dan penuh sesak, santri yang berasal dari pedesaan dan baru pertama kali
meninggalkan desanya untuk melanjutkan pelajaran di suatu wilayah yang baru itu tidak perlu
mengalami kesukaran dalam tempat tinggal atau penyesuaian diri dengan lingkungan sosial yang
baru.
Di samping pondok, pesantren juga mempunyai masjid . seorang kyai yang ingin
mengembangkan sebuah pesantren biasanya perama-tama akan mendirikan masjid di dekat
rumahnya. Langkah ini biasanya di ambil atas perintah gurunya yang telah menilai bahwa ia
akan sanggup memimpin sebuah pesantren. Karena itu, kedudukan masjid sebagai pusat
pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan
islam tradisional.
Dalam sistem pesantren, masjid merupakan unsure dasar yang harus dimiliki karena ia
merupakan tempat utama yang ideal untuk mendidik dan melatih para santri, khususnya dalam
melaksanakan tata cara ibadah, pengajaran kitab-kitab islam klasik, dan kegiatan masyarakat.
Masjid pesantren biasanya dibangun dekat kediaman kyai dan berada di tengah-tengah komplek
pesantren.
Masjid disamping berfungsi sebagai tempat ritual juga berfungsi sebagai tempat
pembelajaran. Sebelum adanya madrasah di pesantren, masjid adalah tempat pembelajaran
umum. Bahkan masjid berfungsi juga sebagai tempat diskusi dan musyawarah antara kyai dan
santri.6[7]
C. Kurikulum Pendidikan Agama Islam Madrasah

Lembaga pendidikan dalam bentuk madrasah sudah ada sejak agama Islam berkembang
di Indonesia. Madrasah itu terus tumbuh dan berkembang dari bawah dalam arti masyarakat
(umat) yang didasari oleh rasa tanggungjawab untuk menyampaikan ajaran Islam kepada

11
generasi penerus.7[4] Sistem madrasah ialah sekolah umum yang berciri khas Islam yaitu jenjang
Ibtida’yah, Tsanawiyah, ‘Aliyah.8[5]
Kurikulum dapat dipandang sebagai “suatu program pendidikan yang direncanakan dan
dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu”. 9[6]Kurikulum
merupakan faktor yang sangat penting dalam proses kependidikan dalam suatu Lembaga
Kependidikan Islam. Segala hal yang harus diketahui atau diresapi serta dihayati oleh anak didik
harus ditetapkan dalam kurikulum itu. Juga segala hal yang harus diajarkan oleh pendidik kepada
anak didiknya, harus dijabarkan di dalam kurikulum.10[7]
Kurikulum PAI merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan,
serta cara pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan, ia merupakan sekumpulan studi keislaman
yang meliputi al-Qur’an-hadits, Aqidah, Akhlak, Fiqih, Tarikh, dan kebudayaan Islam. PAI di
madrasah dimaksudkan agar peserta didik berkembang sebagai manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Alloh SWT, memiliki pengetahuan yang luas, dan ber-akhlakul karimah. Untuk
itu dibutuhkan kurikulum PAI yang kontekstual dan dapat melayanai harapan masyarakat, yang
dikembangkan dengan memperhatikan kerangka dasar kurikulum, SK dan KD, serta karakteristik
kurikulum, sebagaimana dimaksud dengan diberlakukannya kurikulum KTSP.
a. Kerangka dasar Kurikulum PAI madrasah
Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang dijadikan pedoman dalam penyusunan
kurikulum KTSP dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan. Kerangka dasar kurikulum
merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum yang terdiri dari kelompok mata pelajaran,
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. Sebagaimana tertuang pada Permendiknas
No.22/2006, mata pelajaran PAI masuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan

10

12
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan YME serta berakhlak mulia. Cakupan materi pelajaran PAI meliputi etika, budi
pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Guna mewujudkan harapan
tersebut, kurikulum disusun oleh sekolah/madrasah dan komite dengan berpedoman pada SI-
SKL, SK-KD, serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP dengan mengacu
pada prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. Kurikulum PAI yang telah dikembangkan di
sekolah/madrasah selanjutnya dilaksanakan oleh guru PAI pada setiap satuan pendidikan dengan
menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.11[8]
b. SK dan KD PAI
SK-KD merupakan arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi dan penilaian hasil belajar dalam menysusun
silabus. Disamping itu, keduanya merupakan standar minimal yang secara nasional harus dicapai
oleh peserta didik dalam pembelajaran pada setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, kegiatan
pembelajaran dan penilaian hasil belajar PAI harus dirancang serta kontekstual dengan
memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian dengan prinsip pembelajaran yang
mendidik.
Seorang guru dituntut dapat mengembangkan metode pembelajaran sesuai dengan SK-
KDyang akan dicapai dalam pembelajaran yang dapat dilakukan dengan tidak berurutan. Adapun
tujuan akhir yang ingin dicapai melalui SK PAI adalah peserta didik menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME serta berakhlak mulia dan berkembangnya
kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama
yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.12[9]
Guru juga dituntut senantiasa menyempurnakan dan menyesuaikan kurikulum dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi dan seni, sehingga kurikulum yang dikembangkan
di sekolah/madrasah betul-betul diperlukan oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan
lingkungan, perkembangan zaman, serta tuntutan dan beban tugas yang akan dilakukan setelah
mengikuti pembelajaran.13[10]

11

12

13
c. Karakteristik Kurikulum PAI
Kurikulum PAI punya karakteristik khas dan unik, terutama dalam bentuk operasional
pengembangan dan pelaksanaannya dalam pembelajaran.14[11] Karakteristik tersebut bisa
diketahui antara lain dari cara guru PAI mengoptimalkan kinerja dalam proses pembelajaran,
pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem penilaian.15[12]
Terkait dengan karakteristik kurikulum PAI tersebut, Azyumardi menjelaskan bahwa kurikulum
PAI mempunyai beberapa karakteristiknya, yaitu:
1. Penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan pengembangan ilmu
pengetahuan tersebut atas dasar ibadah kepada Alloh yang berlangsung sepanjang hayat;
2. Pengamalan ilmu pengetahuan atas dasar tanggungjawab kepada Alloh SWT dan
masyarakat;
3. Pengakuan adanya potensi dan kemampuan pada diri peserta didik untuk berkembang
dalam suatu kepribadian yang utuh;
4. Setiap pencari ilmu dipandang sebagai makhluk Tuhan yang perlu dihormati dan disantuni
agar potensi-potensi yang dimiliki dapat terakumulasi dengan baik.16[13]
Berdasarkan pemikiran yang berperspektif Islam pendidikan sekolah/madrasah untuk masa
depan haruslah memiliki kurikulum utam yang terdiri atas:
1. Pendidikan agama, agar lulusan beriman kuat, dari iman inilah akan tertanam akhlak mulia;
pendidikan keimanan Islam akan memberikan kemampuan kepada lulusan untuk mampu hidup
di zaman global yang penuh tantangan dan kompetensi yang ketat; dan mampu mengatasi
tantangan dan menjadi competition sukses.
2. Pendidikan bahasa Inggris aktif, agar mampu berkomunikasi dan bekerjasama di tingkat
dunia

13

14

15

16

14
3. Pendidikan keilmuan, agar mampu meneruskan pendidikannya ke tingkat lebih tinggi,
ditingkat perguruan tinggi harus sampai ke tingkat ahli yang mampu mengembangkan ilmu atau
mampu mengerjakan sesuatu keahlian tingkat tinggi.
4. Pendidikan ketrampilan kerja sekurang-kurangnya satu macam, agar lulusan dapat mencari
kehidupan bila tidak bekerja pada sektor formal sesuai keahliannya.17[14]
Pokok-pokok materi kurikulum pendidikan agama Islam, yaitu:
1. Hubungan manusia dengan Alloh SWTantara insan dengan khaliknya mendapatkan prioritas
pertama dalam penyusunan kurikulum ini, karena pokok ajaran inilah yang pertama-tama perlu
ditanamkan pada anak didik. Tujuan kurikuler yang hendak dicapai dalam hubungan ini
mencakup segi keimanan, rukun Islam dan Ihsan, termasuk didalamnya membaca Al Qur’an dan
menulis huruf Al Qur’an.
Hubungan vertikal
2. Hubungan manusia dengan manusia
Aspek pergaulan hidup manusia dengan sesamanya sebagai pokok ajaran agama Islam yang
penting ditempatkan pada prioritas kedua dalam urutan kurikulum ini. Tujuan kurikuler yang
hendak dicapai dengan kurikulum ini mencakup segi kewajiban dan larangan dalam hubungan
dengan sesama manusia, segi hak dan kewajiban di dalam bidang pemilikan dan jasa, kebiasaan
hidup bersih dan sehat jasmaniah dan rohaniah, dan sifat-sifat kepribadian yang baik.
3. Hubungan manusia dengan alam
Agama Islam banyak mengajarkan tentang alam sekitar, dan manusia diberi mandat oleh Alloh
SWT sebagai khalifah di muka bumi. Manusia boleh menggunakan dan mengambil manfaat dari
alam menurut garis-garis yang telah ditentukan Alloh SWT.18[15]

B. Sistem Pendidikan dan kurikulum di Madrasah


1. Sistem Pendidikan Madrasah
Kurikulum PAI madrasah , dalam perkembangannya telah beberapa kali diadakan
perubahan, dari yang muatannya lebih banyak pengetahuan agama ketimbang pengetahuan
umum sampai dengan diberlakukannya kurikulum 1994, yang memuat lebih kurang 10%
pendidikan agama dan 90% pengetahuan umum.
System pendidikan dan kurikulum yang digunakan pada madrasah merupakan perpaduan antara
system pondok pesantren dengan system yang berlaku pada sekolah-sekolah modern. Proses

17

18

15
perpaduan tersebut berlangsung secara berangsur-angsur, mulai dari mengikuti system klasikal.
System pengajian kitab, diganti dengan bidang-bidang pelajaran tertentu, walaupun masih
menggunakan kitab-kitab yang lama.Kenaikan tingkat ditentukan oleh penguasaan terhadap
sejumlah bidang pelajaran tertentu.19[16]
Pada perkembangan berikutnya system pondok mulai ditinggalkan, dan berdiri madrasah-
madrasah yang mengikuti system yang sama dengan sekolah-sekolah modern. Namun demikian,
pada tahap-tahap awal madrasah tersebut masih bersifat diniyah yang cuma mengajarkan
pengetahuan agama.
Tampaknya, ide-ide pembaharuan yang berkembang di dunia Islam dan kebangkitan nasional
bangsa Indonesia sangat besar pengaruhnya, sedikit demi sedikit pelajaran umum masuk ke
dalam kurikulum madrasah, dan terus berproses.Buku-buku pelajaran agama mulai disusun
khusus sesuai dengan tingkat madrasah, sebagaimana halnya dengan buku-buku pengetahuan
umum yang berlaku di sekolah-sekolah umum. Bahkan kemudian timbulah madrasah-madrasah
yang mengikuti system perjenjangan dan bentuk-bentuk sekolah-sekolah modern, seperti MI
untuk tingkatan dasar, MTs untuk tingkatan SMP, dan ada pula kuliah Muallimin (pendidikan
guru) yang disebut normal Islam.20[17]
2. Kurikulum madrasah
Kurikulum madrasah masih mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok,
walaupun dengan prosentase yang berbeda. Kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Agama untuk
madrasah-madrasah yang berada dalam wewenangnya adalah harus memberikan pelajaran
agama sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit 6 jam seminggu.
Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas madrasah terus digulirkan, begitu juga usaha
menuju ke kesatuan system pendidikan nasional dalam rangka pembinaan semakin
ditingkatkan.Usaha tersebut mulai terealisasi, terutama dengan dikeluarkannya SKB 3 Menteri
tahun 1975, tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah. Berdasarkan SKB 3 Menteri
tersebut, madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam

19

20

16
sebagai mata pelajaran dasar, yang diberikan sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran
umum. 21[18]
Untuk merealisasikan SKB 3 Menteri itu, maka pada tahun 1976 Departemen Agama
mengeluarkan kurikulum sebagai standar untuk dijadikan acuan oleh madrasah. Kurikulum yang
dikeluarkan, juga dilengkapi dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Pedoman dan aturan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran pada madrasah, sesuai
dengan aturan yang berlaku pada sekolah-sekolah umum.
b. Deskripsi berbagai kegiatan dan metode penyampaian program untuk setiap bidang studi,
baik untuk bidang studi agama, maupun bidang studi pengetahuan umum.
SKB 3 Menteri itu sendiri menetapkan hal-hal sebagai berikut;
a. Ijazah madrsasah dapat mempunyai nilai sama dengan nilai ijazah sekolah umum yang
setingkat
b. Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas
c. Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.22[19]

C. Pengembangan kurikulum PAI madrasah


1. Ketentuan Pengembangan Kurikulum PAI Madrasah
Khusus untuk madrasah (Depag) perlu memperhatikan Surat Edaran Dirjen Pendidikan
islam Nomor: DJ.II.1/PP.00/ED/681/2006 tanggal 1 Agustus 2006 tentang Pelaksanaan Standar
Isi, bahwa madrasah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dengan
melakukan inovasi dan akselerasi. Atas dasar itulah, maka madrasah dapat mengembangkan
standar tersebut, baik pada standar kompetensi lulusan mata pelajaran (SKL-MP) maupun
standar isi (SK-KD) mata pelajaran sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 dan 23 Tahun 2006 tersebut, apalagi pada mata pelajaran PAI dan bahasa
Arab yang merupakan cirri khas dari madrasah.23[21]
Sebagaimana ketentuan PP No. 19/2005 tentang SNP, pengembangan kurikulum yang
dilakukan oleh sekolah/madrasah dituntut mengacu pada SNP guna menjamin pencapaian tujuan

21

22

23

17
pendidikan nasional. SNP terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang
dalam pengembangannya terintegrasi dengan pendidkan karakter. 24[22] Dua dari delapan SNP
tersebut, SI dan SKL merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan
kurikulum KTSP yang merupakan penyempurnaan kurikulum KBK dan kurikulum 1994 yang
sangat berbeda dalam pengembangan maupun implementasinya.25[23]

Pengembangan KTSP, dalam konteks ini kurikulum PAI madrasah, disusun sebagai
wujud pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai latar belakang budaya dan adat istiadat
yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
2. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum PAI Madrasah
Pengembangan kurikulum PAI yang dilakukan oleh guru dan sekolah/madrasah pada
setiap satuan pendidikan harus memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
sebagaimana tertuang dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional, yaitu:
a) Berpusat pada potensi perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya
b) Beragam dan terpadu
c) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan seni
d) Relevan dengan kebutuhan kehidupan
e) Menyeluruh dan berkesinambungan
f) Belajar sepanjang hayat
g) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Urgensi memperhatikan dan menggunakan prinsip tersebut adalah agar kurikulum PAI yang
dikembangkan benar-benar sesuai dengan kondisi peserta didik, sekolah/madrasah, dan
masyarakat sehingga tidak hanya berkisar pada masalah akidah dan akhlak saja, tetapi juga
memuat semua ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan serta kebutuhan
kehidupan manusia, seimbang antara kebutuhan dunia dan akhirat, jiwa dan raga, material dan
spiritual. Ini sejalan dengan keyakinan umat Islam bahwa alam yang luas beserta isinya,
termasuk didalamnya ilmu pengetahuan, merupakan anugrah dan ciptaan Alloh SWT dan

24

25

18
dijadikan tidak sia-sia. Oleh karena itu, semua ilmu pengetahuan pada prinsipnya pengetahuan
agama (Islam) yang diciptakan Alloh SWT untuk manusia.26[24]
3. Tujuan Pengembangan Kurikulum PAI Madrasah
Dalam perkembangnya, kurikulum pada madrasah dari waktu ke waktu senantiasa mengalami
perkembangan dan perubahan seiring dengan kemajuan zaman. Semua ini dilakukan adalah
dengan tujuan peningkatan kualitas madrasah, agar keberadaannya tidak diragukan dan sejajar
dengan sekolah-sekolah lain.27[25]
Pengembangan KTSP dalam hal ini kurikulum PAI bertujuan untuk mendirikan atau
memberdayakan sekolah/madrasah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber daya
untuk merancang kurikulumnya sendiri dengan mengacu pad rambu-rambu yang telah
ditetapkan, serta memonitoring dan mengevaluasi kurikulum yang dilaksanakan di
sekolah/madrasah masing-masing. Dengan kemandirian tersebut diharapkan terjadi hal-hal
sebagai berikut:28[26]
1. Sekolah/madrasah sebagai satuan pendidikan lebih mengetahui kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman bagi dirinya disbandingkan dengan lembaga-lembaga lainnya, sehingga
dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk mengembangkan dan
mengimplementasikan KTSP.
2. Sekolah/madrasah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan
yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan yang akan
dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sejalan dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3. Sekolah/madrasah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing
kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga akan
berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan
yang telah direncanakan.

26

27

28

19
4. Sekolah/madrasah dapat meningkatkan daya saing lembaganya masing-masing sesuai
dengan tuntutan perubahan dan perkembangan ipteks
5. Sekolah/madrasah dapat melakukan persaingan sehat dengan satuan pendidikan lain, baik
di dalam maupun luar negeri untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inofatif,
kreatif dan antisipatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat dan pemerintah
daerah setempat.
D. Kurikulum PAI di Sekolah
a.Pelaksanaan Pendidikan Islam di Sekolah
Pelaksanaan pendidikan Islam di sekolah masih menunjukkan keadaan yang
memprihatinkan. Banyak faktor yang menyebabkan keprihatinan itu, antara lain pertama, dari
segi jam pelajaran/alokasi waktu yang disediakan oleh sekolah secara formal, peserta didik
dikalkulasikan waktunya hanya 2 jam pelajaran per minggu untuk mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam. Coba bandingkan dengan mata pelajaran lainnya yang bisa mencapai 4 – 6 jam per
minggu. Implikasinya bagi peserta didik adalah hasil belajar yang diperolehnya sangat
terbatas. Jika sebatas hanya memberikan pengajaran agama Islam yang lebih menekankan aspek
kognitif, mungkin guru bisa melakukannya, tetapi kalau memberikan pendidikan yang meliputi
tidak hanya kognitif tetapi juga sikap dan keterampilan, guru akan mengalami kesulitan.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sedang diberlakukan sekarang,
dijelaskan bahwa jam pelajaran untuk PAI ditingkatkan menjadi 3 jam pelajaran. Hal ini tentu
merupakan angin segar bagi guru PAI yang selalu mengeluh “kekurangan jam.” Inipun
sebetulnya masih kurang jika dilihat dari banyaknya materi yang akan diajarkan kepada siswa.
Mengajarkan membaca al - Quran, tata cara berwudlu, shalat, dll kepada puluhan siswa tentu
tidak cukup dengan hanya beberapa kali pertemuan saja. Namun demikian, tambahan 1 jam
pelajaran menjadi 3 jam pelajaran setidaknya memberi kesempatan kepada guru untuk berkreasi
meramu materi pelajaran sehingga target kurikulum yang selalu dijadikan alasan tidak menjadi
kendala lagi.
Untuk menutup kekurangan-kekurangan yang ada, beberapa sekolah telah mencanagkan
kegiatan ekstrakurikuler untuk menunjang kegiatan Pendidikan Islam di sekolah. Adapun jenis-
jenis kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di sekolah adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan ekstrakurikuler yang memiliki kaitan dengan bidang studi Pendidikan Agama Islam.
Dalam hal ini, kegiatan ekstrakurikuler tersebut diarahkan kepada kegiatan pengayaan dan
penguatan terhadap materi-materi pembahasan dalam bidang studi Pendidikan Agama Islam,

20
seperti pengadaan Organisasi Rohani Islam (Rohis) yang mengadakan program kegiatan
ekstrakurikuler membaca al-Qur’an (kursus membaca al-Qur’an). Kegiatan ini sangat penting
mengingat kemampuan membaca al-Qur’an merupakan langkah awal pendalaman dan
pengakraban Islam lebih lanjut.
2. Kegiatan ekstrakurikuler yang tidak memiliki kaitan dengan bidang studi Pendidikan Agama
Islam. Kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler tersebut dapat berupa:
a. Kesenian, Kesenian sebagai kegiatan ekstrakurikuler Pendidiakn Agama Islam bisa
berupa seni baca al-Qur’an, qasidah, kaligrafi, dan sebagainya. Di samping
memberikan keterampilan kepada siswa, seni seperti dinyatakan oleh Wardi Bachtiar,
bisa membangun sesuatu perasaan keagamaan atau mengganti perasaan yang telah
melekat dengan perasaan yang baru.
b. Pesantren Kilat, Pesantren kilat adalah “kajian dasar Islam dalam jangka waktu
tertentu antara 2-5 hari tergatung situasi dan kondisi. Kegiatan ini dapat diadakan di
dalam atau di luar kota asalkan situasinya tenang, cukup luas, dapat menginap dan
fasilitas memadai”.
c. Shalat berjamaah bagi sekolah yang memiliki fasilitas untuk menyelenggarakan
shalat berjamaah seperti halnya mushalla dan masjid sekitar sekolah, bisa menjadikan
aktivitas ibadah ini sebagai bagian dari program kegiatan sekolah
d. Majalah dinding sebagai kegiatan ekstrakurikuler, majalah dinding memiliki dua
fungsi, yaitu sebagai wahana informasi keislaman dan pusat informasi kegiatan Islam
baik internal sekolah maupun eksternal.[5]

E. Perbedaan Kurikulum PAI di Pesantren, Madrasa, dan Sekolah

21
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Telaah adalah penyelidikan, kajian, pemeriksaan, penelitian. Kurikulum adalah rencana
tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu
dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut dan
evaluasi yang perlu pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang
berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada
satuan.

Studi-studi tentang pesantren tidak menyebut kurikulum yang baku dikalangan pesantren. Hal
ini dapat di pahami karena pesantren sesungguhnya merupakan lembaga pendidikan islam di
Indonesia yang bebas dan otonom. Dari segi kurikulum, pesantren selama ini diberi kebebasan
oleh Negara untuk menyusun dan melaksanakan kurikulum pendidikan secara bebas dan
merdeka.

Pelaksanaan pendidikan Islam di sekolah masih menunjukkan keadaan yang


memprihatinkan. Banyak faktor yang menyebabkan keprihatinan itu, antara lain pertama, dari
segi jam pelajaran/alokasi waktu yang disediakan oleh sekolah secara formal, peserta didik
dikalkulasikan waktunya hanya 2 jam pelajaran per minggu untuk mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam. Coba bandingkan dengan mata pelajaran lainnya yang bisa mencapai 4 – 6 jam per
minggu. Implikasinya bagi peserta didik adalah hasil belajar yang diperolehnya sangat
terbatas. Jika sebatas hanya memberikan pengajaran agama Islam yang lebih menekankan aspek
kognitif, mungkin guru bisa melakukannya, tetapi kalau memberikan pendidikan yang meliputi
tidak hanya kognitif tetapi juga sikap dan keterampilan, guru akan mengalami kesulitan.

B. Saran
1. Diharapkan kepada pihak kampus agar menambah buku refernsi terkait dengan
perkuliahan PPI
2. Diharapakan kepada dosen pembimbing sekiranya dapat menerima segala kekurangan
yang terdapat pada makalah kami serta mengarahkan kami pada pemahaman yang benar
terkait pada mata kuliah PPI ini.

23

Anda mungkin juga menyukai