Makalah dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah Ushul Fiqh
Disusun oleh:
Dinda safira febrianti 22320103
Dosen pengampu:
Siti Shopiyah,MA
Penyusun
i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................
a. KESIMPULAN................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Qiyas merupakan suatu cara penggunaan pendapat untuk
menetapkan suatu hukum terhadap suatu cara atau kejadian yang belum
jelas dalam Al-Qur’an dan Sunnah.Dasar pemikiran Qiyas itu adalah
adanya kaitan yang era tantara hukum dengan sebab. Hampir setiap
hukum diluar bidang ibadah diketahui dapat alasan rasional ditetapkan
nya hukum itu oleh Allah.
1
2
2
3
BAB II
QIYAS
3
4
ٰٓيَاُّيَه ا اَّل ِذ ْيَن ٰا َم ُن ْٓو ا َاِط ْيُع وا َهّٰللا َو َاِط ْيُع وا الَّرُس ْو َل َو ُاوِلى اَاْلْم ِر ِم ْنُك ْۚم َف ِاْن
َتَناَز ْع ُتْم ِفْي َش ْي ٍء َفُر ُّد ْو ُه ِاَلى ِهّٰللا َو الَّر ُسْو ِل ِاْن ُكْنُتْم ُتْؤ ِم ُنْو َن ِباِهّٰلل َو اْلَي ْو ِم اٰاْل ِخ ِۗر ٰذ ِل َك
ࣖ َخْيٌر َّو َاْح َس ُن َتْأِو ْياًل
3
Q.S. An-Nisa (9): 59. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung:
CV Penerbit J-Art, 2005), h. 87.
6
2.Qiyas Khafi
3. Qiyas Dalalah
4. Qiyas Syabah
4
Asrowi, “Ijma Dan Qiyas Dalam Hukum Islam,” hal.40-41.
8
C. Rukun Qiyas
4. Al-aslu
Yaitu sesuatu yang ada nas hukumnya Al-aslu juga memiliki beberapa
arti, yakni Al- maqis alaih yang (diqiyaskan kepadanya), Mahmul
alaih(yang dijadikan pertanggungan), dan musyabbah bih (yang
diserupakan dengannya).
5. Al-far’u
Yaitu sesuatu yang tidak ada nas hukumnya. Al-far’u juga memiliki
beberapa arti, Al-maqis, (yang diqiyaskan), Al mahmul (yang
dipertanggungkan), dan Al- musabbah (yang diserupakan).
6. Hukum Al-asl, yaitu hukum syara’ yang ada nas nya pada al-asl
(pokok)nya, dan al-musyabbah (yang diserupakan).
7. Al-illat yaitu suatu sifat yang dijadikan dasar untuk membentuk
hukum pokok, dan berdasarkan adanya keberadaan sifat itu pada
cabang (al-far’u), maka itu disamakan dengan pokok nya dari
hukumnya.5
5
Harjan Syuhada,Sungarso, “Fikih,” hal.48.
9
6
Ahmad Sarwat “qiyas”rumah fiqih Publishing,(Jakarta selatan,2019)
h.23
7
Wahhab Az-Zuhaly, Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh, jilid 1 hal. 586
10
Secara etimologi kata ‘illat adalah bentuk masdar dari kata -يعل-عل
عل]ةyang berarti sakit atau penyakit.8 Menurut al-Jurjani illat dinamakan
penyakit karena ia mengobah kondisipisik seseorang dari kuat menjadi
lemah. Dalam dunia kedokteran sesuatu yang menyebabkan tubuh
merasa sakit disebut dengan illat.
Pembinaan dan tambatan hukum karena ada atau tidak adanya illat
tersebut. Dari sejumlah pengertian yang dikemukakan oleh para ulama
klasik maupun ulama kontemporer, maka illat itu merupakan sesuatu
yang memberitahu dan sesuatu yang mendorong yang menjadi landasan
hukum. Namun para ulama kontemporer bukan saja melihat kepada
fungsi illat sebagaimana ulama klasik, tetapi lebih kepada kriterinya.
Misalnya Muhammad Abu Zahrah, Abd al-Wahhab Khallaf maupun Abd
al-Karim Zaidan merumuskan illat lebih tegas dan rinci dan jelas
kriterinya terhadap sifat-sifat yang dapat dijadikan illat dalam penetapan
hukum. Para ulama klasik, tidak membedakan antara illat dengan sebab,
keduanya sama-sama menjadi dasar atau alasan adanya ketetapan
hukum. Sedangkan para ulama kontemporer misalnya Abd al-Wahhab
Khallaf membedakan antara illat dengan sebab.
Sebab Illat Ialah sesuatu yang terang dan tertentu yang dijadikan
sebagai pangkal adanya hukum (musabbab) Artinya adanya sebab,
dengan sendirinya terwujud hukum15. Abu Zahrah mengemukakan
bahwa sebab ialah suatu perkara yang terang, jelas yang dijadikan Allah
sebagai tanda terwujudnya hukum.16 Sebab Illat itu terbagi dua:
bagi yang berpuasa, dan jual beli menjadi sebab memiliki apa yang
diperjanjikan (transaksikan) padanya.
Hikmah Illat
Illat yang ditunjuk syara bahwa illat itulah yang menjadi illat
hukum yang baik ditunjuk secara langsung atau tidak langsung.
2. Al-Munasibul Muallim
illat yang tidak dijelaskan dalam nash sebagai illat hukumnya, namun
dalam nash lain disebutkan sebagai illat bagi hukum yang serupa.
Contohnya seperti yang diterangkan dalam hadisbahwa gadis yang belum
mencapai usia baligh harusdinikahkan oleh walinya, namun tidak
dijelaskan illatyang sebenarnya, apakah karena gadisnya atau karena
belum baligh, karena keduanya dapat dijadikan illat.
3. Al-Munasibul Mulga
16
1.Memerdekakan budak
Hukuman ini dikenakan bagi siapa saja, apakah ia miskin atau kaya,
apakah orang itu tua atau muda. Contoh lainnya, dilihat dari
segitingkatan keluarga bahwa saudara lelaki dansaudara perempuan ada
pada satu tingkatan,namun oleh syara’ ditetapkan bagi laki-laki duakali
lipat bagian perempuan.
4.Al-Munasibul mursal
17
Dhahiri
Haji
19
Abdul Wahab al-Kholaq, Ilmu Ushul Fiqh (Quwaid: Dâr alQolam,
1990), hal., 71-75
18
Tahsinat
Tahsinat ialah segala sesuatu yang apabila didapatmaka
kehidupan menjadi lebih baik dan sempurna seperti tingkah laku yang
baik, adat istiadat yang baik, termasuk segala sesuatu yang
bersangkutan dengan kebersihan, kesopanan, dan tingkah laku yang
terpuji. Ketiga hal di atas dilaksanakan secara berturutanyaitu dharuri,
hajji dan tahsini. Karena itu, jihad dalam mempertahankan
agamadidahulukan mestipun harus mengorbankan jiwa.
Dankemaslahatan yang dimaksud bukan kem aslahatan pribadi atau
kelompok, tetapi kemaslahatan umum yang menjadi tujuan untuk
agama Islam.
b) Illat Hukum
Penentuan Illat dengan nash yang sharih terjadi jika dalam nash
terdapat kata-kata yang memang menunjukkan bahwa suatu sifat
merupakan illat hukum. Seperti kata lil’illati kadza (illat hukumnya
adalah ini), kata lisababi kadza (karena alasan ini), atau kata li ajli
kadza (karena hal ini).
20
Khoirul Umam, Usul Fiqih, hal., 112
20
ُرُس اًل ُّمَبِّش ِر ْيَن َوُم ْنِذ ِرْيَن ِلَئاَّل َيُك ْو َن ِللَّناِس َع َلى ِهّٰللا ُحَّج ٌةۢ َبْع َد
)ُهّٰللا َع ِز ْيًز اَح ِكْيًم ا١٦٥( الُّر ُس ِل ۗ َو َك اَن
( ۗ َاِقِم الَّص ٰل وَة ِلُد ُلْو ِك الَّش ْم ِس ِاٰل ى َغ َس ِق اَّلْيِل َو ُقْر ٰا َن اْلَفْج ِر
) ِاَّن ُقْر ٰا َن اْلَفْج ِر َك اَن َم ْش ُهْو ًد٧٨
َفِبُظْلٍم ِّم َن اَّلِذ ْيَن َهاُد ْو ا َح َّر ْم َنا َع َلْيِهْم َطِّيٰب ٍت ُاِح َّلْت َلُهْم َو ِبَص ِّد ِهْم َع ْن
َس ِبْيِل ِهّٰللا َك ِثْيًرا
21
Rohidin wahid, Ijtihad dalam syari’at islam (Pustaka Al-kautsar
Jakarta timur2015) h. 290-291
22
Ahmad Munif Surahmaputra, Filsafat Hukum Islam Al-
Ghazali. hlm. 177
22
23
BAB III
PENUTUP
1) KESIMPULAN
Qiyas Khafi
23
Qiyas Dalalah
c. Rukun Qiyas
Jika ada nash dari Al-Qur’an atau sunnah yang menunjukkan bahwa
sifat tertentu marupakan illat hukum, maka sifat tersebut menjadi illat
hukum dengan ditentukan langsung oleh nash syariat, dan disebut al-illat
al manshush alaiha. Dalam hal ini, dilalah nash atau petunjuk nash
dalam menjelaskan bahwa sifat tersebut adalah Illat hukum terkadang
dengan kata-kata yang jelas (Sharih) atau dengan isyarat.
Q.S. An-Nisa (9): 59. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung:
Subki Ibnu, Syarh Matan Jami’ al-Jawami’ Jl. II ( Maktabah Dar Ihya,
t.th.)