Anda di halaman 1dari 9

HUKUM SYARA’

Disusun untuk memenuhi sebagian tugas mata


kuliah
STUDI FIQIH
Dosen pengampu:
M.Alim Khoiri,,S.H.I,M,Sy

Disusun oleh:
1. Dina Nur Fitriyah (23201159)
2. Utiya Nuzulu Rohmiati (23201160)
3. Muhamad Ahsanu Nadiya (23201161)
Prodi: Pendidikan
Agama IslamKelas: E

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI KEDIRI
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ HUKUM SYARA’ ”. Penulisan
makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah STUDI FIQIH di
Institut Agama Islam Negeri Kediri.

Makalah ini saya susun dengan sesingkat-singkatnya dengan menggunakan bahasa


yang mudah dipahami agar penyampaian isi dapat diterima dengan baik oleh pembaca.
Dalam penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu
kritik dan saran darisemua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khusus-nya
kepada Dosen pengampu bapak Bpk.M.Alim Khoiri,,S.H.I,M,Sy yang telah memberikan
tugas dan petunjuk, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini. Demikian yang dapat saya
sampaikan. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Kediri, September 23

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................I


DAFTAR ISI . ......................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan masalah .............................................................................................. 1
C. Tujuan penelitian ............................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2
A. Pengertian dan konsep hokum ............................................................................ 2
B. Pengertian dan konsep hakim ............................................................................. 2
C. Definisi dan batasan mahkum alaih .................................................................... 3
D. Definisi dan batasan mahkum fih ....................................................................... 3
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 4
A. Kesimpulan........................................................................................................ 4
B. Saran ........................................................................................................ 4
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usul Fikih, dalam kajian hukum Islam, adalah termasuk ilmu dasar yang
harus dimiliki sarjana hukum Islam, karena ia merupakan ilmu yang berisi
metode metode/kaedah-kaedah untuk mengistinbatkan hukum Islam. Dalam Usul
Fikih juga dibahas teori dan konsep-konsep dasar tentang ruang lingkup hukum
syar’i, yang meliputi: hakim (pembuat hukum, yaitu Allah sendiri), hukum,
maḥkūm ‘alaih (subjek hukum), dan maḥkum fih (objek hukum).

Adapun pengertian menurut Syar'a Hakim yaitu orang yang diangkat oleh
kepala Negara untuk menjadi hakim dalam menyelesaikan gugatan, perselisihan-
perselsihan dalam bidang hukum perdata oleh karena penguasa sendiri tidak
dapat menyelesaikan tugas peradilan. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW telah
mengangkat qadhi untuk bertugas menyelesaikan sengketa di antara manusia di
tempat-tempat yang jauh, sebagaimana ia telah melimpahkan wewenang ini pada
sahabatnya. Hakim sendiri adalah pejabat peradilan Negara yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.Sehingga, untuk melahirkan
fikih tidak bisa dilepaskan dari Usul Fikih.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian dan konsep hukum?
2. Apa yang dimaksud dengan pengertian dan konsep hakim?
3. Apa saja definisi dan batasan mahkum alaih?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian dan konsep hukum.
2. Untuk mengetahui pengertian dan konsep hakim.
3. Untuk mengetahui definisi batasan mahkum alaih
4. Untuk menetahui definisi batasan mahkum fih

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN KONSEP HUKUM


Al-HukmAllah Swt telah menyerukan syari’at Islam seluruhnya
kepada manusia, baik yang menyangkut ‘aqidah maupun hukum-hukum syara’
yang berkenaan dengan perbuatan.Tetapi ilmu ushul al fiqh tidak membahas
permasalahan ‘aqidah, melainkan hanya membahas tentang hukum-hukum
syara’ yang berkenaan dengan perbuatan, yaitu mengenai aspek dasar yang
akan menjadi landasan. Tentu ulama ushul al fiqh telah mendefinikan hukum
syara’, dan telah menjelaskan pembagiannya.
Definisi Hukum : Hukum menurut bahasa: al man’u (pencegahan),
seperti dikatakan orang: ‫الحصانحكم‬, artinya: mencegah kuda berlari.
Diantaranya perkataan Jarir sebagai seorang penyair. Sedangkan menurut
kalangan Hanafiyah, hukum adalah baru karena merupakan pengaruh kalam
Allah terhadap perbuatan manusia.
B. PENGERTIAN DAN KONSEP HAKIM

Al-Hakim Kata hakim secara etimologi berarti orang yanng


memutuskan hukum. Dalam istilah fikih kata hakim juga dipakai sebagai
orang yang memutuskan hukum di pengadilan yang sama maknanya dengan
qadi. Dalam kajian usul fikih kata hakim di sini berarti pihak penentu dan
pembuat hukum syari’at secara hakiki.
Meskipun para ulama usul fikih sepakat bahwa pembuat hukum hanya
Allah, namun mereka berbeda pendapat dalam masalah apakah hukum-hukum
yang dibuat Allah hanya dapat diketahui dengan turunnya wahyu dan
datangnya Rasulullah, atau akal secara independen bisa juga mengetahuinya.
Sedangkan menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 48 tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa yang dimaksud dengan hakim adalah
hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada
di bawahnya dalam lingkungan

2
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus
yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.

C. DEFINISI DAN BATASAN MAHKUM ALAIH


Al Mahkum’alaih Ulama Ushul Fiqih telah sepakat bahwa maḥkūm
‘alaih adalah seseorang yang perbuatannya dikenai khitab Allah yang disebut
mukallaf Khitab/tuntutan Allah tersebut dapat berupa hukum taklifi maupun
waḍ‘i. Hukum taklifi meliputi ketentuan wajib, sunat, mubah, makruh, dan
haram. Sedangkan hukum waḍ’i meliputi ketentuan sebab, syarat, dan mani’.
Dalam definisi ini, maḥkūm ‘alaih hanya dipahami kepada orang
(syakhṣ) saja, tidak termasuk di dalamnya badan hukum. Istilah mukallaf
disebut juga maḥkūm ‘alaih (subjek hukum). Mukallaf adalah orang yang
telah dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan
perintah Allah maupun dengan larangan-Nya. Semua tindakan hukum yang
dilakukan mukallaf akan diminta pertanggung jawabannya, baik di dunia
maupun di akhirat. Ia akan mendapatkan pahala atau imbalan bila
mengerjakan perintah Allah, dan sebaliknya, bila mengerjakan larangan-Nya
akan mendapat siksa atau risiko dosa karena melanggar aturan-Nya.
Dalam Islam, orang yang terkena taklif adalah mereka yang sudah dianggap
mampu untuk mengerjakan tindakan hukum. Tak heran kalau sebagian besar
ulama Usul Fikih berpendapat bahwa dasar pembebanan hukum bagi seorang
mukallaf adalah akal dan pemahamaan. Dengan kata lain, seseorang baru bisa
dibebani hukum apabila ia berakal dan dapat memahami secara baik taklif
yang ditujukan kepadanya. Maka orang yang tidak atau belum berakal
dianggap tidak bisa memahami taklif dari Syar’i (Allah dan Rasul-Nya).

D. DEFINISI DAN BATASAN MAHUM FIH

Mahkum Fihi Al-Mahkum fihi adalah perbuatan mukallaf yang


berhubungan langsung dengan hukum Allah. Maka, hukum wajib memenuhi janji
yang terkandung dalam firman Allah : ‫ اوفو بالعقود‬mempunyai hubungan langsung
dengan wujud perbuatan mukallaf yang berupa memenuhi janji itu sendiri Al

3
Mahkumfihi

Mahkum fih sering disebut dengan mahkum bih adalah perbuatan


mukallaf yang terkait dengan perintah Syari’ (Allah dan Rasul) yang disifati
dengan wajib, haram, makruh, mandub, atau mubah ketika berupa hukum taklifi.
Adapun apabila berupa hukum wadh’i, maka terkadang berupa perbuatan
mukallaf seperti pada muamalah dan jinayat. Dan terkadang tidak berupa
perbuatan mukallaf seperti menyaksikan bulan Ramadhan yang oleh syari’
dijadikan sebab bagi wajibnya berpuasa.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fikih dalam bentuk


peraturan perundang-undangan telah memasukkan badan hukum sebagai bagian
subjek hukum (maḥkūm ‘alaih), sebagaimana terlihat dalam ketentuan muzakki,
wakif, dan nazir tidak lagi terbatas pada orang saja, namun termasuk di dalamnya
badan hukum.

Ketentuan ini tentu berpengaruh besar terhadap pengembangan


pembahasan maḥkūm ‘alaih dalam Ilmu Usul Fikih, yaitu memasukkan badan
hukum ke dalam sistematika maḥkūm ‘alaih dan pada berbagai ketentuan hukum
taklifi dan waḍ’ī. Yang terakhir ini, pengaruhnya terhadap hukum taklifi dan
waḍ’ī perlu diteliti lebih mendalam.

B. SARAN

Dengan terselesaikannya makalah mata kuliah Studi Fiqih ini,


diharapkan bagi pembaca dapat memahami secara keseluruhan mengenai
Hukum Syara’ dan Unsur-unsurnya sehingga nantinya dapat mengaplikasikan
dalam contoh kehidupan sehari-hari. Dan daripada itu, karena semua
pembahasan ini merupakan penjelasan dasar yang nantinya menjadi patokan
dalam pembahasan selanjutnya yang nantinya saling berkaitan, diharapkan
benar-benar mendalami materinya.

4
5
DAFTAR PUSTAKA

‘Amr, A. (1999). Al-Madkhal al-Ushuliyah li al-Istinbath min al-Sunnat al-


Nabawiyyah. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Adriani, M., Abdullah, T., & Abidin, Z. (2017). Perkembangan Lembaga
Satuan Wilayatul.
Hisbah Di Kota Banda Aceh (2000 – 2016). Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Pendidikan.
Sejarah FKIP Unsyiah, 2(3), 56–65.
Al-Bāḥisīn, Y. bin A. W. (2010). al-Ḥukm al-Syar’ī; Ḥaqīqatuh, Arkānuh,
Syurūṭuh, Aqsāmuh. Maktabah al-Rursyd.
Al-Mawardi. (1973). al-Ahkam al-Sultaniyyah wa al-Wilayah al-Diniyyah,
Cet. III, (III).

Anda mungkin juga menyukai