Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN


PROBLEMATIKA PUASA
Dosen Pembimbing : Sulistiana Shalladin A .,MPDi

Disusun Oleh :
APRILLYA DWI M. 202301085

DEA RITZA ADILA 202301088

HASNA ERLINDA N. 202301095

THALUT KINDI A P 202301115

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KLATEN


2023/2024

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum wr.wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehinggan penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas awal dari mata kuliah Al-Islam
dan Kemuhammadiyahan dengan Judul Problematika Puasa.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya

Wassalamu'alaikum wr.wb

Klaten, 27 Maret 2024

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................5
PENDAHULUAN...................................................................................................5
A. Latar Belakang.................................................................................................5
B. Rumusan Masalah............................................................................................5
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
1.1 Pengertian puasa.............................................................................................6
1.2 Rukun Puasa...................................................................................................6
1.3 Yang Membatalkan Puasa dan yang Mewajibkan Kafarat............................6
1.4 Problematika Puasa........................................................................................7
2. Cara mengatasi problematika saat puasa..........................................................9
2.1 Cara Berpuasa Orang Sakit dan Tua Renta....................................................9
2.2 Puasa Bagi Wanita Hamil dan Menyusui.....................................................10
2.3 Hukum Puasa dalam Perjalanan...................................................................10
2.4 Cara Berpuasa di Negara yang Matahari Tidak Terbenam..........................10
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUP..............................................................................................................12
A. Saran..............................................................................................................12
B. Kesimpulan....................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puasa adalah rukun Islam yang ketiga. Karena itu setiap orang yang beriman,
setiap orang islam yang mukallaf wajib melaksanakannya. Melaksanakan
ibadah puasa ini selain untuk mematuhi perintah Allah adalah juga untuk
menjadi tangga ke tingkat takwa, karena takwalah dasar keheningan jiwa dan
keluruhan budi dan akhlak.
Untuk ini semua, perlu diketahui segala sesuatu yang berkenaan dengan puasa,
dari dasar hukum, syarat-syarat, rukun puasanya dan lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian puasa?
2. Apa saja rukun puasa?
3. Apa saja yang membatalkan puasa?
4. Apa problematika yang mugkin muncul pada saat puasa?
5. Bagaimana menghindari problematika pada saat puasa?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian puasa.
2. Untuk mengetahui rukun rukun puasa.
3. Untuk mengetahui prolematika yang mungkin muncul pada saat puasa.
4. Untuk megetahui solusi problematika puasa.
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian puasa


Menurut bahasa puasa berarti “menahan diri”. Menurut syara’ialah
menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkanya dari mula terbit fajar
hingga terbenam matahari, karena perintah Allah semata-mata, serta disertai niat
dan syarat-syarat tertentu. Sedangkan arti shaum menurut istilah syariat adalah
menahan diri pada siang hari dari hal-hal yang membatalkan puasa, disertai niat
oleh pelakunya, sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Artinya ,
puasa adalah penahanan diri dari syahwat perut dan syahwat kemaluan, serta dari
segala benda konkret yang memasuki rongga dalam tubuh (seperti obat dan
sejenisnya), dalam rentang waktu tertentu yaitu sejak terbitnya fajar kedua (yaitu
fajar shadiq) sampai terbenamnya matahari yang dilakukan oleh orang tertentu
yang dilakukan orang tertentu yang memenuhi syarat yaitu beragama islam,
berakal, dan tidak sedang dalam haid dan nifas, disertai niat yaitu kehendak hati
untuk melakukan perbuatan secara pasti tanpa ada kebimbangan , agar ibadah
berbeda dari kebiasaan.
1.2 Rukun Puasa
Rukun puasa adalah sebagai berikut:
1. Niat, yaitu menyengaja untuk melaksanakan puasa. Dilakukan pada malam
hari sebelum terbit fajar. Niat dilakukan dalam hati.
2. Meninggalkan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga
terbenam matahari.
1.3 Yang Membatalkan Puasa dan yang Mewajibkan Kafarat
a. Orang yang dengan sengaja makan dan minum pada siang hari, maka
puasanya menjadi batal dan harus mengqadha' serta memberikan kafarat
atasnya. Akan tetapi, jika makan dan minum dilakukan tanpa adanya unsur
kesengajaan atau karena lupa, maka tidak ada kewajiban mengqadha' atau
memberikan kafarat.

b. Muntah dengan sengaja.


Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
Radhiyallahu Anhu, dimana Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Barang siapa terpaksa muntah, maka tidak ada kewajiban baginya
mengqadha' puasa. Akan tetapi, barang siapa yang memaksakan diri untuk
muntah, maka hendaklah ia mengqadha' puasanya." (HR. Ahmad, Abu
Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Daruquthni dan Al-Hakim)
c. Memandang lawan jenis dengan penuh perasaan nafsu birahi atau
mengingat-ngingat akan nikmatnya hubungan badan. Akan tetapi, jika
hanya sekedar hanya teringat akan kenikmatan hubungan badan atau
memandang lawan jenis dengan tidak diikuti oleh munculnya ransangan,
maka puasanya tidak batal dan tidak ada kewajiban baginya untuk
mengqadha' puasanya.

d. Haid dan nifas


Wanita yang menjalani masa haid dan nifas meski hanya sesaat, maka
puasanya menjadi batal. Sedangkan keluarnya istihadhah tidak
membatalkan puasnya.

e. Jika seorang suami menyetubuhi istrinya dengan persangkaan; bahwa


waktu maghrib telah masuk atau mengira bahwa waktu fajar belum tiba,
maka keduanya dalam hal ini tidak berkewajiban untuk membayar kafarat.
Akan tetapi menurut mayoritas ulama, mereka berdua harus mengqadha
puasnya. Karena tidak disengaja.

f. Jika berniat untuk berbuka, sedang ia dalam keadaan berpuasa, maka


puasa yang tengah dijalankannya saat itu menjadi batal. Karena, niat
merupakan salah satu syarat syahnya puasa. Akan tetapi, jika tidak mampu
memberikan makan kepada fakir miskin, maka kewajiban memberikan
makan itupun gugur dengan sendirinyaSehingga cukup baginya untuk
mengqadha' puasa yang ditinggalkannya, tanpa harus membayar fidyah.
1.4 Problematika Puasa
Problematika puasa Ramadhan kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, tak semua tahu bagaimana menyiasati masalah tersebut.
Apalagi, puasa Ramadhan merupakan kewajiban umat Muslim di seluruh dunia
yang tidak boleh dilewatkan. Berikut problematika puasa Ramadhan yang
kerap muncul: Orang sakit dan orang yang bepergian jauh melebihi batas
mendapat keringanan dengan dibolehkan untuk tidak berpuasa. Hal itu seperti
dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 185:
“Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu
ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”.
1. Orang Sakit dan Musafir
Orang sakit dan orang yang bepergian jauh melebihi batas mendapat
keringanan dengan dibolehkan untuk tidak berpuasa. Hal itu seperti dalam
Alquran surat Al-Baqarah ayat 185:
“Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”.
2. Perempuan Hamil dan Menyusui
Madzhab Syafi'iyah dan Hambali mengatakan bahwa perempuan hamil
dan menyusui hukumnya sebagai berikut: “Keduanya wajib qadha’ dan
membayar fidyah, jika keduanya tidak berpuasa karena mengkhawatirkan
pada kondisi anaknya. Sebab ini bentuk meninggalkan puasa yang
dinikmati oleh ibu dan anaknya.
Jika ibu hamil dan menyusui hanya mengkhawatirkan pada kondisi
mereka saja (tidak khawatir pada kandungan atau anaknya), maka mereka
hanya wajib qadha’ saja tanpa membayar fidyah” (Musnad Asy-Syafii).
3. Menelan Air Saat Kumur
“Jika kemasukan air kemur ke dalam perutnya, maka diperinci; jika
dengan cara tidak lazim maka batal, dan jika dengan cara wajar maka tidak
batal” (al-Iqna’ 1/237)
4. Suntik di Siang Ramadhan
“Jika seseorang memasukkan obat buat luka di betis sampai ke dalam
daging, atau menancapkan pisau di betis tersebut sampai ke sumsum,
maka hal itu tidak membatalkan puasanya, karena daging itu bukan rongga
tubuh” (Syarah Mahalli 'ala Minhaaj / Qalyubi juz IX halaman 291,
maktabah syamilah)
5. Memasukkan Obat Mata
“Boleh memakai celak mata, sekali pun ditemukan rasa pada tenggorokan,
karena celak tidak dapat tembus dari mata sampai tenggorokan, dan
sesuatu yang sampai ke tenggorokan itu hanya melalui jalan pori-pori
[sedang pori-pori bukan termasuk lobang badan yang dapat membatalkan
puasa]” (al-Mahally juz 2 hal 56)
6. Mencicipi Makanan
“Mencicipi makanan adalah makruh bagi orang yang berpuasa, kecuali
kalau ada hajat” (Hasyiyah an-Nihayah 7/20)
7. Puasa Bagi Pekerja Berat
“Wajib atas para pekerja berat di bulan Ramadhan , seperti para petani dan
lainnya, niat (puasa) di malam hari, kemudian apabila mereka mendapati
masyaqqah yang berat, maka boleh berbuka (menghentikan puasa) dan
apabila tidak mendapati masyaqqah yang berat, maka ia tetap harus puasa”
(al-Busyra al-Karim hal 72 )
8. Darah yang Ada di Gusi Gigi
“Dimaafkan darah gusi yang terus-menerus atau hampir selalu keluar, dan
seseorang tidak dipaksa membasuh mulutnya karena hal itu memberatkan”
(Bughyah al-Mustarsyidin hal 111)
9. Kapas Mengandung Obat Diletakkan di Telinga
“Seseorang ditimpa sakit pada telinganya yang ia tak bisa tenang
bersamanya kecuali dengan menggunakan obat dalam minyak atau kapas,
sedang obat tersebut telah teruji dapat meringankan atau bahkan rasa sakit
menjadi hilang dengan sekira dia memang memahaminya atau diberitahu
oleh dokter, maka hal itu diperbolehkan dan puasanya sah karena
dharurat” (Bughyah al Mustarsyidin hal 111)
10. Sisa Makanan di Gigi
“Apabila terdapat sisa makanan di sela-sela gigi, lalu terbawa oleh air liur
dengan sewajarnya tanpa disengaja, maka tidak batal puasanya, jika ia
tidak mampu memisahkan dan meludahkannya, sekali pun pada malamnya
dia tidak membersihkan sela-sela giginya serta yakin ada sisa makanan
yang tertinggal dan akan mengalir bersama air liurnya di waktu siang,
karena tuntutan agar memisahkan dan meludahkan, hanyalah ketika ia
mampu melakukannya disaat puasa, namun demikian sangat dianjurkan ia
membersihkan gigi sesudah makan sahur. Adapun apabila ia mampu
(melakukannya) atau menelannya dengan sengaja, maka dapat
membatalkan puasa” (Fathul-Mu'in hal 56).
Itulah daftar problematika saat puasa Ramadhan yang sering menuai
pertanyaan. Sebaiknya umat Islam dapat menyikapi masalah tersebut
dengan baik dan kembali pada Alquran dan Hadits.
2. Cara mengatasi problematika saat puasa
2.1 Cara Berpuasa Orang Sakit dan Tua Renta
1. Orang yang tidak berpuasa disebabkan lanjut usia atau sakit yang tidak ada
harapan sembuh baik mukim atau musafir hanya berkewajiban memberi
makan satu orang miskin untuk setiap hari. Hal tersebut bisa menjadi
pengganti baginya dari kewajiban puasa. Ia dapat menyediakan makanan
siap saji sesuai bilangan hari, lalu mengundang orang miskin secara
bersama. Ia juga dapat memilih cara dalam memberi makan; membei
makan pada setiap hari untuk hari yang bersangkutan atau mengakhirkan
memberi makan hingga akhir puasa. Kadar makanan untuk satu hari 1/2
sha makanan (1/2 dari kadar zakat fitrah), dan diberikan kepada orang
miskin.
2. Orang pikun tidak wajib puasa ramadhan atau hukum membayar kaffarat
(memberi makan). Sebab hukum Islam telah tidak diberlakukan atas
mereka.
2.2 Puasa Bagi Wanita Hamil dan Menyusui
Sebagian ulama mengatakan, bahwa wanita hamil dan yang sedang menyusui
diperbolehkan berbuka. Akan tetapi, harus menggantinya pada hari yang lain
atau memberikan makan kepada orang miskinHal ini sesuai dengan sabda Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam:
"Sesungguhnya Allah telah memaafkan setengah nilai shalat dari para musafir
serta meberikan kemurahan bagi wanita hamil dan menyusui. Demi Allah,
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallamtelah mengatakan keduanya, salah satu
atau keduanya." (HR. An-Nasa'i dan Tirmidzi)
Ketika mengqadha' hari-hari yang ditinggalkan, jika ia seorang yang kaya dan
hidup dalam kemudahan, maka hendaklah disertai dengan sedekah pada setiap
hari yang ditinggalkannya itu satu mud gandum. Sehingga dengan demikian itu
lebih sempurna dan lebih besar pahalanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah
Azza wa Jalla: "Diwajibkan bagi orang-orang yang berat menjalankannya (Jika
mereka tidak berpuasa) untuk membayar fidyah. Yaitu dengan memberi makan
seorang miskin." (Al-Baqarah: 185)
Akan tetapi, jika tidak mampu memberikan makan kepada fakir miskin, maka
kewajiban memberikan makan itupun gugur dengan sendirinyaSehingga cukup
baginya untuk mengqadha' puasa yang ditinggalkannya, tanpa harus membayar
fidyah.
2.3 Hukum Puasa dalam Perjalanan
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Barang siapa diantara kalian ada yang
sakit atau dalam perjalanan, lalu berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain," (Al-
Baqarah:184)
Ayat ini dikhususkan bagi orang-orang yang berada dalam perjalanan (musafir)
dan orang-orang yang sakit secara keseluruhan. Oleh karena itu, jika ada
wanita muslimah melakukan perjalanan yang tidak terlalu jauh, akan tetapi
mencapai delapan puluh empat mil, maka diberikan kepadanya keringanan
untuk berbuk. Namun, ia harus mengganti pada hari yang lain setelah bulan
Ramadhan. Jika ia tetap berpuasa dalam perjalanan tersebutmaka ia akan
mendapatkan pahala tambahan. Adapun merasa keberatan, makan berbuka
baginya adalah lebih baik.
2.4 Cara Berpuasa di Negara yang Matahari Tidak Terbenam
Orang yang tinggal di Negara yang matahari tidak terbenam pada musim panas
atau tidak terbit saat musim dingin, atau di negeri yang memiliki siang atau
malam selama 6 bulan, atau lebih singkat dan lebih panjang, mereka wajib
melaksanakan shalat dan berpuasa berdasarkan waktu negara terdekat dari
mereka yang memliki siang dan malam 24 jam. Mereka menentukkan awal dan
akhir ramadhan, memulai berpuasa dan berbuka berdasarkan waktu negara
terdekat tersebut.
a. Suami yang menggauli istri yang haid saat berpuasa wajib membayar
kaffarat dan mengqadha, serta berinfaq sejumlah setengah atau satu dinar
emas (satu dinar 4,25 gram)
b. Apabila kapal terbang tinggal landas beberapa saat sebelu matahari
terbenam, lalu mengudara tidak diperbolehkan berbuka hingga terlihat
matahari terbenam.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari materi diatas setidaknya ada beberapa poin yang dapat diarik kesimpulan:
1. menahan diri pada siang hari dari hal-hal yang membatalkan puasa,
disertai niat oleh pelakunya, sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya
matahari.
2. Rukun-rukun puasa adalah sebagai berikut niat dan meninggalkan segala
hal yang membatalkan puasa.
3. Banyak problematika yang mungkin muuncul pada saat ramadhan diantara
lain adalah orang sakit dan musafir, perempuan hamil dan menyusui,
menelan air saat kumur, suntik di siang ramadhan, memasukkan obat
mata, mencicipi makanan, puasa bagi pekerja berat, darah yang ada di gusi
gigi,kapas mengandung obat diletakkan di telinga, sisa makanan di gigi.

B. Saran
Sebagai umat islam yang sedang menuntut ilmu dan mengetahui berbagai
problematika yang mungkin muncul pada saat bulan ramadhan khususnya saat
puasa, maka setelah mengetahui problematika tersebut kita harus lebih berhati-
hati dalam menjalankan ibadah puasa.
DAFTAR PUSTAKA

Rasyid, S. (2005). Fiqih Islam. Sinar Baru Algesindo.


Uwaidah, S. (2006). Fiqih Wanita. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Yasmin, P. A. (2023, April 5). 10 Problematika Puasa Ramadhan dalam
Kehidupan Sehari-hari: Musafir hingga Suntik. iNews, pp. 1-4.

Anda mungkin juga menyukai