Anda di halaman 1dari 12

HUKUM SYARA’

Makalah

Oleh : Kelompok VI

ISMI RAMADANI (2204030062)

ANA MARIA (2204030079)

Dosen Pengampu :

Dra. Hj. ANNA RAHMA CHALID,M.Pd.I

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji marilah kita senantiasa kita ucapkan atas
limpahan rahmat Allah SWT. sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang
diberikan kepada penulis.

Sholawat bersamaan dengan salam juga mari kita hadiahkan kepada Baginda Nabi
kita Muhammad SAW. semoga kita, orang tua kita, nenek dan kakek kita, guru-guru kita
dan orang terdekat kita mendapat syafaat Beliau di Yaumil Mahsyar kelak. Amin ya
Robbal Alamin.

Penulis ucapkan terimakasih kepada Ibu Dosen selaku dosen mata kuliah, dan
kepada semua pihak yang sudah membantu dalam penulisan makalah dari awal hingga
selesai.

Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah, dan
penulis juga sangat mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca untuk bahan
pertimbangan perbaikan makalah.

Kamis,11 Mei 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2

A. Hukum Syara...........................................................................................................2
B. Ta’rif Ahkam...........................................................................................................3
C. Hukum Taklifi.........................................................................................................4
D. Hukum Wadl’i.........................................................................................................5
E. Mahkum Fih............................................................................................................6
F. Mahkum‘Alaih.........................................................................................................7

BAB III PENUTUP...........................................................................................................8

A. Kesimpulan..............................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hukum Syara’ atau Syariah merupakan bagian dari Islam sebagai agama yang
memiliki sistem hukum tersendiri. Syariah sebagai aturan dan prinsip-prinsip hukum
Islam yang didasarkan pada Al-Quran dan Hadis, mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia, baik ibadah, muamalah (transaksi ekonomi), hukum pidana, dan tata kelola
sosial-politik. Penerapan Syariah di Indonesia juga telah diatur dalam undang-undang,
yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Rumah Sakit Syariah.

Makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai Hukum Syara’, yaitu sejarah,
prinsip-prinsip dasar, sumber hukum, dan pelaksanaan di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Menjelaskan Tentang Hukum Syara?


2. Mejelaskan Tentang Ta’rif Ahkam?
3. Mejelaskan Tentang Hukum Taklifi?
4. Mejelaskan Tentang Hukum Wadl’i?
5. Mejelaskan Tentang Mahkum Fih?
6. Mejelaskan Tentang Mahkum‘Alaih?

7. TUJUAN

1. Mengetahui Tentang Hukum Syara


2. Mengetahui Tentang Ta’rif Ahkam
3. Mengetahui Tentang Hukum Taklifi
4. Mengetahui Tentang Hukum Wadl’i
5. Mengetahui Tentang Mahkum Fih
6. Mengetahui Tentang Mahkum‘Alaih

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. HUKUM SYARA

Hukum syariah, juga dikenal sebagai hukum Islam, adalah sistem hukum yang berasal
dari ajaran Islam. Hukum syariah mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum
perdata, hukum pidana, hukum keluarga, dan hukum keuangan. Tujuan hukum syariah
adalah untuk mempromosikan kesejahteraan umat manusia, menjaga keadilan, dan
menghormati hak asasi manusia.

۞ ‫ ۤا ِء‬CC‫رْ ٰبى َويَ ْن ٰهى َع ِن ْالفَحْ َش‬CCُ‫اِئ ِذى ْالق‬CCۤ َ‫ا ِن َواِ ْيت‬CC‫ ْد ِل َوااْل ِ حْ َس‬CC‫ْأ ُم ُر بِ ْال َع‬CCَ‫اِ َّن هّٰللا َ ي‬
‫َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغ ِي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكر ُْو َن‬
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran,
dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran (QS An-nahl :90)”

1. Sejarah Hukum Syariah

Hukum syariah memiliki sejarah yang panjang dan kompleks. Hukum syariah
berkembang sejak masa kehidupan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Selama
masa itu, hukum syariah ditetapkan melalui pengajaran dan praktek dari Nabi Muhammad
SAW. Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya melanjutkan pengajaran
hukum syariah.

Setelah masa para sahabat, hukum syariah mulai ditetapkan melalui proses ijtihad,
yaitu proses penafsiran hukum oleh para ulama. Proses ijtihad berlangsung selama
beberapa abad dan menghasilkan empat mazhab hukum Islam yang diakui secara luas,
yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali.

2. Prinsip-Prinsip Hukum Syariah

Hukum syariah didasarkan pada Al-Quran, hadis, ijtihad, dan praktik hukum Islam
tradisional. Beberapa prinsip-prinsip hukum syariah yang penting antara lain:

a. Tauhid: Prinsip tauhid atau kepercayaan pada satu Allah adalah prinsip utama dalam
hukum syariah. Prinsip ini menuntut manusia untuk mengakui keberadaan Allah dan
mematuhi perintah-perintah-Nya.

v
b. Adil dan Berkeadilan: Prinsip adil dan berkeadilan merupakan salah satu prinsip
utama dalam hukum syariah. Hukum syariah menuntut agar setiap orang diperlakukan
secara adil dan merata, tanpa pandang bulu.
c. Hifz An-Nafs: Prinsip hifz an-nafs atau menjaga keselamatan jiwa manusia adalah
prinsip yang sangat penting dalam hukum syariah. Hukum syariah menuntut agar
setiap orang menjaga keselamatan jiwa mereka dan menghindari segala bentuk
kekerasan atau penganiayaan terhadap orang lain.
d. Hifz Al-Mal: Prinsip hifz al-mal atau menjaga harta benda adalah prinsip yang sama
pentingnya dengan prinsip menjaga keselamatan jiwa manusia. Hukum syariah
menuntut agar setiap orang menjaga harta benda mereka dan menghindari segala
bentuk pencurian atau penipuan terhadap orang lain.

B. TA’RIF AHKAM

Ta'rif Ahkam" mengacu pada praktik Islam dalam mendefinisikan dan memahami
aturan-aturan agama. Ini melibatkan belajar dan mempelajari berbagai aspek fiqh Islam
termasuk sumber-sumber hukum Islam, prinsip-prinsip penalaran hukum, dan hukum-
hukum (ahkam) yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan seperti ibadah,
transaksi, pernikahan, dan warisan.

Ta'rif Ahkam adalah bagian penting dari pendidikan Islam, dan merupakan upaya
seumur hidup bagi para ulama dan umat Muslim. Proses pemahaman dan penerapan
ahkam adalah proses yang berkelanjutan, dan memerlukan pengetahuan yang mendalam
tentang Al-Qur'an dan Sunnah, serta pemahaman tentang konteks sosial dan budaya di
mana aturan-aturan ini diungkapkan.

Melalui Ta'rif Ahkam, umat Muslim berusaha untuk mengembangkan pemahaman


yang komprehensif tentang agama mereka dan ajarannya, serta untuk menjalani hidup
sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

Dalam Ta'rif Ahkam, para ulama dan umat Muslim belajar untuk memahami dan
menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari. Mereka mempelajari prinsip-
prinsip hukum yang mendasari hukum-hukum Islam, seperti maslahah (kemaslahatan),
maqasid syariah (tujuan-tujuan syariah), istihsan (penilaian yang disukai), qiyas (analogi
hukum), dan banyak lagi.

Selain itu, Ta'rif Ahkam juga melibatkan memahami dan menghargai perbedaan
pendapat dalam fiqh. Umat Islam mengakui adanya variasi dalam interpretasi hukum
Islam yang sah, dan menghargai perbedaan pendapat yang timbul dari penafsiran yang
berbeda-beda. Namun, dalam memilih pendapat yang mereka terapkan, mereka harus
mempertimbangkan kecocokan dengan prinsip-prinsip hukum Islam dan konteks sosial
dan budaya yang relevan.

vi
C. HUKUM TAKLIFI

Hukum taklifi adalah hukum yang diberlakukan secara wajib oleh Allah dalam Islam
dan harus dipatuhi oleh semua umat Muslim. Hukum taklifi terdiri dari dua jenis, yaitu
hukum yang berkaitan dengan ibadah (worship) dan hukum yang berkaitan dengan
muamalah (interaksi sosial).

Hukum taklifi berkaitan dengan kewajiban umat Muslim untuk melakukan tindakan-
tindakan tertentu seperti sholat, zakat, puasa, dan haji. Hukum ini juga mengatur tentang
hal-hal yang harus dihindari, seperti makanan haram, minuman keras, dan perbuatan zina.

Dalam Islam, hukum taklifi memiliki sanksi jika seseorang tidak mematuhinya.
Sanksi ini dapat berupa dosa di mata Allah atau hukuman dalam bentuk duniawi seperti
hukuman mati bagi pelaku kejahatan yang diatur dalam syariah Islam.

Dalam prakteknya, hukum taklifi diterapkan oleh umat Muslim untuk menjalankan
kehidupan mereka sehari-hari. Para ulama Islam menggunakan dalil-dalil Al-Quran dan
hadis untuk memahami dan memutuskan hukum taklifi yang harus diikuti.

Hukum taklifi juga mencakup prinsip-prinsip dan aturan-aturan dalam muamalah,


yaitu interaksi sosial antara sesama manusia. Dalam muamalah, umat Muslim diharapkan
untuk mematuhi prinsip-prinsip seperti keadilan, kejujuran, kasih sayang, dan saling
menghormati.

Contoh dari hukum taklifi dalam Islam adalah kewajiban bagi setiap umat Muslim
untuk menjalankan ibadah lima waktu seperti sholat, membayar zakat, puasa selama
bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji jika memiliki kemampuan finansial dan
fisik.

Selain itu, hukum taklifi juga memuat larangan-larangan tertentu, seperti larangan
memakan daging babi, meminum minuman beralkohol, berzina, dan merampok.

Namun demikian, hukum taklifi tidak selalu berlaku dengan cara yang sama bagi
semua orang, karena ada perbedaan dalam tingkat kewajiban antara individu yang
berbeda tergantung pada keadaan mereka. Misalnya, seorang musafir tidak diwajibkan
untuk berpuasa selama bulan Ramadhan jika hal itu menyulitkan perjalanannya.

vii
D. HUKUM WADL’I

Hukum wadl’i adalah konsep hukum dalam Islam yang berkaitan dengan kerugian
atau kerusakan yang disebabkan oleh seseorang yang tidak disengaja. Istilah "wadl'i"
berasal dari kata "wadl" yang berarti kecelakaan atau kejadian yang tidak disengaja.

Dalam hukum Islam, seseorang yang menyebabkan kerusakan atau kerugian pada
orang lain secara tidak sengaja atau tanpa maksud yang jelas, dianggap bertanggung
jawab atas kerusakan tersebut. Konsep ini dikenal sebagai "hukum wadl'i".

Hukum wadl'i mengharuskan orang yang menyebabkan kerusakan untuk mengganti


kerugian yang ditimbulkan pada pihak yang dirugikan. Namun, jumlah penggantian yang
harus dibayar berbeda-beda tergantung pada tingkat kesalahan dan kecerobohan yang
dilakukan oleh pelaku.

Dalam kasus-kasus tertentu, hukum wadl'i juga dapat digunakan sebagai dasar untuk
menetapkan sanksi terhadap pelaku yang melakukan tindakan yang merugikan orang lain
secara tidak sengaja. Misalnya, jika seseorang menabrak mobil orang lain tanpa sengaja,
maka ia harus mengganti kerusakan yang disebabkan pada mobil tersebut.

Dalam Islam, hukum wadl'i juga dianggap sebagai salah satu bentuk ibadah karena
membantu orang lain yang dirugikan dan bertanggung jawab atas tindakan yang
dilakukan. Hal ini juga menjadi wujud dari tanggung jawab sosial dan moral dalam
kehidupan bermasyarakat yang harus dilakukan oleh umat Muslim.

Contoh dari penerapan hukum wadl'i dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

1. Ketika seseorang secara tidak sengaja merusak properti milik orang lain, seperti
rumah atau mobil. Dalam hal ini, ia dianggap bertanggung jawab untuk mengganti
kerusakan tersebut dan mengembalikan properti tersebut ke kondisi semula.
2. Ketika seseorang secara tidak sengaja melukai orang lain, misalnya dalam kecelakaan
mobil atau kecelakaan kerja. Dalam hal ini, ia harus bertanggung jawab untuk
membayar biaya pengobatan atau mengganti kerugian yang ditimbulkan pada korban.
3. Ketika seseorang secara tidak sengaja merusak barang-barang milik orang lain,
misalnya saat melakukan pekerjaan rumah tangga atau di tempat kerja. Dalam hal ini,
ia harus bertanggung jawab untuk mengganti kerusakan yang ditimbulkan pada
barang tersebut.

Dalam kasus-kasus seperti ini, hukum wadl'i menetapkan bahwa pelaku harus
mengganti kerugian yang ditimbulkan pada pihak yang dirugikan. Namun, jumlah
penggantian yang harus dibayar berbeda-beda tergantung pada tingkat kesalahan atau
kecerobohan yang dilakukan oleh pelaku.

viii
E. MAHKUM FIH

Mahkum Fih adalah seseorang yang dikenakan hukuman atas perbuatannya yang
melanggar hukum. Dalam konteks hukum Islam, Mahkum Fih merujuk pada seseorang
yang dinyatakan bersalah atas pelanggaran hukum Islam dan kemudian diberikan
hukuman sesuai dengan kesalahan yang dilakukan.

Dalam Islam, hukuman diberikan untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat
serta untuk memperbaiki perilaku individu yang melakukan pelanggaran. Dalam hal ini,
hukuman bertujuan untuk menghindarkan masyarakat dari bahaya atau kerusakan yang
dapat ditimbulkan oleh perbuatan melanggar hukum.

Contoh dari hukuman yang diberikan kepada Mahkum Fih dalam Islam antara lain:

1. Hukuman potong tangan bagi pelaku pencurian.


2. Hukuman rajam bagi pelaku zina yang sudah menikah.
3. Hukuman cambuk bagi pelaku zina yang belum menikah.
4. Hukuman mati bagi pelaku pembunuhan atau penghianatan terhadap negara.

Namun, dalam memberikan hukuman, Islam menekankan pentingnya mengutamakan


keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat. Oleh karena itu, hakim harus memastikan
bahwa hukuman yang diberikan sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan oleh
Mahkum Fih, serta harus mempertimbangkan faktor-faktor mitigasi seperti keadaan
psikologis atau lingkungan sosial yang mempengaruhi perilaku pelaku.

Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman

‫از َرةٌ وِّ ْز َر‬ ۗ َ ْ‫َم ِن اهْ َت ٰدى َف ِا َّن َما َي ْه َت ِديْ لِ َن ْفسِ ۚ ٖه َو َمن‬
ِ ‫ض ُّل َع َل ْي َه ا َواَل َت ِز ُر َو‬
ِ ‫ض َّل َف ِا َّن َم ا َي‬
َ ‫ا ُ ْخ ٰر ۗى َو َما ُك َّنا ُم َع ِّذ ِبي َْن َح ٰ ّتى َنب َْع‬
‫ث َرس ُْواًل‬

Barangsiapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk
(keselamatan) dirinya sendiri; dan barang siapa tersesat maka sesungguhnya (kerugian)
itu bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain,
tetapi Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul. (QS. Al-Isra:
15).

Hal ini menunjukkan bahwa hukuman hanya boleh diberikan setelah melalui proses
pengadilan yang adil dan setelah pihak terdakwa dinyatakan bersalah secara sah.

ix
F. MAHKUM‘ALAIH

"Mahkum'Alaih" adalah istilah dalam bahasa Arab yang artinya "orang yang
berkewajiban" atau "orang yang bertanggung jawab". Dalam hukum Islam, istilah ini
mengacu pada seseorang yang diharuskan untuk memenuhi kewajiban atau tugas tertentu,
seperti menunaikan sholat lima waktu atau membayar zakat (infak). Istilah ini juga dapat
merujuk pada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan kejahatan dan karenanya
diwajibkan untuk menjalani hukuman atau membayar denda sebagai bentuk hukuman
atas perbuatannya.

َ ‫ت ْال ِجنَّ َوااْل ِ ْن‬


‫س ِااَّل لِ َيعْ ُب ُد ْو ِن‬ ُ ‫َو َما َخ َل ْق‬
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.

(QS. Adz-Dzariyat: 56)

Ayat ini menjelaskan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah
kepadaAllah SWT.

"Mahkum'Alaih", di dalam hukum Islam ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi
oleh seorang muslim, di antaranya:

1. Sholat lima waktu: Sholat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilakukan
oleh setiap muslim. Sholat lima waktu harus dilakukan pada waktu yang telah
ditentukan, yaitu sholat Subuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya.
2. Zakat: Zakat adalah kewajiban bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat
tertentu untuk memberikan sebagian dari hartanya sebagai infak atau sedekah untuk
membantu orang yang membutuhkan.
3. Puasa Ramadhan: Puasa Ramadhan wajib dilakukan oleh setiap muslim dewasa dan
sehat selama bulan Ramadhan sebagai salah satu rukun Islam.
4. Haji: Haji adalah ibadah yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mampu secara
finansial dan fisik untuk melakukan perjalanan ke Mekah dan melakukan serangkaian
ibadah tertentu.

Selain kewajiban-kewajiban tersebut, ada juga larangan-larangan atau hal-hal yang


diharamkan oleh Islam, seperti tidak boleh memakan makanan yang diharamkan (haram),
tidak boleh mengonsumsi minuman yang memabukkan, dan lain sebagainya.

Selain itu, jika seseorang melakukan tindakan yang dilarang oleh Islam atau
melakukan tindakan kejahatan, maka bisa dianggap sebagai "Mahkum'Alaih" atau orang
yang terikat kewajiban untuk memperbaiki perbuatannya atau menjalani hukuman sesuai
dengan aturan hukum yang berlaku.

x
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Hukum syara (syariah) adalah sistem hukum yang berasal dari ajaran Islam dan
mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum perdata, hukum pidana, hukum
keluarga, dan hukum keuangan. Hukum syariah didasarkan pada Al-Quran, hadis, ijtihad,
dan praktik hukum Islam tradisional. Implementasi hukum syariah dapat bervariasi antara
satu negara dengan negara lainnya, tergantung pada tradisi dan budaya lokal. Namun,
penerapan hukum syariah harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan hak-hak
semua warga negara, tanpa diskriminasi.

xi
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, A. (2017). "Penegakan Hukum Islam di Indonesia: Antara Hukum Positif dan
Implementasi Syariah." Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, vol. 24, no. 2, pp. 1-18.

Mubarok, A. (2020). "Reinterpretasi Hukum Islam dalam Kehidupan Masyarakat Indonesia


Kontemporer." Jurnal Al-Mustaqbal: Jurnal Studi Islam dan Interdisipliner, vol. 5, no. 2, pp.
95-110.

Sujatmiko, S. (2017). "Harmonisasi Hukum Islam dan Hukum Nasional di Indonesia: Antara
Teori dan Praktik." Jurnal Al-Tahrir, vol. 17, no. 2, pp. 1-22.

xii

Anda mungkin juga menyukai