Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FIQIH IBADAH

Dosen pengempu : Muhammad Ali M.Pd.I

Oleh Kelompok 7 :

Anas Abdilah (2201011014)

Ahmad Fakthur Rohman (2201010004)

Ummi Latifah (2201010119)

Resa Yuliana Putri (2201010098)

Kelas A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI METRO
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Dan rasa terimakasih kami sampaikan kepada bapak Muhammad Ali M.Pd.I selaku
dosen mata kuliah fiqih ibadah yang telah membimbing kami dalam menyusun
makalah ini.

Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini..

Metro,11September 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A.Latar belakang Masalah................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 1
C.Tujuan Pembahasan...................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2


A.Tata Cara Shalat Bagi Orang yang Sakit...................................................... 2
B.Ketentuan Shalat Bagi Orang yang Sakit ..................................................... 3
C.Landasan Hukum Bagi Orang yang Sakit..................................................... 5
D. Mengetahui Ketentuan Shalat Bagi Orang yang Sakit................................ 5
E. Landasan Hukum Bagi Orang yang Sakit.................................................... 7

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................................. 9
B. Saran ............................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Shalat adalah jalinan ( hubungan) yang kuat antara langit dan bumi,
antara Allah dan hamba Nya . Shalat memiliki kedudukan yang tinggi yaitu
sebagai rukun dan tiang agama. Shalat menempati rukun kedua setelah
membaca syahadat, serta menjadi lambing hubungan yang kokoh antara Allah
dan hamba Nya. Jadi dapat disimpulkan shalat adalah ibadah kepada tuhan,
yang berupa perkataan dan perbuatan yang diawali takbir dan diakhiri dengan
salam sesuai dengan rukun dan syarat yang sudah ditentukan oleh syara`.

B. Rumusan masalah
1) Bagaimana Tata Cara Shalat Bagi Orang yang Sakit ?
2) Apa Ketentuan Shalat Bagi Orang yang Sakit?
3) Bagaimana Landasan Hukum Bagi Orang yang Sakit?

C. Tujuan Pembahasan
Dalam membahas materi ini tujuan yang dapat diambil yaitu:
1) Untuk Mengetahui Tata Cara Shalat Bagi Orang yang Sakit
2) Untuk Mengetahui Apa Saja Ketentuan Shalat Bagi Orang yang Sakit
3) Untuk Mengetahui Apa Landasan Hukum Bagi Orang yang Sakit

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Shalat
Shalat secara etimologi adalah doa atau dpa meminta kebaikan. Allah Swt
berfirman: “…dan berdoalah (wa shalli) untuk mereka . Sesungguhnya doamu itu
menumbuhkan ketentraman jiwa bagi mereka… (Q.S. At-Taubah [9]:103.
Adapun shalat menurut trimonology adalah semua perkataan dan perbuatan
tertentu yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam. Shalat adalah
kewajiban yang tidak boleh ditunda walapun sedang dalam perjalanan atau sakit .
Tiada gading yang tak retak. Itulah ungkapan pepatah yang sering kita
dengar. Sebagaimana gading, tiada manusia yang tidak pernah sakit, siapapun
pasti pernah merasakan sakit . Kita bisa mendapatkan banyak pahala ketika sakit .
Sebaliknya, sakit yang kita derita juga bisa menjadi sebab munculnya maka
perbuatan dosa,.
Rasullulah shallallahu `alaihi wa sallam mengingatkan,
Sesungguhnya Allah ketika mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka
dengan musibah . Siapa yang ridho dengan musibah itu maka dia akan
mendapatkan ridho Allah . Sebaliknya , siapa yang marah dengan musibah itu dia
akan mendapatkan murka Allah.` (HR.Ahmad 23623, Tirmizi 2396 dan
dishahihkan al-Albani).
Jadi ada dua sifat manusia yang berbeda , ada yang memahami
musibah itu dengan baik sehingga dia bisa ridho terhadap ujian yang Allah
berikan . Sebaliknya, ada orang yang menyikapi musibah itu dengan cara yang
salah yaitu dengan menganggap sakit ini adalah kezaliman dan ketidakadilan.
Dalam prespektif hukum Islam orang yang sakit tetap berkewajiban
menjalankan agamanya, selama akalnya masih berfungsi dengan baik , baik
kewajiban kepada Allah ataupun yang berkaitan dengan hak hak manusia, tetapi

2
aktivitas orang yang sakit tentunya berbeda dengan orang yang sehat. Syariah
Islam memberikan beberapa kemudahan bagi orang yang sakit . Hal ini bertujuan
agar orang yang sakit tetap melaksanakan ibadah sesuai dengan kondisi skit yang
dideritanya tanpa beban dan kesulitan.
Ada beberapa keutamaan orang sakit yaitu :
1. Dihapus dosa kecilnya yang berkaitan dengan hak Allah. Hal ini bersanda
pada hadits berikut:
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan,
kekhawatiran, dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan
duri yang melikainya, melainkan Allah akan menghapus kesalahan kesalahan
ya.”(HR.Bukhari dan muslim dari Abu Said al-Khudri dan Abu Hurairah).

2. Ditinggikan derajadnya.
berbuat Hal ini bersandar pada hadits berikut:
“Tidak ada satupun musibah (cobaan) yang menimpa seorang muslim berupa
duri atau yang semisalnya, melainkan dengannya Allah akan mengangkat
derajatnya atau menghapus kesalahnya”. (H.R Muslim dan Tirmizi dari
Aisyah).
3. Diberinya sebuah kebaikan.
Hal ini bersandar pada hadist berikut.
“Barang siapa dikhendaki Allah kebaikan, maka Dia akan mengujinya”.
4. Dicatat seperti orang sehat yang kebaikan

B. Tata cara shalat bagi orang yang sakit


1. Cara shalat sambil duduk :
Sama dengan shalat pada umumnya, hanya saja,ketika sujud tidak perlu
menempelkan dahi ke lantai, cukup jadikan posisi sujud lebih rendah dari
pada rukuk.

3
2. Cara shalat sambil berbaring
1. Dianjurkan untuk miring ke kanan menghadap kiblat, jika mampu.
2. Jika tidak bisa miring ke kanan, miring ke kiri menghadap kiblat.
3. Jika tidak bisa miring, shalat sambil terlentang, kaki selonjor kearah
kiblat. Dan dianjurkan agar kepala diganjal bantal agak tinggi,sehingga
bisa menghadap kiblat.
4. Jika kaki tidak bisa diselonjorkan kearah kiblat, maka shalatnya dengan
selonjor kearah manapun dan shalatnya sah.
5. Orang yang sakit wajib melakukan rukuk dan sujud semampunya. Ketika
shalat dengan berbaring rukuk dan sujudnya dengan isyarat kepala.
6. Jika tidak bisa berisyarat dengan kepala, boleh berisyarat dengan mata.
Ketika rukuk dipejamkan sedikit, dan ketika rukuk, dipejamkan lebih
banyak.
7. Jika tidak bisa dengan isyarat apapun, meskipun hanya dengan mata maka
shalat dengsan tanpa gerak. Dia niatkan dengan hatinya ketika rukuk dan
sujud

3. Aturan jamak bagi orang yang sakit


 Wajib bagi orang sakit untuk melaksanakan shalat wajib pada waktunya,
jika tidak memberatkan.
 Jika kesulitan untuk shalat pada waktunya, boleh melakukan shalat jamak
tanpa qasar .
 Termasuk orang yang boleh menjalankan jamak adalah orang yang hendak
menjalankan operasi dengan durasi panjang, dan akan memakan waktu
shalat selanjutnya.

4
C. Dalil-Dalil Keringanan Bagi Orang Yang Sakit
Surat Al-Baqarah Ayat 184

َ‫ ۚ َر َو َعلَى ٱلَّ ِذين‬S‫ة ِّم ۡن َأي ٍَّام ُأ َخ‬ٞ ‫ت فَ َمن َكانَ ِمن ُكم َّم ِريضًا َأ ۡو َعلَ ٰى َسفَ ٖر فَ ِع َّد‬ ٖ ۚ ‫َأي َّٗاما َّم ۡع ُدو ٰ َد‬
ۡ‫ر لَّ ُكم‬ٞ S‫خَي‬
ۡ ‫وا‬ْ ‫و ُم‬S‫َص‬ ُ ‫ر لَّ ۚۥهُ َوَأن ت‬ٞ S‫خَي‬ ٖۖ ‫ة طَ َعا ُم ِم ۡس ِك‬ٞ َ‫ي ُِطيقُونَهۥُ فِ ۡدي‬
ۡ ‫ين فَ َمن تَطَ َّو َع خ َۡي ٗرا فَهُ َو‬
١٨٤ َ‫ِإن ُكنتُمۡ ت َۡعلَ ُمون‬
“Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya
(jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang
miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka
itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui”

D. Mengetahui Ketentuan Shalat Bagi Orang yang Sakit


Berikut ketentuan shalat bagi orang yang sakit.
1. Tetap wajib shalat menghadap kiblat
Seseorang yang sedang menderita sakit tertentu sehingga tidak mampu berdiri
dan duduk, maka dia tetap wajib shalat menghadap kiblat. Namun caranya
sedikit berbeda-beda diatara para ulama.Sebagian mengatakan bahwa caranya
dengan berbaring miring, posisi bagian kanan tubhnya ada di bawah dan
bagian kiri tubuhnya di atas. Mirip dengan posisi mayat masuk ke liang
lahat.Dalilnya karena menurut pandangan mereka, yang dimaksud dengan
menghadap kiblat harus dada dan bukan wajah. Maka intinya adalah
bagaimana dada itu bisa menghadap kiblat. Dan caranya dengan shalat dengan
posisi miring.Namun sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang
menjai ukuran dalam menghadap kiblat adalah kaki, bukan dada.Asalkan
kakinya sudah menghadap kiblat, maka dianggap posisi badan nya sudah
memenuhi syarat.

5
2. Orang Sakit Menjama` Shalat
Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan orang yang sedang sakit
untuk menjama` shalatnya.
Sebagian ulama tidak memperbolehkannya tetapi sebagian yang lain
membolehkan adanya shalat jama` bagi orang yang sedang sakit.
a. Tidak Boleh Dijama`
Mereka yang tidak memperbolehkan orang sakit untuk menjama` shalat di
antaranya adalah mazhab
Al- Hanafiah dan Asyafi`iyah, serta sebagian dari ulama dari mazab Al-
Malikiyah.
Dasarnya karena tidak ada dalil apapun dari Rasullulah yang
membolehkan hal itu. Sehingga setiap orang yang sakit wajib menjalanan
shalat sesuai dengan waktunya yang telah ditentukan.
b. Boleh Dijama`
Imam Ahmad bin Hanbal membolehkan menjama` karena disebabkan
sakit. Begitu juga Imam Malik dan sebagian pengikut Asy-Syafi`iyyah.
Begitu pula dengan Ibnu Munzir yang menguatkan pendapat
dibolehkannya jama` dengan perkataan Ibnu Abas ra, “beliau tidak ingin
memberatkan ummatnya”.
Mazab Al-Hanabilah dan sebagian ulama dari kalangan mazhab Al-
Malikiyah berpendapat seorang yang sedang sakit diberi keringanan
untuk menjama` dua shalat, baik jama`taqdim atau pun jama` takhir.
c. Tidak Boleh Mengqashar
Meskipun ada pendapat yang membolehkan orang sakit menjama`
shalatnya, namun perlu digaris bawahi bahwa qasar tetap tidak berlaku.
Artinya bahwa orang sakit tidak boleh mengqashar shalat.Selama ini
banyak yang terlanjur menyamakan antara jama dan qasar, sehingga
dalam benak mereka jika boleh men jama` maka boleh meng qasar.
d. Mengganti Shalat Yang Tertinggal

6
Apabila karena alas an sakit seseorang terpaksa harus meninggalkan shalat
fardhu dari waktunya, maka hukumnnya secara syariah tidak berarti
kewajibannya shalat atasnnya gugur.
Demikian juga para ulama sepakat bahwa orang yang pimgsan,
hukumnnya sama seperti orang yang tidur. Bila ada pasien berada dalam
keadaan pingsan atau koma, maka semua shalanya yang ditinggalkan
wajib diganti ketika sudah sehat.

E. Landasan Hukum Bagi Orang yang Sakit


Hukum Islam pada dasarnya tidak memiliki hukum yang memberatkan
umatnya. Dalam kenyataannya dilingkungan kita sebagian orang beranggapan
bahwa hukum Islam adalah hukum yang memberatkan umatnya. Memang bila
diliha sepintas mengisyaatkan demikian, akan tetapi bila seorang muslim dalam
melaksanakan hukum islam harus melakukannya dengan kesanggupan yang
sesuai dengan kondisinya.
Jadi hukum melaksanakan shalat bagi orang yang sakit adalah wajib
tetapi, diberikan keringanan yaitu :
1. Kondisi Sakit Tidak Bisa Menggugurkan Kewajiban Shalat
Orang yang sedang menderita sakit tidak boleh meninggalkan shalat.
Kalaupun ia terpaksa harus meninggalkan shalat dikarenakan sakit yang tidak
mungkin bisa mengerjakannya, maka tetap saja ia wajib dan harus
mengerjakan shalat yang ia tinggalkan di kemudian hari.

7
2. Kondisi Sakit Memperbolehkan untuk Melakukan Apa Yang Bisa Dilakukan
Sebagaimana dikemukanan diiatas, seseoarang tetap wajib untuk mendirikan
shalat, hanya saja cara nya sedikit berbeda.
3. Keringanan Tidak Bisa Mengarang-ngarang Sendiri

8
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Shalat merupakan penyerahan diri secara talalitas untuk menghadap Tuhan,
dengan perkataan dan perbuatan menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan
syara.
Sholat bagi orang yang sakit tidak sama dengan yang sehat. Semua harus
berusaha melaksanakan kewajibannya menurut kemampuan masing-
masing.Banyak sekali kaum muslimin yang kadang meninggalkan sholat dengan
dalih sakit atau memaksakan diri sholat dengan tata-tata cara yang biasa
dilakukan orang sehat. Akhirnya merasakan beratnya sholat bahkan merasakan
hal itu sebagai beban yang menyusahkannya.

B.     Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas kelompok mencoba mengemukakan saran
sebagai pertimbangan untuk meningkatkan kualitas Asuhan Keperawatan.
Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
Kewajiban mengenal hukum-hukum dan tata cara sholat orang yang sakit sesuai
petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan penjelasan para ulama.
Di antara hukum-hukum yang berhubungan dengan orang sakit dalam ibadah
sholatnya adalah:
1. Orang yang sakit tetap wajib sholat diwaktunya dan melaksanakannya
menurut kemampuannya
2. Orang yang sakit tidak boleh meninggalkan sholat wajib dalam segala
kondisinya selama akalnya masih baik .
3. Orang sakit yang berat untuk mendatangi masjid berjama’ah atau akan
menambah dan atau memperlambat kesembuhannya bila sholat berjamaah di
masjid maka dibolehkan tidak sholat berjama’ah

9
DAFTAR PUSTAKA

(AL-FIKRAH, Shalat Dalam Prespektif Imam Al-Ghazali (Kajian Sufistik), 2018) ,


(MAHMUDIN, Rukhsah (Keringanan) Bagi Orang Yang Sakit , 2018), (Enang
Hidayat,M,Ag., Fiqih Ibadah Bagi Orang Yang Sakit dan Bepergian.) , (Qanuny,
2019),

10

Anda mungkin juga menyukai