Di susun oleh :
Kelompok : 5
1. Moiling Sari
2. Muhammad Reza Harist Abdullah
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui secara detail mengenai Qiyas.
b. Untuk mengetahui Hukum Dasar Qiyas
c. Untuk mengetahui Penolak dan Penerima Qiyas
d. Untuk Mengetahui Macam-Macam Qiyas.
BAB II
PEMBAHASAN
A . Pengertian Qiyas
Qiyas menurut Ulama’ Ushul fiqh ialah menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada
nashnya dalam Alqur’an dan Hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang
ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain : Qiyas ialah
menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash
hukumnya karena adanya persamaan ‘illat hukum.1[1]
Ada beberapa definisi menurut para ulama tentang pengertian qiyas diantaranya yaitu:
1. Al-Ghazali dalam Al-Mustashfa
Menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal
menetapkan hukum pada keduanya, dalam penetapan hukum atau peniadaan hukum.
2. Qadhi Abu Bakar
Menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal
menetapkan hukum pada keduanya atau meniadakan hukum dari keduanya disebabkan ada
hal yang sama antara keduanya.
3. Ibnu Subkhi dalam Jam’u al-Jawami’
Menghubungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui karena
kesamaannya dalam ‘illat hukumnya menurut pihak yang menghubungkan (mujtahid).
4. Abu Hasan al-Bashri
Menghasilkan (menetapkan) hukum ashal pada “furu’” karena keduanya sama
dalam‘illat hukum menurut mujtahid.
5. Al-Baidhawi
Menetapkan semisal hukum yang diketahui pada sesuatu lain yang diketahui karena
keduanya berserikat dalam ‘illat hukum menurut pandangan ulama yang menetapkan.
6. Shaadru al-Syari’ah
Merentangkan (menjangkaukan) hukum dari ashal kepada furu’ karena ada kesatuan
‘illat yang tidak mungkin dikenal dengan pemahaman lughowi semata.
Ayat ini menurut mereka melarang seseorang untuk beramal dengan sesuatu yang
tidak ada dalam al-Qur'an dan sunah Rasul. Mempedomani qiyas merupakan sikap beramal
dengan sesuatu diluar al-Qur'an dan sunnah Rasul, dan karenanya dilarang
3. Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas yang berusaha berbagai hal
karena
persamaan ‘illat. Bahkan dalam kodisi dan masalah tertentu, kelompok ini menerapkan
qiyassebagai pentakhsish dari keumuman dalil Alqur’an dan Sunnah.
D. Macam-Macam Qiyas
1. Qiyas Aulawy
Yaitu qiyas yang apabila ‘illatnya mewajibkan adanya hukum. Dan antara hukum asal
dan hukum yang disamakan (furu’) dan hukum cabang memiliki hukum yang lebih utama
daripada hukum yang ada pada al-asal. Misalnya: berkata kepada kedua orang tua dengan
mengatakan “uh”, “eh”, “busyet” atau kata-kata lain yang semakna dan menyakitakan itu
hukumnya haram, sesuai dengan firman allah SWT QS. Al-Isra’ (17) : 23.
Artinya:
“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan, supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (lemah lembut)”.
(QS. Al-Isra’ : 23)
2 . Qiyas Musawy
Yaitu qiyas yang apabila ‘illatnya mewajibkan adanya hukum dan sama antara hukum
yang ada pada al-ashl maupun hukum yang ada pada al-far’u (cabang). Contohnya,
keharaman memakan harta anak yatim berdasarkan firman Allah Surat An- Nisa’ (4)
" Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka)"
3 . Qiyas Adna
Qiyas adna yaitu adanya hukum far’u lebih lemah bila dirujuk dengan hukum al-ashlu.
Sebagai contoh, mengqiyaskan hukum apel kepada gandum dalam hal riba fadl (riba yang
terjadi karena adanya kelebihan dalam tukar menukar antara dua bahan kebutuhan pokok atau
makanan). Dalam masalah kasus ini ‘illat hukumnya adalah baik apel maupun gandum
merupakan jenis makanan yang bisa dimakan dan ditaka
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Qiyas menerangkan hokum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Alqur’an dan Hadits
dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash.
Dengan cara qiyas itu berarti para mujtahid telah mengembalikan ketentuan hokum
sesuatu kepada sumbernya Alqur’an dan Hadits. Sebab hukum islam, kadang tersurat jelas
dalam nash Alqur’an atau Hadits, kadang juga bersifat implisit-analogik terkandung dalam
nash tersebut.
Sebagian para ulama’ fiqh dan para pengikut madzab yang empat sependapat bahwa
qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum ajaran
islam. Mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada kejadian atau peristiwa tetapi tidak
diperoleh satu nashpun yang dapat dijadikan dasar.
Hanya sebagian kecil para ulama’ yang tidak membolehkan pemakaian qiyas sebagai
dasar hujjah, diantaranya ialah salah satu cabang Madzab Dzahiri dan Madzab Syi’ah.
Daftar Pustaka
Abu Zahrah, Muhammad. 2012.Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Syarifuddin, Amir. 2011.Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.
Syafe’i, Rachmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqih.Bandung: Pustaka Setia.
Rifa’i, Moh. 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap,Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang.
Wikipedia. “Qiyas”. 16 Maret 2104. http://en.wikipedia.org/wiki/Qiyas.