ABSTRAK
Eksistensi pesantren beserta perangkatnya yang ada adalah sebagai lembaga
pendidikan dan da'wah serta lembaga kemasyarakatan yang telah banyak memberikan
warna di daerah pedesaan. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, pesantren dengan
potensi yang dimilikinya dapat berbuat lebih banyak untuk memberikan arahan dalam
kerja rintisan dan usaha-usaha perubahan dan pembaharuan kependidikan serta
pelayanan yang tengah dan akan berlangsung. Pesantren sebagai lembaga pendidikan
Islam memiliki peranan strategis dalam membina akhlak atau moral bangsa dan negara.
Karena pendidikan akhlak merupakan jiwa dari pendidikan Islam itu sendiri, dan untuk
mencapai akhlak yang sempurna juga merupakan tujuan sebenarnya dari pendidikan.
Tetapi ini tidak berarti bahwa kita tidak mementingkan pendidikan jasmani atau akal
dan ilmu-ilmu lainnya.
Pembinaan akhlak santri di Pondok Pesantren Nurul Ma’ad Landasan
Ulin Banjarbaru adalah; 1) Membiasakan santri untuk mengerjakan hal-hal
terpuji. Metode ini diterapkan agar santri dapat membedakan antara yang benar
(haq) dan yang salah (bathil). Penerapan metode ini dapat berupa: membiasakan
santri disiplin dalam segala kegiatan, dan membiasakan santri untuk hidup
sederhana dan bersahaja. 2) Memberikan nasehat dan pengarahan pada santri.
Metode ini diterapkan agar santri dapat mengontrol prilaku sosial dan
peribadatannya, seperti: menasehati santri tentang keimanan, konsisten
menjalankan agama, ikhlas dalam bekerja, dan lain sebagainya. 3) Memberikan
suri-tauladan yang baik, metode ini diberikan dalam bentuk prilaku terpuji kyai
atau asatidz sehari-hari, baik didepan maupun dibelakang santri. 4) Menjaga
santri dari perbutan tercela, metode ini diterapkan dengan menciptakan
lingkungan pesantren yang serba mendidik.
PENDAHULUAN
LANDASAN TEORI
1
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta : LP3ES:1982) hal 16-28
2
Undang-undang RI No. 20 Th. 2003 Sistem Pendidikan Nasional Bandung : SISDIKNAS 2003
h. 7
3
3
Hidayat, Pembinaan Generasi Muda, Surabaya: Study Group, 1978, h. 26
4
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta, PT. Remaja Grafindo Persada 1996 h. 156-157
5
Zakiah Daradjat, Ilmu JIwa Agama, Jakarta, Bulan Bintang, 1997, cet ke 7, h. 101.
6
Abdurrahman an-Nawawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,
Jakarta, Gema Insani Press 1995 h. 204
7
Prof. Dr. Ridlwan Nasir, MA. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok
Pesantren di Tengah Arus Perubahan, Yogyakarta, 2005, cet. 1, h. 80
8
Zamakh Syari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta,
LP3S, h. 18
4
suci agama Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti buku-
buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan9.
Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu
agama Islam10. Dalam hal ini Arifin menyatakan bahwa pesantren adalah
suatu lembaga pendidikan Islam yang timbul dan diakui oleh masyarakat
sekitar, dan juga asrama dimana santri menerima pendidikan dan pengajaran
atau muhadatsah yang sepenuhnya di bawah kedaulatan kepemimpinan
leadership seorang atau beberapa orang kyai dengan ciri khasnya yang bersifat
kharismatik serta independen dalam segala hal.
Dari beberapa definisi di atas dapat digaris bawahi bahwa pondok
pesantren adalah suatu lembaga pendidikan non formal yang independen,
bercorak keislaman, dipimpin oleh seorang ulama kharismatik (kyai) di
dalamnya mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam kepada santri yang tinggal di
pondok atau asrama serta mendapat pengakuan secara luas dari masyarakat.
9
Prof. Dr. Ridlwan Nasir, MA., Op.cit h. 80
10
Achmad Fauzi, M.Pd, Metode Pengajaran di Pon-Pes Makalah Kuliah Diskusi PAI, h. 11
12
Depag RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan
Perkembangannya, (Jakarta, Depag RI Derektorat Jend. Kelembagaan Agama Islam, 2003) h. 9
5
Artinya Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.(QS Al Ahzab. 21)
13
H. M. Amin Haedari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Moderinitas dan
Tantangan Komlisitas Global (Jakarta: Ird Press, 2004) h. 191
14
Abuddin Nata Aklak Tasauf ( Jakarta: Raja Grafindo Persada , 1996 ) h. 163.
31. Wahid A. 1984. Bunga Rampai Pesantren. Jakarta Dhrma Bakti
6
yang baik kepada para santri dalam segala aspek kehidupannya. Santri
senantiasa dituntut untuk belajar ikhlas (dengan penuh kesadaran bahwa
belajar itu ibadah), serta dituntut untuk mentaati nilai, norma dan tata tertib
yang berlaku dipesantren. Oleh karena itu di pesantren tidak belaku istilah
droup-outs, bagi para santri yang tidak menyelesaikan pelajaran di pesantren
selama ia dapat diolah menjadi manusia yang tunduk kepada tata nilai yang
berlaku di pesantren. 31
Kyai berusaha menjadi panutan berakhlak quraniyah segala tindak
tanduk dan sikap kehidupan kyai mencerminkan kepribadian Al-Qur’an.
Ketika pesantren dihadapkan pada wacana modernitas, yaitu menjaga hal-hal
lama atau tradisi lama yang baik, dan mengambil hal-hal yang baru yang
lebih baik. Di dalam kehidupan sehari-hari dan kegiatan belajarnya, santri di
ajak dan tidak diperbolehkan membawa bentuk-bentuk modernitas yang dapat
merusak mental seperti; cover, buku porno, maksudnya koran-koran atau
media informasi yang lain pun sangat selektif walaupun ada televisi yang
disetel adalah berita dan informasi.
Motto pesantren adalah beriman sempurna, berilmu luas dan beramal
sejati, yang selalu ditekankan kepada setiap santri sebelum dan selama
mengikuti pendidikan dan pengajaran di pesantren ini, kelak setelah lulus para
santri benar-benar memiliki atau terbingkai pola hidup dan perilaku sehari-
harinya sebagai wujud akhlaq mulia yang dihasilkan dalam pesantren.
2. Arus globalisasi
Globalisasi ibarat pisau bermata dua, satu sisi menguntungkan tapi disatu
sisi merugikan (Mukti, H. 1997). Dengan globalisasi kita mengetahui
perkembangan zaman, kecanggihan teknologi informasi, mengetahui
peristiwa-peristiwa yang terjadi dibelahan dunia dan lain sebagainya, namun
di sisi lain akibat globalisasi dan informasi tersebut membawa dampak
negatif terhadap berbagai macam lapisan masyarakat karena tidak mampu
15
Drs. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (
Bandung : PT. Remaja Rosdakrya , 2001) h. 138-139
7
METODE PENELITIAN
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kesimpulan
Melihat hasil analisa dari data tabel tentang metode pembinaan akhlak
santri Pondok Pesantren Pondok Pesantren Nurul Ma’ad Banjarbaru. di atas,
maka peneliti dapat menyeimpulkan hasil dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Metode yang di terapkan dalam membina akhlak santri Pondok Pesantren
Nurul Ma’ad Banjarbaru. adalah;
a) Membiasakan santri untuk mengerjakan hal-hal terpuji. Metode ini
diterapkan agar santri dapat membedakan antara yang benar (haq) dan
yang salah (bathil). Penerapan meetode ini dapat berupa: membiasakan
santri disiplin dalam segala kegiatan, dan membiasakan santri untuk hidup
sederhana dan bersahaja.
10
B. Saran-Saran
Berdasarkan penelitian dan kesimpulan di atas, maka dalam rangka
mengoptimalkan metode pembinaan akhlak santri di Pondok Pesantren Nurul
Ma’ad Banjarbaru, maka seyogianya:
1. Pengasuh Pondok pesantren, untuk lebih meningkatkan lagi tenaga-tenaga
didiknya dalam membina dan meningkatkan kualitas akhlak santri.
2. Dewan Guru, hendaknya lebih meningkatkan berbagai usaha yang dapat
mendukung pembinaan akhlak santri tersebut. Dan faktor yang menghambat
tidak menjadikan surutnya minat dan semangat dalam melakukan usahanya,
akan tetapi hendaknya mencari pemecahan dari berbagai hambatan yang
dihadapi.
3. Santri, sebagai elemen penting pondok pesantren hendaknya mentaati segala
peraturan yang telah digariskan pondok pesantren, serta menjalankan apa
yang sudah menjadi kewajibannya sebagai seorang santri terhadap kyainya.
11