Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SUMBER HUKUM ILMU WARIS

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok


Mata Kuliah : Fiqih 4
Dosen Pengampu : L. Firmansyah, M.Pd.

Disusun oleh :

Kelompok 2

1. Mohammad Farhan Sain 1.2019.1.0324


2. Siti Aisyah 1.2019.1.0335
3. Siti Patonah 1.2019.1.0337

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT MADANI NUSANTARA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Sumber
Hukum Ilmu Waris ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah Fiqih 4. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang teknik sumber hukum ilmu waris bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak L. Firmansyah, M.Pd.


selaku dosen mata kuliah Fiqih 4 yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Sukabumi, 16 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
BAB I.........................................................................................................................................
PENDAHULUAN.....................................................................................................................
A. Latar Belakang................................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................
C. Tujuan.............................................................................................................................
BAB II.......................................................................................................................................
PEMBAHASAN.......................................................................................................................
A. Pengertian Proses Perencanaan Pendidikan Agama Islam................................................
B. Langkah-Langkah Perencanaan Menurut Para Tokoh....................................................
C. Komponen-Komponen Perencanaan Pembelajaran........................................................
D. Teknik Penyusunan Perencanaan Sistem Pembelajaran.................................................
BAB III......................................................................................................................................
PENUTUP.................................................................................................................................
A. Kesimpulalan...................................................................................................................
B. Saran................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah waris sangat erat kaitannya kehidupan manusia. Karena setiap manusia
pasti akan mengalami suatu peristiwa yang sangat penting dalam hidupnya yang
disebut meninggal dunia. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang
akibatnya keluarga dekatnya kehilangan seseorang yang mungkin sangat
dicintainya sekaligus pula dapat menimbulkan akibat hukum, yaitu tentang
bagaimana caranya kelanjutan pengurusan hak-hak kewajiban seseorang yang
telah meninggal dunia itu. Oleh karena itu munculah hukum kewarisan.

Salah satu hukum waris dipakai di Negara Indonesia adalah hukum waris Islam,
yaitu hukum waris yang berdasarkan hukum Islam. Hukum Waris Islam atau
Hukum Kewarisan Islam yang berlaku di Negara Indonesia pada dasarnya adalah
bersumber dari Al – Qur’an dan Al - Hadist. Oleh karena itu, dalam tulisan ini
akan dibahas mengenai sumber – sumber Hukum Waris Islam atau Hukum
Kewarisan Islam yang ada di dalam Al – Qur’an dan Al – Hadist serta membahas
juga mengenai siapa saja yang termasuk ahli waris dalam Dzawul Furudh dan
berapakah bagian bagi para ahli waris.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, Sumber Hukum Ilmu Waris dapat dirumuskan
beberapa yaitu :
1. Apa pengertian hukum ilmu waris dalam Islam ?
2. Apa saja sumber hukum ilmu waris?
3. Bagaimana kedudukan ahli waris dalam hukum waris?
4. Bagaimana hubungan hukum waris Islam dan hukum waris nasional?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian hukum ilmu waris dalam Islam
2. Mengetahui sumber hukum ilmu waris
3. Mengetahui kedudukan ahli waris dalam hukum waris
4. Mengetahui hubungan hukum waris Islam dan hukum waris nasional?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sumber Hukum Ilmu Warus

Sumber hukum ilmu waris adalah sumber hukum yang mengatur mengenai apa


yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia,
dengan perkataan lain mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh
seseorang yang telah meninggal dunia beserta akibat-akibatnya bagi ahli waris.

Dalam membagi harta warisan apabila meninggal seorang muslim, maka pertama
kali yang wajib diselenggarakan adalah jenazahnya, menurut Hukum Islam yang
disebut Tahjiz yaitu segala yang diperlukan oleh orang yang meninggal sejak dari
wafatnya sampai saat penguburannya. Biaya penyelenggaraannya itu dapat
dibebankan atas harta pusaka mayat yang meninggal itu. Kemudian membayar
utang simayat, baik itu utang kepada Allah maupun kepada sesama manusia.

Pada dasarnya kewarisan merupakan proses perpindahan harta peninggalan dari


seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya, akan tetapi proses
perpindahan tersebut tidak dapat terlaksana apabila unsur-unsurnya tidak lengkap.
Tata cara pembagian warisan dalam Islam telah diatur sebaik-baiknya. al- Qur’an
menjelaskan dan merincikan secara detail tentang hukum-hukum yang berkaitan
dengan seorang pun. Pembagian masing-masing ahli waris baik itu lakilaki maupun
perempuan telah ada ketentuannya
B. Sumber Hukum Ilmu Waris
1. Al-Quran

Sumber utama dalam hukum Waris Islam adalah Al-Qur'an surat An-Nisa' ayat 7,


surah An-Nisa ayat 11 - 12, dan surah An-Nisa ayat 176 sebagai berikut :

a. Surah An-Nisa ayat 7


َ ‫ك ْال َوال ِٰد ِن َوااْل َ ْق َرب ُْو ۖ َن َولِل ِّن َس ۤا ِء َنصِ يْبٌ ِّممَّا َت َر‬
‫ك ْال َوال ِٰد ِن َوااْل َ ْق َرب ُْو َن‬ َ ‫ال َنصِ يْبٌ ِّممَّا َت َر‬ ِ ‫لِلرِّ َج‬
‫ِممَّا َق َّل ِم ْن ُه اَ ْو َك ُث َر ۗ َنصِ ْيبًا َّم ْفر ُْوضًا‬
Artinya : Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian [pula] dari harta peninggalan ibu-
bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan.

b. Surah An-Nisa’ ayat 11 - 12


‫هّٰللا‬
ِ ‫ْن ۚ َفاِنْ ُكنَّ ن َِس ۤا ًء َف ْو َق ْاث َن َتي‬
‫ْن َفلَهُنَّ ُثلُ َثا َما‬ ِ ‫ي ُْوصِ ْي ُك ُم ُ ف ِْٓي اَ ْواَل ِد ُك ْم ل َِّلذ َك ِر م ِْث ُل َح ِّظ ااْل ُ ْن َث َيي‬
َ ‫ك اِنْ َك‬
‫ان‬ َ ‫ت َوا ِح َد ًة َف َل َها ال ِّنصْ فُ ۗ َواِل َ َب َو ْي ِه لِ ُك ِّل َوا ِح ٍد ِّم ْن ُه َما ال ُّس ُدسُ ِممَّا َت َر‬ ْ ‫ك ۚ َواِنْ َكا َن‬َ ‫َت َر‬
ْ‫ان لَ ٗ ٓه ا ِْخ َوةٌ َفاِل ُ ِّم ِه ال ُّس ُدسُ م ِۢن‬
َ ‫ث ۚ َفاِنْ َك‬ ُّ ‫لَ ٗه َولَ ٌد ۚ َفاِنْ لَّ ْم َي ُكنْ لَّ ٗه َولَ ٌد َّو َو ِر َث ٗ ٓه اَ َب ٰوهُ َفاِل ُ ِّم ِه‬
ُ ُ‫الثل‬
َ ‫ ْم اَل َت ْدر ُْو َن اَ ُّي ُه ْم اَ ْق َربُ لَ ُك ْم َن ْفعً ا ۗ َف ِري‬Cۚ‫م َواَ ْب َن ۤاُؤ ُك‬Cْ ‫ْن ۗ ٰا َب ۤاُؤ ُك‬
‫ْض ًة‬ ٍ ‫ي ِب َهٓا اَ ْو َدي‬Cْ ِ‫َبعْ ِد َوصِ َّي ٍة ي ُّْوص‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫ان َعلِ ْيمًا َح ِك ْيمًا‬ َ ‫م َِّن ِ ۗ اِنَّ َ َك‬
Artinya : Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian
warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama
dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya
perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka
dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-
bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia
(yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak
mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka
ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa
saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut
di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar)
utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui
siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah
ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.

‫ان لَهُنَّ َولَ ٌد َفلَ ُك ُم الرُّ ُب ُع ِممَّا‬َ ‫ك اَ ْز َوا ُج ُك ْم اِنْ لَّ ْم َي ُكنْ لَّهُنَّ َولَ ٌد ۚ َفاِنْ َك‬ َ ‫۞ َولَ ُك ْم نِصْ فُ َما َت َر‬
َ ‫ْن ۗ َولَهُنَّ الرُّ ُب ُع ِممَّا َت َر ْك ُت ْم اِنْ لَّ ْم َي ُكنْ لَّ ُك ْم َولَ ٌد ۚ َفاِنْ َك‬
‫ان‬ ٍ ‫َت َر ْك َن م ِۢنْ َبعْ ِد َوصِ َّي ٍة ي ُّْوصِ ي َْن ِب َهٓا اَ ْو َدي‬
‫ث‬ُ ‫ان َر ُج ٌل ي ُّْو َر‬ َ ‫ْن ۗ َواِنْ َك‬ ٍ ‫الثمُنُ ِممَّا َت َر ْك ُت ْم م ِّۢنْ َبعْ ِد َوصِ َّي ٍة ُت ْوص ُْو َن ِب َهٓا اَ ْو دَ ي‬ ُّ َّ‫لَ ُك ْم َولَ ٌد َفلَهُن‬
‫ش َر َك ۤا ُء‬ ُ ‫سُ َفاِنْ َكا ُن ْٓوا اَ ْك َث َر مِنْ ٰذل َِك َف ُه ْم‬ ۚ ‫ت َفلِ ُك ِّل َوا ِح ٍد ِّم ْن ُه َما ال ُّس ُد‬ ٌ ‫َك ٰللَ ًة اَ ِو ام َْراَةٌ َّولَ ٗ ٓه اَ ٌخ اَ ْو ا ُ ْخ‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫ض ۤارٍّ ۚ َوصِ ي ًَّة م َِّن ِ ۗ َو ُ َعلِ ْي ٌم َحلِ ْي ۗ ٌم‬ ٰ ‫ث م ِۢنْ َبعْ ِد َوصِ َّي ٍة ي ُّْو‬ ُّ ‫فِى‬
َ ‫ْن َغي َْر ُم‬ ٍ ۙ ‫صى ِب َهٓا اَ ْو َدي‬ ِ ُ‫الثل‬

Artinya : Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang


ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka
(istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta
yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan
setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka
para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah
dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika
seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan
ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
(seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari
kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu
lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu,
setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya
dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah.
Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.
c. Surah An-Nisa ayat 176

‫هّٰللا‬
‫ت َفلَ َها نِصْ فُ َما‬ ٌ ‫ْس لَ ٗه َولَ ٌد َّولَ ٗ ٓه ا ُ ْخ‬
َ ‫ك لَي‬ َ َ‫ك قُ ِل ُ ُي ْف ِت ْي ُك ْم فِى ْال َك ٰللَ ِة ۗا ِِن امْ رٌُؤ ا َهل‬ َ Cۗ ‫َيسْ َت ْف ُت ْو َن‬
َ ‫الثلُ ٰث ِن ِممَّا َت َر‬
‫ك َۗواِنْ َكا ُن ْٓوا‬ ِ ‫ك َوه َُو َي ِر ُث َهٓا اِنْ لَّ ْم َي ُكنْ لَّ َها َولَ ٌد ۚ َفاِنْ َكا َن َتا ْاث َن َتيهّٰللا‬
ُّ ‫ْن َفلَ ُه َما‬ َ ۚ ‫َت َر‬
‫هّٰللا‬
‫ْن ُي َبيِّنُ ُ لَ ُك ْم اَنْ َتضِ لُّ ْوا ۗ َو ُ ِب ُك ِّل َشيْ ٍء َعلِ ْي ٌم‬ ِ ۗ ‫ا ِْخ َو ًة رِّ َجااًل وَّ ِن َس ۤا ًء َفل َِّلذ َك ِر م ِْث ُل َح ِّظ ااْل ُ ْن َث َيي‬

Artinya : Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah


memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia
tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya
(saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan
saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia
tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi
keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu
terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang
saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan
(hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.”

2. Al-Hadits

 Hadist yang artinya “Allah telah menurunkan hukum waris bagi saudara-
saudaramu yang perempuan itu dan alloh telah menerangkan bahwa mereka
mendapat bagian dua pertiga dari hartamu” 
 Hadist yang artinya “bagi yang membunuh tidak mendapatkan hak waris atau
bagian harta warisan”(HR.An Nasai)
 Hadist yang artinya “seorang muslim tidak berhak mendapat bagian harta
warisan dari seorang kafir,dan sebaliknya seorang kafir tidak berhak mandapat
bagian harta warisan dari seorang muslim” (HR.jamaah ahlu hadist)  
 Dari Ibnu Abbas RA dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Berikanlah faraidh
(bagian-bagian yang telah ditentukan) kepada yang berhak, dan selebihnya
berikanlah kepada laki-laki dari keturunan laki-laki yang terdekat." (HR
Bukhari dan Muslim). 
Kesimpulan atau intisari hadits ini: Dalam pembagian warisan, ahli waris yang
mendapat bagian lebih dahulu adalah ahli waris golongan ashhabul-furudh (ahli
waris yang bagian mereka sudah tertentu), kemudian kalau ada sisanya baru
diberikan kepada ahli waris golongan ‘ashabah (ahli waris penerima sisa).

 Dari Jabir bin Abdullah RA, dia berkata: Janda (dari Sa'ad RA)
datang kepada Rasulullah SAW bersama dua orang anak perempuannya.Lalu
ia berkata: "Wahai Rasulullah, ini dua orang anak perempuan Sa'ad yang telah
syahid pada Perang Uhud. Paman mereka mengambil semua harta
peninggalan ayah mereka dan tidak memberikan apa-apa untuk mereka.
Keduanya tidak dapat kawin tanpa harta." Nabi SAW bersabda: "Allah akan
menetapkan hukum dalam kejadian ini." Kemudian turun ayat-ayat tentang
warisan. Nabi SAW memanggil si paman dan berkata: "Berikan dua pertiga
untuk dua orang anak Sa'ad, seperdelapan untuk isteri Sa'ad, dan selebihnya
ambil untukmu." (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Kesimpulan atau intisari hadits ini: Dalam kasus pembagian warisan yang ahli
warisnya terdiri dari dua orang anak perempuan, isteri, dan paman, maka kedua
anak perempuan mendapat 2/3 bagian, isteri mendapat 1/8, dan paman menjadi
‘ashabah bin-nafsi yang mendapat sisanya.

 Dari Huzail bin Surahbil RA, dia berkata: Abu Musa RA ditanya tentang
kasus kewarisan seorang anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki,
dan seorang saudara perempuan. Abu Musa RA berkata: "Untuk anak
perempuan setengah, untuk saudara perempuan setengah. Datanglah kepada
Ibnu Mas'ud RA, tentu dia akan mengatakan seperti itu pula." Kemudian
ditanyakan kepada Ibnu Mas'ud RA dan dia menjawab: "Saya menetapkan
berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh Nabi SAW. Yaitu untuk anak
perempuan setengah, untuk cucu perempuan seperenam sebagai pelengkap
dua pertiga, sisanya untuk saudara perempuan." (HR Bukhari, Abu Daud,
Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Kesimpulan atau intisari hadits ini: Hadits ini menjadi dasar hukum yang
menetapkan hak waris cucu perempuan (dari anak laki-laki) yang mendapat 1/6
bagian jika bersama dengan seorang anak perempuan yang mendapat 1/2 bagian.
Sementara itu, saudara perempuan mendapat sisanya (dalam hal ini, saudara
perempuan menjadi ‘ashabah ma’al-ghair dengan sebab adanya anak perempuan
dan/atau cucu perempuan).  
          
 Mughirah bin Syu'bah RA berkata: "Saya pernah menghadiri majelis Nabi
SAW yang memberikan hak nenek sebanyak seperenam." Abu Bakar RA
berkata: "Apakah ada orang lain selain kamu yang mengetahuinya?"
Muhammad bin Maslamah RA berdiri dan berkata seperti yang dikatakan
Mughirah RA. Maka akhirnya Abu Bakar RA memberikan hak warisan nenek
itu." (HR Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

Kesimpulan atau intisari hadits ini:Hadits ini menjadi dasar hukum yang
menetapkan hak waris nenek, yaitu nenek mendapat 1/6 bagian jika cucunya
meninggal dengan syarat tidak ada ibu.

Demikianlah beberapa hadits Nabi SAW yang dapat dijadikan sebagai pelengkap
sumber hukum waris Islam setelah Al-Qur’an.

3. Ijma’

Selain hadist di atas itu, Ijma’ juga merupakan salah satu sumber dari ilmu
Mawaris, karena banyak hal yang menjadi kesepakatan ulama yang diterapkan
dalam pembagian harta warisan, seperti:
d. Status pembagian warisan antara kakek dan saudara-saudara. Dalam al-Qur’an
hal ini tidak dijelaskan, akan tetapi menurut kebanyakan ulama dengan cara
mengikuti pandangan Zaid bin Sabit, bahwa bagian kakek harus mendapat
bagian yang paling menguntungkan, dari beberapa  cara: Muqasamah (bagi
rata), 1/6 seluruh harta peninggalan, 1/3 sisa, jika mereka bersama zawil
furudh lainnya dan jika mereka tidak bersama zawil furudh mereka menerima
muqasamah dan  1/3 seluruh harta.
e. Status cucu yang ayahnya lebih dahulu meninggal daripada kakek yang bakal
menerima warisan bersama saudara-saudara ayah cucu yang meninggal tadi.
Menurut undang-undang Hukum Waris Mesir setelah mengadopsi pandangan
ulama Salafi dan Khalafi, bahwa cucu tadi mendapat warisan dengan
jalan wasiat wajibah. Misalnya ada seorang meninggal dunia (A), dia
mempunyai dua orang anak (B) dan (C) dimana  (C) ini telah meninggal lebih
dahulu sebelum (A) meninggal dan memiliki anak (D). Maka harta
peninggalan si (A) diambil seluruhnya (B) sebab ia menghijab cucu (D).
Tetapi, susugguhnya ia akan mendapatkan bagian ayahnya bila ayahnya masih
hidup, oleh karena itu ia diberikan dengan jalan wasiat wajibah.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah proses


pengambilan keputusan atas sejumlah alternatif (pilihan) mengenai sasaran dan
cara-cara yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang, yang dilakukan
secara sistematis dan berkesinambungan dalam proses transfer pengetahuan dan
nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pembelajaran, pembiasaan,
bimbingan, pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensinya, guna
mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dunia dan akhirat.
Diantara Teknik penyusunan perencanaan pembelajaran PAI secara garus besar
adalah sebagai berikut :

1. Merumuskan tujuan khusus


2. Memilih pengalaman belajar
3. Menentukan kegiatan belajar
4. Menentukan orang yang terlibat dalam proses pembelajaran
5. Memilih bahan dan alat
6. Ketersediaan fasilitas fisik
7. Perencanaan evaluasi dan pengembangan

B. Saran

Dalam melakukan langkah-langkah perencanaan pengajaran harus


memerhatikan situasi dan kondisi dari masyarakat sekitar dari berbagai aspek
dalam kehidupan. Baru merumuskan langkah demi langkah yang akan dilakukan
dalam perencanaan pengajaran. Dan evaluasi sebaiknya dilakukan dengan dua
cara, yaitu : pada proses pengajaran atau menjalankan sistem pada mata pelajaran
PAI dan setelah melaksanakan proses atau sistem pada mata kuliah PAI.

DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 2004. Perencanaan Pengajaran Dalam Pendekatan


Sistem. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Syah, Darwyn; dkk. 2007. Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama


Islam. Jakarta: Gaung Persada Pers.

Ustman, A.H. Kahar; dan Nadhirin. 2008. Buku Daros Perencanaan


Pendidikan. Kudus: DIPA Pers.

Anda mungkin juga menyukai