Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KELOMPOK (BERAPA)

MAKALAH AL-QAWAIDUL KHAMSAH

Oleh
Anggota Kelompok (berapa) :
1.
2.
3.

MADRASAH ALIYAH NEGERI 3 TASIKMALAYA

TAHUN PELAJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas ke hadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Al-Qawaidul Khamsah” ini tepat pada
waktunya.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat, susunan Bahasa maupun materinya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Ciawi, 09 September 2022


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Asuransi.............................................................................. 3
B. Prinsip Dasar Asuransi.......................................................................... 5
C. Tujuan Asuransi.................................................................................... 6
D. Fungsi Asuransi.................................................................................... 7
E. Jenis-jenis Asuransi.............................................................................. 7
F. Keuntungan Asuransi............................................................................ 9
G. Jenis-jenis Risiko Asuransi................................................................... 11
H. Polis Asuransi....................................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seseorang tidak akan bisa menetapkan hukum terhadap suatu problem dengan
baik, apabila dia tidak mengetahui-kaidah-kaidah fikhiyah. Fikih itu terbangun
dari lima kaidah, yang akan diuraikan pada bab berikut ini. Kaidah asasi atau yang
dikenal dengan al-Qawa'id al-khamsah merupakan penyederhanaan (penjelasan
yang lebih detail) dari akidah inti tersebut. Adapun kaidah asasi ini, adalah kaidah
fikih yang tingkat kesahihannya diakui oleh seluruh aliran hukum Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Al-Qawa’id Khamsah?
2. Apa saja kaidah-kaidah Fikhiyah?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Qawaidul Khamsah


  Ilmu yang berhubungan dengan ilmu fikih adalah: ushul fikih, qawaidul
fikhiyah, muqaranatu al-mazahib, falsafah hukum Islam. Kaidah-kaidah fikhiyah
sangat dibutuhkan dalam melakukan istimbath hukum (pengambilan dan
penetapan hukum) karena kaidah-kaidah hukum itu merupakan instrumen dalam
menetapkan hukum. Apabila diibaratkan dengan sebuah mesin maka kedudukan
kaidah hukum itu sebagai onderdil-onderdilnya.
            Seseorang tidak akan bisa menetapkan hukum terhadap suatu problem
dengan baik, apabila dia tidak mengetahui kaidah-kaidah fikhiyah. Fikih itu
terbangun dari lima kaidah, yang akan diuraikan berikut ini :
1.    SEGALA SESUATU TERGANTUNG TUJUANNYA 

    Dasar Hukum kaidah ini adalah :  

artinya Sahnya perbuatan tergantung pada niatnya.

penjelasan :

Hadits   diriwayatkan dari orang-orang yang dipercaya


seperti Umar bin Khattab dan ALi bin Abi Thalib. Sahnya perbuatan tergantung
pada niatnya. Perbuatan yang dimaksud adalah segala bentuk aktifitas baik berupa
ucapan maupun gerak tubuh kita.
Ulama membahas niat dari tujuh bagian yaitu hakikat, hukum, tempat, waktu tata
cara, syarat dan tujuan niat. Maksud niat adalah untuk membedakan ibadah dari
adat yang serupa dengannya. Begitu juga fungsi niat untuk membedakan antara
satu bentuk ibadah dengan ibadah lainnya.Secara garis besar maksud dan tujuan
niat ada dua:

2
1)    Untuk membedakan antara ibadah dan adat, contohnya:
a.  Wudhu dan mandi jinabat, karena dalam ibadah tersebut terdapat aktifitas yang
sama dengan kebiasaan (adat) seperti membersihkan badan dan mencari
kesegaran, maka niat disyari’atkan untuk membedakan keduanya.
b.  Puasa, karena dalam ibadah tersebut terdapat aktifitas sama dengan orang yang
tidak makan dan minum karena tidak memiliki makanan atau minuman, tidak
selera, sedang sakit. Maka niat disyari’atkan untuk membedakan keduanya.
2)    membedakan tingkatan ibadah wajib atau sunnah. Maksud menentukan
adalah menyebutkan dhuhur, atau ashar. Karena antara shalat dhuhur dan ashar
sama dalam segala sisi, maka untuk membedakannya harus ada niat penentu nama
shalat tersebut. Begitu pula shalat sunnah rawatib, wajib ditentukan dengan
sandaran pada dhuhur atau ashar misalnya, serta harus ada
penyebutan qabliyah atau ba’diyah.
  
2.   KEYAKINAN TIDAK BISA DIHILANGKAN DENGAN SEBAB
KERAGUAN

 
PENJELASAN :
 
a.    Kaidah baqa’ ma kana ‘ala ma kana (keadaan yang ada menetapi keadaan
sebelumnya). Maknanya hukum yang berlaku sebelumnya tetap berlaku sebelum
datang hukum yang baru, seperti: Orang yang meyakini dirinya suci (punya
wudhu), lalu ragu apakah berhadas (semisal kentut) atau tidak, maka dihukumi
suci.
b.    Kaidah bara’ah adz-dzimmah (bebas dari menanggung hak-hak orang lain
ketika hak-hak tersebut tidak menjadi tanggungan seseorang). Berdasarkan kaidah
ini, satu orang saksi saja tidak bisa menjadi dasar penetapan seseorang harus
menanggung hak-hak orang lain, selama tidak ada bukti pendukung lain atau
sumpah dari pihak penuntut.
c.    Kaidah man syakka hal fa’ala syai’an am la, fal ashl annahu lam
yaf’alhu (orang yang ragu, apakah telah melakukan sesuatu atau belum, maka
hukum asalnya adalah sungguh ia belum melakukannya). Contohnya, orang yang
ragu apakah telah meninggalkan atau melakukan qunut, maka dianjurkan
melakukan sujud sahwi.
d.  Kaidah al-ashl al-‘adam (hukum asal pada hak adami adalah tidak ada
ketetapan atau tanggungan kepada orang lain). Contohnya, ketika Rusdi telah
ditetapkan mempunyai hutang kepada Ahmad, kemudian Rusdi menyatakan telah

3
melunasi atau telah dibebaskan hutangnya oleh Ahmad. Menurut hukum dalam
kasus ini yang dibenarkan adalah ucapan Ahmad, sebab hukum asalnya tidak ada
pelunasan dan pembebasan.
e.  Kaidah al-ashl fi kulli hadis taqdiruh bi aqrab zaman (hukum asal setiap
perkara yang baru datang adalah mengira-ngirakannya terjadi pada waktu yang
paling dekat. Contohnya, seseorang melihat sperma di pakaiannya, namun dia
tidak ingat bahwa telah mimpi bersetubuh, maka ia wajib mandi besar menurut
pendapat yang shahih. Ia juga berkewajiban mengulangi shalat yang dikerjakan
setelah tidur terakhir. Karena tidur terakhir 

3.      KESULITAN MENUNTUT KEMUDAHAN


 

Dasar pengambilan kaidah ini adalah QS al-Baqarah 185:


 
ۗ ‫ي ُِري ُد ٱهَّلل ُ بِ ُك ُم ۡٱلي ُۡس َر َواَل ي ُِري ُد بِ ُك ُم ۡٱلع ُۡس َر‬

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran


bagimu.
 
PENJELASAN :
1)      Sebab-sebab rukhsah (kemudahan) ada tujuh yaitu:
a.       Safar (bepergian). Contohnya :
·         Ketika dalam  perjalanan jauh yaitu qashar shalat, tidak puasa dan
mengusap muzah lebih dari sehari semalam.
·         meninggalkan shalat jum’at dan memakan bangkai.
·          menjama’ shalat.
·         shalat sunah di atas kendaraan dan gugurnya shalat fardhu dengan thaharah
tayammum.

4
b.      Sakit. Contohnya :
·         Tayammum ketika khawatir apabila menggunakan air akan menambah para
sakitnya.
·         Duduk atau tidur dalam shalat fardhu.
·         Tidak berjamaah, dan masih mendapatkan pahala jamaah.
·         Tidak puasa pada bulan Ramadhan.
·         Mengkonsumsi barang najis
c.       Ikrah (keterpaksaan)
d.      Nisyan (lupa)
e.       Jahl (ketidaktahuan).
f.       Usr (kesulitan).
g.      Naqshu (sifat kurang).

4.      BAHAYA HARUS DICEGAH 

Dasar pengambilan kaidah ini adalah hadits Nabi Saw. :

Tidak boleh melakukan perbuatan yang membahayakan diri sendiri dan


membahayakan orang lain.

Hadis ini mengisyaratkan, sesungguhnya Islam melarang tindakan


membahayakan diri sendiri terkait jiwa atau harta, ataupun membahayakan orang
lain. Begitu pula tidak boleh melakukan tidakan yang membahayakan orang lain
meskipun sebagai pembalasan kepada orang lain yang membahayakan atau
merugikan diri kita. Kaidah ini menjadikan landasan berbagai macam hukum
fikih. Diantaranya kebolehan mengembalikan barang yang sudah dibeli karena
ada cacatnya yang merugikan pembeli.

5
5.  KEBIASAAN BISA DIJADIKAN SEBAGAI HUKUM

Dasar pengambilan kaidah ini adalah hadis nabi :


 

artinya : Apa yang dilihat (dianggap) baik oleh seorang muslim, maka menurut
Allah
Swt. adalah baik.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dasar-dasar hukum, prinsip-prinsip serta kaidah-kaidah yang benar,dalam
menyikapi berbagai masalah. Dalam pembahasan fiqh, terdapat bermacam-macam
kaidah.

Adapun kaidah-kaidah yang dibentuk para ulama’ pada dasarnya berpangkal dan
menginduk kepada lima kaidah pokok. Kelima kaidah pokok inilah yang
melahirkan bermacam-macam kaidah yang bersifat cabang. Sebagian ulama’
menyebut kelima kaidah pokok tersebut dengan istilah al qawa’id al-khamsah
(kaidah-kaidah yang lima).

7
DAFTAR PUSTAKA

AL-QOWAIDUL KHAMSAH (kumpulantugassekolahdankuliah.blogspot.com)

https://sinar5news.com/pengertian-al-qawaid-dan-al-khamsah/

(1) Makalah qawaid | nisa khairuni - Academia.edu

Anda mungkin juga menyukai