Lailatul Hana
Universitas Islam Negeri Profesor K.H Saifuddin Zuhri Purwokerto
Jl. A. Yani 40-A (+62-281)-635624 Purwokerto 53126
E-mail: lailatulhana73@gmail.com
Kata Kunci: Nyadran, Gumelem Wetan, Makam Ki Ageng Giring, Ziarah Kubur.
PENDAHULUAN:
Dalam perkembangan zaman yang semakin modern, kebudayaan atau
tradisi Jawa masih memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat
karena nilai filosofis yang masih dipatuhi, bahkan takut jika tidak
melaksanakannya akan mengalami sesuatu yang tidak diinginkan.
Salah satu tradisi yang masih sangat lekat pada masyarakat Jawa
khususnya di Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan, Kabupaten
Banjarnegara adalah Nyadran Gede. Tradisi adalah kebiasaan yang dilakukan
secara turun temurun yang masih dikerjakan dalam masyarakat melalui
penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara
yang paling baik dan benar.1 Tradisi-tradisi yang masih berkembang pada
masyarakat Jawa merupakan salah satu kebudayaan yang tetap terpelihara
setelah Islam masuk. Sistem upacara religi menurut Koentjraningrat
memiliki empat komponen utama, yaitu (1) tempat pelaksanaan upacara, (2)
waktu pelaksanaan upacara, (3) perlengkapan upacara atau benda-benda
pusaka dan (4) pelaku upacara.2
Dengan adanya berbagai ritual dan tradisi yang dilaksanakan secara
Islami di Jawa telah memperkokoh eksistensi esensi ajaran Islam di tengah
1
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 959.
2
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 203-204.
masyarakat Indonesia dan Asia Tenggara 3. Agama juga mempunyai peran
penting dalam masyarakat, untuk mengetahuinya harus ada tiga aspek yaitu
kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian, sehingga agama dan aspek-aspek
itu saling berhubungan.4 Pelaksanaan kebudayaan di Jawa yang ditujukan
kepada Tuhan, membuat hubungan antara kebudayaan dengan agama
menjadi sangat erat. Menurut adat kejawen, sadranan berarti berziarah ke
kubur atau pergi ke makam nenek moyang dengan membawa kemenyan,
bunga dan air doa. Nyadran Gede biasanya dilakukan hari Senin atau Kamis
terakhir di bulan Sya’ban atau bulan Ruwah yang berasal dari kata ruh dan
arwah5. Sehingga Nyadran juga dikenal sebagai acara Ruwah. Pelaksanaanya
berupa ziarah kubur yang dilakukan di makam Ki Ageng Giring pada bulan
sadran atau sadranan, yang dalam kalender Islam disebut bulan Syaban. Hal
itu dilakukan dengan tujuan untuk mengenang roh leluhur khususnya Ki
Ageng Giring, mengirimkan doa untuk arwah, dan keluarga yang telah
mendahului.
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif dengan
menggunakan pendekatan emik dan etik. Pendekatan penelitian emik yang
dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk memperoleh data yang berhubungan
dengan upacara Nyadran Gede yang dilakukan masyarakat Desa Gumelem
Wetan. Sedangkan etik peneliti menggunakan konsep sebelumnya dengan
menganalisis beberapa buku dan jurnal tentang budaya dan bentuk upacara
Nyadran Gede, selain itu juga berdasarkan pengalaman peneliti pada saat
melihat upacara Nyadran Gede di Gumelem Wetan. Peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data yaitu observasi partisipan, peneliti terlibat
langsung dalam kegiatan Nyadran Gede yaitu dengan membawa hasil bumi
dan tumpeng. Wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara
mendalam, yang dilakukan dengan Ibu Sutirah selaku pelaku Nyadran Gede
dari Gumelem Kulon dan Ibu Minem selaku pelaku Nyadran Gede dari
Karangsalam. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data mengenai
tradisi Nyadran Gede di makam Ki Ageng Giring, Gumelem Wetan.
Nyadran Gede
3
Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2010), hlm. 13.
4
Dadang Rahmat, Sosiologi Agama, (Bandung: Rosdakarya, 2002), hlm. 130-131.
5
Ahmad Sujari dalam “Nyadran Gedhe di Banjarnegara, Menjaga Tradisi Menghormat
Leluhur” diakses dari https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4020060/nyadran-
gedhe-di-banjarnegara-menjaga-tradisi-menghormat-leluhur diakses pada 14 Mei 2018
Nyadran Gede merupakan tradisi yang dilakukan untuk mendoakan
para pendahulu dengan membawa hasil bumi untuk dinikmati bersama.
Nyadran sudah melekat dan sudah dipraktikkan oleh masyarakat Jawa dari
generasi ke generasi. Bagi masyarakat Jawa, bulan Sya’ban ini dinamakan
dengan bulan Ruwah, bulan Ruwah dipercaya sebagai waktu yang tepat
untuk mengunjungi arwah leluhur. Nyadran Gede ini dilaksanakan sebagai
perwujudan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas limpahan segala nikmat
dan barokah-Nya, dengan adanya upacara ini diharapkan dapat keberkahan,
keselamatan dan kebahagiaan. Nyadran yang berasal dari kata Sraddha
sudah dilakukan sejak jaman Majapahit. Namun setelah agama Islam masuk
ke tanah Jawa, oleh Sunan Kalijaga upacara ini tetap dilaksanakan dengan
nuansa islami dan diadakan setiap bulan Ruwah. Nyadran, selain
dimaksudkan untuk menunjuk kan bakti seseorang kepada leluhurnya yang
telah meninggal dan mengingatkan diri bahwa semua manusia pada akhirnya
akan mengalami kematian, juga merupakan bentuk persiapan untuk melak
sanakan ibadah puasajika pelaku Nyadran adalah seorang muslim. Dengan
penyelenggaraan upacara Nyadran, diharapkan bahwa ia dapat lebih taat
menjalani kehidupan yang sesuai dengan tata-atur an yang ditetapkan Allah
SWT (menurut syariat Islam), meskipun keabsahan tradisi ini masih di
perselisihkan umat Islam.
Bagi warga non muslim, Nyadran Gede memiliki arti dan tujuan yang
sedikit berbeda dengan masyarakat yang beragama Islam. Bagi warga non-
muslim, pelaksanaan Nyadran Gede didorong oleh paham dinamisme,
pemujaan dan penghormatan mereka terhadap arwah leluhur, kepercayaan
mereka terhadap roh orang yang telah meninggal dunia dapat dimintai
pertolongan. Sedangkan bagi masyarakat muslim, Nyadran dianggap
mempunyai hubungan akidah Islam tentang kematian, dimana setelah
manusia mati, rohnya meninggalkan jasad dan akan berada dalam alam
barzakh. 6
7
Gumelem Wetan dan Gumelem Kulon merupakan tanah perdikan yang dipimpin oleh
seorang Demang pada jaman Kerajaan Mataram, oleh karena itu Nyadran Gede di makam Ki
Ageng Giring biasanya dilakukan oleh dua desa tersebut.
warga akan mengadakan kenduri atau selametan sendiri dirumah dengan
mengundang warga dan pemuka agama di desa tersebut, yang biasanya
diadakan setelah Isya atau sekitar jam 20.00 WIB.8
Kemudian pada pelaksanaan Kirab atau arak-arakan menuju Makam
Ki Ageng Girilangan dilakukan sebelum acara makan bersama dimulai, arak-
arakan ini menjadi ciri khas dari Nyadran Gede di Gumelem Wetan, sehingga
banyak wisatawan luar seperti dari Jogja atau Semarang yang ikut
menghadiri upacara ini.
Upacara dimulai pada sore hari menjelang hari pelaksanaan dengan
menyiapkan perlengkapan untuk berdoa di makam Ki Ageng Giring,
kemudian pada pagi harinya juru kunci makam akan memasang kelambu
pusaka di makam Ki Ageng Giring, kelambu tersebut konon pemberian dari
Keraton Mataram. Pada acara Nyadran Gede ini kepala desa akan
mengenakan busana adat Jawa dilengkapi dengan keris, sedangkan
perangkat desa hanya mengenakan busana adat Jawa. Kemudian kepala desa
beserta rombongan berjalan menuju makam Ki Ageng Giring bersamaan
dengan pelaksanaan Kirab. Pada saat pelaksanaan Kirab, barisan pertama
Kirab adalah rombongan kepala desa, perangkat desa dan beberapa pria
dengan berpakaian adat Jawa, atasan hitam dan bawahan jarit, kemudian
barisan kedua para perempuan yang menggendong rinjing atau tumpeng.
Acara dilanjutkan dengan wejangan dari pejabat desa kemudian sesepuh
desa akan menceritakan sejarah Kademangan Gumelem dan Ki Ageng Giring.
Setelah pelaksanaan tersebut selesai, kegiatan selanjutnya adalah kenduri
atau makan bersama yang diawali dengan pembacaan ayat Al-Quran, zikir,
tahlil, dan doa untuk arwah leluhur yang kemudian ditutup dengan kenduri
atau makan bersama.
3.) Urap
Urap merupakan campuran beberapa sayuran seperti daun
kenikir, toge, daun kemangi, parutan kelapa, kacang panjang, dan
lain lain.
Hidangan ini menjadi simbol rasa syukur kepada Tuhan atas
keberkahan yang melimpah.
4.) Apem
Apem merupakan jajanan khas Jawa yang terbuat dari tepung
beras.
Nama apem sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu, ‘afuan, afwan,
affan atau afawwun’ yang memiliki arti maaf atau pengampunan. 10
SIMPULAN
Filosofi yang terdapat dalam tradisi Nyadran Gede di Gumelem Wetan
yaitu: 1) membersihkan makam bersama yang berarti agar dapat terbentuk
rasa gotong-royong dan kekeluargaan antar warga. 2) Kirab atau arak-arakan
sebagai hiburan masyarakat setempat dan agar mempererat kebersamaan. 3)
Ziarah kubur yang dapat mengingatkan kita akan kematian dan mendoakan
leluhur. 4) Kenduri bermakna sebagai bentuk sedekah, rasa syukur dan
kekerabatan dengan beberapa hidangan yang memiliki makna seperti ayam
ingkung yang berarti seseorang yang berdoa dengan khidmat, tahu tempe
yang melambangkan keharmonisan dan silaturami, urap yang berarti rasa
syukur atas segala nikmat yang diberikan Tuhan dan apem yang berarti
saling memaafkan. Nilai filosofis lainnya yang terdapat dalam Nyadran Gede
seperti: melestarikan warisan nenek moyang, perwujudan sikap guyub
rukun, dan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
DAFTAR PUSTAKA