MAKALAH
Tentang:
HUKUM WARIS
(Menurut Hukum Taklifi Dan Hukum Wadh’i)
DISUSUN
O
L
E
H:
NETI ANDINI
KELAS : XII IPS
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas
karenaNya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai HUKUM WARIS dalam
mata pelajaran Ushul Fiqih yang dibimbing oleh Umi Nur ‘Aini, S.Ag. M. Pd . Atas
dukungan yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, Penulis mengucapkan
terimakasih.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian dengan makalah ini. Oleh
karena itu, Penulis menharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini selanjutnya.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
iii
Adapun tujuan penulis membahas judul makalah ini adalah agar para pembaca
maupun penulis pribadi dapat lebih mengetahui dan lebih mengerti tentang HUKUM
WARIS (Menurut Hukum Taklifi Dan Hukum Wadh’i) tersebut.
Penulis membatasi Permasalahan yang akan di bahas dalam makalah ini yakni
hanya mencakup “HUKUM WARIS (Menurut Hukum Taklifi Dan Hukum Wadh’i)”
dan disertai dalil - dalilnya.
iv
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Waris
Qs. An-Nisa : 11
ُأْل
ۚ ُص ف ْ ت َوا ِح َد ًة َفلَ َه ا ال ِّن ْ ك ۖ َوِإن َكا َن َ ْن َف َلهُنَّ ُثلُ َثا َما َت َر ِ ْن ۚ َفِإن ُكنَّ ِن َسا ًء َف ْوقَ ْاث َن َتي ِ يُوصِ ي ُك ُم هَّللا ُ فِي َأ ْواَل ِد ُك ْم ۖ ل َِّلذ َك ِر م ِْث ُل َح ِّظ ا ن َث َيي
ان لَ ُه ِإ ْخ َوةٌ َفُأِل ِّم ِه َ ث ۚ َفِإن َك ُّ ان َل ُه َولَ ٌد ۚ َفِإن لَّ ْم َي ُكن لَّ ُه َولَ ٌد َو َو ِر َث ُه َأ َب َواهُ َفُأِل ِّم ِه
ُ ُالثل َ ك ِإن َك َ َوَأِل َب َو ْي ِه ِل ُك ِّل َوا ِح ٍد ِّم ْن ُه َما ال ُّسدُسُ ِممَّا َت َر
ان َعلِي ًم ا َ يض ًة م َِّن هَّللا ِ ۗ ِإنَّ هَّللا َ َكَ ُون َأ ُّي ُه ْم َأ ْق َربُ لَ ُك ْم َن ْفعًا ۚ َف ِر َ ْن ۗ آ َباُؤ ُك ْم َوَأ ْب َناُؤ ُك ْم اَل َت ْدر ٍ ال ُّسدُسُ ۚ مِن َبعْ ِد َوصِ َّي ٍة يُوصِ ي ِب َها َأ ْو دَ ي
َحكِيمًا
1
Effendi Perangin, Hukum Waris,(Jakarta: Rajawali Pers ,2008), Hal. 3
v
meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu bapaknya (saja),
maka ibunya mendapat 1/3. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara,
maka ibunya mendapat 1/6. (pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi)
wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya. (tentang) orang tuamu
dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di Antara mereka yang lebih banyak
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,
Maha Bijaksana.”
Pelaksanaan Waris, juga disebutkan dalam ketentuan syara’ baik dari segi
hukum taklifi maupun hukum wadh’inya. Berdasarkan surah An-Nisa : 11,
vi
b) Hukum Wadh’i dalam Pelaksanaan Qishash
Hukum wadh’i merupakan titah Allah swt yang menjadikan sesuatu sebagai
sebab bagi adanya sesuatu yang lain, atau sebagai syarat bagi adanya sesuatu yang
lain atau juga sebagai penghalang bagi adanya sesuatu yang lain tersebut. 2 Dengan
demikian, ulama membagi hukum wadh’i kepada : Sebab, Syarat, Sah dan Batal,
Rukhsah, dan Azimah.
Dalam pelaksanaan hukuman Waris juga demikian. Terdapat hal-hal yang
terkait dengan hukum wadh’i, yaitu :
1) Sebab
Adapun sebab-sebab pelaksanaan hukuman Waris, diantaranya :
Kekerabatan, merupakan hubungan nasab seperti ibu, bapak, anak-anak,
saudara-saudara, para paman dan lain-lain. Dijelaskan dalam surat al-
anfal ayat 8 (2) yang berhak menerima warisan adalah orang tua, anak
dan orang-orang yang bernasab bagi mereka.
Pernikahan, merupakan pernikahan yang sah antara suami dan istri.
Sekalipun sesudah pernikahan belum terjadi persetubuhan atau berduaan
di tempat sepi (khalwat). Dan mengenai pernikahan yang batal atau fasid
tidak berhak menerima warisan.
Perbudakan, merupakan hubungan antara budak dan orang yang
memerdekakannya, apabila budak yang dimerdekakan tidak mempunyai
ahli waris berhak menghabiskan hartanya.
Tujuan Islam (Jihatul al-Islam), yaitu bagi orang yang tidak mempunyai
ahli waris maka hartanya ditaruh di Baitul Mal untuk kepentingan orang
Islam.
2) Syarat
Syarat merupakan segala sesuatu yang tergantung adanya hukum dengan
adanya sesuatu tersebut3, dan semikian pula sebaliknya. Diantara syarat-
syarat sahnya Pelaksanaan Waris ialah :
Matinya orang yang mewariskan harus bisa dibuktikan dengan baik,
teliti, terdapat saksi, hingga diberitakan sudah meninggal dari pihak yang
dapat dipercaya.
2
Prof. Dr. H. Alaidin Koto, M.A, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Jakarta, Rajawali Press: 2016) , Hal. 46
3
Ibid. Hal. 47
vii
Ahli waris yang akan menerima harta haruslah dalam keadaan hidup
meskipun dalam keadaan sekarat.
Harus ada hubungan antara ahli waris dengan pewaris, baik melalui
kekerabatan nasab, hubungan pernikahan, maupun pemerdekaan budak
(wala’).
Adanya satu alasan secara rinci yang menetapkan seseorang bisa
mendapatkan warisan. Alasan pewarisan bisa disertai dengan saksi.
3) Mani’ (Penghalang)
Mani’ merupakan segala sesuatu yang dengan keberadaannya dapat
menghalangi atau membatalkan atau meniadakan sebab hukum. Dalam
pelaksanaan Waris ada beberapa hal yang dapat menjadi penghalang
pelaksanaan Waris. Diantara penghalang yang dimaksud adalah :
Perbudakan, seorang yang berstatus budak yang tidak mempunyai hak
untuk mewarisi dari saudaranya sendiri. (Q.S An Nahl ayat 75).
Sedangkan menurut Idris Ramulyo, perbudakan menjadi penghalang
mewarisi bukan karena status sosialnya, tetapi karena dipandang sebagai
hamba sahaya yang tidak cakap menguasai harta benda.
Pembunuhan, pembunuhan terhadap pewaris oleh ahli waris
menyebabkan tidak dapat mewarisi harta yang ditinggal oleh orang yang
bunuh, meskipun yang dibunuh tidak meninggalkan ahli waris lain selain
yang dibunuh.
Berlainan agama, keadaan berlainan agama akan menghalangi
mendapatkan harta warisan, dalam hal ini yang dimaksud adalah antara
ahli waris dengan muwarris yang berbeda agama.4
4) Sah & Batal
Sah dan batalnya Pelaksanaan Waris ialah bergantung pada syarat dan
rukunnya, jika syarat dan rukun waris sudah terpenuhi maka sah-lah
pembagian harta warisan tersebut.
viii
Pembagian waris secara damai dalam Islam itu dibolehkan, hal ini sesuai
dengan Hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dari ibn
‘Abbas:
ال تطل__ق وامس__كﯩي: عن ابن عباس قال خشيت سوره ان يطلقها رسول هللا صلى هللا علي__ه وس__لم فق__الت
خال جن__اح عليهم__ا ان يص__لحا بينهم__ا ص__لحا والص__لح خ__ير فم__ا: وجعل يومي منك لعائشة ففع__ل ف__نزلت
)اصطلحا عيه من سير فهو جائز ) رواه اترمذي
Jika pembagian warisan tidak dapat dilakukan secara damai, maka kembali
kepada hukum asalnya, sebagaimana yang disebutkan dalam Kalamullah Surah
An-Nisa : 11, maka hukum yang tertera pada ayat tersebutlah yang merupakan
‘Azimah dari perbuatan pembagian warian ini.
Mahkum fih pada ayat ini adalah kata , فِي َأ ْواَل ِد ُك ْمyang mengandung makna waris
didalamnya.
ix
yang penulis sebutkan diatas. Sebab, mukallaflah yang dibebani hukum atas tindakan
berwudhu’ yang dimaksud pada . Qs. an-Nisa : 11 tersebut.
Mahkum ‘Alaih pada ayat ini adalah mukallaf secara umum dan para ayah secara
khusus. Hal ini diketahui dari isim domir yang melekat pada kata ُك ُم.
x
BAB III
3.1 Kesimpulan
Pembagian harta waris merpakan salah satu hal yang perlu dilakukan setelah
kematian seseorang. Dimana, jika hal ini tidak dilaksanakan, maka dikhawatirkan akan
terjadi perpecahan antara sesama ahli waris yang ditinggalkan mayyit atas harta-harta
kepemilikan si mayyit.
Penulis menyadari bahwasanya Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan dan
masih terdapat banyak kesalahan – kesalahan untuk itu saya sangat mengaharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk lebih baiknya makalah
saya di kedepan hari. Dan saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua,khususnya diri saya pribadi untuk menambah wawasan kita bersama tentang
HUKUM PELAKSANAAN QISHASH ; dilihat dari sudut pandang “HUKUM WARIS
(Menurut Hukum Taklifi Dan Hukum Wadh’i)” ini.
xi
xii
DAFTAR PUSTAKA