Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

USHUL FIKIH TENTANG TUJUAN DAN ESENSI


QIYAS

MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

MATA KULIAH : USHUL FIKIH

DOSEN PENGAMPU : AZHAR .MA

SEMESTER/PRODI : II/AHWAL AL-SYAKHSIYAH

DISUSUN OLEH :

JOKO SATRIA NPM : 460.2.18

MARWAN HARAHAP NPM : .2.18

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


JAM’IYAH MAHMUDIYAH TANJUNG PURA
STABAT
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur saya panjatkan kehadirat


Allah Swt, yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada semua
dan tak lupa shalawat berangkaikan salam kepada junjungan Nabi besar
Muhammad saw.yang telah banyak mengajarkan kepada akhlakul karimah serta
ilmu pengetahuan. Sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas laporan
observasi ini tepat pada waktunya yang berjudul “ qiyas”
Kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing BapakAZHAR,
MA yang sudah memberikan arahan dan bimbingannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ushul fikih.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah
ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semuanya. Aamiin
Wallahul MuwafiqIlaa aqwamith thoriq
DAFTAR ISI

Kata pengantar……………………………………………………………...
BAB I………………………………………………………………………...
1. Pendahuluan……………………………………………………………

2. Rumusan Masalah.........................................................................................4

3. Tujuan Penulisan...........................................................................................4

BAB II......................................................................................................................5

PEMBAHASAN.....................................................................................................5

A. Pengertian Qiyas............................................................................................5

C. Macam-Macam Qiyas...................................................................................6

D. Syarat-Syarat Qiyas......................................................................................7

E. Cara Menetapkan Illat.................................................................................8

PENUTUP.............................................................................................................11

A. Kesimpulan...................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kata-kata “sumber hukum Islam” merupakan terjemahan darii lafazh
Masadir al-Ahkam. Kata-kata tersebut tidak ditemukan dalaam kitab-kitab
hukum Islam yangg ditulis oleh ulama-ulama fikih dan ushul fikih klasik.
Untukk menjelaskan arti ‘sumber hukum Islam’, mereka menggunakan al-
adillah al-Syariyyah. Penggunaan mashadir al-Ahkam oleh ulama pada masa
sekarang ini, tentu yangg dimaksudkan ialah searti dengaan istilah al-Adillah
al-Syar’iyyah.
Yangg dimaksud Masadir al-Ahkam ialah dalil-dalil hukum syara’ yangg
diambil (diistinbathkan) dariipadanya untukk menemukan hukum.Sumber
hukum dalaam Islam, ada yangg disepakati (muttafaq) para ulama dan ada
yangg masih dipersilisihkan (mukhtalaf). Adapun sumber hukum Islam yangg
disepakati jumhur ulama ialah Al Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Para
Ulama juga sepakat dengaan urutan dalil-dalil tersebut.
Qiyas merupakan sumber hukum Islam yangg keempat. Qiyas juga
merupakan suatu cara penggunaan ra’yu untukk menggali hukum syara’
dalaam hal-hal yangg nash al-Qur’an dan Sunnah tidak menetapkan
hukumnya secara jelas. Keterkaitan dengaan qiyas sangan erat sekali dengaan
hukum dan sebab.
Kami akan membahas mengenai sumber hukum dalaam Islam yaitu qiyas.
Dalaam makalah ini kami akan menjelaskan mengenai pengertian qiyas,
rukun qiyas, dan cara mengetahui illat dalaamqiyas.

2. Rumusan Masalah
1.    Apa yangg dimaksud dengaan qiyas
2.    Bagaimana rukun-rukun qiyas
3.    Bagaimana macam-macam qiyas
4.    Apa saja syarat-syarat qiyas
5.    Bagaimana cara menetapkan illat pada qiyas

3. Tujuan Penulisan

1.  Mengetahui pengertian qiyas.


2.  Mengetahui rukun-rukun qiyas.
3.  Mengetahui macam-macam qiyas.
4.  Mengetahui syarat-syarat qiyas.
5.  Mengetahui cara penetapan illat dalaam qiyas.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Qiyas
Qiyas menurut bahasa Arab berarti menyamakan, membandingkan, atau
mengukur, seperti menyamakan si A dengaan si B, karena kedua orang itu
memiliki tinggi yan sama, bentuk tubuh yangg sama, dan wajah yangg sama.
Qiyas juga berarti mengukur, seperti mengukur tanah dengaan meter atau alat
pengukur yangg lain. Demikian pula membandingkan sesuatu dengaan yangg lain
dengaan mencari persamaan-persamaannya.
Qiyas menurut bahasa ialah pengukuran sesuatu dengaan yangg lainnya atau
penyamaan sesuatu dengaan yangg sejenisnya. Ulama ushul fiqih memberikan
definisi yangg berbede-beda bergantung pada pandangan mereka terhadap
kedudukan qiyas dalaam istinbath hukum. Dalaam hal ini, mereka terbagi dalaam
dua golongan berikut ini.
Golongan pertama, menyatakan bahwa qiyas merupakan ciptaan manusia,
yakni pandanganmujtahid. Sebaliknya, menurut golongan kedua,
qiyas merupakan ciptaan syari’ , yakni merupakan dalil hukum yangg berdiri
sendiri atau merupakan hujjat ilahiyah yangg dibuat Syari’ sebagai alat untukk
mengetahui suatu hukum. Qiyas ini tetap ada, baik dirancang oleh
para mujtahid ataupun tidak.
Bertitik tolak pada pandangan masing-masing ulama tersebut maka mereka
memberikan definisi qiyas sebagai berikut:
1. Shadr Asy-Syari’at menyatakan bahwa qiyas ialah pemindahan hukum yangg
terdapatt padaashl kapada furu’ atas dasar illat yangg tidak dapatt diketahui
dengaan logika bahasa.
2.  Al-Human menyatakan bahwa qiyas ialah persamaan hukum suatu kasus
dengaan kasus lainnya karena kesamaan illat hukumnya yangg tidak dapatt
diketahui melalui pemahaman bahasa secara murni.
Sebenarnya, masih banyak definisi lainnya yangg dibuat oleh para ulama, namun
secara umumqiyas ialah suatu proses penyingkapan kesamaan hukum suatu kasus
yangg tidak disebutkan dalaam suatu nash, dengaan suatu hukum yangg
disebutkan dalaam nash karena adanya kesamaan dalaamillat-nya

B. Rukun Qiyas
Dari pengertian qiyas yangg dikemukakan di atas dapatt disimpulkan bahwa
unsur pokok (rukun) qiyas terdiri atas empat unsur yangg berikut:
.              Ashl (pokok), yaitu suatu peristiwa yangg sudah ada nash-nya yangg dijadikan
tempat meng-qiyas-kan. Ini berdasarkan pengertian ashl menurut fuqaha.
Sedangkan ashl menurut hukum teolog ialah suatu nash syara’
yangg menunjukkan ketentuan hukum, dengaan kata lain, suatu nash yang menjadi
1
dasar hukum. Ashl itu disebut juga maqis alaih (yangg dijadikan tempat meng-
qiyas-kan), mahmul alaih (tempat membandingkan), atau musyabbah bih (tempat
menyerupakan).
.              Far’u (cabang) yaitu peristiwa yangg tidak ada nash-nya. Far’u itulah yangg
dikehendaki untukk disamakan hukumnya dengaan ashl. Ia disebut
juga maqis (yangg dianalogikan) dan musyabbah(yangg diserupakan).
.              Hukum Ashl, yaitu hukum syara’, yangg ditetapkan oleh suatu nash.
.              Illat, yaitu suatu sifat yangg terdapatt pada ashl. Dengaan adanya sifat
itulah, ashl mempunyai suatu hukum. Dan dengaan sifat itu pula, terdapatt
cabang, sehingga hukum cabang itu disamakanlah dengaan hukum ashl.
Sebagai contoh ialah menjual harta anak yatim ialah suatu peristiwa yangg
perlu ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yangg dapatt dijadikan sebagai
dasarnya. Peristiwa ini fara’. Untukk menetapkan hukumnya dicari suatu
peristiwa yangg lain yangg telah ditetapkan hukumnya berdasar nash yangg
illatnya sama dengaan peristiwa pertama. Peristiwa kedua ini memakan harta anak
yatim disebut ashal. Peristiwa kedua ini telah ditetapkan hukumnya berdasarkan
nash yaitu haram (hukum ashal) berdasarkan firman Allah SWT, QS. An-Nisa
ayat 10:

‫ِإ َّن‬  َ‫الَّ ِذين‬  َ‫يَْأ ُكلُون‬ ‫ال‬


َ ‫َأ ْم َو‬ ‫ ْاليَتَا َم ٰى‬ ‫ظُ ْل ًما‬ ‫ِإنَّ َما‬  َ‫يَْأ ُكلُون‬ ‫فؽ‬ ‫بُطُونِ ِه ْم‬ ‫نَارًا‬ ۖ   َ‫ َو َسيَصْ لَوْ ن‬ ‫َس ِعيرًا‬

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yangg memakan harta anak yatim  secara


zalim sebenarnya meraka itu menelan api sepenuh perutnya dan meraka akan
masuk ke dalaam api yangg menyala-menyala (neraka).”

Persamaan illat antara kedua peristiwa ini ialah sama-sama berakibat


berkurang atau habisnya harta anak yatim. Karena itu ditetapkanlah hukum
menjual harta anak yatim sama dengaan memakan harta anak yatim yaitu sama-
sama haram.  

C. Macam-Macam Qiyas
Qiyas dapatt dibagi menjadi 3 macam yaitu:

a. Qiyas Illat
Qiyas illat ialah qiyas yangg menyamakan ashal dengaan fara’, karena
keduanya mempunyai persamaan illat. Qiyas illat terbagi dua, yaitu:

1)  Qiyas jali, ialah qiyas yangg illatnya berdasarkan dalil yangg pasti, tidak ada
kemungkinan lain selain darii illat yangg ditunjukkan oleh dalil itu.2
1
 Muin Umar, dkk, USHUL FIQH 1, (Jakarta: Departemen Agama, 1986), h. 106.
2 Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), h. 86-87.

2
2)  Qiyas khafi, ialah qiyas yangg illatnya mungkin dijadikan illat dan mungkin
pula tidak dijadikan illat.

b. Qiyas Dalalah
Qiyas dalalah ialah qiyas yangg illatnya tidak disebut, tetapi merupakan
petunjuk yangg menunjukkan adanya illat untukk menetapkan suatu hukum darii
suatu peristiwa.

c. Qiyas Syibih
Qiyas syibih ialah qiyas yangg fara’ dapatt diqiyaskan kepada dua ashal atau
lebih, tetapi diambil ashal yangg lebih banyak persamaannya dengaan fara’.
Darii segi kekuatan illat, qiyas dibagi atas tiga, yaitu:
a. Qiyas Aulawi, yaitu qiyas di mana illat yangg yangg terdapatt pada far’u
lebih kuat dibanding illat yangg terdapatt pada ashal, seperti menqiyaskan
keharaman memukul orang tua dengaan keharaman berkata “uff” kepadanya
.
b. Qiyas Musawi, yaitu qiyas di mana hukum illat hukum yangg terdapatt pada
far’u sama kuatnya dengaan illat yangg terdapatt pada ashal. Misalnya
mengqiyaskan keharaman membakar harta anak yatim dengaan keharaman
memakan harta anak yatim.

c. Qiyas Adna, yaitu qiyas di mana illat yangg terdapatt pada far’u lebih lemah
dibanding illat hukum yangg terdapatt pada ashal. Misalnya mengqiyaskan
apel kepada gandum dalaam menetapkan berlakunya riba fadhli dalaam hal
tukar-menukar barang sejenis.

D.  Syarat-Syarat Qiyas
Qiyas mempunyai beberapa syarat, di antaranya sebagai berikut:
1)  Tidak bertabrakan dengaan dalil yangg lebih kuat. Qiyas itu tidak dianggap
jika bertabrakan dengaan dalil nash atau ijma’ atau pendapatt para sahabat. Qiyas
yangg bertabrakan dengaan nash dinamakan fasidul i’tibar.
2)  Hukum perkara yangg ashal ditetapkan berdasarkan pada nash atau ijma’. Jika
hal itu ditetapkan berdasarkan qiyas, tidak sah dijadikan sebagai sandaran qiyas.
Yangg dapatt dijadikan sandaran qiyas hanya pokok yangg pertama karena
kembali kepadanya lebih utama.
3)  Hukum pokok tersebut mempunyai alasan yangg diketahui supaya dapatt
digabungkan antara yangg pokok dan yangg cabang dalaam hal illat tersebut. Jika
hukum pokok tersebut bersifat ibadah murni, maka tidak dapatt dijadikan
sandaran qiyas.3
3
3 Ibid., h. 87-88.
4)  Illat tersebut mengandung makna yangg sesuai dengaan hukum yangg
diketahui darii kaidah-kaidah syara’.
5)  Illat di atas terdapatt pada cabang sebagaimana terdapatt pada pokok.

E.        Cara Menetapkan Illat


Illat ialah suatu sifat  yangg ada pada ashal yangg sifat itu menjadi dasar
untukk menetapkan hukum ashal serta untukk mengetahui hukum pada fara’
yangg belum ditetapkan hukumnya, seperti menghabiskan harta anak yatim
merupakan suatu sifat yangg terdapatt pada perbuatan memakan harta anak yatim
yangg menjadi dasar untukk menetapkan harapannya hukum menjual harta anak
yatim.
Ada 4 macam syarat-syarat illat yangg disepakati oleh ulama:

1.   Sifat illat itu hendaknya nyata, masih terjangkau oleh akal dan panca indra.
Hal ini diperlukan karena illat itulah yangg menjadi dasar untukk menetapkan
hukum pada fara’. Seperti sifat menghabiskan anak yatim, terjangkau oleh panca
indra dan akal, bahwa illat itu ada pada memakan harta anak yatim (ashal) yangg
terjangkau pula oleh panca indra dan akal bahwa illat itu ada pula pada menjual
harta anak yatim (fara’). Jika sifat illat itu samar-samar, kurang jelas dan masih
ragu-ragu tentulah tidak dapatt digunakan untukk menetapkan ada dan tidaknya
hukum pada ashal.
2.   Sifat illat itu hendaklah pasti, tertentu, terbatas dan dapatt dibuktikan bahwa
illat itu pada fara’, karena azaz qiyas itu ialah adanya persamaan illat antara ashal
dan fara’. Seperti pembunuhan denag sengaja dilakukan oleh ahli waris terhadap
orang yangg akan diwarisinya hakikatnya ialah pasti, karena itu dapatt dijadikan
dasar qiyas atas peristiwa pembunuhan yangg di lakukan dengaan sengaja oleh
penerima wasiat terhadap orang yangg telah memberi wasiat kepadanya.
3.   Illat harus berupa sifat yangg sesuai dengaan kemungkinan hikma hukum,
dengaan arti bahwa keras dugaan bahwa illat itu sesuai dengaan hikma hukumnya.
Seperti memabukkan ialah hal sesuai dengaan hukum haram minum kamar,
karena dalaam hukum itu terkandung suatu hikma hukum, yaitu memelihara akan
dengaan menghindarkan diri darii mabuk. Pembunuhan dengaan sengaja ialah
sesuai dengaan adanya qishash, karena dalaam qishash terkandung suatu hikma
hukum yaitu untukk memelihara kehidupan manusia.
4.   Illat itu tidak hanya terdapatt pada ashal saja, tetapi haruslah berupa sifat
yangg berupa pula di terapkan pada masalah-masalah lain selain darii ashal itu.
Seperti hukum-hukum yangg khusus berlaku bagi nabi muhammad SAW tidak di
jadikan dasaar kias. Misalnya mengawini lebih darii 4 orang, berupa ketentuan
khusus berlaku bagi beliau, tidak berlaku bagi orang lain.Larangan istri-istri
4  Q.S. An-Nisa: 10.
5 Muin Umar, dkk. op.cit., h. 118-119
Rasulullah SAW kawin dengaan laki-laki lain setelah beliau meninggal dunia,
sedang wanita-wanita lain dibolehkan.  
Ditinjau darii segi ketentuan pencipta hukum tentang sifat apakah sesuai
atau tidak dengaan hukum, maka ulama ushul membaginya ke dalaam 4 bagian,
yaitu:
a.  Munasib mutsir, yaitu persesuaian yangg diungkapkan oleh syara’ dengaan
sempurna, atau dengaan perkataan lain bahwa pencipta hukum telah menciptakan
hukum sesuai dengaan sifat itu.

‫ض‬
ِ ‫ال َم ِح ْي‬ ‫فِى‬ ‫سا َء‬ ِ ‫ ْال َم ِح ْي‬ ‫ َع ِن‬  َ‫سَألُ ْونَك‬
َ ِّ‫فَا ْعتَ ِزلُ ْواالن‬ ‫اَ ًذى‬ ‫ ُه َو‬ ‫قُ ْل‬.‫ض‬ ْ َ‫َوي‬

Artinya : “Mereka  bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah haidh itu ialah
suatu kotoran, oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri darii wanita di
waktu haidh….” 

b.  Munasib mulain, yaitu persesuaian yangg diungkapkan syara’ pada salah satu


jalan saja. Maksudnya ialah persesuaian itu tidak diungkapkan syara’ sebagai illat
hukum pada masalah yangg sedang di hadapi, tetapi diungkapkan sebagai illat
hukum dan disebut dalaam nash pada masalah yangg lain yangg sejenis dengaan
hukum yangg dihadapi.
c. Munasib mursal, ialah munasib yangg tidak dinyatakan dan tidak pula
diungkapkan oleh syara’. Munasib mursal berupa sesuatu yangg nampak oleh
mujtahid bahwa menetapkan hukum atas dasarnya mendatangkan kemaslahatan,
tetapi tiada dalil yangg menyatakan bahwa syara’ membolehkan atau tidak
membolehkannya.
d. Munasib mulghaa, yaitu munasib yangg tidak diungkapkan oleh syara’
sedikitpun, tetapi ada petunjuk yangg menyatakan bahwa meneetapkan hukum
atas dasarnya diduga dapatt mewujudkan kemaslahatan.
Masaalikul illat  ialah cara atau metode yangg digunakan untukk mencari
sifat atau illat darii suatu peristiwa atau kejadian yangg dapatt dijadikan dasar
untukk menetapkan hukum. Di antara cara tersebut ialah:
a. Nash yangg menunjukkannya
Dalaam hal ini nash sendirilah yangg merangkan bahwa suatu sifat merupakan
illat hukum darii suatu peristiwa atau kejadian.4
b. Ijma’ yangg menunjukkannya

4
 6 Ibid.,  h. 139-142.
 7 Suwarjin, Ushul Fiqh, (Jogyakarta: Teras, 2012), h. 77.
 8 Muhammad, Ushul Fiqih, (Jogjakarta: Media Hidayah, 2008), h. 109-110.
Maksudnya ialah illat itu ditetapkan dengaan ijmak, belum baligh menjadi illat
dikuasai oleh wali harta anak yatim yangg belum baligh menjadi illat dikuasai
oleh wali harta anak yatim yangg belum baligh. Hal ini disepakati oleh para
ulama.
c.  Dengaan penelitian
Ada bermacam cara penilitian, yaitu:
1.  Munasabah, ialah persesuaian antara sesuatu hal, keadaan atau sifat dengaan
perintah atau larangan. Persesuaian tersebut ialah persesuaian yangg dapatt
diterima akal, karena persesuaian itu ada hubungannya dengaan mengambil
manfaat dan menolak kerusakan bagi manusia.
2.  As-sabaru wa taqsim, maksudnya ialah meneliti kemungkinan-kemungkinan
sifat-sifat pada suatu peristiwa atau kejadian, kemudian memisahkan atau memilih
di antara sifat-sifat itu yangg paling tepat dijadikan sebagai illat hukum. As-sabaru
wa taqsim dilakukan apabila ada nash tentang suatu peristiwa atau kejadian, tetapi
tidak ada nash atau ijmak yangg menerangkan illatnya.

Contoh ; as-sabaru wa taqsim ialah Rasullullah SAW mengharamkan riba fadhli,


yaitu menukar benda-benda tertentu yangg sejenis dengaan takaran atau
timbangan yangg berbeda, berdasarkan sabda beliau:
Artinya: “Emas dengaan emas, perak dengaan perak, gandum dengaan gandum,
padi Belanda dengaan padi Belanda, kurma dengaan kurma, garam dengaan
garam, hendaklah sama jenisnya, sama ukurannya lagi konstan. Apabila berbeda
jenisnya, maka juallah menurut kehendakmu, bila hal itu dilakukan dengaan
kontan.”

3.  Tanqiihul manath, ialah mengumpulakan sifat-sifat yangg ada pada fara’ dan


sifat-sifat yangg ada ashal kemudian dicari yangg sama sifatnya.sifat yangg sama
dijadikan sebagai illat, sedang sifat yangg tidak sama ditinggalkan.
Sebagai contoh ialah pada ayat 25 surah An-Nisaa diterangkan bahwa hukuman
yangg diberikan kepada budak perempuan ialah separuh darii hukuman kepada
orang merdeka, sedang tidak ada nash yangg menerangkan hukuman bagi budak
laki-laki. Setelah dikumpulkan sifat-sifat yangg ada pada keduanya, maka yangg
sama ialah sifat kebudakan. Karena itu ditetapkanlah bahwa sifat kebudakan itu
sebagai illat untukk menetapkan hukum bahwa hukuman bagi budak laki-laki
sama dengaan hukuman yangg diberikan kepada budak perempuan, yaitu separuh
darii hukuman yangg diberikan kepada orang yangg merdeka.
4.  Tahqiqul manath, menetapkan illat. Maksudnya ialah sepakat menetapkan illat
pada ashal, baik berdasarkan nash atau tidak. Kemudian illat itu disesuaikan
dengaan illat pada fara’. Dalaam hal ini mungkin ada yangg berpendapatt bahwa
illat itu dapatt ditetapkan pada fara’ dan mungkin pula ada yangg tidak
berpendapatt demikian.
Contohnya, ialah illat potong tangan bagi pencuri, yaitu karena ia mengambil
harta secara sembunyi pada tempat penyimpanannya, hal ini disepakati oleh
ulama. Berbeda pendapatt ulama jika illat itu diterapakan pada hukuman bagi
pencuri kain kafan dalaam kubur. Menurut Syafi’iyyah dan Malikiyah pencuri itu
dihukum potong tangan, yaitu dalaam kubur, sedang hanafiyah tidak menjadikan
sebagai illat, karena itu pencuri kafan tidak dipotong tangannya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Qiyas menurut bahasa ialah pengukran sesuatu dengaan yangg lainnya atau
penyamaan sesuatu dengaan yangg sejenisnya.  Ulama ushul fikih memberikan
definisi yangg berbeda-beda bergantung pada pandangan mereka terhadap
kedudukan qiyas dalaam istinbath hukum. Qiyas merupakan salah satu hukum
Islam yangg banyak diterima oleh ulama.

Adapun rukun qiyas ada 4 yaitu:


1)  Ashal: masalah yangg telah ditetapkan dalaam al-Qur’an.
2)  Far’u: yangg berarti cabang yaitu suatu peristiwa yangg belum ditetapkan
hukumnya karena tidak ada dalaam nash al-Qur’an.
3)  Hukum ashal: hukum yangg terdapatt dalaam masalah yangg ketentuan
hukumnya itu ditetapkan oleh nash tertntu baik al-Qur’an maupun as-Sunnah.
4)   Illat: pokok yangg menjadi landasan qiyas.Illat ialah suatu sifat  yangg ada
pada ashal yangg sifat itu menjadi dasar untukk menetapkan hukum ashal serta
untukk mengetahui hukum pada fara’ yangg belum ditetapkan hukumnya.

B. Saran
Kami menyadarii dalaam penyusunan makalah ini masih terdapatt banyak
kesalahan dan kekurangan, olehnya itu kami memohon kritik dan saran darii
pembaca untukk kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad. 2008. Ushul Fiqih. Jogjakarta: Media Hidayah.


Suwarjin. 2012. Ushul Fiqh. Jogjakarta: Teras.
Syafe’i, Rachmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Umar, Muin, dkk. 1986. USHUL FIQH 1. Jakarta: Departemen Agama.

Anda mungkin juga menyukai