Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN Masa depan bangsa tertelak dalam tangan generasi muda.

Mutu bangsa ini di kemudian hari bergantung pada pendidikan yang dikecap oleh anak-anak sekarang, terutama melalui pendidikan formal di sekolah. Apa yang akan dicapai sekolah, ditentukan oleh kurikulum sekolah itu. Maka dapat dipahami bahwa kurikulum merupakan elemen yang penting dalam proses pendidikan. Kurikulum senantiasa diperbaharui, dievaluasi dan dikembangkan. Kurikulum sejak mulanya hingga saat ini telah banyak mengalami perubahan pemahaman. Oleh karena itu dalam pembahasan berikutnya akan kita ketahui hakikat kurikulum dan analisis filosofis tentang kurikulum pendidikan Islam.

PEMBAHASAN ANALISIS FILOSOFIS TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM A. Pengertian Kurikulum Istilah kuriulum berasal dari bahasa latin curriculum, semula berarti a running course, a race course, especially a chariot race course, dan terdapat pula dalam bahasa Perancis courier yang artinya to run, berlari.1 Sedangkan dalam kamus Webster tahun 1856 curriculum memiliki arti a race course, a place for running, a chariot, a course in general; applied particulary to the course of study in a university. Jadi dengan kurukulum dimaksud suatu jarak yang harus ditempuh oleh si pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. Kurikulum juga berarti semacam kereta pacu pada zaman dahulu, yakni suatu alat yang membawa seseorang dari start sampai finish.2 Dalam kamus Webster tahun 1955, kurikulum diberi arti 1. a course esp. a specified fixed course of study, as in a school or college, as one leading to a degree . 2. The whole body courses offered in an educational institution, or department there of, the usual sense. Di sini kurikulum khusus digunakan dalam pendidikan dan pengajaran, yakni sejumlah mata pelajaran di sekolah atau di perguruan tinggi yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat. Kurikulum juga berarti keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh sutau lembaga pendidikan.3 Seperti halnya dengan istilah-istilah lain yang banyak digunakan, kurikulum juga mengalami perkembangan dan tafsiran yang berbagai ragam. Secara tradisional kurikulum diartikan sebagai kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan atau dipelajari siswa di sekolah.4 Dalam perkembangan kurikulum sebagai suatu kegiatan

Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2007. h.

131 S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 2003. h. 1-2 Ibid, h. 2 lihat juga Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam , Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. h. 53 4 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek , Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002. h. 4
3 2

pendidikan, timbul berbagai defenisi lain. Ini menentukan hal-hal yang termasuk ke dalam ruang lingkupnya. Saylor dan Alexander merumuskan kurikulum sebagai the total effort of the school situations, yaitu segala usaha sekolah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selain itu, kurikulum tidak hanya mengenai situasi di dalam sekolah tetapi juga di luar sekolah.5 Pengertian di atas menunjukkan kurikulum dalam pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern ialah semua yang secara nyata dari sesuatu yang actual, yang nyata, yaitu yang actual terjadi di sekolah dalam proses belajar. Di dalam pendidikan, kegiatan yang dilakukan siswa dapat memberikan pengalaman belajar, atau dapat dianggap sebagai pengalaman belajar, seperti berkebun, pramuka, dan lain sebagainya. Pandangan modern berpendapat bahwa semua pengalaman belajar itulah kurikulum. Ada banyak defenisi lain tentang kurikulum oleh para ahli. Namun, yang jelas adalah tiap orang yang akan mengembangkan kurikulum harus lebih dahulu menentukan apa tafsirannya tentang kurikulum. Tafsiran itu erat hubungannya dengan persiapanya tentang tujuan pendidikan, hakikat manusia, dan masyarakat yang bertalian erat dengan falsafah seseorang. B. Komponen-Komponen Kurikulum Hilda Taba mengelompokkan isi kurikulum menjadi empat, yaitu tujuan, isi, pola belajar-mengajar, dan evaluasi. Maka, apabila orang ingin membuat kurikulum, perhatiannya tertuju pada empat pernyataan: 1. Apa tujuan pengajaran? Di sini pengajaran diartikan dalam pengertian yang luas (inti pengalaman sekolah ialah belajar). 2. Pengalaman belajar apa yang disiapkan untuk mencapai tujuan? 3. Bagaimana menentukan bahwa tujuan telah tercapai? Jika demikian, kurikulum penting sekali dalam pendidikan karena tujuantujuan hidup yang kita yakini kebenarannya dapat dicapai melalui suatu perencanaan
5

Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Op. Cit., h. 131

kurikulum. Demikian juga dalam mengukur pencapaian tujuan-tujuan kita, bila tujuan kita melenceng dalam pencapaiannya, maka kita harus segera merevisi kurikulum yang ditempuh. Dalam pengertian ini kurikulum adalah alat atau jalan untuk mencapai tujuan. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa suatu kurikulum mengandung atau terdiri atas komponen-komponen: 1. Tujuan 2. Isi 3. Metode atau proses belajar mengajar 4. Evaluasi Setiap komponen dalam kurikulum di atas sebenarnya saling berkaitan, bahkan masing-masing merupakan bagian integral dari kurikulum tersebut. Komponen tujuan mengarah atau menunjukkan sesuatu yang hendak dituju dalam proses belajar mengajar. Kemudian komponen isi menunjukkan materi proses belajar mengajar. Materi atau isi harus relevan dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Komponen proses belajar mengajar mempertimbangkan kegiatan anak san guru dalam proses belajar mengajar. Mutu proses itu akan banyak ditentukan oleh kemampuan guru dalam menguasai dan mengaplikasikan teori-teori keilmuan, yaitu teori psikologi pengajaran, metodologi mengajar, penggunaan media pembelajaran, dan lain sebagainya. Proses ini sering disebut metode mencapai tujuan. Komponen keempat yaitu evaluasi, adalah kegiatan berupa penilaian untuk mengetahui berapa persen tujuan dapat tercapai. C. Analisis Kurikulum Pendidikan Islam Berdasarkan konsep kurikulum di atas, kita dapat menganalisis tokoh pendidikan Islam sepanjang sejarah tentang kkurikulum. Wahyu yang pertama turun dan diterima oleh Nabi Muhammad saw. ialah surat al-alaq ayat 1-5. Kemudian disusul oleh yang berikutnya dalam surat al-Muzammil.

Menurut Mahmud Yunus, dapat diambil pengertian bahwa dalam pendidikan Islam ada tiga aspek kepribadian manusia yang harus dibina atau dididik, yaitu:6 1. Aspek jasmani 2. Aspek akal 3. Aspek rohani Pada zaman Nabi Muhammad saw. mesjid menjadi pusat pendidikan Islam yang pertama. Nabi mengajarkan pokok-pokok ajaran Islam, yakni iman, shalat, dan akhlak, sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat pada masa itu. Namun seiring perkembangannya Nabi juga mengajarkan politik dan ekonomi. Pada masa khulafarrasyidin pendidikan berkembang kearah al-Quran dan tafsirnya, pengumpulan hadis dan masalah-masalah fikih. Kemudian pada masa kejayaan kerajaan-kerajaan besar Islam ilmu pengetahuan dan tempat-tempat pelaksanaan pendidikan berkembang pesat. Pada umumnya pendidikan pada saat itu telah memperhatikan semua aspek kepribadian manusia. Adapun menurut salah satu tokoh pendidikan Islam yang kontemporer saat ini yaitu Ali Ashraf, sebelum ia membicarakan kurikulum, terlebih dahulu mendefenisikan apa itu pendidikan dan tujuan pendidikan menurut Islam. Pendidikan meurut pendapatnya adalah aktivitas sengaja dilakukan untuk mengembangkan individu secara penuh. Pendidikan, karena itu, harus melatih kepekaan murid sedemikian rupa sehingga perilaku mereka dalam kehidupan diatur oleh nilai-nilai Islam yang sangat dalam dirasakan. Mereka menjadi terlatih dan secara mental sangat berdisiplin sehingga mereka ingin memiliki pengetahuan bukan saja untuk memuaskan rasa ingin tahu intelektual atau hanya untuk tujuan kebendaan yang bersifat duniawi, melainkan juga untuk tumbuh sebagai
6

Ahmad Tafsir, Op. Cit., h. 56

makhluk yang rasional, berbudi, dan menghasilkan kesejahteraan spiritual dan fisik bagi keluarga, masyarakat dan umat manusia.7 Sikap itu berasal dari keyakinan kepada Tuhan yang begitu dalam, yang lahir dalam bentuk menerima semua aturan Tuhan. Manusia muslim seperti itu bukanlah semata-mata makhluk jasmani dalam alam, melainkan juga makhluk spiritual, memiliki kekuasaan tak terbatas dalam mengontrol dan mengatur alam berdasarkan otoritas Tuhan. Untuk itu, manusia harus memiliki pengetahuan tentang sifatnya sendiri, sifat Tuhan, dan watak alam semesta. Dengan memahami itu interelasinya, ia akan memutuskan peran dan fungsi dirinya. Berdasarkan hal tersebut, maka wajar manusia menjadi khalifah Allah di muka bumi karena nilai-niai yang dimiliknya adalah nilai-nilai Tuhan. Untuk menyadari otoritas itu dalam kehidupan aktualnya, manusia harus memiliki kebijaksanaan. Pendidikan adalah proses membantu manusia untuk memiliki kebijaksanaan tersebut. Oleh karena itu, pendidikan merupakan proses komprehensif yang harus melatih kemampuan hati (emosional), akal (intelektual), dan jasmani (sensual). Untuk memudahkan tujuan itu tercapai, perlu adanya kurikulum. Kurikulum itu harus berdasarkan klasifikasi pengetahuan yang baru, yaitu, pertama, pengetahuan abadi yang berasal dari al-Quran dan hadis, yang kedua pengetahuan yang dipelajari, pengetahuan ini rentan terhadap perubahan (tidak abadi). Kurikulum harus di desain agar mampu mengahasilkan muslim yang mampu menjadi khalifah tersebut. Pertimbangan dasar dalam mendesain kurikulum seperti itu adalah: pertama, pengembangan pendekatan keagamaan ke dan melalui semua mata pelajaran dan kegiatan. Kedua, kurikulum harus disusun
7

Ibid, h. 69

sesuai dengan taraf perkembangan kemampuan pelajar. Ketiga, kurikulum harus disusun berdasarkan prinsip berkesinambungan. D. Prinsip-Prinsip Kurikulum Salah satu komponen pendidikan sebagai suatu sistem adalah materi. Materi pendidikan adalah semua bahan pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik dalam suatu system institusional pendidikan. Materi pendidikan ini lebih dikenal dengan istilah kurikulum. Sedangkan kurikulum menunjuk pada materi yang seblumnya telah disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam dan dasar-dasar dan sumber yang menjadi tumpuan kurikulum adalah sebagai berikut:8 1. Prinsip Pertama Prinsip pertama adalah pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran-ajaran dan nilai-nilainya. Maka setiap yang berkaitan dengan kurikulum, termasuk falsafah, tujuan-tujuan, kandungan-kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan, dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam lemabaga-lembaga pendidikan harus berdasar pada agama dan akhlak Islam, harus terisi dengan jiwa agama Islam, keutamaan-keutamaan, cita-citanya yang tinggi, dan bertujuan untuk membina pribadi yang mukmin, kemauan yang baik, dan hati murni yang selalu waspada. Prinsip ini wajib dipelihara bukan hanya pada ilmu-ilmu akal, fisik, professional dan segala macam kegiatan dan pengalaman, sebab semuanya harus berjalan dalam rangka agama dan akhlak dan berusaha untuk mencapai tujuan-tujuan spiritual dan akhlak. 2. Prinsip Kedua

Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979. h. 519

Prinsip kedua adalah prinsip menyelluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum. Kalu tujuan-tujuannya harus meliputi segala aspek pribadi pelajar, maka kandungan-kandungannya harus juga meliputi segala yang berguna untuk membina pribadi pelajar yang berpadu dan membina akidah, akal, jasmaninya, begitu juga yang bermanfaat bagi masyarakat dalam perkembangan spiritual, kebudayaan, social, ekonomi dan politik, termasukilmu-ilmu agama, bahasa, kemanusiaan, fisik, praktis, profesional, seni ruupa, dan lain-lain. 3. Prinsip Ketiga Prinsip ketiga adalah keseimbangan yang relative antara tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum. Kalau ia memberi perhatian besar pada pengembangan aspek spiritual dan ilmu-ilmu syariat, maka aspek spiritual tidak boleh melampaui aspek penting lain dalam kehidupan, juga tidak boleh melampaui ilmu, seni dan kegiatan yang harus diadakan individu dan masyarakat. Ini karena agama Islam yang menjadisumber kurikulum dalam menciptakan falsafah dan tujuannya menekankan pada kepentingan dunia akhirat, serta mengakui pentingnya jasmani, akal dan jiwa dan kebutuhan tiap segi ini. Oleh sebab itu, kaum muslim harus memilih jalan tengah, keseimbangan dan kesederhanaan dalam segala sesuatu. 4. Prinsip Keempat Prinsip keempat berkaitan dengan bakat, minat kemampuan, dan kebutuhan pelajar, begitu juga dengan alam sekitar fisik dan social tempat pelajar itu hidup dan berinteraksi untuk memperoleh pengetahuan, kemahiran pengalaman dan sikapnya. Dengan memelihara prinsip ini, kurikulum akan lebih memenuhi kebutuhannya dan lebih sejalan dengan suasana alam sekitar dan kebutuhan masyarakat. 5. Prinsip Kelima Prinsip kelima adalah pemeliharaan perbedaan individual antara pelajar dalam bakat, minat, kemampuan, kebutuhan dan masalahnya, dan juga pemeliharaan perbedaan dan kelainan di antara alam sekitar dan masyarakat. Pemeliharaan

ini dapat menambah keseuaian kurikulum dengan kebutuhan pelajar dan masyarakat serta menambahkan fungsi dan gunanya. 6. Prinsip Keenam Prinsip keenam adalah prinsip perkembangan dan perubahan Islam yang menjadi sumber pengambilan falsafah, prinsip, dasar kurikulum. Metode mengajar pendidikan Islam mencela sifat meniru (taklid) secara membabi buta ataupun bertahan pada sesuatu yang kuno yang diwarisi dan mengikutinya tanpa selidik. 7. Prinsip Ketujuh Prinsip ketujuh adalah prinsip pertautan antara mata pelajaran, pengalaman dan aktiva yang terkandung dalam kurikulum. Begitu juga dengan pertautan antara kandungan kurikulum dan kebutuhan murid, kebutuhan masyarakat, tuntutan zaman tempat pelajar berada. Begitu juga dengan perkembangan yang logis yang tidak melupakan kebutuhan, bakat dan minat murid.

PENUTUP Kesimpulan Pada hakikatnya kurikulum pendidikan Islam ialah kurikulum yang disusun berdasarkan tidak hanya agama, tetapi juga berdasarkan pada aspek-aspek kebutuhan anak didik dan masyarakat. Masing-masing bagian ini tidak dapat dipisahkan dalam kurikulum. Kurikulum merupakan suatu cara yang harus ditempuh atau alat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pendidikan Islam, tujuan pendidikannya adalah mengembangkan potensi yang dimiliki manusia dalam rangka mengabdi kepada Allah dan menjadi khalifah di muka bumi. Untuk mencapai tujuan itu, perlu adanya kurikulum dalam proses pendidikannya.

DAFTAR PUSTAKA Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2007. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979. S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

ANALISIS FILOSOFIS KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM


Disusun untuk dipresentasikan dalam seminar kelas pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam pada Program Pascasarjana UIN SUSKA RIAU

Oleh: ISNAINI SEPTEMIARTI NIM: 0804 S2 780

Dosen Pembimbing Dr. HIDAYAT SYAH, M.A

KOSENTRASI PENDIDIKAN ISLAM PROGRAM PASCASARJANA (S2) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 2009
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis ucapan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya kepada kita semua. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dan dipresentasikan dalam seminar kelas pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam di Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Makalah ini membahas tentang Analisis Filosofis Kurikulum Pendidikan Islam. Pembahasan ini memuat pengertian kurikulum, komponen kurikulum, analisis kurikulum Pendidikan Islam, dan prinsip-prinsip kurikulum pendidikan Islam. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, sebagai penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang tekait. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, terutama kepada Dosen Pembimbing Dr. Hidayat Syah, M.Ag

Pekanbaru, April 2009

Penulis

Anda mungkin juga menyukai