Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH QIYAS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ushul fiqih

DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr. Kasuwi Saiban, M.Ag.

TAHUN AKADEMIK 2020/2021

Oleh :
Fahmi Rahmatulloh Adzani
2077011628

FAKULTAS TARBIYAH

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-HIKAM MALANG


KATA PENGANTAR

‫س ِم هللاِ ال َّر ْحم ِن ال َّر ِح ْي ِم‬


ْ ِ‫ب‬

Assalamu’alaikum wr.wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya yang tidak pernah putus sehingga pada kesempatan kali
ini saya dapat menyelesaikan makalah agama yang berjudul “QIYAS” dalam
rangka memenuhi salah satu nilai tugas matakuliah Pendidikan Agama Islam.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yakni untuk mengenalkan


dan membahas pengertian, rukun, macam-macam, dan kehujjahannya itu sendiri.
Dengan makalah ini diharapkan baik penulis sendiri maupun pembaca dapat
memilki pengetahuan yang lebih luas mengenai qiyas itu sendiri.

Namun saya menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak


terdapat kekurangan, untuk itu saya menerima kritik dan saran yang bersifat
memperbaiki untuk kedepannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
mahasiswa khususnya dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama
mata kuliah usul fiqih.

Wasalam’ualaikum wr.wb.

Malang, 28 Desember 2020

Fahmi Rahmatulloh Adzani

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Qiyas......................................................................................... 3
2.2 Rukun-rukun Qiyas..................................................................................... 3
2.3 Macam-macam Qiyas................................................................................. 4
2.4 Kehujjahan Qiyas........................................................................................ 5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 6
3.2 Saran........................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Qiyas menurut sebagian ulama fiqih dan pengikut madzhab yang empat
memiliki pendapat yang sama bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau
dasar hujjah dalam menetapkan hukum dalam ajaran islam. Pastinya telah terjadi
beberapa kejadian yang perlu ditetapkan hukumnya namum tidak ada nash yang
dapat dijadikan dasar untuk menetapkannya. Untuk menetapkan hukumnya dapat
ditempuh dengan cara qiyas, yaitu dengan cara mecari peristiwa yang lain yang
telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash serta antara keduanya memiliki
persamaan ‘illat.
Allah juga menurunkan ajaran agama islam kepada Nabi Muhammad
SAW dan memerintahkan manusia agar menyembah beribadah kepada-Nya,
mengikuti hukum-hukum yang telah ditentukan, dan mengembalikan segala
urusan kepada Allah dan Rasul-Nya.
‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ِطيعُوا هَّللا َ َوَأ ِطيعُوا] ال َّرسُو َل َوُأولِي اَأْل ْم ِر ِم ْن ُك ْم ۖ فَِإ ْن تَنَازَ ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء‬
‫ُول ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۚ ٰ َذلِكَ خَ ْي ٌر َوَأحْ َسنُ تَْأ ِوياًل‬
ِ ‫ فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى هَّللا ِ َوال َّرس‬ 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Rasulullah SAW juga telah memerintahkan kepada sahabat akan
pentingnya mengembalikan persoalan apabila tidak secara langsung diputuskan
didalam Al-Quran maupun Hadits.
‫ اقضى بما‬: ‫ فان لم تجد فى كتاب هللا ؟ قال‬: ‫ قال‬.‫ بما فى كتاب هللا‬: ‫ بما تقضى ؟ قال‬: ‫قال رسول هللا لمعاد‬
‫ الحمد هلل الذي‬: ‫ قال‬.‫ اجتهد برايي‬: ‫ فان لم تجد فيما قضى به رسول هللا ؟ قال‬: ‫ قال‬.‫قضى به رسول هللا‬
‫وفق رسول رسوله‬

1
Artinya: “Beliau bertanya, “Dengan apa engkau memutskan suatu hukum ketika
dihadapkan suatu masalah kepadamu ?”. Muadz berkata, “Aku putuskan dengan
kitab Allah, al-Quran, bila tidak kutemukan maka dengan sunnah Rasululah, bila
tidak kutemukan maka aku berijtihad dengan pendapatku, dan aku tidak akan
condong”. Maka Rasulullah saw menepuk dadanya dan bersabda, “Segala puji
bagi Allah yang telah memberikan pertolongan kepada utusan Rasulullah atas apa
yang ia relakan”.(HR Tirmizi)

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam makalah ini dapat diambil
beberapa rumusan masalah diantaranya:

1. Apa yang dimaksud Qiyas?


2. Apa saja rukun-rukun Qiyas?
3. Apa saja macam-macam Qiyas?
4. Bagaimana kehujjahan Qiyas?

1.3 TUJUAN PENULISAN MAKALAH


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah
ini sebagai berikut:

1. Mengetahui pengertian Qiyas.


2. Mengetahui rukun-rukun Qiyas.
3. Mengetahui macam-macam Qiyas.
4. Mengetahui kehujjahan Qiyas.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Qiyas

‫غير منصوص على حكمه الشرع ّي بأمر منصوص على حكمه إلشتراكهما في علة الحكم‬
ِ ‫إلحاق أمر‬
Menyatukan sesuatu yang tidak disebutkan hukumnya dalam nash dengan
sesuatu yang disebutkan hukumnya dalam nash disebabkan kesatuan ‘illat hukum
di antara keduanya. Qiyas adalah “menyamakan hukum suatu peristiwa yang tidak
diatur dalam nash kepada hukum suatu peristiwa yang diatur dalam nash karena
adanya kesamaan ‘illat.
Menurut bahasa, qiyas berarti “menyamakan” sedang menurut istilah ahli
ushul, qiyas adalah menyamakan hukum suatu perkara yang belum ada hukumnya
dengan hukum perkara lain yang sudah di tetapkan oleh nash, karena adanya
persamaan dalam ‘illat (alasan) hukum, yang tidak bisa di ketahui dengan semata
mata memahami lafad-lafadnya dan mengetahui dilalah-dilalah bahasanya.

2.2 Rukun-rukun Qiyas

Dari pemahaman diatas, para ulama’ akan kebolehan qiyas sebagai metode
dan hujjah dalam hukum syara’ menetapkan beberapa rukun qiyas diantaranya:

1. Syarat ashl adalah Hukum ashl itu masih ada atau berlaku, kalau tidak ada,
maka tidak dapat dijadikan ashl, contoh, khamar dalam Alquran Hukum
yang ada pada ashl harus hukum syara' bukan hukum akal atau bahasa
Hukum ashl bukan merupakan hukum pengecualian
2. Far’u/Furu’ adalah peristiwa-peristiwa baru atau yang tidak diatur atau
tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan Hadits. Ashl adalah peristiwa-
peristiwa yang diatur dalam al-Qur’an dan Hadis. Hukum Ashl adalah
status hukum yang terdapat pada ashl ‘illah Motif timbulnya hukum atau
suatu sifat yang menandai atau menunjukkan adanya hukum.
3. Adanya hukum ashl, yaitu hukum syara’ yang ditetapkan oleh nash atau
ijma’ yang akan diberlakukan kepada cabang

3
4. Adanya ‘illat, yaitu sesuatu yang menjadi motivasi hukum. Rukun
keempat ini juga termasuk inti dalam praktik qiyas, sebab berdasarkan
‘illat itulah hukum-hukum yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an maupun
al-Hadits dapat dikembangkan.

2.3 Macam-macam Qiyas


Dilihat dari segi perbandingannya ‘illat, qiyas dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu:
1. Qiyas Aula, yaitu ‘illat yang terdapat pada cabang lebih utama dari pada
’illat yang terdapat pada pokok. ‘illat yang terdapat pada qiyas (furu’)
lebih aula (utama) dari pada ‘illat yang ada pada tempat mengqiyaskan
(ashl). Seperti mengqiaskan memukul kepada kata-kata “ah” pada ibu
bapak, karena ‘illatnya menyakiti, jadi ‘illat hukum dari larangan tersebut
adalah menyakiti dalam hal ini menyakiti dengan memukul adalah lebih
berat dibanding menyakiti hanya sekedar mengatakan “ah”.
2. Qiyas Musawi, yaitu ‘illat yang terdapat pada cabang sama bobotnya
dengan ‘illat yang terdapat pada pokok. Misalnya meng-qiyaskan
haramnya membakar harta anak yatim kepada haram memakan hartanya.
‘illat hukum larangan tersebut adalah melenyapkan. Dalam hal ini
melenyapkan dengan cara membakar dan melenyapkan dengan cara
memakan bobotnya sama.
3. Qiyas Adna, yaitu ‘illat yang terdapat pada cabang sama bobotnya lebih
rendah dibanding dengan ‘illat yang terdapat pada pokok. Misalnya
menqiyaskan haramnya minuman nabidz dengan minuman khamr. ‘illat
hukum dari larangan tersebut adalah memabukkan, dalam hal ini sifat
memabukkan yang terdapat pada nabidz bobotnya lebih rendah dibanding
dengan sifat memabukkan yang terdapat pada khamr.
Lalu qiyas juga bisa dilihat dari jelas atau tidak jelasnya ‘illat sebagai landasan
hukum. Dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Qiyas jali, yaitu qiyas yang ‘illatnya disebutkan dalam nash, atau tidak
disebutkan akan tetapi berdasarkan penelitian ada kepastian tentang

4
kesamaan ‘illat antara pokok dan cabang. Misalnya tadi menqiyaskan
pemukulan kedua orang tua kepada larangan berkata “ah”.
2. Qiyas khafi, yaitu qiyas yang’illatnya tidak ditetapkan kepada nash dan
tidak ada kepastian tentang kesamaan ‘illat antara pokok dan cabang.
2.4 Kehujjahan Qiyas
Di kalangan ulama’ terdapat perbedaan pendapat mengenai bisa tidaknya
qiyas dijadikan metode penggalian hukum islam. Secara garis besar perbedaan
tersebut dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Kelompok yang berpendapat bahwa qiyas bisa dijadikan metode dan
hujjah dalam hukum-hukum lam hukum-hukum syara’ yang bersifat
amaliyyah, pendapat ini diketengahkan oleh jumhur ulama’ usul fiqih.
2. Kelompok yang berpendepat bahwa qiyas tidak bisa dijadikan metode dan
hujjah dalam hukum syara’, pendapat ini diketengahkan antara lain oleh
madzhab al-Dhahiri.
Alasan kelompok pertama :

‫ُوا ٱل َّرسُو َل َوُأ ۟ولِى ٱَأْل ْم ِر ِمن ُك ْم ۖ فَِإن تَ ٰنَ َز ْعتُ ْم فِى َش ْى ٍء‬ ۟ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامنُ ٓو ۟ا َأ ِطيع‬
۟ ‫ُوا ٱهَّلل َ َوَأ ِطيع‬
َ
َ ِ‫اخ ِر ۚ ٰ َذل‬
‫ك خَ ْي ٌر َوَأحْ َسنُ تَْأ ِوياًل‬ ِ ‫ُول ِإن ُكنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِٱهَّلل ِ َو ْٱليَوْ ِم ٱلْ َء‬
ِ ‫فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى ٱهَّلل ِ َوٱل َّرس‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Dasar Hukum Qiyas Qiyas memiliki dasar yang bersumber dari Alquran.
Allah sering menyatakan dalam firman-Nya, salah satunya Q.S. al-Hasyr ayat 2
untuk mengambil suatu ‘I’tibar dalam setiap permasalahan.
‫ار‬ َ ‫فَا ْعتَبِرُوا يَا ُأولِي اَأْلب‬.
ِ ‫ْص‬

Artinya : maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-
orang yang mempunyai wawasan.

5
‘I’tibar yang dimaksudkan adalah menyamakan status hukum peristiwa yang
dihadapi dengan peristiwa-peristiwa yang digambarkan dalam Alquran. Qiyas
juga memiliki dasar yang bersumber dari hadis Nabi. Salah satunya adalah hadis
yang berkaitan dengan Muadz ibn Jabal ketika diutus ke Yaman untuk menjadi
hakim. Rasulullah bertanya : ‫ فإن لم‬: ‫ قال‬,‫كيف تقضى إذا عرض لك قضاء؟ قال أقضى بكتاب هللا‬
‫ أجتهد برأئى وال ألو‬: ‫ قال‬,‫ فإن لم تجد فى سنة رسول هللا‬: ‫ قال‬,‫ فبسنة رسول هللا‬: ‫ قال‬,‫تجد فى كتاب هللا‬

Jawaban Muadz untuk berijtihad tersebut, maksudnya adalah melakukan qiyas.

Allah swt tidak menetapkan hukum buat hamba kalau bukan untuk kemaslahatan
bagi hamba. Karena kemaslahatan yang menjadi tujuan dari syariat. Karena itu
jika ada suatu masalah yang tidak ada nashnya, tapi ‘illatnya sama dengan yang
ada nashnya, maka diduga keras dapat memberikan kemaslahatan bagi hamba.
Nash yang ada dalam Alquran dan al-Sunnah itu terbatas, sedangkan kejadian
pada manusia itu tidak terbatas dan tidak berakhir. Maka Qiyas merupakan
metode perundangan yang dapat mengikuti kejadian baru dan dapat menyesuaikan
dengan kemaslahatan

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
Qiyas menurut sebagian ulama fiqh dan pengikut madzhab yang empat
memiliki pendapat yang sama bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau
dasar hujjah dalam menetapkan hukum dalam ajaran islam. Pastinya telah terjadi
beberapa kejadian yang perlu ditetapkan hukumnya namum tidak ada nash yang
dapat dijadikan dasar untuk menetapkannya. Untuk menetapkan hukumnya dapat
ditempuh dengan cara qiyas, yaitu dengan cara mecari peristiwa yang lain yang
telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash serta antara keduanya memiliki
persamaan illat.
Adapun yang menjadi dasar hukum digunakannya qiyas sebagai dalil
hukum oleh jumhur ulama ushul fiqh adalah berdasarkan al-Qur’an, as-Sunnah,

6
ijma’ dan aqal. Di sisi lain ada juga kelompok yang menolak menggunakan qiyas
sebagai dalil hukum dengan berlandaskan pada al-Qur’an, as-Sunnah, dan lainnya,
namun argumentasi kelompok kedua ini masih dianggap lemah oleh para ulama.
Rukun-rukun qiyas ada empat,yaitu al-Ashal, al-Far’u, hukum Ashal dan
‘illat.
Qiyas ditinjau dari segi illat yang ada pada ashal dan far’u terbagi menjadi
tiga, yaitu qiyas aula, musawi dan qiyas adna. Sedangkan dari segi jelas dan tidak
jelasnya illat, qiyas terbagi menjadi dua, yaitu qiyas jali dan qiyas khafi.
3.2 Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis memohon maaf
apabila ada kesalahan dan kami sangat mengharap saran yang membangun dari
pembaca yang bertujuan untuk memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para
pembaca.

7
DAFTAR PUSTAKA
https://tafsirweb.com/1591-quran-surat-an-nisa-ayat-59.html

https://ahmadrajafi.wordpress.com/2011/02/24/qiyas/

Saiban, Kasuwi. Metode Hukum Islam. Malang: Setara Press. 2019

Anda mungkin juga menyukai