QIYAS
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ushul Fiqih
Disusun Oleh :
(Kelompok 5)
UNIVERSITAS SILIWANGI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Qiyas” ini, tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas dari Bapak Dr. Asep Suryanto., S.Ag., M.Ag. pada mata kuliah Ushul
Fiqih. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Qiyas baik bagi para pembaca dan juga penulis.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................4
A. Pengertian Qiyas.....................................................................................4
B. Rukun-rukun Qiyas.................................................................................4
C. Macam-macam Qiyas..............................................................................6
A. KESIMPULAN......................................................................9
B. SARAN..................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai agama yang sempurna yang dibawa oleh nabi terakhir, setelah nabi
menutup usia, Islam kelanjutannya diemban oleh para sahabat dan generasi
setelahnya. Maka setiap permasalahan yang datang mereka berhukum pada al-
Quran dan Hadis Nabi juga melalui ijma shahabat begitu juga melalui ijtihad
sahabat karena hal ini seiring dengan perjalanan waktu dan kemajuan teknologi
maka muncul pula permasalahan-permasalahan baru di tengah-tengah
masyarakat. Seiring dengan munculnya permasalahan-permasalahan baru, Islam
memberikan cara atau petunjuk kepada para mujtahid untuk menginterprestasikan
hukum-hukum yang bersifat global sehingga dapat diterapkan pada permasalahan-
permasalahan dimasanya. Dengan kata lain kita memperkenalkan pokok-pokok
yang dijadikan landasan atau sumber hukum. Selain al-Qur'an, sunnah dan ijma',
ada pula qiyas (analogi). Sebuah mekanisme untuk mengetahui sebuah hukum
dengan cara menganalisis terlebih dahulu permasalahan baru yang timbul dan
mengkaitkan permasalahan tersebut dengan dalil-dalil hukum Islam yang ada
yaitu al-Qur'an, sunnah dan ijma'. Apabila tidak ditemukan kejelasan hukumnya,
barulah metode qiyas ini digunakan, yakni menerapkan hukum atas permasalahan
yang sudah jelas nash hanya pada masalah baru tersebut setelah diyakini adanya
kesamaan dalam 'illat hukumnya. Dasar pemikiran qiyâs itu ialah adanya kaitan
yang erat antara hukum dengan sebab. Hampir dalam setiap hukum di luar bidang
ibadat, dapat diketahui alasan rasional ditetapkannya hukum itu oleh Allah. Alasan
hukum yang rasional itu oleh ulama disebut "Illat". Di samping itu, dikenal pula
konsep mumatsalah, yaitu kesamaan atau kemiripan antara dua hal yang
diciptakan Allah. Bila dua hal itu sama dalam sifatnya, tentu sama pula dalam
hukum yang menjadi akibat dari sifat tersebut. Meskipun Allah SWT. hanya
menetapkan hukum terhadap satu dari dua hal yang bersamaan itu, tentu
ii
hukum yang sama berlaku pula pada hal yang satu lagi, meskipun Allah dalam hal
itu tidak menyebutkan hukumnya.
B. Permasalahan
1. Minum khamer adalah suatu peristiwa yang hukumnya telah ditetapkan dengan
nash, yaitu haram. Ditunjukkan oleh firman Allah Swt (QS. Al-Ma’idah 5:90)
َ يٰ ٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ اٰ َمنُوْ ٓا اِنَّ َما ْالخَ ْم ُر َو ْال َم ْي ِس ُر َوااْل َ ْن
َصابُ َوااْل َ ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِّم ْن َع َم ِل ال َّشيْطٰ ِن فَاجْ تَنِبُوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن
2. Jual beli pada saat adzah hari Jumat adalah peristiwa yang hukumnya
ditetapkan dengan nash, yaitu makruh. Ditunjukkan oleh firman Allah Swt (QS.
Al-Jumu’ah 62:9)
ي لِلصَّلٰو ِة ِم ْن يَّوْ ِم ْال ُج ُم َع ِة فَا ْس َعوْ ا اِ ٰلى ِذ ْك ِر اللّٰ ِه َو َذرُوا ْالبَ ْي َعۗ ذٰلِ ُك ْم َخ ْي ٌر لَّ ُك ْم اِ ْن ُك ْنتُ ْم
َ يٰ ٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ اٰ َمنُوْ ٓا اِ َذا نُوْ ِد
َتَ ْعلَ ُموْ ن
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah
dan tinggalkanlah jual beli. (QS. al Jumuah: 9), karena ada illat kesibukan yang
melupakan shalat. Sewa menyewa, gadai, atau akad mu'amalah apa saja pada saat
adzan shalat Jumat memiliki illat ini, yaitu kesibukan yang melupa kan shalat,
maka hukum akad-akad tersebut disamakan dengan jual beli dan makruh
dilakukan pada saat adzan shalat.”
Pada semua contoh di atas, peristiwa yang tidak mempunyai nash dalam
hukumnya disamakan dengan peristiwa yang mempunyai nash dalam hukumnya,
karena memiliki kesamaan dalam illat hukumnya. Menyamakan hukum antara dua
kejadian karena memiliki illat hukum yang sama, menurut istilah ahli ilmu ushul
fikih, disebut kia
ii
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Qiyas?
2. Apa saja rukun-rukun Qiyas?
3. Apa saja macam-macam Qiyas?
D. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Qiyas
2. Untuk mengetahui rukun-rukun Qiyas
3. Untuk mengetahui macam-macam Qiyas
E. Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan agar memberikan kegunaan baik
secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, makalah ini berguna sebagai
pengembangan konsep pengetahuan tentang Qiyas yang dapat bermanfaat untuk
meningkatkan pemahaman mengenai Pengertian Qiyas, Rukun-rukun Qiyas, dan
Macam-macam Qiyas. Secara teoritis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi
penyusun maupun pembaca dalam kehidupan sehingga mampu memahami
tentang Qiyas.
ii
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Qiyas
Qiyas secara etimologis adalah mengukur, membanding sesuatu dengan
semisalnya. Qiyas menurut istilah ahli ushul fiqih adalah menyamakan suatu
hukum dari peristiwa yang tidak memiliki nash hukum dengan peristiwa yang
sudah memiliki nash hukum, sebab sama dengan illat hukumnya. Sedangkan
menurut terminoogi (istilah hukum), terdapat beberapa definisi berbeda yang
saling berdekatan artinya. Diantaranya adalah :
3. Abu Zahrah
B. Rukun-rukun Qiyas
1
2
dari rumusan hukum. Dan setelah diteliti ternyata terdapat pula illat yang sama
pada perkara yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Jika terbukti ada
kesamaan illat-nya maka dapat dipastikan hukumnya juga sama. Atas dasar proses
diatas maka untuk melakukan qiyas ada empat rukun yang harus dipenuhi oleh
qiyas, yaitu :
a. Al-ashlu, yaitu suatu yang sudah ada hukumnya dalam nash. Al-ashlu disebut
juga maqis alahi (yang dijadikan ukuran) atau mahmul alaihi (yang dijadikan
tanggungan) atau musyabbah bih (yang dibuat keserupaan), contohnya tentang
khamar. Sedikitnya ada tiga syarat yang harus dipenuhi oleh ashal :
b. Al-far’u, yaitu sesuatu yang tidak ada hukumnya dalam nash. Tetapi hukumnya
dapat dihubungkan dengan al-ashlu. Al-far’u disebut juga al-maqis (yang diukur)
atau al-mahmul (yang dibawa) atau al-musyabbah (yang diserupakan). Contohnya
minuman wiski. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh far’u :
1. Illat-nya sama dengan illat yang ada pada ashal, baik zatnya maupun
pada jenisnya.
2. Hukum far’u tidak mendahului hokum ashal, maksudnya hokum far’u
itu harus datang kemudian setelah hokum ashal.
3. Tidak ada nash atau ijma yag menjelaskan hokum far’u itu
bertentangan dengan qiyas, karena jika demikian maka status qiyas
bisa bertentangan dengan nash atau ijma, disebut oleh ulama ushul
sebagai qiyas fasid (qiyas yang rusak).
c. Hukum ashal, yaitu hukum syara' yang ada nasnya sebagai pangkal hukum
bagi cabang contohnya keharaman khamar. Menurut Abu Zahra sebagaimana
dikutip oleh Satria Effendi," ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam
menetapkan hukum ashal:
3
1. Hukum ashal itu adalah hukum syara' dan hukum yang akan ditetapkan
kepada cabang itu juga harus berupa hukum syara' yang berhubungan
dengan perbuatan, karena yang menjadi objek kajian ushul fiqh adalah
amal perbuatan. Maka jika terjadi perbedaan seperti hukum ashal-nya
hukum syara' tetapi hukum yang akan ditetapkan kepada cabang itu
bukan hukum syara' maka qiyas seperti ini tidak sah.
2. Hukum ashal itu dapat ditelusuri illat hukumnya. Misalnya, hukum
khamar itu haram. Maka keharaman khamar dapat ditelusuri, yaitu
karena memabukkan dan dapat merusak akal pikiran. Hukum ashal
bukan hukum yang tidak diketahui illat hukumnya seperti jumlah
bilangan shalat,
3. Hukum ashal itu bukan merupakan kekhususan bagi Nabi Muhammad
SAW, seperti kebolehan Nabi menikahi lebih dari empat istri sekaligus.
4. Illat (sebab), illat atau sifat yang ada pada hukum ashal.
C. Macam-macam Qiyas
1. Qiyas aulawi, yaitu qiyas yang illat-nya mewajibkan adanya hukum. Dan
hukum yang disamakan (cabang) mempunyai kekuatan hukum yang lebih utama
dari tempat menyamakannya (ashal). Misalnya, berkata kepada kedua orang tua
dengan mengatakan "uh", "eh", "buset", atau kata-kata lain yang menyakitkan ini
hukumnya haram. Sesuai dengan firman Allah QS. al-Isra/17 ayat 23
ك ْال ِكبَ َر اَ َح ُدهُ َمآ اَوْ ِكلٰهُ َما فَاَل تَقُلْ لَّهُ َم ٓا اُفٍّ َّواَل
َ ك اَاَّل تَ ْعبُ ُدوْ ٓا ِااَّل ٓ اِيَّاهُ َوبِ ْال َوالِ َد ْي ِن اِحْ سٰنًاۗ اِ َّما يَ ْبلُغ ََّن ِع ْن َد ٰ ََوق
َ ُّضى َرب
تَ ْنهَرْ هُ َما َوقُلْ لَّهُ َما قَوْ اًل َك ِر ْي ًما
اِ َّن الَّ ِذ ْينَ يَْأ ُكلُوْ نَ اَ ْم َوا َل ْاليَتٰٰمى ظُ ْل ًما اِنَّ َما يَْأ ُكلُوْ نَ فِ ْي بُطُوْ نِ ِه ْم نَارًا ۗ َو َسيَصْ لَوْ نَ َس ِع ْيرًا
3. Qiyas Adna, yaitu illat yang ada pada far'u (cabang) lebih rendah
bobotnya dibandingkan dengan illat yang ada pada ashal (pokok). Misalnya sifat
memabukkan yang terdapat dalam minuman keras seperti bir itu lebih rendah dari
sifat memabukkan yang terdapat pada minuman keras khamar yang di- haramkan
oleh al-Qur'an
1. Qiyas jaly, yaitu qiyas yang illat-nya ditegaskan oleh nash bersamaan
dengan penetapan hukum ashal, atau illat-nya itu tidak ditegaskan oleh nas, tetapi
dapat dipastikan bahwa tidak ada pengaruh dari perbedaan antara ashal dan furu'.
Contohnya, dalam kasus dibolehkannya bagi musafir laki-laki dan perempuan
untuk mengqashar shalat ketika perjalanan, sekalipun di antara keduanya terdapat
perbedaan (kelamin). Tetapi perbedaan ini tidak memengaruhi terhadap kebolehan
wanita mengqashar shalat. Illat-nya adalah sama-sama dalam perjala- nan. Dan
meng-qiyas-kan memukul kedua orang tua kepada larangan berkata "ah" seperti
pada contoh qiyas aulawi di atas.
5
2. Qiyas khafi, yaitu qiyas yang illat-nya tidak disebutkan dalam nas.
Contohnya meng-qiyas-kan pembunuhan dengan menggunakan benda berat
kepada pembunuhan dengan menggunakan benda tajam dalam pemberlakuan
hukum qiyas, ka- rena illat-nya sama-sama yaitu pembunuhan dengan sengaja.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Qiyas adalah menyamakan hukum suatu perkara yang belum ada hukumnya
dengan hukum perkara lain yang sudah ditetapkan oleh nash, karena adanya
persamaan dan illat (alasan) hukum, yang tidak bisa diketahui dengan semata-
mata memahami lafad-lafadnya dan mengetahui dillah-dilalah bahasanya. Dengan
demikian qiyas bisa dipandang sebagai proses berfikir dalam rangka
mengeluarkan hukum (istimbath), disamping itu qiyas juga sebagai salah satu
dalil yang dapat dijadikan petunjuk adanya hukum oleh suatu kaidah kekuatan dan
kebenarannya.
B. Saran
1
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER :
10
10