Disusun oleh :
Munawir Sadali ( 214110103066 )
Penulis
i
DAFTAR ISI
Table of Contents
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...........................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN.................................................................................................................2
A. PENGERTIAN QIYAS…………………………………………………………………... 2
B. DASAR HUKUM QIYAS………………………………………………………………… 3
C. RUKUN QIYAS………..…………………………………………………………………. 3
D. MACAM MACAM QIYAS………………………………………………………………. 4
BAB 3 PENUTUPAN....................................................................................................................6
A. KESIMPULAN......................................................................................................................6
B. SARAN...................................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................7
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai Umat Islam dalam kehidupan sehari-hari ada aturan yang mengatur segalaaktivitas
kita. Semua ada batasan-batasan tertentu serta aturan aturan dalam menjalankannya.Dan semua
aturan serta batasan hukum yang mengatur Umat Islam didasarkan pada Alqur’an dan Sunnah.
Banyak peristiwa atau kejadian yang belum jelas hukumnya, Karena di dalam Alqur’an dan
Sunnah tidak dijumpai atau ditetapkan secara jelas hukumnya. Oleh sebab itu diperlukanlah
sebuah cara atau metode yang dapat menyingkap dan memperjelas bahkanmenentukan suatu
Hukum.
Dulu ketika masa Rasulullah semua permasalahan yang timbul mudah diatasi karenadapat
langsung ditanyakan kepada Rasulullah, tetapi dimasa sekarang jikalau ada permasalahan yang
timbul bahkan banyak sekali permasalahan yang timbul yang tidak kita temukan dalam Alqur’an
maupun Sunnah. Di sini para Ulama’ melakukan pendekatan yang sah yaitu dengan Ijtihad dan
salah satu ijtihad itu adalah dengan Qiyas.
Qiyas merupakan suatu cara penggunaan pendapat untuk menetapkan suatu hukumterhadap
suatu peristiwa atau kejadian yang belum jelas atau yang tidak dijelaskan secara jelas dalam
Alqur’an dan Sunnah.
Dasar pemikiran Qiyas itu adalah adanya kaitan yang erat antara hukum dengan sebab.Hampir
setiap Hukum di luar bidang ibadah dapat diketahui alasan rasional ditetapkannyahukum itu oleh
Allah. Illat adalah patokan utama dalam menetapkan hukum atau permasalahan, Objek masalah
adalah sesuatu yang tidak memiliki Nash. Atas dasarKeyakinan tersebut bahwa tidak ada yang
luput dari Hukum Allah, Maka setiap Muslimmeyakini setiap peristiwa atau kasus yang terjadi
pasti ada hukumnya.
Dari paparan latar belakang di atas, Serta mengingat banyak mahasiswa yang masih belum
memahami sepenuhnya mengenai Sumber Hukum Qiyas, Maka dari itu kami akanmembahas
tentang Qiyas sekaligus memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqh.
1
B. RUMUSAN MASALAH
2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN QIYAS
Qiyas menurut Ulama’ Ushul fiqh ialah menerangkan hukum sesuatu yang tidak adanashnya
dalam Alqur’an dan Hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan
hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain : Qiyas ialahmenyamakan
sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nashhukumnya karena adanya
persamaan ‘ illat hukum.
Ada beberapa definisi menurut para ulama tentang pengertian qiyas diantaranya yaitu:
1. Al-Ghazali dalam Al-Mustashfa
Menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam halmenetapkan
hukum pada keduanya, dalam penetapan hukum atau peniadaan hukum.
2. Qadhi Abu Bakar
Menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam halmenetapkan
hukum pada keduanya atau meniadakan hukum dari keduanya disebabkan adahal yang sama
antara keduanya.
3. Ibnu Subkhi dalam Jam’u al - Jawami’
Menghubungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui karena
kesamaannya dalam ‘illat hukumnya menurut pihak yang menghubungkan (mujtahid).
4. Abu Hasan al-Bashri
Menghasilkan (menetapkan) hukum ashal pada “furu’” karena keduanya sama dalam‘illat
hukum menurut mujtahid.
5. Al-Baidhawi
Menetapkan semisal hukum yang diketahui pada sesuatu lain yang diketahui karena keduanya
berserikat dalam ‘illat hukum menurut pandangan diketahui pada sesuatu lain yang diketahui
karena keduanya berserikat dalam ‘illat hukum menurut pandangan ulama yang menetapkan.
6. Shaadru al-Syari’ah
Merentangkan (menjangkaukan) hukum dari ashal kepada furu’ karena ada kesatuan‘illat yang
tidak mungkin dikenal dengan pemahaman lughowi semata.
Dengan cara qiyas itu berarti para mujtahid telah mengembalikan ketentuan hukum
3
sesuatu kepada sumbernya Alqur’an dan Hadits. Sebab hukum islam, kadang tersurat jelasdalam
nash Alqur’an atau Hadits, kadang juga bersifat implisit-analogik terkandung dalam nash
tersebut. Mengenai Qiyas ini Imam Syafi’i mengatakan: “Setiap peristiwa pasti ada kepastian
hukum dan umat islam wajib melaksanakannya. Akan tetapi jika tidak adaketentuan hukumnya
yang pasti, maka harus dicari pendekatan yang sah, yaitu dengan ijtihad. Dan ijtihad itu adalah
Qiyas.”
Jadi Hukum Islam itu ada kalanya dapat diketahui melalui bunyi nash, yakni Hukum- hukum
yang secara tegas tersurat dalam Alqur’an dan Hadits, ada kalanya harus digali melalui kejelian
memahami makna dan kandungan nash. Yang demikian itu dapat diperolehmelalui pendekatan
qiyas.Sebagaimana di terangkan, bahwa qiyas berarti mempertemukan sesuatu yang tidakada
nash hukumnya dengan hal lain yang yang ada nash hukumnya karena ada persamaanillat
hukum. Dengan demikian qiyas itu hal yang fitri dan ditetapkan berdasarkan penalaranyang
jernih, sebab asas qiyas adalah menghubungkan dua masalah secara analogis berdasarkan
persamaan sebab dan sifat yang membentuknya. Apabila pendekatan analogis itumenemukan
titik persamaan antara sebab-sebab dan sifat-sifat antara dua masalah tersebut,maka
konsekuensinya harus sama pula hukum yang ditetapkan.
C. RUKUN QIYAS
Biar qiyas bisa terjadi, menurut para ulama ushul, qiyas itu memerlukan empat unsur utama.
Empat unsur ini sering juga disebut dengan rukun :
1. Al-Ashlu
Para fuqaha mendefinisikan al-ashlu ( )األصلsebagai hukum yang sudah jelas dengan
didasarkan pada nash yang jelas. Dalam contoh di atas, air perasan buah kurma dan anggur
termasuk contoh al-ashlu. Sebab pada waktu turunnya ayat haramnya khamar, keduanya adalah
khamar yang dikenal di masa itu.
4
2. Al-Far'u
Makna al-far'u ( )الفرعadalah cabang, sebagai lawan kata dari al-ashlu di atas. Yang dimaksud
dengan al-far'u adalah suatu masalah yang tidak ditemukan nash hukumnya di dalam Al-Quran
atau As-Sunnah secara eksplisit. Dalam contoh kasus khamar di atas, yang menjadi al-far'u
adalah an-nabidz, yaitu perasan dari selain kurma dan anggur, yang diproses menjadi khamar
dengan pengaruh memabukkan.
3. Al-Hukmu
Yang dimaksud dengan al-hukmu ( )الحكمadalah hukum syar'i yang ada dalam nash, dimana
hukum itu tersemat pada al-ashlu di atas. Maksudnya, perasan.
4. Al-'Illat
Yang dimaksud dengan al-'illat ( )العلةadalah kesamaan sifat hukum yang terdapat dalam al-
ashlu (( األصلdan juga pada al-far'u ()العلة.Dalam contoh di atas, 'illat adalah benang merah yang
menjadi penghubung antara hukum air perasan buah anggur dan buah kurma dengan air perasan
dari semua buah-buahan lainnya, dimana keduanya sama-sama memabukkan.
6
BAB 3
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
Qiyas menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Alqur’an dan Hadits dengan
cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkannash.Dengan cara
qiyas itu berarti para mujtahid telah mengembalikan ketentuan hukum sesuatu kepada sumbernya
Alqur’an dan Hadits. Sebab hukum islam, kadang tersurat jelas dalam nash Alqur’an atau Hadits,
kadang juga bersifat implisit-analogik terkandung dalamnash tersebut.
Sebagian para ulama’ fiqh dan para pengikut madzab yang empat sependapat bahwa qiyas
dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum ajaranislam. Mereka
itu barulah melakukan qiyas apabila ada kejadian atau peristiwa tetapi tidakdiperoleh satu
nashpun yang dapat dijadikan dasar.
Hanya sebagian kecil para ulama’ yang tidak membolehkan pemakaian qiyas sebagai dasar
hujjah, diantaranya ialah salah satu cabang Madzab Dzahiri dan Madzab Syi’ah.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas maka diharapkan bagi siapa saja yang yang ingin terjun dalam
dunia dakwah dengan kata lain menjadi Da’i maka hendaklah mempersiapkan unsur-unsur dan
segala sesuatu yang dibutuhkan demi suksesnya proses dakwah tersebut dan salah satu yang
sangat penting untuk diperhatikan adalah manajemen.
7
DAFTAR PUSTAKA