Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Kurikulum dan sistem pembelajaran di pesantren

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “kepesantrenan”

Dosen Pengampu : Muhamad Kanzul Fikri,SE,MEI.

Disusun Oleh :
Ifatun nisa(2113111039)

Rizki febriani(2113111025)

Devi silviana(2113111038)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAIDA)

BLOKAGUNG-BANYUWANGI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul kurikulum dan system pembelajaran
di pesantren ini tepat pada waktunya. Rahmat dan keselamatan semoga senantiasa di
limpahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta
para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Amiin.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas bapak
Muhammad kanzul fikri,SE,MEI. pada mata kuliah Kepesantrenan. Selain itu, makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Kepesantrenan bagi para pembaca dan juga
bagi para penulis. Kami mengucapkan terima kasih pada bapak Muhammad kanzul
fikri ,SE,MEI. selaku dosen mata kuliah Kepesantrenan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagikan
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI...........................................................................................................................

KATA PENGANTAR.............................................................................................................

DAFTAR ISI............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.....

1.1Latar Belakang
1.2Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................

A. Pengertian kurikulum pesantren


B. Pengembangan kurikulum pesantren
C. Perogram Pendidikan dan kurikulum pesantren
D. Efaluasi kurikulum pesantren

BAB III PENUTUP..................................................................................................................

3.1 Kesimoulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pesantren sebagai lembaga pendidikan islam di Indonesia yang pada umumnya


menyelenggarakan berbagai satuan pendidikan , baik dalam bentuk sekolah maupun dalam
madrasah, juga seyogianya menjadikan prinsip pengembangan kurikulum yang bermuatan
nilai-nilai multicultural tersebut dalam kegiatan perencanaan, implementasi, dan evaluasi
kurikulumnya. Namun dalam praktknya, butir ini tidak mudah dilakukan oleh pesantren
terutama pesantren tradisional (salafiyah). Bagi pesanten tradisional, kegiatan perencanaan,
implementasi, dan evaluasi kurikulum merupakan kegiatan yang belum popular dikalangan
pengelola pesantren. Kegiatan pendidikan di pesantren tradisional pada umumnya merupakan
hasil improvisasi dari seorang kiai secara intuitif yang disesuaikan dengan perkembangan
pesantrennya. Dengan demikian, pengembangan kurikulum pesantren tradisional sangat
ditentukan oleh seorang kiai, sehingga nilai-nilai multikultural terutama nilai demokrasi dan
keadilan agaknya tidak ditemukan dalam pengembangan kurikulum pesantren tradisional.

1.2RUMUSAN M ASALAH
A. Apa pengertian kurikulum pesantren?
B. Bagaimana pengembangan kurikulum pesantren?
C. Apa program pendidikan dan kurikulum pesantren?
D. Bagaiman evaluasi kurikulum pesantren?
1.3 TUJUAN
A. Untuk mengetahui kurikulum pesantren
B. Untuk mengetahui pengembangan kurikulum pesantren
C.Untuk mengetahui program Pendidikan dan kurikulum pesantren
D.Untuk mengetahui evaluasi kurikulum pesantren
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian kurikulum pesantren


David Pratt mendefinisikan kurikulum sebagai an organized set or formal educational
and or training intention. Dari definisi tersebut dapat di pahami bahwa kurikulum pada
dasarnya merupakan seperangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga
pendidikan dalam mewujudkan tujuan yang diinginkan. Dengan demikian, kurikulum
melingkupi: tujuan, materi pelajaran, metode, dan evaluasi. Sebagai lembaga pendidikan,
pesantren juga telah memuat hal-hal tersebut.
Sebagaiman telah disebutkan sebelumnya, tujuan pendidikan pesantren adalah membentuk
kepribadian santri, memantapkan akhlak dan melengkapinya dengan ilmu pengetahuan .
materi pelajaran pesantren kebanyakan bersifat keagamaan yang bersumber pada kitab-kitab
klasik yang meliputi sejumlah bidang studi, antara lain : tauhid,tafsir, hadits, fiqih, ushul-
fiqih, tasawuf, bahasa Arab, ( nahwu, sharaf, balaqhah, tajwid), mantiq, dan akhlak.[1]
Studi-studi tentang pesantren tidak menyebut kurikulum yang baku dikalangan pesantren.
Hal ini dapat di pahami karena pesantren sesungguhnya merupakan lembaga pendidikan
islam di Indonesia yang bebas dan otonom. Dari segi kurikulum, pesantren selama ini diberi
kebebasan oleh Negara untuk menyusun dan melaksanakan kurikulum pendidikan secara
bebas dan merdeka. Namun demikian, jika dilihat dari studi-studi tentang pesantren diperoleh
bentuk-bentuk kurikulum yang ada di kalangan pesantren. Menurut Lukens Bull, secara
umum kurikulum pesantren dapat dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu:
(1) pendidikan agama,
(2) pengalaman dan pendidikan moral,
(3) sekolah dan pendidikan umum, serta
(4) keterampilan dan kursus.
Keempat bentuk kurikulum pesantren itu adalah:

a) Kurikulum berbentuk pendidikan agama islam. Dalam dunia pesantren, kegiatan belajar
pendidikan agama islam lazim disebut dengan ngaji atau pengajian. Kegiatan ngaji
dipesantren dalam praktiknya dapat dibedakan menjadi dua tingkatan. Tingkatan paling awal
ngaji sangatlah sederhana, yaitu santri belajar bagaimana cara membaca teks-teks Arab,
terutama sekali al-Qur’an. Tingkat berikutnya adalah para santri memilih kitab-kitab islam
klasik dan mempelajarinya di bawah bimbingan kiai. Adapun kitab-kitab yang dijadikan
bahan untuk ngaji meliputi bidang ilmu: fikih, akidah, atau tauhid, nahwu, sharaf, balaghah,
hadis, tasawuf, akhlak, dan ibadah-ibadah shalat, doa, dan wirid.
b) Kurikulum berbentuk pengalaman dan pendidikan moral. Pesantren menempatkan
pengalaman dan pendidikan moral sebagai salah satu kegiatan pendidikan penting di
pesantren. Kegiatan-kegiatan keagamaan yang paling ditekankan di pesantren adalah
kesalehan dan komitmen para santri terhadap lima rukun islam: syahadat (keimanan), shalat,
zakat, puasa, dan haji ke mekah bagi yang mampu. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan
dapat menumbuhkan kesadaran para santri untuk mengamalkan nilai-nilai moral yang
diajarkan pada saat ngaji. Adapun nilai-nilai moral yang ditekankan di pesanten adalah
persaudaraan islam, keiklasan, kesederhanaan. Dan kemandirian. Para santri mempelajari
moralitas saat mengaji dan kemudian diberi kesempatan untuk mempraktikkan. Dalam kaitan
ini, Lukens Bull menulis sebagai berikut:
“sebagai contoh, shalat lima kali sehari adalah kewajiban dalam islam, tetapi kadang belum
menekankan pada pentingnya berjama’ah. Bagaimanapun, berjama’ah dianggap sebagai cara
yang lebih baik dalam shalat dan pada umumnya diwajibkan dipesantren. Sebuah pesantren
yang tidak mewajibkan shalat berjama’ah dianggap bukan lagi pesantren yang sebenarnya.
Para kiai mengatakan bahwa praktik jama’ah ini mengajarkan persaudaraan dan
kebersamaan, yaitu nilai-nilai yang harus ditumbuhkan dalam masyarakat islam. Jika jama’ah
sekali dalam seminggu dalam shalat jum’at akan membentuk masyarakat yang solid, maka
berjama’ah tiap hari akan memperkuat tali persaudaraan.”
c) Kurikulum berbentuk sekolah dan pendidikan umum. Pesanten memperlakukan kurikulum
sekolah dengan mengacu kepada pendidikan nasional yang dikeluarkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional, sedangkan untuk kurikulum madrasah mengacu pada pendidikan agama
yang dikeluarkan oleh Departemen Agama. Jika dilihat dari rasio pendidikan umum dan
pendidikan agama yang termuat di dalamnya, maka dapat dikatakan bahwa kurikulum
sekolah cenderung sekuler. Dikatakan cenderung sekuler, karena dari keseluruhan total jam
pelajaran yang ada, kurikulum sekolah hanya memberikan 2 jam pelajaran agama untuk
setiap minggunya. Hal ini tentu berbeda dengan kurikulum madrasah yang memuat 70%
untuk pendidikan agama dan 30% sisanya untuk pendidikan umum. Karena itu, kurikulum
madrasah dapat dikatakan sebagai kurikulum yang memadukan antara yang sekuler dan yang
agamis.
d) Kurikulum berbentuk keterampilan dan kursus. Pesantren memperlakukan kurikulum yang
berbentuk ketrampilan dan kursussecara terencana dan terprogram melalui kegiatan
ektrakurikuler. Adapun kursus yang popular dikalangan pesantren adalah bahasa inggris,
komputer, setir mobil, reparasi sepeda motor dan mobil, jahit-menjahit, kewirausahaan,
pengelasan, dan pertanian. Kurikulum ini diberlakukan di pesantren Karena dua alas an yaitu:
alas an politis dan promosi. Dari segi politis, pesantren yang memberikan pendidikan
keterampilan dan kursus kepada para santrinya berarti merespons seruan pemerintah untuk
peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM). Hal ini berarti hubungan pesantren
dengan pemerintah cukup harmonis. Sementara itu, dari segi promosi terjadi peningkatan
jumlah calon santri yang memilih pesantren-pesantren modern dan terpadu, dengan alas an
karena ada pendidikan ketrampilan dan kursus bagi para santrinya dengan cepat akan menjadi
tidak terkenal. Hal ini dapat dipahami karena kecenderungan masyarakat berharap agar
produk akhir dari pesantren adalah para alumni yang pandai ilmu agama, bermoral, dan
memiliki skill untuk masa depan mereka.[2]

B. Pengembangan kurikulum pesantren


Salah satu dasar pengembangan kurikulum pesantren adalah visi dan misi yang di
milikinya. Adapun visi yang dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulumnya adalah:
“terwujudnya insan yang memiliki keseimbangan spiritual, intelektual dan moral menuju
generasi ulul albab yang berkomitmen tinggi terhadap kemajuan umat dengan berlandaskan
al-Qur’an dan al-Sunnah”. Visi tersebut diperkuat dengan kittah yang mencakup 5 (lima)
macam. Yaitu: (1) memotivasi santri agar islam selalu mampu memberikan jawaban secara
handal terhadap tantangan kehidupan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan
masyarakatnya, (2) memaduakn secara harmonis tradisi pesantren dengan sistem pendidikan
persekolahan mutakhir, (3) mengubah citra negative terhadap pondok pesantren, (4)
menjadiakn pesantren sebagai lembaga yang memiliki kredibilitas dalam bidang pendidikan
islam, (5) menjadikan pesantren sebagai pusat pendidikan perdamaian dengan pemerintah,
umat islam, masyarakat luas, dan pemeluk non-islam.
Untuk mencapai visi tersebut pesantren merumuskan secara detail yaitu terdiri dari lima
macam yaitu:
1. Menyelenggarakan proses pendidikan islam yang berorientasi pada mutu, berdaya saing
tinggi, dan berbasis pada sikap spiritual, intelektual, dan moral.
2. Mengembangkan pola kerja pondok pesantren dengan berbasis pada manajemen
professional yang islami.
3. Menciptakan suasana kehidupan yang tertib, aman, dan damai serta penuh keteladanan.
4. Meningkatkan citra positif lembaga pendidikan pondok pesantren yang berwawasan sains
dan teknologi informasi serta berbudaya islam.
5. Meenyelenggarakan usaha-usaha kaderisasi untuk kemajuan umat menuju masyarakat
madani.
Misi yang memuat lima poin di atas dijadikan dasar untuk merumuskan tujuan pesantren
adalah:
(1) membentuk kader-kader ulul albab yang ikut aktif dalam usaha amar ma’ruf nahy
munkar.
(2) mengembangkan sikap hidup modern berdasar al-Qur’an dan al-Sunnah al-Magbulah
dalam keiklasan, kedisiplinan, ketertiban, kebersihan, kedamaian, dan keteladanan, serta
(3) menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi lebih jauh,

seiring dengan tuntutan zaman dan laju perkembangan masyarakat, pesantren yang pada
dasarnya didirikan untuk kepentingan moral, pada akhirnya harus berusaha memenuhi
tuntutan masyarakat dan tuntutan zaman. Orientasi pendidikan pesantren perlu diperluas,
sehingga menuntut dilakukannya pembaharuan kurikulum yang berorientasi kepada
kebutuhan zaman dan pembangunan bangsa. Oleh karena itu pesantren melakukan sejumlah
akomodasi dan penyesuaian yang tidak hanya akan mendukung kelangsungan hidup
pesantren itu sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi para santri, seperti sistem penjenjangan
kurikulum yang lebih jelas dan sistem klasikal.
Sifat adaptif sebagaimana tersebut di atas adalah sifat dasar kurikulum yang diperlukan
untuk mengantisipasi tuntutan dan perkembangan zaman. Paling tidak terdapat tiga dasar
keyakinan yang kondusif untuk dijadikan sebagai landasan akan pentingnya memperhatikan
sikap adaptif kurikulum terhadap suatu perubahan yang terjadi yaitu: Pertama, perubahan
yang terjadi bersifat positif; Kedua, perubahan yang terjadi dilingkungan sekolah sifatnya
cenderung menetap (terus menerus); Ketiga, perlunya usaha untuk menyempurnakan
rencana-rencana yang disusun oleh sekolah atau guru karena terjadinya proses adopsi
terhadap suatu pembaharuan atau inovasi.

C. Program Pendidikan dan Kurikulum Pesantren


Pendidikan pondok pesantren merupakan usaha sistematis untuk mengembangkan potensi
spiritualitas dan ta’abbudiyah santri dalam rangka mewujudkan profil santri yang memiliki
akhlak mulia (akhlaq karimah). Untuk pentingan ini, pendidikan pondok diselenggarakan
dalam 3 bentuk kegiatan, yaitu: kegiatan kurikuler, kegiatan kokurikuler, dan kegiatan ekstra-
kurikuler.
Kegiatan kurikuler ditekankan pada aspek kognitif karena diselenggarakan melalui model
kurikulum persekolahan, ko-kurikuler pada aspek afektif karena diselenggarakan melalui
model pengalaman hidup, dan ekstra-kurikuler pada pesikomotorik karena diselenggarakan
melalui model pendidikan keterampilan.
Adapun kegiatan ko-kurikuler pondok dimaksudkan sebagai suatu kegiatan pendidikan
yang mendukung kegiatan kurikuler. Kegiatan ini diselenggarakan pada waktu pagi dan
malam hari. Sebagaimana kegiatan kurikuler, untuk kegiatan ko-kurikuler juga diberikan
dalam bentuk mata pelajaran seperti: (1) Qira’at al-Qur’an, (2) al-Muhadarah, (3) Tazwid wa
Tasyji’ al-Lughah, (4) al-Muhadathah, (5) Qira’at al-Kitab.
Perlu ditambahkan bahwa mata pelajaran al-muhadarah merupakan mata pelajaran yang
bertujuan untuk melatih santri agar terampil berpidato
baik dalam bahasa Indonesia, arab, maupun Inggris, adapun mata pelajaran Tazwid wa Tasji’
al-Lughah merupakan mata pelajaran yang secara khusus membekali santri memiliki
keterampilan berbahasa Arab maupun Inggris. Sedangkan mata pelajaran Qira’at al-kitab
adalah mata pelajaran yang diberikan kepada santri untuk membekali keterampilan membaca
kitab-kitab islam klasik, yang lazim dikenal dengan kitab kuning.
Shalat jama’ah di masjid untuk waktu-waktu shalat wajib juga sebagai sarana pendidikan
dan pembelajaran di pesantren, dalam kegiatan shalat berjama’ah terdapat beberapa
pendidikan berharga bagi para santri, seperti kedisiplinan, ketertiban, dan kebersamaan.
Dalam berjama’ah kiai membuat peraturan kepada santri yang dikenal sebagai TIBSAR (tata
tertib dasar santri), dalam peraturan tersebut terdapat bagian yang mengatur tentang ibadah
santri, yang meliputi lima macam, kelima peraturan tersebut adalah: (1) santri diwajibkan
shalat lima waktu berjama’ah tepat pada waktu dan tempat yang telah di tentukan, (2) santri
ditekankan telah berada di dalam masjid sebelum adzan di kemandangkan, (3) santri
diwajibkan berdzikir setiap selesai shalat fardhu, (4) santri ditekankan mendirikan shalat
sunnat sesuai dengan syari’at, dan (5) santri wajib mendirikan shalat tarawih pada bulan
Ramadhan dengan berjama’ah ditempat yang telah di tentukan.
Bentuk pendidikan pondok yang terakhir adalah kegiatan ekstra-kurikuler, yaitu kegiatan
pendidikan yang berusaha untuk mengembangkan potensi bakat dan minat para santri, baik
dalam bidang olahraga, keterampilan, maupun seni. Kegiatan ektra-kurikuler yang berbentuk
klub-klub kegiatan ini diselenggarakan pada waktu sore dan jum’at pagi. Adapun yang
termasuk bidang olahraga adalah: bela diri, sepak bola, renang, bulu tangkis, sepak takrau,
dan bola voli. Sedangkan yang termasuk bidang keterampilan adalah: tulis indah kaligrafi
(khat), menjahit dan merakit komputer. Terakhir, yang termasuk bidang seni adalah nasyid,
rebana, akustik, teater atau drama. Bagi para santi, kegiatan ekstra kurikuler ini dapat dipilih
secara bebas sesuai dengan minat dan kecenderungan masing-masing santri. Dalam
praktiknya, setiap bidang bakat dan minat di atas difasilitasi oleh seorang ustadz, guru atau
pelatih. Selain menyediakan ustadz, guru atau pelatih juga menyediakan fasilitas-fasilitas
yang diperlukan seperti tempat dan berbagai jenis peralatan. Untuk bidang olahraga, tempat
kegiatan dipusatkan di lapangan, GOR, dan tempat-tempat terbuka lainnya seperti di sekitar
masjid dan halaman pesantren. Sementara itu, untuk bidang keterampilan dan kesenian
mengambil tempat di ruang keterampilan dan ruang-ruang kelas yang ditunjuk. Dari segi
tempat, ada pemisahan antara santri putra dan putrid.
Dengan pendidikan pondok sebagaimana yang di deskripsikan di atas, output yang
diharapkan adalah
(1) santri mampu menghafal al-Qur’an sekurang-kurangnya 3 jus, yaitu 1,2, dan 30,
(2) santri mampu membaca al-Qur’an dengan tartil,
(3) santri mampu menjadi imam dan khatib,
(4) santri mampu berkomunikasi dalam bahasa Arab atau bahasa Inggris,
(5) santri mampu membuat teks pidato minimal dalam dua bahasa: Arab dan Inggris,
(6) santri memiliki badan sehat, jiwa mandiri, ikhlas, sederhana, dan ukhuwwah islamiyah
serta kepemimpinan
(7) santri memiliki aqidah salimah, akhlaq karimah, dan ibadah sahihah,
(8) santri menguasai dasar-dasar ilmu sosial dan alam, dan
(9) santri memiliki dasar-dasar aplikasi komputer.[5]

D. Evaluasi Kurikulum Pesantren


Evaluasi kurikulum pondok dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan
pendidikan dan profil santri. Selain itu, evaluasi kurikulum pondok juga dimaksudkan untuk
memperbaiki bagian-bagian yang memerlukan perbaikan. Kegiatan evaluasi kurikulum
pondok ini dikoordinasikan oleh bagian kurikulum dan sekretariat pondok. Bagian kurikulum
bertugas mengumpulkan dan mengkaji laporan dan masukan yang diberikan oleh para
pengasuh, para santri, dan para orang tua santri. Secretariat pondok bertugas memfasilitasi
pembahasan tentang laporan dan masukan yang telah dikaji oleh bagian kurikulum.
Dalam hal evaluasi, keberhasilan, keberhasilan belajar dipesantren ditentukan oleh
penampilan kemampuan mengajarkan kitab kepada orang lain. Artinya jika audiennya puas,
berarti santri tersebut telah lulus, sehingga legitimasi kelulusannya adalah restu kiai. Bentuk
sisitem evaluasi lainnya adalah selesainya pengajian suatu kitab di pesantren dalam waktu
tertentu, lalu di berikan ijazah yang bentuknya adalah santri harus siap membaca kitab
sewaktu-waktu kiai memanggilnya untuk membaca kitab tersebut. Dalam hal ini biasanya
santri yang cerdas akan di minta kiai sebagai pengantinya ( badal).
Selain dua bentuk evaluasi diatas, sisitem evaluasi pesantren lebih ditekankan pada
kemampuan santri dalam mentransformasikan nilai ajaran agama melalui ilmu dari pesantren
di masyarakat. Hal ini akan memungkinkan adanya evaluasi diri ( self evaluation) sehingga
memungkinkan penilaian obyektif dengan cara santri menggukur sendiri prestasi belajar. Dari
gambaran diatas, dapat diketahui bahwa sistem evaluasi di pesantren belum dilakukan secara
formal.
Selain unsur-unsur yang telah disebutkan diatas, yaitu asrama santri (pondok dan masjid).
Pondok merupakan unsure penting karena fungsinya sebagai tempat tinggal atau asrama
santri, sekaligus untuk membedakan apakah lembaga tersebut layak dinamakan pesantren
atau tidak. Menginggat,terkadang sebuah masjid atau bahkan mushola, setiap saat rame
dikunjungi oleh kalangan mereka yang bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu agama,
akan tetapi tempat tersebut tidak dikenal sebagai pesantren lantaran tidak memiliki bangunan
pondok atau asrama santri.
Bangunan pada setiap pondok pesantren berbeda-beda, baik kualitas maupun
kelengkapanya. Ada yang didirikan atas biaya kiai, kegotong-royongan para santri,
sumbangan warga masyarakat, dan sumbangan dari pemerintah. Tetapi dalam tradisi
pesantren yang umum, yaitu kiai yang memimpin pesantren biasanya mempunyai
kewenangan dan kekuasaan mutlak atas pembangunan dan pengelolahan pondok.
Sistem pondok ini bukan saja merupakan elemen penting dari tradisi pesantren, tetapi
juga menopang utama untuk dapat terus berkembang. Meskipun keadaan pondok sangat
sederhana dan penuh sesak, santri yang berasal dari pedesaan dan baru pertama kali
meninggalkan desanya untuk melanjutkan pelajaran di suatu wilayah yang baru itu tidak
perlu mengalami kesukaran dalam tempat tinggal atau penyesuaian diri dengan lingkungan
sosial yang baru.[6]
Di samping pondok, pesantren juga mempunyai masjid . seorang kyai yang ingin
mengembangkan sebuah pesantren biasanya perama-tama akan mendirikan masjid di dekat
rumahnya. Langkah ini biasanya di ambil atas perintah gurunya yang telah menilai bahwa ia
akan sanggup memimpin sebuah pesantren. Karena itu, kedudukan masjid sebagai pusat
pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem
pendidikan islam tradisional.
Dalam sistem pesantren, masjid merupakan unsure dasar yang harus dimiliki karena ia
merupakan tempat utama yang ideal untuk mendidik dan melatih para santri, khususnya
dalam melaksanakan tata cara ibadah, pengajaran kitab-kitab islam klasik, dan kegiatan
masyarakat. Masjid pesantren biasanya dibangun dekat kediaman kyai dan berada di tengah-
tengah komplek pesantren.
Masjid disamping berfungsi sebagai tempat ritual juga berfungsi sebagai tempat
pembelajaran. Sebelum adanya madrasah di pesantren, masjid adalah tempat pembelajaran
umum. Bahkan masjid berfungsi juga sebagai tempat diskusi dan musyawarah antara kyai
dan santri.[7]

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
kurikulum pada dasarnya merupakan seperangkat perencanaan dan media untuk
mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan yang diinginkan. Dengan
demikian, kurikulum melingkupi: tujuan, materi pelajaran, metode, dan evaluasi. Sebagai
lembaga pendidikan, pesantren juga telah memuat hal-hal tersebut.
seiring dengan tuntutan zaman dan laju perkembangan masyarakat, pesantren yang pada
dasarnya didirikan untuk kepentingan moral, pada akhirnya harus berusaha memenuhi
tuntutan masyarakat dan tuntutan zaman. Orientasi pendidikan pesantren perlu diperluas,
sehingga menuntut dilakukannya pembaharuan kurikulum yang berorientasi kepada
kebutuhan zaman dan pembangunan bangsa. Oleh karena itu pesantren melakukan sejumlah
akomodasi dan penyesuaian yang tidak hanya akan mendukung kelangsungan hidup
pesantren itu sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi para santri, seperti sistem penjenjangan
kurikulum yang lebih jelas dan sistem klasikal.
Sifat adaptif sebagaimana tersebut di atas adalah sifat dasar kurikulum yang diperlukan
untuk mengantisipasi tuntutan dan perkembangan zaman. Paling tidak terdapat tiga dasar
keyakinan yang kondusif untuk dijadikan sebagai landasan akan pentingnya memperhatikan
sikap adaptif kurikulum terhadap suatu perubahan yang terjadi yaitu: Pertama, perubahan
yang terjadi bersifat positif; Kedua, perubahan yang terjadi dilingkungan sekolah sifatnya
cenderung menetap (terus menerus); Ketiga, perlunya usaha untuk menyempurnakan
rencana-rencana yang disusun oleh sekolah atau guru karena terjadinya proses adopsi
terhadap suatu pembaharuan atau inovasi.

Pendidikan pondok pesantren merupakan usaha sistematis untuk mengembangkan potensi


spiritualitas dan ta’abbudiyah santri dalam rangka mewujudkan profil santri yang memiliki
akhlak mulia (akhlaq karimah). Untuk pentingan ini, pendidikan pondok diselenggarakan
dalam 3 bentuk kegiatan, yaitu: kegiatan kurikuler, kegiatan kokurikuler, dan kegiatan ekstra-
kurikuler.
Dalam hal evaluasi, keberhasilan, keberhasilan belajar dipesantren ditentukan oleh
penampilan kemampuan mengajarkan kitab kepada orang lain. Artinya jika audiennya puas,
berarti santri tersebut telah lulus, sehingga legitimasi kelulusannya adalah restu kiai. Bentuk
sisitem evaluasi lainnya adalah selesainya pengajian suatu kitab di pesantren dalam waktu
tertentu, lalu di berikan ijazah yang bentuknya adalah santri harus siap membaca kitab
sewaktu-waktu kiai memanggilnya untuk membaca kitab tersebut. Dalam hal ini biasanya
santri yang cerdas akan di minta kiai sebagai pengantinya ( badal).

3.2 SARAN
Demikian makalah ini yang dapat penulis buat. Penulis menyadari dalam
pembuatannya masih jauh dari kata sempurna, karena masih banyak kekurangan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah penulis
selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aly, Abdullah. Pendidikan Islam Multikultural Di Pesantren. Yogyakarta: Pustaka


Belajar. 2011
Muthohar, Ahmad. Ideologi Pendidikan Pesantren. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
2007
http://makalahtentang.wordpress.com/2011/04/18/pengembangan-kurikulum-di-
pesantren/

Anda mungkin juga menyukai