MAKALAH
Tentang:
TRANSAKSI JUAL-BELI
(Menurut Hukum Taklifi Dan Hukum Wadh’i)
DISUSUN
O
L
E
H:
DONI DAMARA
KELAS : XII IPS
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas
karenaNya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai TRANSAKSI JUAL-BELI
dalam mata pelajaran Ushul Fiqih yang dibimbing oleh Umi Nur ‘Aini, S.Ag. M. Pd .
Atas dukungan yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, Penulis mengucapkan
terimakasih.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian dengan makalah ini. Oleh
karena itu, Penulis menharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini selanjutnya.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang artinya ia tidak akan bisa
terlepas dari kehidupan orang lain. Manusia tidak akan bisa menyelesaikan persoalan
hidupnya sendirian. Ketika lapar, butuh makan. Pada saat bosan, butuh pergi.
Tatkala haus, butuh minum. Bisakah mereka lakukan sendiri? Bukankah untuk bisa
mendapatkan makanan mereka membutuhkan orang yang membuatkan makanannya
atau paling tidak yang membuat bahan untuk makanannya. Bagaimanapun manusia
tidak akan bisa terlepas dari peran manusia lainnya.
Salah satu peran yang paling penting dalam kehidupan manusia adalah ketika mereka
saling mencukupi kebutuhannya dengan cara melakukan transaksi jual beli. Kegiatan
jual beli ini pada umumnya telah dilakukan sejak dahulu kala dengan berbagai macam
sistem mulai dari barter, uang komoditas hingga uang kertas sebagaimana yang lazim
digunakan sekarang meskipun pada akhirnya masyarakat telah masuk ke era cashless
society.
Terlepas dari dinamika yang terjadi pada transaksi jual beli baik dari segi metodenya
maupun dari segi medianya,yang patut menjadi perhatian adalah apakah jual beli yang
sekarang sudah sesuai dengan syariat Islam atau disebut juga dengan hukum syara’.
Dalam Kajian Ushul fiqh hukum syara' dari segi metodologi dan sumber-sumbernya,
sementara ilmu fiqh meninjau dari segi hasil penggalian hukum syara', yakni ketetapan
Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf, baik berupa igtidha
(tuntutan perintah dan larangan), takhyir (pilihan), maupun berupa wadh’i (sebab
akibat), yang di maksud dengan ketetapan Allah ialah sifat yang telah di berikan oleh
Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan orang-orang mukallaf. Seperti hukum
iii
haram, makruh, wajib, sunnah, mubah, sah, batal, syarat, sebab, halangan (mani')dan
ungkapan lain yang akan kami jelaskan pada makalah ini yang kesemuanya itu
merupakan objek pembahasan ilmu Ushul fiqh.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulis membahas judul makalah ini adalah agar para pembaca
maupun penulis pribadi dapat lebih mengetahui dan lebih mengerti tentang
TRANSAKSI JUAL-BELI (Menurut Hukum Taklifi Dan Hukum Wadh’i) tersebut.
Penulis membatasi Permasalahan yang akan di bahas dalam makalah ini yakni
hanya mencakup “TRANSAKSI JUAL-BELI (Menurut Hukum Taklifi Dan Hukum
Wadh’i)” dan disertai dalil - dalilnya.
iv
Beli ; Hukum Taklifi ; Hukum Wadh’i. Dimulai dari defenisi, hukum-hukum, serta
dalil-dalil terkait Jual-Beli yang penulis kumpulkan.
BAB III PENUTUP : Pada Bab ini, berisi mengenai kesimpulan dari pmaparan makalah
yang sudah penulis jabarkan sebelumnya. Pada Bab ini juga berisi kritikan dan saran
atas kekurangan makalah yang penulis susun.
v
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Jual-Beli
Pembahasan terkait jual beli dalam islam terbagi menjadi 2 bagian yaitu secara
bahasa dan secara istilah. Secara bahasa, jual beli berasal dari kata al-bay’u yang
memiliki arti mengambil dan memberikan sesuatu. Ada juga yang mengartikan sebagai
aktivitas menukar harta dengan harta.
Kata al-bay’u adalah turunan/derivat dari kata al-bara yang memiliki arti depa.
Mengapa depa? Karena pada saat itu orang arab mengulurkan depa mereka saat
melakukan transaksi jual beli yang kemudian diiringi dengan saling menepukkan tangan
sebagai pertanda bahwa seluruh transaksi/akad telah berjalan dengan lancar dan telah
terjadi perpindahan kepemilikian (taqabudh).
Adapun secara istilah, jual beli dalam Islam adalah transaksi tukar menukar yang
memiliki dampak yaitu bertukarnya kepemilikan (taqabbudh) yang tidak akan bisa sah
bila tidak dilakukan beserta akad yang benar baik yang dilakukan dengan cara
verbal/ucapan maupun perbuatan. Pengertian ini dirujuk pada kitab Taudhihul Ahkam.
Selain itu, bila merujuk pada kitab fiqhus sunnah yang ditulis oleh ulama Sayyid
Sabiq maka pengertian jual beli dalam Islam menjadi sebuah transaksi tukar menukar
harta yang dilakukan suka sama suka atau bisa juga disebut proses memindahkan hak
kepemilikan kepada pihak lain dengan adanya kompensasi tertentu yang harus sesuai
dengan koridor syariah.
vi
2.3 Hukum Syara’ terkait Pelaksanaan Qishash
Pelaksanaan Mandi Wajib, juga disebutkan dalam ketentuan syara’ baik dari
,segi hukum taklifi maupun hukum wadh’inya. Berdasarkan surah Al-Baqarah : 275
ۗ َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰب
وا
1
Prof. Dr. H. Alaidin Koto, M.A, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Jakarta, Rajawali Press: 2016) , Hal. 46
vii
2) Syarat
Syarat merupakan segala sesuatu yang tergantung adanya hukum dengan
adanya sesuatu tersebut2, dan semikian pula sebaliknya. Diantara syarat-
syarat Jual-Beli ialah :
3) Mani’ (Penghalang)
Mani’ merupakan segala sesuatu yang dengan keberadaannya dapat
menghalangi atau membatalkan atau meniadakan sebab hukum. Dalam
pelaksanaan jual-beli ada beberapa hal yang dapat menjadi penghalang,
diantaranya adalah :
Sholat, hal ini sesuai dengan firman Alah SWt QS.
viii
4) Sah & Batal
Sah dan batalnya Pelaksanaan Jual-beli bergantung pada terpenuhi atau
tidaknya syarat dan rukunnya, jika syarat dan rukun waris sudah terpenuhi
maka sah-lah mandi tersebut sesuai dengan ketentuan syara’ yang berlaku.
5) Rukhsah & Azimah
Jual beli dapat saja berubah hukumnya menjadi haram tatkala syarat dan
rukunnya tidak sesuai dengan syara’. Seperti memperjual-belikan barang
haram atau barang hasil curian. Namun, jika jual-beli dikalukan sesuai syarat
dan rukunnya maka hukumnya kembali seperti semula, sebagaimana yang
dijlaska Allah SWt dalam QS. Al-Baqarah :275. Dan pengembalian hukum ke
hukum asalnya inilah yang disebut sebagai Azimahnya.
ix
Mahkum ‘Alaih merupakan mukallaf yang melakukan tindakan yang berhubungan
dengan hukum syara’. Dalam hal transaksi jual beli maka yang menjadi mahkum
‘alaihnya adalah mukallaf yang sudah memenuhi syarat mandi wajib sepeti yang penulis
sebutkan diatas. Sebab, mukallaflah yang dibebani hukum mandi wajib yang dimaksud
pada Qs. al-Baqarah : 275,
x
BAB III
3.1 Kesimpulan
Transaksi jual-beli merupakan suatu yang dinilai ibadah jika pelaksanaannya sesuai
dengan ketetapan syara’. Sehingga dalam pelaksanaanya tidak sesuai dengan ketentuan
syara’ jual-beli bisa saja membawa pelakunya kepada hal-hal yang tidak disukai Allah
SWt.
Penulis menyadari bahwasanya Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan dan
masih terdapat banyak kesalahan – kesalahan untuk itu saya sangat mengaharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk lebih baiknya makalah
saya di kedepan hari. Dan saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua,khususnya diri saya pribadi untuk menambah wawasan kita bersama tentang
“TRANSAKSI JUAL-BELI (Menurut Hukum Taklifi Dan Hukum Wadh’i)” ini.
xi
xii
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Alaidin Koto, M.A, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Jakarta, Rajawali Press: 2016)
https://dalamislam.com/info-islami/mandi-wajib
https://galamedia.pikiran-rakyat.com/humaniora/pr-35582467/al-quran-menjelaskan-tata-
cara-mandi-wajib-tatkala-sedang-sakit-atau-tak-tersedia-air