MAKALAH
Tentang:
DISUSUN
O
L
E
H:
SITI YASMIDA
KELAS : XII IPS
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas karenaNya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini kami membahas mengenai HUKUM PENCATATAN HUTANG-
PIUTANG (Ditinjau Dari Segi Hukum Taklifi Dan Hukum Wadh’i) dalam mata
pelajaran Ushul Fiqih yang dibimbing oleh Umi Nur ‘Aini, S.Ag. M. Pd . Atas
dukungan yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, Penulis mengucapkan
terimakasih.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian dengan makalah ini. Oleh
karena itu, Penulis menharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini selanjutnya.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Adapunn Rumusan Masalah dalam makalah ini:
1) Bagaimanakah defenisi Hutang-piutang dalam pandangan syara’?
2) Bagaimanakah hukum Hutang-piutang dilihat dari sisi hukum taklifi dan hukum
wadh’i?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulis membahas judul makalah ini adalah agar para pembaca
maupun penulis pribadi dapat lebih mengetahui dan lebih mengerti tentang “ WUDHU’
DALAM PELAKSANAAN SHOLAT ; HUKUM TAKLIFI ; HUKUM WADH’I”
tersebut.
Penulis membatasi Permasalahan yang akan di bahas dalam makalah ini yakni
hanya mencakup “HUKUM HUTANG-PIUTANG (Ditinjau Dari Segi Hukum Taklifi
Dan Hukum Wadh’i)” dan disertai dalil - dalilnya.
2
defenisi, hukum-hukum, serta dalil-dalil terait Hutang-
piutang yang penulis kumpulkan.
BAB III PENUTUP : Pada Bab ini, berisi mengenai kesimpulan dari pmaparan
makalah yang sudah penulis jabarkan sebelumnya. Pada
Bab ini juga berisi kritikan dan saran atas kekurangan
makalah yang penulis susun.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Hutang-piutang
Hutang atau bisa dikatakan sebagai utang merupakan uang tunai dan non tunai atau
barang yang dipinjam oleh seseorang dari orang lain. Sedangkan piutang adalah uang
jenis tunai maupun non tunai atau barang yang dipinjamkan oleh seseorang atau tagihan
uang dari seseorang pada orang lain yang meminjam.
Utang piutang disebut dengan “dain” ()دين. Istilah “dain” ( )دينini juga sangat terkait
dengan istilah “qard” ( )قرضyang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan pinjaman.
Dari sini nampak bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara “dain” ( )دينdan
“qard” (رضJ )قdalam bahasa ilmu fiqh mu’amalah dengan istilah utang piutang dan
pinjaman dalam bahasa Indonesia. Makna Al-Qardh ialah memotong. Harta yang
diserahkan kepada orang yang berhutang disebut Al-Qardh, karena merupakan potongan
dari harta orang yang memberikan hutang.
ٓ
ُب َك َما عَلَّ َمه َ ُب َكاتِبٌ اَ ْن يَّ ْكت َ ن اِ ٰلى اَ َج ٍل ُّم َس ّمًى فَا ْكتُبُوْ ۗهُ َو ْليَ ْكتُبْ بَّ ْينَ ُك ْم َكاتِ ۢبٌ بِ ْال َع ْد ۖ ِل َواَل يَْأJٍ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي
ِع ْيفًا اَوْ اَلJ ض
َ ْق َسفِ ْيهًا اَو ُّ ق هّٰللا َ َربَّهٗ َواَل يَبْخَ سْ ِم ْنهُ َش ْيـ ًۗٔا فَا ِ ْن َكانَ الَّ ِذيْ َعلَ ْي ِه ْال َح ُّ هّٰللا ُ فَ ْليَ ْكتُ ۚبْ َو ْليُ ْملِ ِل الَّ ِذيْ َعلَ ْي ِه ْال َح
ِ َّق َو ْليَت
َ J ٌل وَّا ْمJا َر ُجلَ ْي ِن فَ َر ُجJJَا ِ ْن لَّ ْم يَ ُكوْ نJَ الِ ُك ۚ ْم فJ ِه ْي َد ْي ِن ِم ْن رِّ َجJ ِه ُدوْ ا َشJ ْد ۗ ِل َوا ْست َْشJيَ ْست َِط ْي ُع اَ ْن يُّ ِم َّل ه َُو فَ ْليُ ْملِلْ َولِيُّهٗ بِ ْال َع
راَ ٰت ِن ِم َّم ْنJ
ُوْ هJJُوْ ا ۗ َواَل تَسَْٔـ ُم ْٓوا اَ ْن تَ ْكتُبJJا ُد ُعJJب ال ُّشهَ ۤ َدا ُء اِ َذا َم َ ض َّل اِحْ ٰدىهُ َما فَتُ َذ ِّك َر اِحْ ٰدىهُ َما ااْل ُ ْخ ٰر ۗى َواَل يَْأ ِ َضوْ نَ ِمنَ ال ُّشهَ ۤ َدا ِء اَ ْن ت َ ْتَر
ِد ْيرُوْ نَهَاJُ َرةً تJاضِ ارةً َح َ Jوْ نَ تِ َجJJاَ ْن تَ ُك ص ِغ ْيرًا اَوْ َكبِ ْيرًا اِ ٰلٓى اَ َجلِ ٖ ۗه ٰذلِ ُك ْم اَ ْق َسطُ ِع ْن َد هّٰللا ِ َواَ ْق َو ُم لِل َّشهَا َد ِة َواَ ْد ٰن ٓى اَاَّل تَرْ تَاب ُْٓوا آِاَّل
َ
ٌ ۢ ْوJوْ ا فَاِنَّهٗ فُ ُسJJُ ِه ْي ٌد ەۗ َواِ ْن تَ ْف َعلJَش
ۗ ق بِ ُك ْم اتِبٌ َّواَلJJ ۤا َّر َكJُض َ ايَ ْعتُ ْم ۖ َواَل يJJَ ِهد ُْٓوا اِ َذا تَبJا َواَ ْشJۗ Jَْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح اَاَّل تَ ْكتُبُوْ ه َ بَ ْينَ ُك ْم فَلَي
َواتَّقُوا هّٰللا َ ۗ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم هّٰللا ُ ۗ َوهّٰللا ُ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِ ْي ٌم
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia
menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia
bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun
4
daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah
(keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya
mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di
antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki
dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi
(yang ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi mengingatkannya.
Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan
menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang
demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih
mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan
tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu
tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah
penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah
memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu..
ٓ
ُن اِ ٰلى اَ َج ٍل ُّم َس ّمًى فَا ْكتُبُ ْو ۗهJٍ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي
5
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang
piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (Qs. al-
Baqarah : 282)
Kata ُ( فَا ْكتُبُ ْو ۗهFaktubuu) yang termuat dalam Qs. BAqarah : 282 berbentuk
fi’il amar yang nantinya sangat menentukan penarikan hukum dalam ayat ini.
Dalam ushul fikih kalimat yang berbentuk fi’il amar/sighat amar berkonotasi
sebagai perintah yang mengharuskan sasarannya melakukan kegiatan tersebut. Hal
ini sesuai dengan kaidah ushul fikih yang menyebutkan bahwa اال صل في المرااليجاب
(Asal dari pada amar itu ialah wajib.)
Meskipun demikian, pada ayat setelahnya, yakni QS. Al-Baqarah : 283,
dimana pada ayat ini Allah SWt justru menyebutkan bahwa menulis hutang-piutang
bukanlah kewajiban, melainkan sekedar anjuran. Sebagaimana kesepakatan ulama
mengatakan bahwa menuliskan hutang-piutang merupakan tuntunan dari Allah SWt
terhadap hambanya dalam melakukan transaksi hutang piutang.
1
Prof. Dr. H. Alaidin Koto, M.A, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Jakarta, Rajawali Press: 2016) , Hal. 46
2
Ibid. Hal. 47
6
Islam
Tamyiz (dapat membedakan baik dan buruknya suatu tindakan)
Jika salah seorang pihak memiliki keterbatasan fisik, maka walinya harus
membantuunya dalam transaksi,
Dipersaksikan oleh dua orang saksi yang adil,
Mencatat batas waktu pembayaran hutang,
3) Mani’ (Penghalang)
Mani’ merupakan segala sesuatu yang dengan keberadaannya dapat
menghalangi atau membatalkan atau meniadakan sebab hukum. Dalam
pelaksanaan pencatatan hutang-piutangtidak ada yang menghalanginya, sebab
hutang piutang bukanlah sesuatu yang diwajibkan secara syara’.
4) Sah & Batal
Sebagai seorang mukallaf, tentunya kita terkadang ragu tentang sah dan
batalnya pencatatan hutang-piutang. Adapun sahnya Pencatatan hutang-piutang
yakni jika seorang mukallaf sudah melaksakan anjuran pencatatan hutang
piutang tersebut dengan sempurna dan memenuhi syarat-syarat pencatatan
hutang-piutang yang telah disebutkan diatas. Namun, jika seorang mukallaf
melakukan pencatatan hutang-piutang sedangkan tanpa memperhatikan
syaratnya dengan benar, maka batalah transaksi tersebut.
5) Rukhsah & Azimah
Dan adapun rukhsah (keringanan) bagi mukallaf yang tidak mampu
melaksanakan pencatatan hutang sebagaimana mestinya, seperti mukallaf yang
sedang dalam perjalanan. Maka dalam keadaan yang demikian mukallaf boleh
tidak melaksanakan pencatatan hutang-piutang. Namun, mukallaf tetap harus
menghilangkan keraguan, atau menguatkan kepercayaan satu sama lainnya
dengan cara yang lain, yaitu dengan memberikan jaminan. Sebagaimana firman
allah dalam Qs. Al-Baqarah : 283
Artinya : “Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan
seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi,
jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa
7
kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian,
karena barangsiapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa).
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Akan tetapi, apabila seorang mukallaf tidak sedang dalam perjalanan, maka
mukallaf hendaklah/sangat dianjurkan untuk melakukannya sebagaimana
hukum ashalnya. Dan yang demikian itu disebut sebagai ‘Azimahnya.
ٓ
ُٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي ٍن اِ ٰلى اَ َج ٍل ُّم َس ّمًى فَا ْكتُبُ ْو ۗه
ٓ
ُن اِ ٰلى اَ َج ٍل ُّم َس ّمًى فَا ْكتُبُ ْو ۗهJٍ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي
Mahkum ‘Alaih pada ayat ini adalah mukallaf secara umum. Hal ini diketahui dari isim
domir yang melekat pada kata كتبSehingga, mahkum ‘alaih pada ayat tersebut adalah
mukallaf secara umum.
8
9
BAB III
3.1 Kesimpulan
Penulis menyadari bahwasanya Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan dan
masih terdapat banyak kesalahan – kesalahan untuk itu saya sangat mengaharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk lebih baiknya makalah
saya di kedepan hari. Dan saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua,khususnya diri saya pribadi untuk menambah wawasan kita bersama tentang
“HUKUM PENCATATAN HUTANG-PIUTANG (Ditinjau Dari Segi Hukum Taklifi
Dan Hukum Wadh’i)” ini.
10
11
DAFTAR PUSTAKA
Koto, Prof. Dr. H. Alaidin M.A, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Rajawali Press, Jakarta :
2016).