Anda di halaman 1dari 18

Kelompok 4

QIYAS DAN IMPLEMENTASI NYA DALAM EKONOMI


SYARIAH DAN KEUANGAN KONTEMPORER

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah : Ushul Fiqih Ekonomi Dan Keuangan
Dosen Pengampu : Ahmad Hanafi, S.E.I.,M.E

Disusun oleh :

Fahrurrozi
NIM: 2114120597
Ramadhan
NIM: 2114120587
Yossi Pratama
NIM: 2114120612

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI
SYARIAH TAHUN 2022 M / 1444 H
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang atas berkat Rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini
kami susun sebagai tugas dari mata Ushul Fiqih Ekonomi Dan Keuangan dengan judul
“QIYAS DAN IMPLEMENTASI NYA DALAM EKONOMI SYARIAH
DAN KEUANGAN KONTEMPORER”
Terima Kasih juga kami sampaikan bapak Ahmad Hanafi, S.E.I.,M.E
selaku dosen mata kuliah perilaku organisasi yang telah membimbing dan
memberikan kuliah demi lancarnya terselesaikan tugas makalah ini.
Demikian tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi
tugas mata kuliah Ushul Fiqih Ekonomi Dan Keuangan dan penulis berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi diri kami dan khususnya untuk pembaca.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif dan
membangun sangat kami harapkan dari pembaca peningkatan pembuatan
makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Palangka Raya, 28 Maret 2023

ii
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………….ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………...iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….2
A. Definisi qiyas dan rukun.......................................................................2
B. Klasifikasi qiyas dari berbagai aspeknya..............................................3
C. Metode menetapkan illat dalam qiyas..................................................7
BAB III PENUTUPAN…………………………………………………….14
A. Kesimpulan………………………………………………………….14
B. Saran………………………………………………………………...14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu sumber hukum Islam yang disepakati oleh jumhur
ulama setelah al-Qur’an, as-Sunnah, dan Ijma’ adalah Qiyas. Hal ini
berarti bahwa, apabila terjadi suatu peristiwa maka pertama kali yang
harus dijadikan sumber hukum adalah Al-Qur’an, apabila ditemukan
hukum di dalamnya maka hukum itu yang dilaksanakan. Namun, jika
hukum atas peristiwa tersebut tidak diketemukan di dalam Al-Qur’an,
maka yang kedua di lihat adalah hukum di dalam As-Sunnah dan apabila
hukum atas peristiwa tersebut ada di dalam As-Sunnah maka hukum itu
yang dilaksanakan. Akan tetapi, jika tidak diketemukan hukumnya
dalam As-Sunnah, maka harus dilihat apakah ada para mujtahid dalam
suatu masa pernah berijma’ mengenai hukum atas suatu peristiwa tersebut
(konsesus ulama dalam suatu hukum), Apabila tidak juga diketemukan,
maka seseorang harus berijtihad untuk menghasilkan hukumnya dengan
cara mengqiyaskan pada hukum yang sudah ada nashnya (analogi).
Dengan demikian, qiyas merupakan salah satu metode ijtihad sekaligus
alat untuk menetapkan suatu hukum.
Qiyas merupakan suatu prinsip hukum, ia memainkan peran yang
sangat penting dalam kajian hukum Islam. Namun, disamping peran qiyas
yang amat vital tersebut, ia selalu saja menjadi pembahasan yang menarik
karena beberapa persoalan. Diantaranya perdebatan seputar perintis,
penggagas, atau the founding father dari prinsip hukum ini termasuk
adanya golongan ulama yang anti –qiyas dan pro-qiyas. Adapun bukti
penggunaan qiyas bagi kelompok pro-qiyas yaitu jumhur ulama ushul fiqh
dan para pengikut madzhab yang empat terdapat pada firman Allah SWT
QS. An-Nisa’(4) ayat 59.1

1 M. Sabarudin Nasir, QIYAS DAN PERMASALAHANNYA, Universitas


Darsa Perseda, Jln Raden Inten Pondok Kelapa, Jakarta Timur, h.1

1
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Definisi Qiyas dan Rukun?
2. Bagaimana Klasifikasi Qiyas Dari Berbagai Aspeknya?
3. Bagaimana Metode menetapkan illat dalam qiyas?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Qiyas dan Rukun
2. Untuk Mengetahui Klasifikasi Qiyas Dari Berbagai Aspeknya
3. Untuk Mengetahui Metode menetapkan illat dalam qiyas

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Qiyas
Secara etimologi, qiyas berasal dari bahasa Arab yang merupakan

bentuk masdar dari kata ‫ يقيس‬-‫قي اس قاس ا‬-, yang berarti mengukur,

membandingkan, menganalogikan,menyamakan.2

Atau dengan kata lain, ‫تقدير الشيء بشيء اخر‬ yang artinya adalah

“mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lain.”3

Oleh karena itu, jika ada yang mengatakan ‫قست اثو ب باملرت‬ berarti

saya mengukur baju dengan meter.


Qiyas merupakan suatu cara penggunaan ra‟yu untuk menggali
hukum syara‟ dalam hal-hal yang nash al-Qur‟an dan sunnah tidak
menetapkan hukumnya secara jelas. Pada dasarnya ada dua macam cara
penggunaan ra‟yu, yaitu penggunaan ra‟yu yang masih merujuk kepada
nash dan penggunaan ra‟yu secara bebas tanpa mengaitkannya kepada
nash. Bentuk pertama secara sederhana disebut qiyas, meskipun qiyas
tidak menggunakan nash secara langsung, tetapi karena merujuk kepada
nash, maka dapat dikatakan bahwa qiyas juga menggunakan nash
walaupun tidak secara langsung.4
Sedang mengenai definisinya menurut ulama ushul fiqh, qiyas
berarti menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada nashnya kepada
kejadian lain yang ada nashnya, dalam hukum yang telah ditetapkan oleh
nash karena adanya kesamaan dua kejadian itu dalam illat hukumnya
(Abdul Wahab Khallaf, 2002: 74). Para ulama Hanabilah berpendapat
bahwa illat merupakan suatu sifat yang berfungsi sebagai pengenal suatu
hukum. Sifat pengenal dalam rumusan definisi tersebut menurut mereka
sebagai suatu tanda atau indikasi keberadaan suatu hukum. Misalnya,

2 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997, h. 62.
3 Zakky al-Din Sya’ban, Ushul al-Fiqh al-Islami, Mesir, Dar al-Ta’lif, h. 107
4 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid I, Jakarta, Kencana,2009, h.170

3
khamer itu diharamkan karena ada sifat memabukkan yang terdapat dalam
khamer.5
Mayoritas ulama Syafi‟iyyah mendefinisikan qiyas dengan
“Membawa (hukum) yang (belum) di ketahui kepada (hukum) yang
diketahui dalam rangka menetapkan hukum bagi keduanya, atau
meniadakan hukum bagi keduanya, baik hukum maupun sifat.
Untuk dapat mengerti maksud definisi diatas maka dibawah ini
penulis paparkan beberapa contoh qiyas sebagai berikut: Jual beli diwaktu
adzan haram hukumnya berdasar firman Allah:

‫وة ِم ۡن يَّ ۡوِم ا ۡل ُج ُم َع ِة فَا ۡس َع ۡوا اِىٰل ِذ ۡك ِر ال ٰلّ ِه‬ َّ ِ‫ى ل‬


ِ ‫لص ٰل‬
َ
ُِ‫يٰۤاَيُّها الَّ ِۡذين اٰمنُ ۡۤو ا اِ َذا ۡ نو‬
‫د‬ َ َ َ
‫َو َذ ُروا ا ۡلبَ ۡي َ‌ع ؕ ٰذ لِ ُكمۡ َخ ۡيٌر لَّـ ُكمۡ اِ ۡن ُك ۡنتُمۡ تَ ۡلعَ ُم ۡو َن‬
Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat
Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui. (QS. Al-Jumu‟ah: 9)
Dilarang berjual beli pada waktu itu karena mengganggu sholat,
maka sebab yang seperti itu termasuk pada semua macam perjanjian atau
kegiatan lain yang mengganggu sholat karena disamakan dengan jual beli.
Haram meminum tuak yang dibuat dari lahang kurma, dasarnya adalah
firman Allah berikut :

‫س ِّم ۡن‬ ۡ ‫اب َوا ۡلاَ ۡزاَل ُم ِر‬


‫ج‬ ‫ص‬ ۡ َ‫يٰۤاَيُّها الَّ ِۡذين اٰمنُ ۡۤوا اِمَّنَا ا ۡلخمۡ ر وا ۡلم ۡي ِسر وا ۡلا‬
‫ن‬
ٌ ُ َ َُ َ َُ َ َ َ َ
‫الش ۡي ٰط ِن فَا ۡجتَنِبُ ۡو ُه لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡفلِ ُح ۡو َن‬
َّ ‫َع َم ِل‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al Maidah: 90).

5 Nasrun Haroen, Ibid., h. 76-77

4
Ayat diatas memberi penegasan bahwa haram juga meminum
tuak/khamer yang dibuat dari bahan lainnya yang diqiyaskan dengan tuak
kurma karena bahan lain tersebut juga dapat memabukkan. Hukum
minuman bir atau wisky. Dari hasil pembahasan dan penelitiannya secara
cermat, kedua minuman itu mengandung zat yang memabukkan, seperti
zat yang ada pada khamr. Zat yang memabukkan inilah yang menjadi
penyebab di haramkannya khamr. Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam surat al-Maidah 5: 90 – 91. Dengan demikian, mujtahid tersebut
telah menemukan hukum untuk bir dan wisky, yaitu sama dengan hukum
khamr, karena illat keduanya adalah sama. Kesamaan illat antara kasus
yang tidak ada nash-nya dengan hukum yang ada nash-nya menyebabkan
adanya kesatuan hukum.
Dengan contoh-contoh tersebut, maka jelaslah bagaimana definisi
qiyas sebagai sumber hukum Islam yang disepakati para ulama karena
penetapan hukum tersebut tidak menyimpang dari nash al-Qur’an.6

B. Rukun dan Syarat Qiyas


1. Rukun Qiyas
Dari pengertian qiyas yang telah disebut diatas dapat
dijelaskan bahwa unsur pokok atau rukun qiyas terdiri atas empat
unsur berikut:
a. Ashl, menurut ahli ushul fiqh, merupakan obyek yang telah
ditetapkan hukumnya oleh ayat al-Qur‟an, hadits Rasulullah
atau Ijma‟. Contohnya, pengharaman wisky dengan meng-
qiyas-kannya kepada khamar. Maka yang Ashl adalah khamar
yang telah ditetapkan hukumnya melalui nash. Menurut ahli
ushul fiqh yang dikatakan ashl itu adalah nash yang
menentukan hukum, karena nash inilah yang dijadikan patokan
penentuan hukum furu‟. Dalam kasus wisky yang diqiyaskan

6 Syafi’i Karim, Fiqh Ushul Fiqh : Untuk Fakultas Tarbiyah, Bandung, CV


Pustaka Setia, 1997, h. 74

5
pada khamar. Maka yang menjadi ashl adalah ayat 90-91 surat
al-Maidah.7 Sedang Rachmat Syafe‟i menjelaskan bahwa Ashl
merupakan suatu peristiwa yang sudah ada nashnya yang
dijadikan tempat meng-qiyas-kan atau maqis alaih, tempat
membandingkan atau mahmul alaih, musyabbah bih atau
tempat menyerupakan.8
b. Far‟u (cabang), adalah sesuatu yang tidak ada nashnya
menurut Muhammad Abu Zahrah seperti wisky dalam kasus
diatas.9
c. Hukum Ashl, hukum syara‟ yang ditetapkan oleh suatu nash
atau ijma‟ yang akan diberlakukan kepada far‟u, seperti
keharaman meminum khamar menurut Nasrun Haroen.
d. Illat, suatu sifat yang menjadi motif dalam menentukan hukum,
dalam kasus khamar di atas illatnya adalah memabukkan.10
2. Syarat Qiyas
Untuk dapat melakukan qiyas terhadap suatu masalah yang
belum ada ketentuannya dalam al-Qur‟an dan hadits harus
memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Hendaklah hukum asalnya tidak berubah-ubah atau belum
dinasakhkan artinya hukum yang tetap berlaku.
b. Asal serta hukumnya sudah ada ketentuannya menurut agama
artinya sudah ada menurut ketegasan al-Qur‟an dan hadits.
c. Hendaklah hukum yang berlaku pada asal berlaku pula pada
qiyas, artinya hukum asal itu dapat diberlakukan pada qiyas.
d. Tidak boleh hukum furu‟ (cabang) terdahulu dari hukum asal,
karena untuk menetapkan hukum berdasarkan kepada illatnya
(sebab).

7 Nasrun Haroen, Ibid., h. 65


8 Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung, CV
Pustaka Setia, 1999, h. 87.
9 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, ter. Saefullah Ma’shum dkk, Jakarta, PT
Pustaka Firdaus, 2000, h. 352.
10 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997, h. 65.

6
e. Hendaklah sama illat yang ada pada furu‟ dengan illat yang ada
pada asal.
a. Hukum yang ada pada furu‟ hendaklah sama dengan hukum
yang pada asal. Artinya tidak boleh hukum furu‟ menyalahi
hukum asal.
b. Tiap-tiap ada illat ada hukum dan tidak ada illat tidak ada
hukum, artinya illat itu selalu ada.
c. Tidak boleh illat itu bertentangan menurut ketentuan-
ketentuan agama, artinya tidak boleh menyalahi kitab dan
sunnah.11
3. Sebab-sebab Dilakukannya Qiyas
Di antara sebab-sebab dilakukannya qiyas adalah:

1. Karena adanya persoalan-persoalan yang harus dicarikan status


hukumnya, sementaradi dalam nash Al-Qur’an dan As-Sunnah
tidak ditemukan hukumnya dan mujtahidpun belum melakukan
ijma‟.
2. Karena nash, baik berupa Al-Qur’an maupun As-Sunnah telah
berakhir dan tidakturun lagi.
3. Karena adanya persamaan illat peristiwa yang belum ada
hukumnya dengan peristiwayang hukumnya telah ditentukan
oleh nash.12

C. Klasifikasi Qiyas
Para ulama’ ushul fiqh mengemukakan bahwa qiyas dibagi dari
beberapa segi, yaitu
1. Dari segi kekuatan ‘illat yang terdapat pada furu’ dibandingkan
dengan yang terdapat pada ashl, qiyas dibagi menjadi 3
macam, yaitu

11 Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1996, h. 48.
12 Khumaidah, Andika Mukti, dkk, IJMA dan QIYAS, universitas islam negeri sunan
kalijaga Yogyakarta, (99+) IJMA " dan QIYAS | Ayu Siee Virgo - Academia.edu. (Diakses pada
28 maret).

7
a. Qiyas Al-Aulawi, yaitu qiyas yang hukumnya pada furu’ lebih
kuat dari pada hukum yang ada pada ashl, karena ‘illat yang
terdapat pada furu’ lebih kuat dari pada ashl. Misalnya,
mengqiyaskan memukul kepada ucapan “ah”, dalam Q.S. al
isro’ : 23

‫التقل هلما اف‬

... jangan kamu katakan kepada skeduanya (orang tua) dengan


kata-kata “ah”.

Para ulama ushul fiqh mengatakan bahwa ‘illat larangan


ini adalah menyakiti orang tua. Keharaman memukul orang tua
lebih kuat daripada hanyasekedar mengatakan “ah”, karena
sifat menyakiti melaui pukulan lebih kuat dari pada ucapan
“ah”.

b. Qiyas al-Musawi, yaitu hukum pada furu’ sama kualitasnya


dengan hukum yang ada pada ashl. Misalnya, allah berfirman
dalam Q.S. An-Nisa’ : 2

ِ ِّ‫يث بِالطَّي‬
‫ب َوال تَْأ ُكلُوا َْأم َواهَلُ ْم ِإىَل‬ َ ِ‫َوآتُوا الْيَتَ َامى َْأم َواهَلُ ْم َوال َتتَبَ َّدلُوا اخْلَب‬

‫َأم َوالِ ُك ْم‬....


ْ

“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig)


harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang
buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama
hartamu...”

Ayat ini melarang memakan harta anak yatim


dengan’illat dapat melenyapkan harta tersebut. Sementara itu,
‘illat hukum haram membakar harta anak yatim

8
yangmerupakan cabang , sama bobotnya dengan ‘illat
memekan harta tersebut karena sama-sama melenyapkan harta
anak yatim.

c. Qiyas Al-Adna, yaitu qiyas yang ‘illat pada furu’ lebih lemah


dibandingkan dengan ‘illat yang ada pada ashl. Misalnya
firman allah Q.S. al maidah : 90 tentang larangan meminum
khomr dengan illat memabukkan. Dengan menggunakan qiyas
al adna, ditetapkan bahwa illat memabukkan yang ada pada
minuman keras bir lebih rendah dari sifat memabukkan yang
ada pada minuman keras khomr, meskipun pada ashl dan
cabang sama-sama terdapat sifat memebukkan.
2. Dari segi kejelasan ‘illat yang terdapat pada hukum, qiyas dibagi
menjadi dua macam, yaitu
a. Qiyas Al-Jaliy, yaitu qiyas yang ‘illatnya ditetapkan oleh nash
bersamaan dengan hukum ashl; atau nash tidak menetapkan
‘illatnya, tetapi dipastikan bahwa tidak ada pengaruh perbedaan
antara ashl denagn furu’. Qiyas jaliy ini mencakup Qiyas Al
Aulawi dan Qiyas Al Musawi.
b. Qiyas Al-Khofiy, yaitu qiyas yang ‘illatnya tidak disebutkan
dalam nash. Qiyas Al Khofiy ini mencakup Qiyas Al-Adna.
3. Dari segi keserasian ‘illat dengan hukum, qiyas terbagi menjadi
dua benntuk, yaitu:
a. Qiyas Al-Mu’attsir, yaitu qiyas yang menjadi penghubung
antara ashl dengan furu’ ditetapkan melalui nash shorih atau
ijma’; atu qiyas yang ‘ain sifat (sifat itu sendiri) yang
menghubungkan ashl dengan furu’berpengaruh pada hukum itu
sendiri.
b. Qiyas Al-Mula’im, yaitu qiyas yang ‘illat hukum ashlnya
mempunyai hubungan yang serasi.
4. Dari segi dijelaskan atau tidak nya ‘illat yang ada pada qiyas
tersebut, qiyas terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu:

9
a. Qiyas Al-Ma’na, yaitu qiyas yang didalamnya tidak dijelaskan
‘illatnya, tetapi antara ashl dengan furu’ tidak dapat dibedakan,
sehingga furu’ seakan-akan ashl.
b. Qiyas Al-‘Illat, yaitu qiyas yang dijelaskan ‘illatnya dan ‘illat
itu merupakan motivasi bagi hukum ashl.
c. Qiyas Al-Dalalah, yaitu qiyas yang ‘illatnya bukan pendorong
bagi penetapa hukum itu sendiri, tetapi ‘illat itu merupakan
keharusan yang memberi petunjuk adanya ‘illat.
5. Dari segi metode (masalik) dalam menemukan ‘illat, qiyas dapat
dibagi menjadi 4 macam, yaitu:
a. Qiyas Al-Ikhalah, yaitu yang illatnya ditetapkan melalui
munasabah dan ikhalah
b. Qiyas Al-Syabah, yaitu yang ‘illatnya ditetapkan melalui
metode syabah.
c. Qiyas Al-Sibru, yaitu yang ‘illatnya ditetapkan melalui metode
al sibru wa al-taqsim.
d. Qiyas Al-Thard, yaitu yang ‘illatnya ditetapkan melalui metode
thard. Contoh-contoh dari qiyas ini telah di kemukakan diatas.
13

D. Illat dalam Qiyas


Qiyas menurut ulama’ Ushul ialah menghubungkan suatu kejadian
yang tidak ada nashnya kepada kejadian lain yang ada nashnya, dalam
hukum yang telah ditetapkan oleh nash karena adanya kesamaan dua
kejadian itu dalam illat hukumnya.
Apabila suatu nash telah menunjukkan hukum mengenai suatu
kejadian, dan telah diketahui illat hukum itu dengan metode diantara
metode-metode untuk mengetahui illat hukum, kemudian terdapat nashnya
dalam illat seperti illat hukum dalam kejadian itu, maka kejadian lain itu
harus disamakan dengan kejadian yang ada nashnya dalam illat seperti illat

13 Arwave, Klasifikasi Qiyas, Klasifikasi Qiyas (arwave.blogspot.com). (Diakses pada


28 maret).

10
hukum dalam kejadian itu, sehingga kejadian lain itu harus disamakan
dengan kejadian yang ada nashnya dalam hukumnya dengan dasar
menyamakan dua kejadian tersebut dalam illatnya karena hukum itu dapat
ditemukan ketika telah ditemukan illatnya.

1. Definisi Illat

Secara etimologi ‘lllat berarti nama bagi sesuatu yang


menyebabkan berubahnya keadaan sesuatu yang lain dengan
keberadaannya. Secara terminology ada beberapa definisi yang
dikemukakan ulama, antara lain:

‫ا لعلة هي ا لو صف ا للظا هر ا ملنضبط ا لد ى جعل منا ط ا حلكم ينا سبه‬

“Illat adalah satu sifat yang nyata yang terang tidak bergeser-
geser yang dijadikan pergantungan sesuatu hukum yang ada
munasabah antaranya dengan hukum itu.”

Illat adalah sifat dalam hukum Ashal yang dijadikan dasar


hukum. Dan dengan itu diketahui hukum tersebut dalam cabang,
seperti “memabukkan” adalah sifat yang terdapat pada khomar
yang dijadikan dasar keharamannya. Dan dengan itu diketahui
wujudnya keharaman dalam setiap arak yang
memabukkan. “Penganiayaan ” adalah sifat yang terdapat pada
penjualan seseorang atas penjualan seseorang yang lain yang
dijadikan dasar atas keharamannya.
Dan dengan itu diketahui wujud keharaman dalam sewa
menyewanya seseorang atas sewa menyewa orang lain. Inilah yang
dimaksud oleh Ulama’ Ushul dalam pendapatnya: IIIat adalah yang
membatasi (mendefinisikan) hukum dan illat itu disebut hubungan
hukum, sebabnya dan tandanya.

11
2. Cara Mengetahui Illat
a. Melalui nash, baik ayat-ayat Al-Qur’an maupun As-Sunnah
Rasulullah saw. Adakalanya illat yang terdapat dalam nash itu
bersifat pasti dan adakalanya illat itu jelas, tetapi mengandung
kemungkinan yang lain.
b. Melalui ijma’. Dengan ijma’ diketahui sifat tertentu yang
terdapat dalam hukum syara’ yang menjadi illat hukum.
c. Melalui al-ima wa at-tanbih, yaitu penyertaan sifat dengan
hukum dan disebutkan dalam lafal.
d. Melalui as-sibr wa at-taqsim. Sibr adalah penelitian terdapat
dalam suatu hukum dan apakah sifat tersebut layak untuk
dijadikan illat hukum atau tidak. Kemudian mujtahid
mengambil salah satu sifat yang menurutnya paling tepat
dijadikan illat dan meninggalkan sifat-sifat lainnya. Sedangkan
taqsim adalah upaya mujtahid dalam membatasi illat pada suatu
sifat dari beberapa sifat yang dikandung oleh nash.
3. Contoh Illat
a. Dilarangnya minuman keras, menganggap bahwa minuman bir
itu dilarang pula. Menurut hukum agama, dasarnya ialah tiap-
tiap minuman yang memabukkan adalah dilarang, dan sesuatu
yang apabila dimakan dalam jumlah yang banyak
mengakibatkan mabuk, maka dalam jumlah sedikit pun
termasuk haram. Dilarangnya minuman keras, menganggap
bahwa minuman bir itu dilarang pula.
b. Mengqoshor sholat empat rakaat (menjadi dua rakaat) bagi
seorang musafir. Illatnya adalah pergi itu sendiri.
c. Diperbolehkannya jual beli secara barter hikmahnya adalah
menghilangkan kesulitan umat manusia dalam memenuhi

12
kebutuhannya. Illatnya adalah bentuk ucapan akad jual beli
atau sewa menyewa.14
d. Seseorang yang pada bulan Ramadhan sedang bepergian maka
diperbolehkan berbuka karena ada illat diperbolehkan, yaitu
bepergian, meskipun pada kepergiannya tidak ada kesulitan.

14 Siti Jamiatun, ILLAT DALAM QIYAS, Institut Agama Islam negeri


Walisongo, Semarang 2014, ILLAT DALAM QIYAS (coretanopini.blogspot.com).
(Diakses Pada 28 maret 2023).

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Definisinya menurut ulama ushul fiqh, qiyas berarti
menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada nashnya kepada
kejadian lain yang ada nashnya, dalam hukum yang telah
ditetapkan oleh nash karena adanya kesamaan dua kejadian itu
dalam illat hukumnya.
2. Klasifikasi Qiyas ada beberapa macam dan segi, yaitu : Qiyas Al-
Aulawi, Qiyas al-Musawi, Qiyas Al-Adna, Qiyas Al-Jaliy, Qiyas
Al-Khofiy, Qiyas Al-Mu’attsir, Qiyas Al- Mula’im, Qiyas Al-
Ma’na. Qiyas Al-‘Illat, Qiyas Al-Dalalah, Qiyas Al-Ikhalah, Qiyas
Al-Syabah, Qiyas Al-Sibru, Qiyas Al-Thard
3. Penetapan hukum melalui metode qiyas merupakan metode yang
bertumpu pada ‘illat hukum, dan ‘illat ini tentunya punya
konsekuensi dengaan maqashid al-Syari’ah. Adanya hukum lahir
tidak lain tujuannya adalah menjadikan kemaslahatan atau hikmah
bagi umat manusia.

B. Saran
Kami sebagai pemakalah berharap dengan adanya makalah ini
dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam memahami tentang
“Qiyas dan Implmentasi nya Dalam Ekonomi Syariah dan Keuangan
Kontemporer” kami juga mengarapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca makalah ini agar makalah ini dapat lebih baik lagi dan
bermanfaat bagi siapapun yang membacanya

14
DAFTAR PUSTAKA

Arwave, Klasifikasi Qiyas, Klasifikasi Qiyas (arwave.blogspot.com). (Diakses


pada 28 maret).
Bakry, Nazar, Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1996.

Haroen, Nasrun, Ushul Fiqh, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997.

Jamiatun, Siti, ILLAT DALAM QIYAS, Institut Agama Islam negeri Walisongo,
Semarang 2014, ILLAT DALAM QIYAS (coretanopini.blogspot.com).
(Diakses Pada 28 maret 2023).
Karim, Syafi’i, Fiqh Ushul Fiqh : Untuk Fakultas Tarbiyah, Bandung, CV
Pustaka Setia, 1997.

Khumaidah, Andika Mukti, dkk, IJMA dan QIYAS, universitas islam negeri
sunan kalijaga Yogyakarta, (99+) IJMA " dan QIYAS | Ayu Siee Virgo -
Academia.edu. (Diakses pada 28 maret).
Nasir, Muhammad Sabarudin, QIYAS DAN PERMASALAHANNYA, Universitas
Darsa Perseda, Jln Raden Inten Pondok Kelapa, Jakarta Timur.

Sya’ban, Zakky al-Din, Ushul al-Fiqh al-Islami, Mesir, Dar al-Ta’lif

Syafe’i, Rachmat, Ilmu Ushul Fiqh untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung, CV
Pustaka Setia, 1999.

Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Jilid I, Jakarta, Kencana,2009.

Zahrah, Muhammad Abu, Ushul Fiqh, ter. Saefullah Ma’shum dkk, Jakarta, PT
Pustaka Firdaus, 2000.

15

Anda mungkin juga menyukai