Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MANUSIA DAN PENDIDIKAN

Dosen Pengampu :

M.Alim Khoiri,S.H.I,M.SY

Oleh :

Kelompok 8 :

Erisa Ardani Sakuwan 21206060

Aulia Chita Ardhaniswara 21206067

Nely Alfina Izzatiningtyas 21206080

FAKULTAS TARBIYAH

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

IAIN KEDIRI 2021/2022

1
Kata Pengantar

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT.Yang telah


memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga makalah ini terselesaikan.Sholawat
serta salam senantiasa kita limpahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW
yang telah membawa umatnya dari jalan yang gelap menuju ke jalan yang
terang.Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah fiqih. Selain itu, makalah
ini bertujuan menambah wawasan tentang qiyas bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak M.Alim Khoiri. Ucapan


terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ……………………………………………………………….. 2

Daftar Isi ………………………………………………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN
…………………………………………………………….. 4

1. Latar Belakang Masalah …………………………………………. 4

2. Perumusan Masalah ………………………………………………. 7

3. Penulisan …………………………………………………… 7

BAB II PEMBAHASAN
………………………………………………………………… 8

1.Definisi Qiyas …………………………………………………………. 8

2. Dasar hukum ………………………………………………………….

3. Kedudukan qiyas ………………………………………………………….

4. Rukun dan syarat qiyas ………………………………………………………….

5. Macam-macam qiyas ………………………………………………………….

BAB III PENUTUP

Kesimpulan...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata-kata “sumber hukum Islam” merupakan terjemahan darii lafazh Masadir


al-Ahkam. Kata-kata tersebut tidak ditemukan dalaam kitab-kitab hukum
Islam yangg ditulis oleh ulama-ulama fikih dan ushul fikih klasik. Untukk
menjelaskan arti ‘sumber hukum Islam’, mereka menggunakan al-adillah al-
Syariyyah. Penggunaan mashadir al-Ahkam oleh ulama pada masa sekarang
ini, tentu yangg dimaksudkan ialah searti dengaan istilah al-Adillah al-
Syar’iyyah.

Yang dimaksud Masadir al-Ahkam ialah dalil-dalil hukum syara’ yangg


diambil (diistinbathkan) dariipadanya untukk menemukan hukum. Sumber
hukum dalaam Islam, ada yangg disepakati (muttafaq) para ulama dan ada
yangg masih dipersilisihkan (mukhtalaf). Adapun sumber hukum Islam yangg
disepakati jumhur ulama ialah Al Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Para
Ulama juga sepakat dengaan urutan dalil-dalil tersebut.

Qiyas merupakan sumber hukum Islam yangg keempat. Qiyas juga


merupakan suatu cara penggunaan ra’yu untukk menggali hukum syara’
dalaam hal-hal yangg nash al-Qur’an dan Sunnah tidak menetapkan
hukumnya secara jelas. Keterkaitan dengaan qiyas sangan erat sekali dengaan
hukum dan sebab. Kami akan membahas mengenai sumber hukum dalaam
Islam yaitu qiyas.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Definisi Qiyas

2. Dasar hukum

3. Macam-macam qiyas

4
4. Rukun dan Syarat Qiyas

5. Kedudukan qiyas

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi qiyas

2. Mengetahui dasar hukum

3. Menyampaikan informasi tentang kedudukan qiyas

4. Dapat memahami rukun dan syarat qiyas

5. Mampu mengetahui macam-macam qiyas

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Qiyas

Sebagai dalil hukum Islam, qiyas merupakan solusi dari berbagai kasus
hukum yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam teks-teks agama. Imam
Syafii adalah penggagas konsep qiyas. Dalam pandangannya, berbagai kasus
hukum yang ditemukan dalam masyarakat muslim yang tidak diatur secara
jelas dalam nash-nash agama dapat diselesaikan melalui qiyas, baik dalam
bentuk qiyas kuat maupun qiyas lemah. Siapa saja yang tahu bahasa Arab,
Islam hukum yang terkandung dalam Al-Qur'an, tradisi kenabian, pendapat
ulama generasi awal, konsensus dan kontroversi di antara mereka, memiliki
kapasitas intelektual yang tinggi dan analisis yang tajam dalam yang dia dapat
mengidentifikasi fakta-fakta yang dikaburkan, bisa menjadi al-qais. qiyas
harus terdiri dari empat unsur al-ashl, hukum asal yang berasal dari teks, al-
far, dan hukum al-illah. Sebuah qiyas tidak boleh melampaui teks-teks agama,
karena itu hanyalah perpanjangan dari mereka.1

Pengertian Qiyas

Qiyas secara bahasa memiliki arti sebagai tindakan mengukur sesuatu atas
sesuatu lainnya dan kemudian disamakan. Sedangkan secara istilah qiyas
diartikan sebagai menetapkan hukum terhadap sesuatu perbuatan yang
belum ada ketentuannya dan didasarkan pada sesuatu yang sudah ada
ketentuannya.

Pengertian Qiyas Menurut Para Ahli

 Abdul Wahab Al Khallaf

1
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/syariah/article/view/86

6
Dalam bukunya yang berjudul Ilmu Ushul Fiqih, dijelaskan bahwa
qiyas merupakan mempersamakan suatu kasus yang tidak ada nash
hukumnya dengan kasus lain yang ada nash hukumnya, karena
persamaan kedua itu dalam illat (suatu sifat yang terdapat pada
pokok dan sifat ini menurun pada cabangnya) hukumnya.

 Romli

Dalam bukunya yang berjudul Muqaranah Mazahib Fil Ushul


dijelaskan bahwa qiyas adalah kegiatan mengukur sesuatu dengan
sesuatu yang lainnya. Dalam buku Ushul Fiqh yang lain, qiyas
kemudian dijelaskan sebagai kegiatan mengukur dan mengamalkan,
atau mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian
mengamalkannya.

 Muhammad Abdul Ghani Al Baiqani

Menjelaskan qiyas merupakan hubungan suatu persoalan yang tidak


ada ketentuan hukumnya di dalam nash dengan sesuatu persoalan
yang telah disebutkan oleh nash, karena keduanya terdapat pertautan
atau hubungan dan hukumnya adalah illat.

Jenis Qiyas

Pada dasarnya ijma dan qiyas juga memiliki beberapa jenis, khusus
untuk ijma sudah dijelaskan di atas. Sedangkan untuk qiyas, secara
umum terbagi menjadi tiga jenis. Yaitu:

 Qiyas Illat, Jenis qiyas yang pertama adalah qiyas illat, yakni jenis
qiyas yang sudah jelas illat dari kedua persoalan yang dibandingkan
atau diukur. Sehingga baik masalah pokok maupun cabang sudah
jelas illatnya, sehingga para ulama secara mutlak akan sepakat
mengenai hukum dari sesuatu yang sedang dibandingkan dan diukur

7
tadi. Misalnya saja hukum mengenai minuman anggur, buah anggur
memang halal namun ketika dibuat menjadi minuman maka akan
mengandung alkohol. Alkohol memberi efek memabukan sehingga
hukum meminumnya sama dengan minuman jenis lain yang
beralkohol, yakni haram atau tidak boleh diminum.

Qiyas Illah kemudian terbagi lagi menjadi beberapa jenis, misalnya:


Qiyas Jali , Jenis kedua dari qiyas adalah qiyas jali, yakni jenis qiyas
yang illat suatu persoalan bisa ditemukan nashnya dan bisa ditarik
kesimpulan nashnya namun bisa juga sebaliknya. Misalnya adalah
pada persoalan larangan untuk menyakiti kedua orang tua dengan
perkataan kasar. Hukumnya tidak diperbolehkan sebagaimana hukum
haram (tidak diperbolehkan) untuk menyakiti fisik kedua orang tua
tadi (memukul atau menyakiti secara fisik). Sehingga setiap anak
diharuskan untuk menjaga lisan maupun perbuatan di hadapan orang
tua agar tiada menyakiti hati mereka.

Qiyas Khafi, Jenis ketiga adalah qiyas khafi, yaitu jenis qiyas yang
illat suatu persoalan diambil dari illat masalah pokok. Jadi, jika
hukum asal atau persoalan utamanya adalah haram maka persoalan
yang menjadi cabang pokok tersebut juga haram, demikian jika
sebaliknya. Salah satu contoh jenis qiyas satu ini adalah hukum
membunuh manusia baik dengan benda yang ringan maupun berat.
Dimana hukum keduanya adalah haram atau dilarang, sebab
membunuh adalah kehataan sekaligus dosa karena mendahului
kehendak Allah SWT dalam menentukan umur makhluk hidup di
dunia.

Qiyas Dalalah Jenis kedua adalah qiyas dalalah, yaitu jenis qiyas
yang menunjukkan kepada hukum berdasarkan dalil illat. Bisa juga
diartikan sebagai qiyas yang diterapkan dengan cara mempertemukan

8
pokok dengan cabang berdasarkan dalil illat tadi. Contoh dari qiyas
jenis ini adalah ketika mengqiyaskan nabeez dengan arak, dimana
dasarnya adalah sama-sama mengeluarkan bau yang terdapat pada
minuman memabukan.

Qiyas Shabah, Jenis ketiga adalah qiyas shabah, yakni qiyas yang
mempertemukan antara cabang dengan pokok persoalan hanya untuk
penyerupaan. Contohnya sendiri bisa diambil dari yang disampaikan
oleh Abu Hanifah mengenai mengusap atau menyapu kepala anak
berulang-ulang. Tindakan tersebut kemudian dibandingkan dengan
menyapu lantai memakai sapu. Sehingga didapat kesamaan yaitu
sapu. Hanya saja untuk qiyas shabah sendiri oleh beberapa
muhaqqiqin mendapat penolakan. Sehingga menjadi jenis qiyas yang
terbilang jarang diterapkan.

Selain jenis yang dipaparkan di atas, baik ijma dan qiyas juga masih
memiliki jenis yang beragam dan didasarkan pada dasar-dasar
tertentu. Jenis di atas didasarkan pada illat dari perkara yang
dibandingkan atau diukur satu sama lain. Qiyas juga dibedakan
menjadi beberapa jenis berdasarkan keserasian illat dengan hukum.

Sehingga didapatkan dua jenis qiyas lagi, yaitu qiyas muatsir dan
juga qiyas mulaim. Sedangkan jika didasarkan pada metode yang
digunakan maka ada qiyas ikhalah, qiyas shabah, qiyas sabru, dan
juga qiyas thard.

Melali penjelasan di atas, kemudian bisa diartikan secara sederhana


bahwa qiyas adalah tindakan melakukan analogi atau perumpamaan.
Sehingga bisa didapatkan hukum dari suatu persoalan yang memang
belum ada dasar hukumnya dalam Islam.

Segala sesuatu yang tidak ada di Al Quran, Al hadits , dan tidak


pernah terjadi di zaman Nabi kemudian ditentukan hukumnya dengan

9
ijma dan qiyas atau salah satunya. Sehingga menjadi jelas, apakah
persoalan tersebut diperbolehkan atau tidak diperbolehkan.

Contoh Qiyas : Berhubung qiyas adalah analogi atau perumpamaan,


maka contohnya adalah menentukan hukum halal haram dari
narkotika. Narkotika tidak disebutkan dalam Al Quran dan Al
hadits ,selain itu belum ada di zaman Nabi Muhammad SAW.

Maka para ulama dan ahli ijtihad kemudian menganalogikan


narkotika ini sebagai khamr (minuman yang memabukan). Sebab
sifat atau efek dari konsumsi narkotika sama atau bahkan lebih
berbahaya dibanding minuman memabukan tadi. Sehingga ditarik
kesimpulan bahwa narkotika hukumnya haram. 2

B. HUKUM QIYAS

Keabsahan qiyas sebagai landasan hukum, terjadi perbedaan pendapat di


kalangan ulama ushul fiqh. Jumhur ulama ushul fiqh sepakat, bahwa qiyas
dapat dijadikan sebagai dasar dalam menetapkan hukum Islam dan sekaligus
sebagai dalil hukum Islam yang bersifat praktis14

Sedangkan menurut mazhab Nidzamiyah, Zahiriyah, dan sebagian Syi’ah


berpendapat sebaliknya, yakni qiyas tidak bisa dijadikan sebagai landasan
hukum15

Adapun argumentasi dari kelompok jumhur di atas adalah sebagai berikut:

1. Surat an-Nisa’ (4): 59

2
https://penerbitbukudeepublish.com/materi/ijma-dan-qiyas/

10
‫الر ُس ْو َل َواُوىِل ااْل َ ْم ِر ِمْن ُك ۚ ْم فَاِ ْن َتنَ َاز ْعتُ ْم يِف ْ َش ْي ٍء‬
َّ ‫ٰيٓاَيُّ َها الَّ ِذيْ َن اٰ َمُن ْٓوا اَ ِطْيعُوا ال ٰلّهَ َواَ ِطْيعُوا‬
ِ ِ ٰ ِ ِ
َّ ‫َفُر ُّد ْوهُ اىَل ال ٰلّ ِه َو‬
َ ‫الر ُس ْو ِل ا ْن ُكْنتُ ْم ُت ْؤ ِمُن ْو َن بِاللّ ِه َوالَْي ْوم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر ٰذل‬
‫ك َخْيٌر َّواَ ْح َس ُن‬

‫تَأْ ِويْ ًل‬

Yang artinya : ‘Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benarberiman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya16

Ayat ini menujukkan, bahwa jika ada perselisihan pendapat di antara


ulama tentang hukum suatu masalah, maka solusinya adalah dengan
mengembalikannya kepada al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. Cara
mengembalikannya antara lain dengan qiyas.

2. Hadis yang berisi dialog antara Rasulullah saw., dengan sahabat


Muadz bin Jabal ketika Muadz itu dikirim menjadi hakim di Yaman.

Dalam dialog itu, Muadz ditanya oleh

Rasulullah saw, bahwa dengan apa engkau akan memutuskan perkara


yang dihadapkan kepadamu? Kemudian Muadz menjawabanya dengan
mengatakan bahwa ia akan memutuskan hukum dengan berdasarkan kitab
Allah (al-Quran) dan jika tidak didapatkan dalam kitab Allah, ia putuskan
berdasarkan Sunnah Rasulullah saw. Dan seterusnyadengan hasil
ijtihadnya sendiri jika hukum suatu masalah tidak ditemukan dalam dua
sumber hokum tersebut. Mendengar jawaban itu, Rasulullah saw.,
mengatakan: Segala pujian bagi Allah yang telah memberikan taufiq atas
diri utusan

11
Rasulullah.(HR. Tirmidzi)17

Hadis di atas menurut mayoritas ulama ushul fiqh mengandung pengakuan


Rasulullah terhadap qiyas, karena praktik qiyas adalah satu macam dari
ijtihad yang mendapatkan pengakuan dari Rasulullah saw dalam dialog
tersebut.

3. Alasan lain yang dikemukakan oleh jumhur adalah ijma’para


sahabat. Dalam praktiknya,

Para sahabat menggunakan qiyas, seperti apa yang dilakukan sahabat Abu
Bakar terkait dengan persoalan kalalah yang menurutnya, adalah orang
yang tidak mempunyai ayah dan anak laki-laki. Pendapat ini dikemukakan
Abu bakar berdasarkan pendapat akalnya, dan qiyas termasuk kedalam
pendapat akal. Bahkan dalam kisah yang amat popular juga adalah bahwa
Umar bin al-Khattab menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari, ketika ia
ditunjuk sebagai menjadi hakim di Bashrah, Irak. Dalam suratanya yang
panjang itu, Umar menekankan agar dalam menghadapi berbagai
persoalan yang tidak ditemukan hukumya dalam nash, agar Abu Musa
menggunakan qiyas. Menurut Jumhur Ulama ushul fiqh, baik terhadap
pendapat Abu Bakar maupun terhadap sikap Umar ibn al-Khattab di atas,
tidak satu orang sahabat pun yang membantahnya.

Secara Logika,

Menurut jumhur Ulama ushul fiqh, bahwa hukum Allah mengandung


kemaslahatan untuk umat manusia dan untuk itulah maka hukum
disyariatkan. Apabila seorang mujtahid menjumpai kemaslahatan yang
menjadi illat dalam suatu hukum yang ditentukan oleh nash dan terdapat
juga dalam kasus yang sedang ia carikan hukumnya, maka ia menyamakan
hukum kasus yang ia hadapi dengan hukum yang ada pada nash tersebut.

12
Dasarnya adalah kesamaan illat antara keduanya. Sedangkan argumentasi
yang dikemukakan oleh kelompok penolak qiyas18 adalah sebagaI berikut:

1. Firman Allah SWT.dalam surat al-Hujurat (49): 1:

‫ِّم ْوا َبنْي َ يَ َد ِي ال ٰلّ ِه َو َر ُس ْولِهٖ َو َّات ُقوا ال ٰلّهَ ۗاِ َّن ال ٰلّهَ مَسِ ْي ٌع َعلِْي ٌم‬ ِ ٓ
ُ ‫ٰياَيُّ َها الَّذيْ َن اٰ َمُن ْوا اَل ُت َقد‬

Yang artinya :

‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah


dan RasulNya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui19”

Ayat ini, menurut mereka, melarang seseorang untuk beramal dengan


sesuatu yang tidak ada dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.
Sehingga menurut mereka, mempedomani qiyas, merupakan sikap
beramal dengan sesuatu yang di luar al-Quran dan Sunnah Rasulullah,
dan karenanya dilarang.

2. Sedangkan dasar dari Hadis yang digunakan menurut mereka adalah


hadis yang diriwayatkan oleh al-Daraquthni yang artinya:
‘Sesungguhnya Allah SWT menentukan berbagai ketentuan, maka
jangan kamu abaikan; menentukan beberapa batasan, jangan kamu
langgar; Dia haramkan sesuatu, maka jangan kamu melanggar
larangan itu. Diajuga mendiamkan hukum sesuatu sebagai rahmat bagi
kamu, tanpa unsur kelupaan, maka janganlah kamu bahas hal itu.’
(H.R. al-Daraquthni).

Hadis ini menurut mereka, menunjukkan bahwa sesuatu itu adakalanya


wajib, adakalanya haram, dan adakalanya didiamkan saja, yang
hukumnya berkisar antara dimaafkan dan mubah (boleh). Apabila
diqiyaskan sesuatu yang didiamkan syara’kepada wajib, misalnya,

13
maka ini berarti telah menetapkan hukum wajib kepada sesuatu yang
dimaafkan dan dibolehkan.

3. Mereka juga beralasan dengan sikap sebagian sahabat yang mencela


qiyas, meskipun sebagian sahabat lainnya bersikap diam atas celaan
sahabat tersebut. Hal ini, menurut mereka, menunjukan bahwa para
sahabat secara diam-diam sepakat (ijama’ sukuti) untuk mencela qiyas.
Umar ibn al-Khattab sendiri pernah berkata:”Hindarilah orang-orang
yang mengemukakan pendapatnya tanpa alas an, Karena mereka itu
termasuk musuh Sunnah dan hindarilah orang-orang yang
menggunakan qiyas. Kisah ini diriwayatkan oleh Qasim ibn
Muhammad, yang menurut para ahli hadis, periwayatannya
munqathi’(terputus para penuturnya).

C. Kedudukan qiyas

Islam memiliki beberapa sumber hukum yang dijadikan sebagai pedoman


dalam mengambil keputusan atas suatu perkara yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satu sumber hukum tersebut ialah Qiyas.Kedudukan qiyas
dalam hukum Islam dapat disimpulkan bahwa ialah sebagai sumber hukum
dalam menentukan bagaimana hukumnya suatu perkara yang telah memenuhi
rukun qiyas.Contohnya sebagai berikut :

Allah subhanallahu wa ta’ala berfirman,

ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ك أَاَّل َت ْعبُ ُدوا إاَّل إيَّاهُ َوبِالْ َوال َديْ ِن إ ْح َسانًا ۚ إ َّما َيْبلُغَ َّن عْن َد َك الْكَبَر أ‬
۞ ‫َح ُدمُهَا أ َْو‬ َ ُّ‫ض ٰى َرب‬
َ َ‫َوق‬
ٍّ ‫كِاَل مُهَا فَاَل َت ُق ْل هَلَُما أ‬
‫ُف َواَل َتْن َه ْرمُهَا َوقُ ْل هَلَُما َق ْواًل َك ِرميًا‬

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain


Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai

14
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al Isra’
[17] : 23)

Ayat tersebut menerangkan salah satu keutamaan berbakti kepada orang tua,
yakni memperlakukan keduanya dengan perbuatan maupun perkataan yang
baik. Maka dengan ayat tersebut dapat diqiyaskan bahwa memberikan
perlakuan buruk kepada orang tua seperti memukul atau membentaknya
memiliki tingkat pelarangan lebih tinggi daripada perkataan, “ah“.3

D. Rukun dan syarat qiyas

Para ahli ushul yang mengatasi qiyas sebagai dalil dalam menetapkan ketika
qiyas itu telah memenuhi rukunnya.

Rukun qiyas ada empat4 :

1. Ashlun, yaitu merupakan hukum pokok yang diambil persamaan atau


sesuatu yang ada nash hukumnya. Syarat-syarat Ashlun :

 Hukum yang hendak dipindahkan kepada cabang masih ada pada


pokok. Kalau sudah tidak ada misalnya, sudah dihapuskan ( mansukh )
maka tidak mungkin ada perpindahan hukum.

 Hukum yang ada dalam pokok harus hukum Syara' bukan hukum akal
atau hukum bahasa.

2. Far'un , yaitu merupakan hukum cabang yang dipersamakan atau sesuatu


yang tidak ada nash hukumnya. syarat-syarat:

3
https://dalamislam-com/amp
4
https://www.dicio.id/t/apa-saja-rukun-rukun-qiyas/94030

15
 Hukum cabang tidak lebih dulu adanya daripada hukum pokok.

 Cabang tidak memiliki kekuatan sendiri.

 Illat yang terdapat pada hukum cabang harus sama dengan illat
yang terdapat pada pokok.

 Hukum cabang harus sama dengan hukum pokok.

3. Illat, yaitu sifat yang menjadi dasar persamaan antara hukum cabang
dengan hukum pokok. syarat-syaratnya :

 Illat harus berupa sesuatu yang terang dan tertentu,

 Illat tidak berlawanan dengan nash, apabila berlawanan dengan


nashlah yang didahulukan.

4. Hukum, yaitu merupakan hasil dari qiyas tersebut.

Lebih jelasnya biasa dicontohkan bahwa Allah telah mengharamkan arak,


merusak akal, membinasakan karena harta harta. Maka segala minuman yang
memabukkan dihukumi haram. Dalam hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut:

Segala minuman yang memabukkan adalah far'un atau cabang artinya yang
diqiyaskan.

Arak, adalah yang menjadi ukuran atau tempat menyerupakan atau


mengqiyaskan hukum, artinya ashal atau pokok.

Mabuk merusak akal, adalah illat penghubung atau sebab.

Hukum, segala yang memabukkan hukumnya haram.

16
BAB III

KESIMPULAN

Qiyas merupakan solusi dari berbagai kasus hukum yang tidak secara eksplisit
disebutkan dalam teks-teks agama. Imam Syafii adalah penggagas konsep qiyas.
Dalam pandangannya, berbagai kasus hukum yang ditemukan dalam masyarakat
muslim yang tidak diatur secara jelas dalam nash-nash agama dapat diselesaikan
melalui qiyas, baik dalam bentuk qiyas kuat maupun qiyas lemah. Sedangkan untuk
qiyas, secara umum terbagi menjadi tiga jenis. Yaitu: Qiyas ilat,Qiyas jali,Qiyas
dalalah,Qiyas khafi,Qiyas shabah.Hukum Qiyas adalah Keabsahan qiyas sebagai
landasan hukum, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama ushul fiqh. Jumhur
ulama ushul fiqh sepakat, bahwa qiyas dapat dijadikan sebagai dasar dalam
menetapkan hukum Islam dan sekaligus sebagai dalil hukum Islam yang bersifat
praktis.kedudukan Qiyas hukum dalam menentukan bagaimana hukumnya suatu
perkara yang telah memenuhi rukun qiyas. Adapun rukun dan syarat Qiyas ada 4
yaitu :Ashlun,Far'un,Illat,Hukum.

17

Anda mungkin juga menyukai