Anda di halaman 1dari 14

Tugas Tidak Terstuktur Guru Pembimbing

Ushul Fiqih Umi. Nur ‘Aini S.Ag.MA

MAKALAH

Tentang:

TRANSAKSI JUAL-BELI
(Menurut Hukum Taklifi Dan Hukum Wadh’i)

DISUSUN

O
L
E
H:

DONI DAMARA
KELAS : XII IPS

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM ABUYA HAJI BAKHTIAR DAUD


PONDOK PESANTREN ISLAMIC CENTRE AL-HIDAYAH
KAMPA
TA. 2020/2021
KATA PENGANTAR

“Assalamu’alaikum wr. wb.”

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas
karenaNya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai TRANSAKSI JUAL-BELI
dalam mata pelajaran Ushul Fiqih yang dibimbing oleh Umi Nur ‘Aini, S.Ag. M. Pd .
Atas dukungan yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, Penulis mengucapkan
terimakasih.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian dengan makalah ini. Oleh
karena itu, Penulis menharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini selanjutnya.

“Wassalamualaikum wr. wb.”

Pekanbaru, 10 Februari 2021

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................... 2
1.4 Ruang Lingup.................................................................................................... 2
1.5 Metode dan Pengumpulan Data......................................................................... 2
1.6 Sistematika......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Transaksi Jual Beli.............................................................................. 4

2.2 Dail tentang Transaksi Jual Beli........................................................................ 4

2.3 Hukum Transaksi Jual Beli................................................................................ 5

2.4 Mahkum fih....................................................................................................... 7

2.5 Mahkum ‘Alaih.................................................................................................. 8

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan........................................................................................................ 9

4.2 Kritikan dan Saran............................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Segala amal perbuatan manusia, perilaku dan tutur katanya tidak dapat lepas dari
ketentuan hukum syari'at, baik hukum syari'at yang tercantum di dalam Quran dan
Sunnah, maupun yang tidak tercantum pada keduanya, akan tetapi terdapat pada sumber
lain yang diakui syari'at.

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang artinya ia tidak akan bisa
terlepas dari kehidupan orang lain. Manusia tidak akan bisa menyelesaikan persoalan
hidupnya sendirian. Ketika lapar, butuh makan. Pada saat bosan, butuh pergi.

Tatkala haus, butuh minum. Bisakah mereka lakukan sendiri? Bukankah untuk bisa
mendapatkan makanan mereka membutuhkan orang yang membuatkan makanannya
atau paling tidak yang membuat bahan untuk makanannya. Bagaimanapun manusia
tidak akan bisa terlepas dari peran manusia lainnya.

Salah satu peran yang paling penting dalam kehidupan manusia adalah ketika mereka
saling mencukupi kebutuhannya dengan cara melakukan transaksi jual beli. Kegiatan
jual beli ini pada umumnya telah dilakukan sejak dahulu kala dengan berbagai macam
sistem mulai dari barter, uang komoditas hingga uang kertas sebagaimana yang lazim
digunakan sekarang meskipun pada akhirnya masyarakat telah masuk ke era cashless
society.

Terlepas dari dinamika yang terjadi pada transaksi jual beli baik dari segi metodenya
maupun dari segi medianya,yang patut menjadi perhatian adalah apakah jual beli yang
sekarang sudah sesuai dengan syariat Islam atau disebut juga dengan hukum syara’.

Dalam Kajian Ushul fiqh hukum syara' dari segi metodologi dan sumber-sumbernya,
sementara ilmu fiqh meninjau dari segi hasil penggalian hukum syara', yakni ketetapan
Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf, baik berupa igtidha
(tuntutan perintah dan larangan), takhyir (pilihan), maupun berupa wadh’i (sebab
akibat), yang di maksud dengan ketetapan Allah ialah sifat yang telah di berikan oleh
Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan orang-orang mukallaf. Seperti hukum

iii
haram, makruh, wajib, sunnah, mubah, sah, batal, syarat, sebab, halangan (mani')dan
ungkapan lain yang akan kami jelaskan pada makalah ini yang kesemuanya itu
merupakan objek pembahasan ilmu Ushul fiqh.

1.2 Rumusan Masalah


Adapunn Rumusan Masalah dalam makalah ini:
1) Bagaimanakah defenisi Transaksi Jual-Beli dalam pandangan syara’?
2) Bagaimanakah hukum Transaksi Jual Beli dilihat dari sisi hukum taklifi dan hukum
wadh’i?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulis membahas judul makalah ini adalah agar para pembaca
maupun penulis pribadi dapat lebih mengetahui dan lebih mengerti tentang
TRANSAKSI JUAL-BELI (Menurut Hukum Taklifi Dan Hukum Wadh’i) tersebut.

1.4 Ruang Lingkup

Penulis membatasi Permasalahan yang akan di bahas dalam makalah ini yakni
hanya mencakup “TRANSAKSI JUAL-BELI (Menurut Hukum Taklifi Dan Hukum
Wadh’i)” dan disertai dalil - dalilnya.

1.5 Metode Pengumpulan Data

Dalam menyusun makalah ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data


Library. Dimana data dikupulkan melalui membaca buku-buku cetak, mapun eBook,
dan beberapa tulisan di Internet terkait pembahasan yang penulis sebutkan diatas.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulis menyusun makalah ini dalam 3 Bab, yaitu ;


BAB I PENDAHULUAN : Pada Bab pertama ini penulis mencoba memaparkan
gabaran secara umum terkait pembahasan yang akan penulis paparkan nantinya.
BAB II PEMBAHASAN : Pada Bab ini penulis mencoba menjabarkan hal-hal yang
penulis ketahui dari data-data yang penilis kumpulkan mengenai hukum Transaksi Jual-

iv
Beli ; Hukum Taklifi ; Hukum Wadh’i. Dimulai dari defenisi, hukum-hukum, serta
dalil-dalil terkait Jual-Beli yang penulis kumpulkan.
BAB III PENUTUP : Pada Bab ini, berisi mengenai kesimpulan dari pmaparan makalah
yang sudah penulis jabarkan sebelumnya. Pada Bab ini juga berisi kritikan dan saran
atas kekurangan makalah yang penulis susun.

v
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Jual-Beli

Pembahasan terkait jual beli dalam islam terbagi menjadi 2 bagian yaitu secara
bahasa dan secara istilah. Secara bahasa, jual beli berasal dari kata al-bay’u yang
memiliki arti mengambil dan memberikan sesuatu. Ada juga yang mengartikan sebagai
aktivitas menukar harta dengan harta.

Kata al-bay’u adalah turunan/derivat dari kata al-bara yang memiliki arti depa.
Mengapa depa? Karena pada saat itu orang arab mengulurkan depa mereka saat
melakukan transaksi jual beli yang kemudian diiringi dengan saling menepukkan tangan
sebagai pertanda bahwa seluruh transaksi/akad telah berjalan dengan lancar dan telah
terjadi perpindahan kepemilikian (taqabudh).

Adapun secara istilah, jual beli dalam Islam adalah transaksi tukar menukar yang
memiliki dampak yaitu bertukarnya kepemilikan (taqabbudh) yang tidak akan bisa sah
bila tidak dilakukan beserta akad yang benar baik yang dilakukan dengan cara
verbal/ucapan maupun perbuatan. Pengertian ini dirujuk pada kitab Taudhihul Ahkam.

Selain itu, bila merujuk pada kitab fiqhus sunnah yang ditulis oleh ulama Sayyid
Sabiq maka pengertian jual beli dalam Islam menjadi sebuah transaksi tukar menukar
harta yang dilakukan suka sama suka atau bisa juga disebut proses memindahkan hak
kepemilikan kepada pihak lain dengan adanya kompensasi tertentu yang harus sesuai
dengan koridor syariah.

2.2 Dalil tentang Transaksi Jual-Beli

Qs. Al-Baqarah : 275

ۗ ‫َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ ٰب‬


‫وا‬

Artinya : “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”

vi
2.3 Hukum Syara’ terkait Pelaksanaan Qishash

Hukum Syara’ merupakan seperangkat peraturan yang bersumber dari ketentuan


Allah tentang tingkah laku manusia yang diakui dan diyakini berlaku serta mengikat
untuk semua umat yang beragama Islam. Hukum syara terbagi dua macam: Pertama,
Hukum taklifi adalah firman Allah yang menuntut manusia untuk melakukan atau
meninggalkan sesuatu atau memilih antara berbuat atau meninggalkan. Dan keduaa,
Hukum wadh’i adalah firman Allah swt. yang menuntuk untuk menjadikan sesuatu
sebab, syarat atau penghalang dari sesuatu yang lain.

a) Hukum Taklifi dalam Transaksi Jual-Beli

Pelaksanaan Mandi Wajib, juga disebutkan dalam ketentuan syara’ baik dari
,segi hukum taklifi maupun hukum wadh’inya. Berdasarkan surah Al-Baqarah : 275
ۗ ‫َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰب‬
‫وا‬

Artinya : “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”

Kata ‫( اَ َح َّل‬Akhala) menunjukkan pada pembolehan pelaksanaan transaksi jual-


beli.

b) Hukum Wadh’i dalam Transaksi Jual-Beli


Hukum wadh’i merupakan titah Allah swt yang menjadikan sesuatu sebagai
sebab bagi adanya sesuatu yang lain, atau sebagai syarat bagi adanya sesuatu yang
lain atau juga sebagai penghalang bagi adanya sesuatu yang lain tersebut. 1 Dengan
demikian, ulama membagi hukum wadh’i kepada : Sebab, Syarat, Sah dan Batal,
Rukhsah, dan Azimah.
Dalam pelaksanaan hukuman Jual-Beli juga demikian. Terdapat hal-hal yang
terkait dengan hukum wadh’i, yaitu :
1) Sebab
Adapun sebab-sebab pelaksanaan hukuman Mandi, diantaranya :
 Sarana transaksi/perputaran perekonomian umat
 Memenuhi kebutuhan

1
Prof. Dr. H. Alaidin Koto, M.A, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Jakarta, Rajawali Press: 2016) , Hal. 46

vii
2) Syarat
Syarat merupakan segala sesuatu yang tergantung adanya hukum dengan
adanya sesuatu tersebut2, dan semikian pula sebaliknya. Diantara syarat-
syarat Jual-Beli ialah :

 Berakal. Sesorang yang bertransaksi harus baligh dan berkemampuan


dalam mengatur uang.
 Kehendak diri. Melakukan transaksi harus sukarela tidak karena terpaksa.
 Mengetahui. Para pihak harus mengetahui kejelasan barang dan harga
jualnya.
 Suci barangnya. Barang yang diperjualbelikan tidak mengandung najis dan
bukan barang yang haram.
 Barang bermamfaat. Barang yang diperjualbelikan bermamfaat dan tidak
mubazir.
 Barang Sudah dimiliki. Penjual sudah memiliki hak menjual barang
tersebut, baik barang tersebut sudah dibeli dari produsen ataupun telah
memproleh izin menjual barang dari pemilik barang.
 Barang dapat diserahterimakan. Jika barang tidak dapat diserahkan akan
menimbulkan kerugian salah satu pihak.
 Ijab dan qabul transaksi harus saling berhubung. Tidak terpisah meski
berbeda tempat
 Lafadz dan perbuatan harus jelas. Pengucapan menjual dan membeli harus
jelas agar tidak ada kekeliruan.3

3) Mani’ (Penghalang)
Mani’ merupakan segala sesuatu yang dengan keberadaannya dapat
menghalangi atau membatalkan atau meniadakan sebab hukum. Dalam
pelaksanaan jual-beli ada beberapa hal yang dapat menjadi penghalang,
diantaranya adalah :
 Sholat, hal ini sesuai dengan firman Alah SWt QS.

ْ‫اس َع ْوا ِإلَى ِذ ْك ِر هَّللا ِ َو َذ ُروا ا ْل َب ْي َع َذلِ ُك ْم َخ ْي ٌر لَ ُك ْم ِإن‬


ْ ‫صاَل ِة مِنْ َي ْو ِم ْال ُج ُم َع ِة َف‬ َ ‫َيا َأ ُّي َها الَّذ‬
َ ‫ِين َآ َم ُنوا ِإ َذا ُنود‬
َّ ‫ِي لِل‬
‫ض ِل هَّللا ِ َو ْاذ ُك رُوا هَّللا َ َك ِث يرً ا َل َعلَّ ُك ْم‬
ْ ‫ض َوا ْب َت ُغ وا مِنْ َف‬ ِ ْ‫صاَل ةُ َفا ْن َت ِش رُوا فِي اَأْلر‬ َّ ‫ت ال‬ِ ‫ َفِإ َذا قُضِ َي‬, ‫ُون‬
َ ‫ُك ْن ُت ْم َتعْ لَم‬
َ ‫ُت ْفلِح‬
‫ُون‬

Artinya : “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat


Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah
jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila
telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
2
Ibid. Hal. 47
3
https://www.kompasiana.com/karinawati/5b3c9341bde57553b74a0f72/rukun-dan-syarat-transaksi-
jual-beli-dalam-islam

viii
4) Sah & Batal
Sah dan batalnya Pelaksanaan Jual-beli bergantung pada terpenuhi atau
tidaknya syarat dan rukunnya, jika syarat dan rukun waris sudah terpenuhi
maka sah-lah mandi tersebut sesuai dengan ketentuan syara’ yang berlaku.
5) Rukhsah & Azimah

Jual beli dapat saja berubah hukumnya menjadi haram tatkala syarat dan
rukunnya tidak sesuai dengan syara’. Seperti memperjual-belikan barang
haram atau barang hasil curian. Namun, jika jual-beli dikalukan sesuai syarat
dan rukunnya maka hukumnya kembali seperti semula, sebagaimana yang
dijlaska Allah SWt dalam QS. Al-Baqarah :275. Dan pengembalian hukum ke
hukum asalnya inilah yang disebut sebagai Azimahnya.

2.4 Mahkum Fih

Mahkum fih merupakan perbuatan mukallaf yang berkaitan dengan-atau dibebani-


dengan hukum syara’. Maksudnya setiap perbuatan yang jika dilakukan ataupun
ditinggalkan tetap mengandung hukum syara’. Sebagaimana halnya pelaksanaan
Transaksi jual-beli. Dengan kata lain yang menjadi objek dari hukum itu adalah
perbuatan mukallaf itu sendiri. Qs. al-Baqarah : 276

ۗ ‫َواَ َح َّل هّٰللا ُ ا ْلبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰب‬


‫وا‬

Artinya : “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”

2.5 Mahkum ‘Alaih

ix
Mahkum ‘Alaih merupakan mukallaf yang melakukan tindakan yang berhubungan
dengan hukum syara’. Dalam hal transaksi jual beli maka yang menjadi mahkum
‘alaihnya adalah mukallaf yang sudah memenuhi syarat mandi wajib sepeti yang penulis
sebutkan diatas. Sebab, mukallaflah yang dibebani hukum mandi wajib yang dimaksud
pada Qs. al-Baqarah : 275,

ۗ ‫َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰب‬


‫وا‬

Artinya : “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”

Yakni pada kata ‫ اَ َح ّل‬yang menunjukkan mukallaf secara keseluruhan.

x
BAB III

3.1 Kesimpulan

Transaksi jual-beli merupakan suatu yang dinilai ibadah jika pelaksanaannya sesuai
dengan ketetapan syara’. Sehingga dalam pelaksanaanya tidak sesuai dengan ketentuan
syara’ jual-beli bisa saja membawa pelakunya kepada hal-hal yang tidak disukai Allah
SWt.

3.2 Kritikan dan Saran

Penulis menyadari bahwasanya Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan dan
masih terdapat banyak kesalahan – kesalahan untuk itu saya sangat mengaharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk lebih baiknya makalah
saya di kedepan hari. Dan saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua,khususnya diri saya pribadi untuk menambah wawasan kita bersama tentang
“TRANSAKSI JUAL-BELI (Menurut Hukum Taklifi Dan Hukum Wadh’i)” ini.

xi
xii
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Alaidin Koto, M.A, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Jakarta, Rajawali Press: 2016)
https://dalamislam.com/info-islami/mandi-wajib
https://galamedia.pikiran-rakyat.com/humaniora/pr-35582467/al-quran-menjelaskan-tata-
cara-mandi-wajib-tatkala-sedang-sakit-atau-tak-tersedia-air

Anda mungkin juga menyukai